My Brother

By HanUCBaby

82.2K 7.2K 1.9K

Kyuhyun merasa dibuang. Namun dia mencoba bertahan karena Heechul menjanjikan sesuatu yang hanya akan bisa di... More

CH.1
CH.2
CH.3
CH.4
CH.5
CH.6A
CH.6B
CH.7
CH.8 : Penggalan Masa Lalu
Ch.9
CH.10
CH.11
CH.12
CH.14
CH.15
CH. 16
CH. 17

CH.13

2.6K 386 129
By HanUCBaby

Hari ini mendung, langit gelap. Kyuhyun berangkat untuk bekerja di minimarket pukul sebelas siang. Berjalan kaki, anak itu menuju minimarket di ujung jalan. Jaket memeluk tubuhnya yang kurus. Rambutnya yang sudah agak panjang sesekali terangkat lembut tertiup angin.

Anak itu menatap pada jemarinya. Meski belakangan ini sudah belajar menggunakan pisau karena dia punya keharusan untuk memasak, tetap saja dia belum begitu terbiasa. Jemari itu luka-luka. Bekas sayatan-sayatan masih terlihat. Telapak tangannya kasar.

Luka yang dalam menyisakan bekas seperti goresan setelah sembuh, sementara luka yang kecil akan mengelupas setelah mengering. Sedang saat ini, ada luka baru disana. Agak bengkak dan memerah namun tertutup balutan perban. Melintang di telapak tangannya.

Entah apa yang dia pikirkan tadi. Kyuhyun hanya merasa kosong dan hampa saat tertarik untuk menggenggam mata pisau erat-erat. Dia ingat, tidak ada rasa sakit yang dirasakannya bahkan setelah melihat darah mulai menetes. Menggenang di hadapannya. Kemudian dia tersentak, buru-buru membasuh tangan ke wastafel. Barulah merasa perih dan sakit.

Kyuhyun tidak pernah menyangka kalau hidupnya bisa berubah jadi seberat ini. Tadi pagi dia juga dimarahi, lagi. Untung tidak dipukul, sebab Ahjumma sempat menahan suaminya. Wanita itu marah sebab suaminya sudah ribut pagi-pagi sekali, dia tidak suka. Apalagi untuk hal sepele, Kyuhyun salah beli merk kopi. Dia tidak beli yang biasa diminum oleh Ahjusshi yang menampungnya. Alih-alih tidak dipukul, dahinya didorong-dorong dengan telunjuk sambil dimaki-maki.

Kyuhyun terkekeh miris. Entah kenapa berpikir kalau semakin hari rasanya dia semakin tidak punya harga diri. Diperlakukan seperti itu dan dia masih juga bertahan. Apakah ada orang sebodoh dia di dunia ini?

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Heechul menatap layar ponselnya dengan dahi berkerut-kerut. Ada beberapa pesan masuk beserta beberapa foto yang dikirim padanya sebulanan ini. Baru kali ini Heechul dapat melihat dan membaca satu persatu dengan serius. Selama ini, ia cukup sibuk dan tidak enak hati setiap menerima laporan seperti itu.

Pesan itu dari kedua orangtua angkat Kyuhyun yang baru. Sepasang suami isteri yang dia percayakan dan dia bayar untuk merawat adiknya selama dua tahun, sesuai perjanjian mereka.

Ya, dia membayar mereka untuk mau menampung Kyuhyun. Memangnya siapa di zaman sekarang ini yang mau mengadopsi remaja yang sedang sakit dan butuh biaya perawatan dengan suka rela? Tidak ada. Heechul yang mencarikan keluarga baru untuk Kyuhyun. Lalu, membayar keluarga itu sebagai gantinya.

Namun, dia tidak pernah menyangka kalau adiknya akan jadi senakal ini. Heechul mengusap layar ponselnya ke bawah. Meneliti pesan demi pesan, gambar demi gambar. Kenyataan kalau adiknya dilaporkan sudah jadi berandalan nakal yang sering pulang dalam keadaan luka-luka, menjadi beban pikirannya.

