Sister Its Not Visible

By aratiaralan

8.7K 688 96

BERBEDA ALAM (Season II) Via ber-Reinkarnasi. Tahukah Ralden mengenai Reinkarnasi? Pasalnya, Lorra Alisia, ga... More

Sister Its Not Visible
Part 1
Part 2
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15 a
Part 15 b
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19

Part 3

598 44 0
By aratiaralan

Arneta POV

Aku membanting tas dan tubuhku ke ranjang, hari ini sungguh melelahkan, ditambah dengan menghilangnya Ralden tiba-tiba. Oh God! Apakah aku terlalu lebay? Dia baru saja menghilang 3 jam yang lalu, dan saat ini ia belum menampakkan dirinya kepadaku. Aku tertawa sendiri dalam hati, mengapa aku terlalu over protektif padanya. Sesaat pikiranku teralih pada kejadian tadi di sekolah, hantu perempuan itu yang di sebut 'kakak' oleh temanku si Lorra, ternyata ia kenal dengan Ralden. Aku kembali membayangkannya, saat perempuan itu menarik Ralden lalu menghilang. Well, ada apa sebenarnya? Tunggu. Aku sempat mendengar Ralden memanggil Lorra dengan sebutan 'Via'. Kurasa hantu juga memiliki penyakit mata yang sama seperti manusia (?) . mengapa Lorra dipanggil 'Via', aku rasa Ralden memang benar-benar mengidap penyakit mata, apakah perlu aku membawanya ke dokter (?) Terima Kasih, semakin hari aku semakin gila saja-_-

Aku tertawa kecil, lalu beranjak dari ranjangku untuk berganti pakaian, tiba-tiba handphone yang berada disaku seragamku bergetar, ternyata ada sebuah pesan baru.

From 0896257***** :

Hai, Neta. Bagaimana jika besok aku berkunjung kerumahmu? Tidak keberatankah?

Via.

To 0896257***** :

Ku kira siapa, tentu saja Lorra. Pintu rumahku selalu terbuka untuk sahabat yang baru kudapatkan hari ini :D , well.. ngomong-ngomong kau dapat nomerku dari mana?

From 0896257***** :

Terima Kasih Neta, ah sepertinya aku mempunyai sahabat yang berperawakan muda tetapi mempunyai daya ingat seperti nenek-nenek. Kau lupa heum? Aku kan yang meminta nomermu tadi?

To 0896257***** :

Astaga, aku lupa. Terima kasih telah mengingatkanku Lorra. Sampai jumpa besok ;)

From 0896257***** :

Sama-sama, sampai jumpa besok ;)

Aku mengakhiri pesan-pesan singkatku dengan Lorra, aku tertawa kecil, bagaimana aku bisa lupa bahwa ia meminta nomerku di saat jam istirahat tadi di sekolah. Aku menyudahi aktifitasku yang sedari tadi hanya tertawa, sama sekali belum ku buka baju seragamku, mengingat Lorra yang mengirimkan pesan kepadaku. Aku senang, aku pasti akan menjalani persahabatan yang indah dengannya.

Lorra POV

Aku membanting tubuhku ke atas sofa, seraya mengambil remot untuk menyalakan tv. Boring sekali rasanya, aku mencari-cari berita terhangat siang ini. Saat aku sedang sibuk memindah-mindahkan channel tv, aku melihat salah satu stasiun tv swasta sedang memberitakan tentang serangan Israel tehadap Gaza Palestine, tiba-tiba hatiku pedih melihat mereka, rakyat Palestine. Tak sadar air mataku telah membuncah keluar, seolah-olah aku dapat merasakan apa yang mereka rasakan. Perasaanku campur aduk, kesal, benci, dan sedih. Aku menangis tersedu-sedu, beberapa kali ku tepis air mataku dengan kasar, mengapa aku menjadi sesimpatik ini. Semakin hari aku semakin aneh saja, aku segera mematikan tv ku, tak kuat untuk melihat berita-berita selanjutnya lagi tentang Gaza, ku putuskan untuk menenangkan diri dengan shalat di mushola, rumahku memang menyediakan tempat sholat khusus, agar ibadah kami khusyuk.

5 menit setelah shalat dengan masih memakai mukena, ku putuskan untuk berkonsultasi dengan seseorang yang aku sendiri tak tahu siapa, bicaranya lantang, suaranya bijak dan itu tepatnya berada di puncak kepalaku, seperti cakra tempat berkonsultasi dengan Tuhan. Akhir-akhir ini aku sering berbicara dengannya setelah selesai shalat, terkadang aku berfikir bahwa aku sedang berkonsultasi dengan Tuhan. Ku keluarkan segala sesuatu yang ada difikiranku, ia memberiku sejumlah nasihat-nasihta yang sangat menyentuh. Aku tak yakin bahwa ada manusia yang mampu menyaingi kebijakannya, entah aku tak mau mencari tahu siapa sebenarnya seseorang dibalik puncak kepalaku, aku sudah merasa nyaman berkonsultasi dengannya, seakan-akan aku mempunyai guru penasihat yang baik sekali, berkali-kali aku merasa diuntungkan menjadi anak Indigo, namun disisi lain, hal-hal yang tidak menguntungkan juga sering menganggu kehidupan normalku.

Persisisnya setelah aku mengetahui bahwa aku Indigo, hidupku perlahan-lahan berubah, aku merasa menjadi lebih baik dari sebelumnya, penasihat paling baik diantara teman-temanku, well aku belum cerita bukan? Aku mempunyai adik kelas yang suka bercurhat kepadaku, jiwa ku tua dengan cap aneh di dalam diriku. Tapi aku tak pernah menghiraukan itu semua, yang terpenting, bagaimana aku bisa berguna untuk orang lain, walau sebenarnya aku harus menanggung penderitaan yang teramat dalam, dengan rasa simpatikku yang berlebihan terhadap orang lain, rasa sakit kepala yang luar biasa. Terkadang aku menangis, mengapa? Mengapa tak ada orang yang menghargaiku? Padahal aku selalu melakukan hal-hal yang baik kepada mereka, bahkan menolong mereka. Tetapi niat baikku selalu saja dianggap negatif oleh mereka. Kadang aku berfikir, aku lelah menjadi anak Indigo, tapi disisi lain, seseorang menyemangatiku untuk terus menjadi anak Indigo. Sikap dan sifatku kadang-kadang berubah, kadang aku menjadi sangat pemarah bila ada suatu omongan yang menyakiti hatiku. Kadang aku menjadi brutal, tak beraturan dan selalu menjadi pembangkang disekolah, namun nilai-nilai ku selalu bagus, aku berprestasi di kelas dengan IQ yang terbilang cukup tinggi. Pernah pada waktu itu, sekilas bayangan tentang alam terlihat oleh penglihatanku, Hutan, hutan itu dibakar oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab, aku melihat para pepohonan menangis, binatang-binatang melarikan diri sambil menangis melihat salah satu keluarganya menjadi korban. Di situ lah aku ikut menangis seakan-akan aku tau apa yang mereka rasakan, aku marah. Marah terhadap para manusia-manusia yang tak bertanggung jawab, sejak saat itu aku berusaha untuk saling mengingatkan masing-masing, bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara, masih ada akhirat nanti yang menunggu.

Aku terlonjak kaget dan segera tersadar dari lamunanku, ku lihat sesosok bayangan melintas cepat di hadapanku, aku mengkerutkan keningku. Apakah itu kakak? Mungkin saja, aku sudah tau sejahil apa dia! Good! Mungkin dia adalah hantu terjail yang pernah kutemui.

''Kak! Ya ampun, jangan bercanda seperti itu! Ckckck-_-''aku mengerucutkan bibirku, saat ini aku tak mood untuk bercanda. Ku lihat sesosok itu masih mengumpat, aku jadi kesal sendiri.

''KAK! Aku lagi ga mood buat main petak umpet tau!!''pekikku, seketika aku terdiam seribu bahasa, sesosok itu telah menampakkan dirinya, dia bukan kakak! Dia laki-laki yang tadi kutemui disekolah!!!

''Ka..kau!''ucapku dengan terbata-bata, aku gugup. Laki-laki itu hanya memasang wajah datarnya, tapi matanya tak dapat berbohong, matanya memancarkan aura antara bahagia, bingung, dan rindu, aku semakin tak mengerti.