Dia ingin tidak percaya. Namun, bukti yang diterimanya tidak bisa diabaikan. Sebulanan ini, sudah sekitar empat kali ia mengirimkan uang tambahan pada keluarga itu untuk biaya adiknya berobat. Sembari berpesan agar adiknya terus dipantau dan diawasi.

Heechul tidak keberatan dengan uang. Dia akan mengirim berapa pun yang diminta sebab uang itu akan digunakan untuk membawa adiknya berobat. Foto-foto itu ditelitinya satu persatu. Adiknya luka-luka. Sudut bibir memar. Tangan memar. Bahunya memar dan lainnya. Kyuhyun yang difoto juga tampak pasrah saja.

Karena itu, Heechul pikir Kyuhyun memang sengaja melakukan semua itu. Sebab tahu kalau foto itu akan dikirimkan padanya, maka dia sengaja nakal. Mungkin inilah bentuk protes dan pemberontakan yang dilakukannya. Agar mendapatkan perhatian kakak-kakaknya kembali. Dan hal itu jelas sukses mengganggu Heechul.

Dia geram, ingin segera bertemu anak itu dan bicara dengannya. Lebih-lebih, dia ingin sekali marah. Mengatakan betapa bodohnya adiknya itu memilih jalan seperti itu untuk menunjukkan aksi protesnya. Laporan kalau Kyuhyun berteman dengan seorang anak bernama Changmin juga jelas memperkuat segala praduganya.

Heechul kenal Changmin seperti apa. Dia tahu betapa berandalannya anak itu. Sebab itu, Heechul curiga kalau Changmin lah yang jadi pengaruh buruk bagi Kyuhyun. Namun dia enggan membicarakan ini dengan Yunho. Karena itu, dia ingin menemui Kyuhyun sesegera mungkin. Berharap Siwon segera memberinya lampu hijau untuk bergerak.

Belum lagi laporan dari pengajar homeshcooling adiknya yang sudah bosan datang namun terus saja tidak mendapati anak itu ada di rumah. Heechul tidak menyangka Kyuhyun bisa jadi seliar itu. Berkali-kali sepasang suami isteri itu mengeluhkan tingkah laku adiknya dan berakhir dengan Heechul yang membujuk mereka agar sabar lalu berjanji akan menambahkan uang.

Heechul sepenuhnya kecewa. Apalagi, Kyuhyun juga tidak lagi datang untuk kontrol kesehatan seperti yang seharusnya. Anak itu benar-benar menjadi pemberontak ulung. Heechul kecewa dan marah. Dia sudah berpikir untuk mengajak Kibum dan Sungmin untuk berunding. Bagaimana pun juga, dibandingkan dirinya, kedua orang itu telah bersama adiknya lebih lama. Mungkin, mereka bisa memberi jalan keluar agar anak itu kembali bertingkah normal.

.

.

.

.

.

.

.

.

Kibum berjalan pelan sekali. Dibandingkan berjalan, sepertinya lebih tepat disebut menyeret langkah. Remaja tampan yang masih berseragam lengkap itu menatap lesu jalanan aspal yang diinjaknya. Ingatannya kembali pada Yunho, pada apa yang Yunho katakan.

"Aku pernah beberapa kali melihat Kyuhyun bersama Changmin. Hei, dia kurus sekali Kibum. Apa sakitnya separah itu?"

Ada rasa sakit menusuk dadanya saat Yunho bicara begitu. Sakit sebab mengetahui kabar adiknya kurus sekali, juga sakit sebab iri karena dia tidak dapat melihat Kyuhyun sebebas Yunho yang mengawasi Changmin.

Kibum semakin merasa tidak rela. Kata Yunho, adiknya kurus sekali. Dia jadi bertanya-tanya bagaimana adiknya diperlakukan. Apakah mereka merawatnya sebaik yang dia dan keluarganya lakukan selama ini? Jika iya, mengapa adiknya bisa masuk dalam kategori kurus sekali dalam kamus Yunho. Apakah sakit adiknya bertambah parah? Tapi, selama ini Sungmin bilang Kyuhyun rajin datang untuk kontrol. Ya, setidaknya itu yang dia dengar. Apa dia sudah dibohongi?