''Boleh aku minta waktu untuk berbicara padamu?''ucap laki-laki itu dengan nada datar, aku menganggukan kepalaku.

''Ikuti aku''perintahnya, aku berjalan mengikutinya. Kami keluar dari pekarangan rumah, sebenarnya dia mau mengajakku kemana? Aku menatapnya yang sedang berjalan lalu memasuki taman.

Dia berdiri di di dekat pohon, aku menghentikan langkahku. Jarak kami hanya beberapa meter saja, ia bersedekap, aku menunduk, entah kenapa aku tiba-tiba menjadi gugup seperti ini.

''Jadi, siapa kau sebenarnya?''tanyanya to the point. Aku agak kaget, mengapa dia bertanya seperti itu.

''Ak..aku? namaku Lorra Alisia.''jawabku dengan gugup, ku putuskan sejenak untuk meliriknya, ku lihat ia sedang berfikir, entah apa yang ada di fikirannya, aku tak dapat membacanya sama sekali.

''Baiklah, maaf sepertinya aku salah orang. Jadi, bisakkah kita menjadi teman? Namaku Ralden Lucas, panggil saja aku Ralden''katanya, dengan berani aku menatap matanya, ada sedikit rasa ingin menolak saat ia menekankan kata 'teman', segera ku tepis perasaan itu mengingat dia adalah hantu yang baru saja ku temui.

''Dengan senang hati Ralden''jawabku seraya tersenyum manis kepadanya, ku lihat ia menjadi sedikit kikuk, lalu tak lama kemudian dia membalas senyumku. Senyumnya manis sekali membuat siapa saja wanita yang melihatnya akan langsung jatuh hati kepadanya, jika ada yang lebih manis dari gula, gelar itu lah yang aku sebutkan untuk dia.

Kami banyak mengobrol di taman ini, kami membahas apa saja yang menjadi topik pembicaraan kami siang ini, mulai dari kakak yang aku ceritakan padanya, aku sedikit mengambil kesempatan untuk mengorek-ngorek sedikit informasi. Tak sia-sia aku berbicara sepanjang ini sampai bibirku pegal-pegal, ternyata Ralden adalah rekan kakakku. Well, cukup untuk menjawab rasa penasaranku, tapi tak semua.

''Emmm, Via.. eh maksudku Lorra, jadi bolehkah aku mengunjungimu setiap hari?''tanya Ralden, aku berfikir sejenak, ada rasa senang yang hinggap tiba-tiba di benakku, dengan percaya diri ku anggukan kepalaku dengan seulas senyumanku.

''Terima Kasih''katanya.

''Sama-sama''jawabku.

''Baiklah Lorra, sepertinya kita harus segera pulang, langit mulai mendung dan sebentar lagi akan turun hujan.''katanya, aku menengadahkan wajahku ke atas langit. Memang benar sebentar lagi akan turun hujan, dan mungkin aku akan di interogasi habis-habissan oleh ibu karena pergi tak berpamitan dulu dengannya.

Sesampainya di rumah, Ralden berpamitan denganku. Dia bilang dia sedang ada urusan, aku sedikit tak rela membiarkannya jauh dariku, tapi biar bagaimana pun dia adalah hantu yang baru saja ku kenal, ingat itu Lorra, pikirku.

Aku melangkah masuk ke rumah dengan hati-hati, takut tiba-tiba ibu muncul di depanku dan langsung meng-introgasiku, ku nyalakan lampu yang berada di ruang tamu, syukurlah ibu masih tertidur. Dengan pelan aku naik ke atas tangga menuju kamarku.