Rasa khawatir yang menjadi-jadi itu jelas menghantui Kibum terus menerus. Jika diperhatikan, dia pun semakin kurus. Beberapa kali dia juga mengalami kram perut karena stress. Sungjin yang biasa menemukannya kesakitan, setuju untuk diam dan tidak memberitahu Sungmin. Dengan syarat, dia bersedia patuh untuk istirahat dan minum obat. Lagipula, Sungjin juga tidak ingin Sungmin tahu, terlampau paham kalau kakaknya hanya akan ikut-ikutan kepikiran.

Rintik hujan jatuh satu persatu. Kibum tersentak begitu melihat aspal jalan yang dipandanginya terukir titik-titik air. Anak itu menengadah, refleks memayungi kepala dengan telapak tangan lalu menoleh kesana-kemari bermaksud mencari tempat berteduh. Kakinya berlari kecil menuju halte terdekat. Beberapa orang ada disana, sepertinya bernasib sama dengannya. Atau mungkin memang sedang menunggu bus.

Saat sudah berada dalam lindungan atap halte. Dia memandang lurus ke depan, lalu terkesiap pelan...

Menyadari, dimana kini ia berada.

Rasa rindunya, pasti sudah membawanya ke daerah ini. Ini daerah tempat Kyuhyun tinggal. Kibum tidak sepenuhnya sadar saat menuju kemari. Dia hanya merasa ingin...

..pulang.

Pada adik kecilnya.

Ingin hati menuntaskan rindu yang sudah menggunung, namun sadar kalau dia tidak boleh melakukan apapun tanpa persetujuan Heechul.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Hujan lagi, kafe pasti sepi! Ughhh..." keluh Changmin bosan. Jika kafe sepi, mereka jadi tidak ada kerjaan selain berdiri-diri saja.

Kyuhyun terkekeh pelan menerima Changmin menggelayut main-main di punggungnya. Diam-diam melirik pada manager mereka dan bersyukur kala mendapati pria tambun itu sedang hikmat dibalik meja kasir, mengerjakan sesuatu dan tidak sempat memperhatikan mereka.

"Kembali ke tempatmu Chwang! Aku tidak mau dimarahi lagi!" lirih Kyuhyun. Menyikut sahabatnya agar berdiri baik-baik dan kembali berdiri di sisi pintu satunya. Hari ini mereka berdua menjaga pintu di depan, memegangi buku menu. Menunggu pelanggan.

"Ck, pelit!" rutuk Changmin main-main namun segera kembali ke tempatnya begitu melihat salah satu senior memelototinya. Remaja kelebihan tinggi itu bersandar malas di sisi pintu kaca kafe yang dingin. Lalu, mulai menatap Kyuhyun yang ada di depannya dalam diam. Meneliti temannya itu dari atas hingga ke bawah dan baru menyadari ada perban melingkari telapak tangan Kyuhyun.

"Itu kenapa Kyu?" lirih Changmin bertanya, menunjuk dengan dagu. Menahan rasa cemas dan panik dalam dadanya. Mendapati temannya lagi-lagi terluka, dia merasa sesak karena marah dan geram.

"B..bu..bukan apa-apa."

Jawaban itu menghasilkan kerutan dalam di dahi Changmin. Tahu kalau Kyuhyun tengah mencoba menyembunyikan sesuatu. Anak itu tidak bisa berbohong. Dia tahu.

"Kau dimarahi hari ini?" tanyanya dengan nada serius kali ini. Kyuhyun melirik sekilas lalu tersenyum tipis, tidak menjawab. Mau berbohong bilang 'tidak' pun, dia tidak sanggup lagi. Dia sudah merasa bersalah, barusan tidak berkata jujur...padahal Changmin sudah sangat baik. Jadi, lebih baik diam. Dan diamnya, cukup sebagai jawaban bagi Changmin.

"Kyu, pindah saja ya? Aku akan menemanimu mengambil barang-barangmu ke rumah itu jika kau tidak berani sendiri. Atau, aku akan menjemputmu saat mereka sudah tidur. Kita pergi diam-diam? Bagaimana?"

"Diamlah. Aku tidak apa-apa. Kau tidak perlu khawatir."

"Apanya yang tidak apa-apa! Tadi siang saja kau kambuh, kan! Aku tahu! Kau lama sekali di ruang ganti! Aku tahu kau sakit!" gusar Changmin tiba-tiba. Membuat Kyuhyun kaget dan tentu sukses menarik perhatian pekerja lainnya. Bahkan manager kafe sampai mengangkat kepala dari kesibukannya.

Kyuhyun panik. Dia meraih lengan Changmin dan menatap temannya itu dengan pandangan menegur. Dari sudut matanya, dia bisa melihat ada senior yang mewakili manager mereka untuk datang menghampiri.

"Chwang, jangan begini! Ini tempat kerja!" bisik Kyuhyun memperingatkan. Namun Changmin tampak tidak peduli sama sekali. Begitu senior itu berdiri di depan mereka dengan dahi berkerut-kerut. Changmin mengambil tempat di depan Kyuhyun untuk bicara.

"Hyung! Dia sakit! Biarkan dia istirahat!"

Kyuhyun melotot. Senior itu juga melotot. Kaget, sebab belum bicara apa-apa sudah didahului. Sedangkan yang lain ikut meringis. Dan manager mereka tampak bangkit dari duduknya. Berjalan menghampiri.

"Ada apa Changmin?" tanyanya dengan suara berat yang tegas. Changmin menoleh cepat, mengambil tangan sang manager untuk di genggam.

"Ahjusshi! Kyunnie sakit! Biarkan dia istirahat! Ya? Ya?"

Sang manager tampak tersedak. Berdehem canggung mendapati pekerja yang lain menatap mereka dengan dahi berkerut. Sebagian merasa kalau Changmin terlalu berani dan sebagian lagi keheranan, Changmin terdengar seperti tengah merengek pada pamannya.

"Ehem..kalian berdua, ikut ke ruangan saya." putusnya. Mendahului untuk berjalan. Kyuhyun pasrah mengikuti. Sementara Changmin masih sempat terdengar mendecak kesal sebelum patuh mengekor. Meninggalkan para pekerja yang melongo tak paham.

.

.

.

.

.

.

.

"Bocah! Kau yang bilang padaku untuk pura-pura tidak kenal! Lihat, apa yang baru saja kau lakukan di luar sana!"

Kyuhyun mengerjap tidak mengerti. Alih-alih memarahi, mangernya justru tengah menatap Changmin dengan gemas. Sementara yang ditatap, malah balas merengut.

"Ahjusshi! Lupakan itu dulu, aku ingin Kyuhyun istirahat!"

Kyuhyun melotot. Segera memegangi lengan Changmin erat-erat. Menatap temannya dengan horor. Berusaha memperingati Changmin lewat tatapan matanya yang sayangnya sama sekali tidak berguna. Changmin dengan santainya malah duduk di sofa yang ada. Menarik Kyuhyun untuk ikut duduk. Dan lucunya lagi, sang manager berjalan menuju lemari es mini yang ada di ruangan itu. Mengambil dua kotak susu dan kembali untuk meletakkannya di hadapan mereka. Lalu dengan tanpa tahu malunya, Changmin segera menyambar salah satu.

Kyuhyun hanya bisa duduk dengan kaku. Takut sekali kalau tingkah temannya ini akan berdampak buruk pada pekerjaan mereka. Namun, manager mereka itu tiba-tiba menatapnya dengan senyuman ramah.

"Jangan tegang begitu. Santai saja, tidak ada pekerja lain disini. Perkenalkan..aku paman Changmin, Shim Dong Hee."

Mata anak itu terbelalak lucu. Kyuhyun lantas menatap Changmin dan sang manager bergantian dengan mulut agak terbuka. Sementara Changmin malah hikmat meminum susunya. Kyuhyun tersadar lalu bangun untuk membungkuk sopan.

"Istirahat lah Kyuhyun. Aku juga bisa melihat kalau kau agak pucat. Tidak apa-apa. Kalian berdua disini saja, tidak ada yang akan berani masuk kemari. Lagipula sedang hujan, tidak apa santai sebentar. Aku harus kembali ke depan, masih banyak yang perlu aku lakukan." ujar manager mereka itu panjang lebar. Kyuhyun yang kaku, mengangguk saja. Changmin tidak peduli, malah anak itu sudah berdiri lagi dan berjalan menuju lemari es mini disana. Mengambil apa saja yang bisa dimakannya.