Lelah juga hari ini walaupun hanya berbicara, aku berbaring di ranjang memikirkan percakapan kami tadi, mood ku mulai membaik ketika bertemu dengannya, tak sadar aku tersenyum-senyum sendiri sambil mengingat senyum manisnya, aku memeluk boneka teddy bear yang ku beri nama 'Dokkie', hampir saja aku menggigit boneka itu karena gemas mengingat senyum Ralden dan mengingat saat dia memanggilku dengan kata 'sayang' membuatku ingin terbang seketika. Sepertinya aku mulai gila-_-

Ralden POV

Aku memutuskan untuk pergi ke rumah, yahh rumah. Rumahku di atas langit, aku pergi ke tempat perkumpulan malaikat jadi-jadian sepertiku. Rumah itu bukan hanya sekedar rumah, bahkan tak ada rumah seindah ini di dunia, rumah ini seperti syurga, kau tinggal meminta apa saja yang kau mau, sekejap permintaanmu akan dikabulkan. Disini lah aku berada, tempat bagaikan syurga dengan bidadari-bidadari yang cantik, aku melangkahkan kakiku memasuki rumah. Seorang laki-laki yang tak kalah tampannya dari ku menghampiriku, lalu merangkulku sambil tersenyum mengejek.

''Jadi bagaimana? Malaikat tertampan di antara kami semua ini belum bisa melupakan seorang gadis indigo yang berasal dari dunia? Ayo lah Ralden, lupakan saja. Kau harus melupakannya! Lihat lah.. banyak bidadari-bidadari yang lebih cantik dari pada gadismu itu. Tapi apa? Kau sama sekali tak meliriknya, aku ini benar-benar bingung dengan sikapmu!''kata laki-laki bernama Aldi Fransjaya, dia salah satu temanku. Semua malaikat disini mempunyai tugas yang sama, yaitu melatih anak Indigo menggunakan kemampuannya. Aku meliriknya sekilas, hampir setiap hari dia berbicara seperti itu, aku menatapnya geram, dia malah terkekeh.

''Kau tak pernah mengerti Aldi.''jawabku datar dan santai menahan emosiku, dia mendengus.

''Cinta lagi? Oh ayo lah, itu hanya Cinta Ralden!''katanya, seketika emosiku bergejolak mendengar ucapannya.

''Kau bilang seperti itu karena kau tak pernah merasakan jatuh cinta, Aldi Fransjaya!.''bentakku dengan keras, seketika kami menjadi pusat perhatian para melaikat yang berlalu lalang di depan kami, aku mendengus kesal lalu melangkah pergi menjauhinya.

Aku pergi mencari tempat yang sepi, sebenarnya tujuan ku pulang ke rumah adalah untuk mencari Febby, bagaimanapun aku harus mengetahui siapa sebenarnya gadis berwajah Via itu.

Febby Milenia, gadis yang sangat pintar dalam menyembunyikan keberadaannya dan membentengi fikirannya dari para malaikat manapun, semua malaikat disini mempunyai kelebihannya masing-masing. Sedangkan aku, aku mempunyai kelebihan dapat melayangkan benda-benda manusia, tapi tak dapat menyentuhnya. Hanya itu kelebihanku, dan hanya aku yang mempunyai kelebihan seperti itu.

Aku terus mencari Febby, namun tak ada sekali pun tanda-tanda keberadaannya disini. Aku menyerah, menyerah untuk mencarinya hari ini, aku tak dapat menemukannya, dia gadis pintar. Sayang sekali sewaktu hidupnya, nasibnya tak jauh lebih buruk dariku.

Seorang laki-laki tampan menghampiri Ralden, namun kali ini bukan Aldi, melainkan Joshua. Joshua Ferdinan, laki-laki dengan umur yang sama seperti Ralden tapi tingkat kedewasaan fikirannya melebihi malaikat-malaikat lainnya, dia laki-laki yang berfikiran sangat dewasa, dalam arti dewasa dalam menyikapi hal apapun. Ralden menjadikan dia sebagai penasihat terbaiknya saat dia mengalami kesulitan menyikapi masalah, Ralden hampir lupa bahwa ia punya Joshua. Mungkin Joshua bisa membantunya saat ini.

''Tumben sekali kau datang Ralden?''tanya Joshua, Ralden menatap Joshua dengan layu.

''Ada masalah? Via lagi?''tebaknya, yang pasti tebakannya itu selalu benar. Ralden hanya mengangguk-anggukan kepalanya.

''Jadi, bisa kau ceritakan?''kata Joshua, Ralden menghela nafas lalu kembali mengangguk.

''Aku bertemu gadis yang sangat mirip dengan Via''kata Ralden, awalnya Joshua sedikit terkejut, namun wajahnya kembali datar.