"Dia memang begitu, perut karet. Tapi dia lucu, hahahaha.." Kyuhyun tidak tahu dimana bagian lucunya. Mungkin hanya orang dewasa yang bisa melihat. Karena itu lagi-lagi dia hanya bisa membalas tertawa canggung. Manager lalu beranjak pergi setelah sengaja menarik telinga Changmin sambil lewat di sisi anak itu. Yang hanya ditanggapi Changmin dengan gerutuan kesal. Begitu Changmin kembali duduk ke sisinya dengan beberapa cemilan. Kyuhyun menatap anak itu terheran-heran.

"Jadi..itu Pamanmu?"

"Huh? Ah, ya." sahutnya ringan. "Ini kafe keluarga." tambahnya lagi tanpa tahu malu. Membuat Kyuhyun melongo tak paham.

Jadi, anak ini kabur dari rumah. Tinggal sendirian. Mengaku ingin mandiri. Tapi, malah bekerja di kafe keluarga. Okay, sepertinya Changmin benar-benar hanya sedang mencari perhatian keluarganya saja dengan bertingkah sok berandalan begini.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Rusia. Di tempat yang sangat jauh. Siang itu, seseorang mengunjungi sebuah rumah mungil di sudut kota yang hijau. Daerah Rusia yang ini masih sangat asri. Sepedanya diparkirkan rapi di halaman rumah. Seseorang yang ingin ditemuinya, tampak tengah sibuk mengasah perkakas. Sedang, ada seorang wanita yang berkebun di depan sana. Di lahan yang cukup luas untuk menanam sayur mayur. Wanita itu melambaikan tangan dengan riang ketika menoleh padanya. Yang dibalasnya dengan lambaian pula sembari terkekeh geli. Lalu setelah itu, kembali ke tujuan awal. Yaitu menemui sosok yang tengah sibuk tadi.

"Hei, sepertinya kau semakin terbiasa hidup begini." lirihnya sembari mengambil satu kursi pendek untuk duduk di sisi pria itu.

"Yah. Aku sendiri masih takjub. Hahaha.." balasnya ringan. Lalu, suara desingan perkakas yang diasah mengisi keheningan selanjutnya.

"Alex, aku memeriksa nomer lamamu sesuai apa yang kau perintahkan. Ada beberapa pesan dari seseorang dengan nama kontak 'Park-shi'. Itukah yang sedang kau tunggu? Apa kau ingin aku mengeceknya?" ujar orang itu lagi. Menatap sosok yang tengah sibuk itu hati-hati.

Suara desingan terhenti. Sosok bernama Alex itu menoleh, menatap dengan tajam. Auranya yang ramah, terbang entah kemana.

"Kau sudah buka pesannya?"

"Tidak. Kau tahu aku tidak akan berani begitu. Aku masih sayang nyawaku." balas sosok itu cepat. Memegangi lehernya sembari bergidik ngeri.

"Bagus. Aku yang harus membacanya. Dan kau perlu diam. Jangan beritahu Rose dulu. Aku tidak ingin dia mengira macam-macam dan khawatir." ujar Alex kemudian. Menatap ke depan. Pada wanita disana, yang bersenandung ringan sembari beraktifitas.

"Ya tentu. Aku mengerti."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Tuk

Wanita itu menegakkan punggung. Menatap pada selembar foto yang diletakkan lelakinya di atas meja. Dia mengambil lembar gambar itu. Memegangi dengan ujung jemarinya yang cantik. Bibirnya mencebik kemudian.

"Jadi?" tanya wanita itu meminta penjelasan.

"Anakmu itu mencurigakan sekali. Dia beberapa kali sengaja bertemu Heenim seorang diri. Kau yakin dia tidak akan mengkhianatimu, huh?"

Wanita itu kembali menatap potret disana. Anaknya yang tertangkap kamera tengah keluar dari sebuah ruangan di rumah sakit. Ini bukan kali pertama dia mendapat laporan begini. Anak buahnya yang memang sengaja diperintahkannya untuk mengawasi Shi Yuan diam-diam pun melaporkan hal yang sama.

"Mungkin dia ingin memberi ibunya kejutan." ujar wanita itu seraya terkekeh sinis. Memikirkan entah kejutan itu untuk membuatnya bahagia atau malah membuatnya murka.

"Kau perlu mencari tahu, sayang. Dilihat dari seberapa santainya dia dibandingkan sebelumnya, aku yakin dia telah menemukan sesuatu. Dan apapun itu yang ditemukan olehnya, kita perlu untuk tahu." lelaki itu mengambil duduk di sisi wanitanya. Memeluk pinggangnya seraya menarik tubuh ramping itu mendekat. Merengkuh wanita itu ke dadanya. Membiarkan dirinya menjadi sandaran sedang wanita itu memainkan jarinya di atas lembar foto yang dipegangnya.

"Mencari tahu, ya? Huh? Aku seperti bisa mendengar maksud lain dari kata-katamu itu. Kau sebenci itu pada putraku hm?" lirih wanita itu dengan nada manja yang dibuat-buat.

"Kita tidak memaafkan pengkhianat. Kau sendiri yang menetapkan aturan itu." kata-kata lelaki itu membuat si cantik menarik diri. Lebih memilih menyandarkan diri kembali ke sofa.

"Lucu sekali mendengar kata-kata itu keluar dari mulut seseorang yang mengkhianati saudaranya sendiri." kekeh wanita itu mengejek. Menoleh pada sosok tampan di sisinya. Mengangkat tangan, meraih dagu si pria sembari menyeringai. "Aku masih ingat. Bagaimana kobaran semangat dan desah kepuasan di matamu saat berhasil menjatuhkan kakakmu. Membunuhnya dengan tangan ini." bisik wanita itu, menelusuri lengan si lelaki dari pangkal hingga telapak tangannya dengan ujung jari.

"Ya. Aku membunuhnya. Dan itu karena aku mencintaimu." balasnya. Kembali merengkuh pinggang itu dan menariknya mendekat. "Jadi, lebih baik cepat urusi putramu itu. Jika dia bahkan sudah menemukan dimana Chan Hee, kita pun dapat mengambil gerakan. Kau sudah tidak sabar memeluk bongkahan emas yang disembunyikan Airon brengsek itu, bukan?"

Wanita itu tersenyum. Manis sekali, hingga terlihat menakutkan. Namun bagi lelaki itu, kesadisan wanita di depannya inilah yang membuat sosok itu semakin menarik.

"Ya. Aku sudah terlalu lama bersabar. Aku sudah tidak bisa menahannya lagi. Bongkahan emas itu sudah merengek, memanggil-manggil memintaku menimangnya. Ughh...kau pasti mengerti seberapa frustrasinya aku, kan?" lirih si cantik dengan nada manja. Memainkan jemari di dada lelakinya. Lalu mengangkat kepala, menatap lelaki itu dengan binar semangat yang tak wajar.

"Ayo ke Korea! Aku rindu putra tampanku.."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Kyuhyun berjalan lemas. Dia lelah sekali. Jam menunjukkan pukul dua belas malam lebih sedikit. Siapa sangka, kafe mereka justru kedatangan banyak pengunjung tak lama setelah hujan reda. Dia yang memang sempat dibiarkan istirahat itu pun, merasa tidak enak dan memilih untuk kembali bekerja.

Kepalanya pusing. Dadanya berat. Anak itu mengambil nafas pelan. Tidak sanggup menarik nafas dalam-dalam sebab nyeri yang menyakitkan akan memenuhi rongga dadanya jika dia melakukan itu. Kyuhyun hanya ingin cepat sampai ke kamarnya. Meminum obatnya dan berbaring memakai selang oksigennya.

Ya, dia punya tabung oksigen di rumah. Sudah diset di samping tempat tidurnya. Dokter yang sempat tmendampinginya di rumah sakit waktu itu, ikut dia pulang untuk mengajari cara memakainya. Pasti Heechul sudah mengatur semuanya. Kemungkinan kalau dia akan membutuhkan alat itu di rumah, tentu sudah diperhitungkan kakaknya itu.