''Bagaimana bisa?''tanya Joshua, Ralden hanya mengangkat bahunya tanda tak tahu.

''Aku tak tahu, yang pasti, dia adalah anak asuh dari Febby Milenia''jawab Ralden, sementara Joshua hanya mengangguk-anggukan kepalanya sambil berfikir.

''Febby Milenia? Gadis pintar itu?''tanya Joshua kembali.

''Iya, aku hanya bingung. Sekitar 40 tahun yang lalu, Via diberitakan meninggal karena kecelakaan, bukankah aku dan dia berada di alam yang sama sekarang?''tanya Ralden.

''Tidak semua Ralden, mungkin dia sekarang sedang bersama Tuhan dan tak di izinkan untuk bertugas seperti kita''jawab Joshua.

''Lalu mengapa di dunia ada manusia indigo berwajah Via, Joshua? Mengapa dia terlihat sama dengan Via, sikap dan sifat, wajah dan fisik, hampir tak ada yang tak mirip''kata Ralden lagi dengan nada yang mulai meninggi.

''Itu di luar pemikiran ku Ralden, sepertinya aku tak bisa memberimu solusi lagi selain kau datangi gadis itu. Dan kau cari tahu sendiri identitasnya''kata Joshua, lalu dia bangkit dari kursi yang didudukinya bersama Ralden. Lalu berjalan meninggalkan Ralden yang mungkin butuh waktu untuk sendiri.

Aku berfikir sejenak sambil memikirkan ucapan Joshua, memang ada benarnya juga. Dari pada aku terus saja penasaran lebih baik aku sendiri yang mencari tahu siapa gadis itu sebenarnya.

Aku berpamitan dengan para malaikat di sana untuk turun ke bumi. Sekejap kemudian aku sudah berada di depan rumah gadis itu, gadis berwajah Via. Aku masuk ke dalam rumahnya, kemudian sedikit mengintip, gadis itu ternyata sedang menonton tv tentang serangan Israel ke jalur Gaza, aku mengerti sekarang, aku mengerti apa yang mereka rasakan, rasa simpatik yang berlebihan membuat mereka menjadi tersiksa, dan gadis itu, mempunyai type Indigo 'Humanis' yang artinya mempunyai kepekaan luar biasa terhadap sekelilingnya. Aku menatapnya dengan iba, setelah beberapa menit ia berjalan ke arah mushola di rumahnya, aku tahu, dia sedang berkonsultasi dengan Tuhan, sungguh anak yang luar biasa. Anak Indigo memang perlu sekali mendekatkan diri dengan sang pencipta, aku terharu mendengar curahan hatinya, ingin sekali rasanya ku peluk gadis itu lalu membenamkan wajahnya di dada bidangku, ingin sekali aku menjadi sandaran kepalanya untuk menenangkannya, memberinya sedikit nasihat betapa kejamnya dunia ini.

Aku bergerak dengan cepat, dia mengira kalau aku adalah kakaknya, saat pekikkan gadis itu terdengar melengking di telingaku, aku segera menunjukan wujudku padanya, seketika dia terdiam.

''Ka..kau''ucapnya, aku memasang wajah datarku sebisa mungkin namun tetap saja mataku ini tak bisa bohong yang di rasakan aku saat ini adalah bahagia, bingung dan rindu.

''Boleh aku minta waktu berbicara padamu?''tanyaku dengan spontan, aku tak mau menuggu lebih lama lagi. Ku lihat dia menganggukan kepalanya tanda setuju dengan permintaanku.

''Ikuti aku''perintahku padanya, dia hanya menurut saja.

Aku menggiringnya memasuki taman, karena Cuma tempat ini lah yang sedang berada dalam fikiranku saat ini, sekarang jarakku dan jaraknya hanya beberapa meter saja, aku bersedekap. Dia menunduk dan terlihat gugup.

''Jadi siapa kau sebenarnya?''tanyaku to the point, dia terlihat kaget.

''Ak..aku? namaku Lorra Alisia''jawabnya dengan gugup, aku berfikir sejenak, dia mencoba membaca fikiranku, aku tertawa kecil dalam hati, gadis ini benar-benar mirip Via.