Kyuhyun menelan ludah gugup mendapati lampu rumah masih menyala. Menandakan salah satu penghuninya masih terjaga. Dan Kyuhyun berdoa agar itu bukan Ahjusshi. Dia membuka pagar samping pelan-pelan. Sebisa mungkin tidak ingin membuat suara. Lalu berjingkat-jingkat masuk menuju pintu belakang.

Namun, sepertinya doanya tidak terkabul semudah itu. Lelaki bertubuh besar itu sudah berdiri menyambutnya. Menatapnya dengan pandangan dingin. Kyuhyun menelan ludah gugup. Jantungnya sudah berdebar kencang. Takut dan cemas.

"Kau tidak membeli kopiku?"

Pertanyaan itu membuat Kyuhyun terkesiap. Dia teringat, harusnya sepulang kerja dia mampir untuk membelinya. Tapi karena kafe yang ramai, belum lagi dia sangat kelelahan dan sakit. Dia lupa. Benar-benar lupa.

"..ma..maafkan aku! Aku janji akan membelinya besok!" ujar Kyuhyun buru-buru. Mengambil langkah mundur ke pintu. Mewanti-wanti untuk lari jika ada kemungkinan dia akan dipukul.

Sosok pria dewasa disana jelas terlihat marah dan kesal. Matanya memandang tajam. Lalu, sosok itu cepat-cepat berjalan ke sudut ruangan. Mengambil tangkai sapu. Kyuhyun yang melihat itu, jelas melotot kaget. Tanpa basa-basi anak itu segera membuka pintu untuk melarikan diri.

"KURANG AJAR! KEMARI KAU BOCAH!!!"

Suara menggelegar itu membuat Kyuhyun makin takut. Dia tidak berani menoleh ke belakang untuk melihat apakah dia dikerjar atau tidak. Yang jelas, dia harus lari.

Duk

"Arggh!" kaget anak itu. Refleks memegangi sisi kiri kepalanya yang terasa sakit. Dia menoleh ke belakang. Mendapati satu batu ukuran kepalan tangan tergeletak di dekat kakinya. Apa barusan dia dilempar? Kyuhyun lekas kembali berlari saat melihat dari ujung matanya, sosok paman itu berlari menyusulnya.

Kyuhyun berbelok di ujung gang. Mencari tempat bersembunyi. Ada satu lorong gang yang sempit dan gelap. Dijadikan orang-orang sekitar tempat membuang sampah. Anak itu tanpa pikir panjang masuk kesana. Berjongkok di sisi bak sampah yang kotor dan bau. Terengah-engah, merasakan dadanya sakit sekali. Tangannya refleks membekap mulut sendiri sembari menahan nafas kala sosok sang paman berhenti di depan lorong gang. Terlihat memindai, mencari-cari kemungkinan ada atau tidak dirinya disana.

Lalu, entah karena merasa tidak mungkin atau karena tidak ingin berdekatan dengan tumpukan sampah yang kotor dan bau, orang itu memutuskan pergi. Kyuhyun lekas membuka mulutnya. Mengambil nafas putus-putus. Bersandar di sisi bak sampah, matanya berair menahan sakit dan rasa takut. Anak itu terduduk dengan lemas disana. Menunggu kekuatannya terkumpul agar dia bisa bangkit berdiri.

"...hah..hyung..Bum..hyung..hiks..hyungie..hiks..." sekian lama dia menahan diri untuk tidak menangis. Namun kali ini, Kyuhyun menyerah. Rasanya sangat menyakitkan hidup seperti ini. Dulu, dia biasanya menghibur diri dengan mengatakan kalau di luar sana banyak yang hidupnya lebih menderita dibanding dirinya sendiri. Dia harusnya bersyukur.

Tapi, sekarang...Kyuhyun tidak ingin mengingat hal itu. Dia merasa sudah sangat menderita. Dia sakit, dia diasiingkan, dia dilupakan dan bahkan juga disiksa. Sejujurnya, dia sudah ingin menyerah dan menerima tawaran Changmin. Namun dia takut, dia tidak siap melepaskan keluarganya itu, meski pada kenyataannya sekarang...mereka sudah melepaskannya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"..ughh siapa?" Changmin berujar malas. Tidurnya terganggu. Pintu kamarnya diketuk-ketuk berulang kali. Entah sejak kapan. Tapi sepertinya sudah lama sekali, sebab dia sadar diri kalau terlalu 'kebo' untuk bangun dengan mudah. Remaja tinggi itu melirik jam di atas nakas. Pukul setengah dua pagi. Dia lalu turun dari tempat tidur. Berpikir itu mungkin Yunho yang ingin menginap. Sebab kakaknya biasa begitu.