''Baiklah, maaf sepertinya aku salah orang. Jadi, bisakkah kita menjadi teman? Namaku Ralden Lucas, panggil saja aku Ralden''aku sangat-sangat menolak saat perkataan ku terlontar begitu saja dengan mengatakan bahwa kami adalah seorang 'teman'. Begitupun dengannya, lalu dia segera menepis perasaan itu membuat hatiku menjadi teriris.

''Dengan senang hati Ralden''jawabnya sambil tersenyum manis kepadaku, aku sedikit kikuk, oh Lorra jangan memberikan senyum manis mu itu padaku, tak lama aku membalas senyumnya. Dia memuji senyumku, maafkan aku yang telah lancang membaca fikiranmu. Aku senang dapat membacanya membuat hatiku sedikit lebih baik.

Kami banyak mengobrol di taman ini, kami membahas apa saja yang menjadi topik pembicaraan kami siang ini, mulai dari kakaknya yang tak lain adalah 'Febby' dia ceritakan padaku, dan dia yang berusaha mengorek-ngorek informasi dariku, aku terkekeh dalam hati, gadis ini juga benar-benar pintar mencari tahu informasi.

Seperti ini lah pembicaraan kami saat ini.

''Jadi, boleh aku tahu, kau ini siapanya kakak?''tanyanya.

''Aku rekannya Febby''jawabku dengan malas, jujur saat ini aku malas sekali untuk membahas Febby.

''Jadi namanya itu Febby ya?''tanyanya dengan wajah polosnya, ingin sekali ku acak-acak rambutnya dan ku kecup puncak kepalanya, namun itu semua mustahil.

''Iya sayang, namanya Febby Milenia''jawabku spontan. Aku lihat dia sedikit terkejut mendengar aku memanggilnya dengan kata 'sayang', aku merasakan debaran jantungnya yang semakin tak karuan, aku tertawa lepas saat itu. Dia berusaha menenangkan dirinya agar debaran jantungnya tak terdengar olehku, sayang sekali, aku dapat mendengarnya Lorra.

''Kenapa kau tertawa?''tanyanya masih dengan perasaan kalut.

''Tidak apa-apa''jawabku.

''Emmm, Via.. eh maksudku Lorra, jadi bolehkah aku mengunjungimu setiap hari?''tanyaku, ku lihat dia berfikir sejenak, lalu menganggukan kepalanya di iringi seulas senyumannya untukku.

''Terima Kasih''kataku.

''Sama-sama''balasnya dengan cepat.

''Baiklah Lorra, sepertinya kita harus segera pulang, langit mulai mendung dan sebentar lagi akan turun hujan.''ujar ku padanya, dia menengadahkan wajahku ke atas langit. Memang benar sebentar lagi akan turun hujan.

Sesampainya di rumah Lorra, aku berpamitan dengan Lorra. Aku harus mengunjungi Neta, karena sedari tadi aku menghilang mendadak dari hadapannya, ku yakin kali ini dia akan meng-introgasiku habis-habissan.

Febby POV

Aku melarikan diri untuk sementara ini, aku pergi ke sebuah tempat dimana tak satu pun malaikat dapat menemukanku. Yang aku lakukan saat ini hanyalah berdiam diri terus-terusan, semenjak beberapa jam yang lalu aku bertemu dengan Ralden, aku menjadi tidak tenang, gelisah. Aku yakin saat ini dia sedang ke susahan mencariku, namun aku juga memikirkan Lorra. Bagaimana gadis itu sekarang? Semoga tidak ada sesuatu hal terjadi padanya. Astaga! Aku hampir lupa, bagaimana jika Ralden nekat mendatangi Lorra, aku takut dia bertanya macam-macam pada Lorra. Lorra hanya lah gadis malang, aku merasa bersalah kepadanya, dia korban pelampiasanku. Cinta, kata itu yang membuatku senekat ini, cintaku yang tak terbalas membuatku menjadi kehilangan sosok diriku yang dulu. Aku merutuki diriku sendiri, mengapa aku menjadi gegabah seperti ini? Ah sudah lah, dari dulu aku memang gadis bodoh, si gadis malang dengan 1000 penderitaan menyakitkan. Aku benci semuanya! Aku benci dunia! Aku benci semua malaikat yang hanya berpura-pura baik di depanku! Aku benci jika di kasihani! Tak cukupkah penderitaanku selama ini Tuhan? Kapan kebahagian yang kau janjikan itu datang padaku? Mengapa tak ada sedikit saja rasa senang menghinggapi hatiku? Semua orang selalu berkata 'semua akan indah pada waktunya' tapi tidak denganku, aku masih menjadi gadis malang, sangat malang. Berapa lama lagi aku akan menunggu? Menunggu kebahagian itu datang? Aku tak yakin aku akan memiliki kebahagiaan, jika begitu. Cabut lah nyawaku lagi, lagi dan lagi. Aku tak mau hidup menjadi manusia, malaikat atau siapapun. Aku hanya ingin tenang. Tanpa beban-beban di fikiranku. Aku hanya ingin tenang Tuhan! Tak bisa kah kau berikan aku sedikit saja rasa tenang! Aku membencimu Tuhan!! Aku membencimu!

Mataku mulai berkaca-kaca, tak sampai beberapa detik pun aku sudah menangis. Aku menenggelamkan wajahku di antara lututku. Saat ini aku sedang terduduk di sebuah hamparan pasir, entah dimana sekarang aku. Naluri membawaku ke tempat ini, benar saja. Di tempat ini tak ada siapa pun kecuali aku. Aku hanya bernafas lega, sepertinya tempat ini cocok untuk menjadi pelarianku sementara, mungkin aku akan menenangkan diri selama beberapa minggu di tempat ini. Dan aku takkan menemui siapapun, termasuk Lorra.

***

''Hikss..hikss, hallo, kak?''tanya sebuah suara isakan gadis di sebrang sana.

''Hei, kau kenapa menangis sayang?''kata seorang gadis itu seraya memegang teleponnya dengan perasaan panik dan gelisah. Saat ini Lorra sedang mengangkat telepon dari adik kelasnya, dia gadis yang sering bercurhat kepada Lorra.

''Kak, boleh kah aku berkunjung kerumahmu?''tanya gadis yang notabennya adalah adik kelas Lorra, bernama Karina Jullian, biasa di panggil Karin oleh Lorra.

''Sangat-sangat boleh sekali, Karin''jawab Lorra yang ikut menjadi panik, dia sampai meremas-remas teleponnya saat mendengar suara Karin menangis.

''Baiklah, aku menuju kerumahmu''kata Karin, lalu memutuskan sambungan teleponnya sebelum Lorra berbicara lagi.

30 Menit kemudian..

Karin menangis tersedu-sedu di pelukan Lorra, Lorra panik saat Karin tiba-tiba datang menangis dan memeluknya.

Lorra melepas pelukannya terhadap Karin, di tatapnya Karin dengan mimik muka bingung namun penuh pertanyaan-pertanyaan yang mendesak untuk segera di lontarkan ke Karin.

''Sebenernya kamu kenapa sih?''tanya Lorra. Karin menghapus air matanya dengan kasar.

''Aku putus sama Tino kak''jawab Karin dengan tenang. Lorra memandang Karin jengkel, Cuma gara-gara putus aja sampai selebay itu, Karin-Karin, batin Lorra.

bersambung

maaf banget kalo ngaret-_- baru pulang mudik soalnya *siapaygnanya?:v* #abaikan.

jangan lupa komen + votes nya ;;)

Continue Reading

You'll Also Like

149K 8.5K 35
Reina Amora, gadis berparas ayu khas pribumi, salah satu yang beruntung diterima di Black Campus melalui jalur beasiswa, kehidupan damai berubah begi...
2.7K 29 13
Konon dalam perjalanannya, Gemintang Kirana gadis cantik dari Solo itu rela menembus dimensi lain melalui mimpi di tidurnya. Masuk ke alam ghaib hing...
168K 473 6
(FIKSI) Vivi terbangun dari tidurnya dalam kondisi tanpa busana... cairan lendir yg masih merembes dari Lubang surgawi miliknya membuat gadis itu pah...
2.1K 310 14
disini,ya disini! hai! dicerita ini menceritakan bahwa anak2 pelitaraya terjebak di hutan? apakah seram? hm? gtw,mayat? Tentu ada dong!<3 "Jadi..kita...