"..sia..pa.." mata Changmin membola kaget. Kantuknya terbang. Tangannya refleks memegangi bahu Kyuhyun yang terhuyung-huyung.

"Kyuhyun-ah! Hei?! Kau kenapa? Sh*t! Kau berdarah!"

Changmin panik. Ada darah yang mengalir turun entah dari mana. Sepertinya dari kepala belakang sebab membasahi pakaian bagian bahu temannya itu. Kyuhyun tidak berujar apa-apa. Dia terlalu lemas untuk bicara. Dia membiarkan Changmin memapahnya dan membaringkannya ke atas tempat tidur.

"Kyunnie, sebentar ya! Jangan pingsan dulu! Aku akan menelepon Yunho hyung! Bertahanlah!"

Sebenarnya Kyuhyun ingin menolak. Dia tidak ingin Changmin menghubungi Yunho yang jelas adalah teman Kibum. Namun, Changmin tidak melihatnya. Tidak mengindahkan tangannya yang berusaha menggapai-gapai menghentikan Changmin. Pusing dan mual yang dirasakannya semakin parah. Mulutnya mengambil oksigen pelan-pelan.

Dia bisa melihat Changmin yang berbicara dengan ponsel yang menempel di telinga sambil menatapnya. Namun, Kyuhyun tidak lagi dapat mendengar apapun yang Changmin katakan. Pandangannya memburam. Rasa pusing memaksanya menutup mata. Dia bisa merasakan Changmin mengguncang lengannya pelan bersamaan dengan kegelapan yang menelannya dalam-dalam.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

To be continue...

Ini ga sepanjang sebelumnya dan belum masuk pokok permasalahan. Lebih ke...hm, menjelaskan situasi dan memberi clue(?) wkwkwk
Terimakasih untuk 300 bintangnya. Terimakasih untuk semua yang sudah mampu memahami saya dan memaklumi apa yang saya jadikan syarat sebagai acuan untuk mengupdate cerita.

Kali ini, saya juga punya syarat untuk mengupdate lanjutan cerita ini. Dan syarat itu hanya saja yang tahu. Hehehe... Nah, hayo coba lakukan apapun yang baik-baik, meninggalkan vote dan komentar  kali aja kalian nyenggol syarat yang saya maksudkan.

Tapi, terlepas dari semua itu. Kebenarannya adalah...saya update tentu saat cerita sudah selesai saya ketik dan periksa ulang. Untuk bisa melakukan itu tentu saya butuh waktu luang dan ide yang lancar. Sementara, seperti yang saya sebutkan di chapter sebelumnya..saya sedang sangat sibuk. Sangat. Kemarin belum terlalu, tapi terhitung esok...saya sudah sangat sibuk.

Jadi, saya harap semua bisa sabar dan mau mendoakan yang terbaik untuk saya.

Terimakasih banyak atas apresiasinyaaa! Saya sayang kalian!

Pssst...tolong saya koreksi typo ya! Boleh ditandai kalo nemu :')

Love yaaa❤️

Continue Reading

You'll Also Like

214K 23.5K 16
[Brothership] [Re-birth] [Not bl] Singkatnya tentang Ersya dan kehidupan keduanya. Terdengar mustahil tapi ini lah yang dialami oleh Ersya. Hidup kem...
76.5K 3.5K 7
meskipun kau mantan kekasih ibuku Lisa😸 (GirlxFuta)🔞+++
101K 7.4K 50
cerita fiksi jangan dibawa kedunia nyata yaaa,jangan lupa vote
39.7K 5.8K 21
Tentang Jennie Aruna, Si kakak kelas yang menyukai Alisa si adik kelas baru dengan brutal, ugal-ugalan, pokoknya trobos ajalah GXG