The Lost Prince [TAMAT]

By KaiElian

156K 15.7K 467

Elisa Harris tak pernah bermimpi untuk tinggal di istana, punya pelayan pribadi, bergaul dengan ratu, memakai... More

Baca ini dulu yaaa :)
Tentang Calondria
Prolog
1. Rahasia Eugene
Meet the Character: Elisa Harris
2. Selamat Datang di Calondria
3. Sepupu Yang Tak Pernah Bertemu
4. Sang Tamu Kerajaan
5. Pertemuan Keluarga
6. Sebuah Rencana Sempurna
7. Obrolan di Tepi Danau
8. Elevator Nomor Dua Puluh Satu
9. Para Pengagum Rahasia
Meet the Character: Eugene & Edward L'alcquerine
10. Si Tetangga Sebelah
11. Seseorang Dari Masa Lalu
13. Hubungan
14. Permintaan Eugene
15. Kejujuran dan Kebenaran
16. Andrea
Meet The Characters: George, Janesse & Andrea
17. Gaun Biru Elisa
18. Jamuan Makan Malam Kerajaan
19. Kisah Crassulacea
Meet the Characters - Ratu Raquelle, Crassulacea, Lady Samantha
20. Hilang
21. Bahaya
22. Senjata Pamungkas
22. Sang Pangeran
23. Tamu Tak Diundang
24. Pertemuan Keluarga Bagian 2
25. Ratu Elisa
Epilog
Mari belajar Bahasa Calondria!

12. Prime Celestine

2.5K 376 2
By KaiElian


Pagi itu langit sangat cerah. Warnanya yang biru ceria seharusnya memikat siapa pun yang berada di luar ruangan untuk mampir sebentar ke taman, tetapi barisan yang berdiri di depan pintu masuk istana tidak bergeming sama sekali karena tegang.

Kepulangan mendadak Ratu Raquelle tidak memberi waktu yang cukup untuk upacara penyambutan yang megah, jadi keluarga kerajaan dan para staf hanya berdiri di depan pintu untuk mengucapkan selamat datang. Di sisi kanan pintu, George berdiri berdampingan dengan Janesse dan Alfred. Di sisi satunya ada Bard Johnston, kepala butler di Faranvareza ditemani empat orang pelayan wanita dan seorang porter.

Elisa sampai ke teras depan. Dia terbelalak melihat dua barisan yang rapi itu dan memutuskan untuk mengambil tempat di ujung barisan dekat George.

Kumis hitam Alfred berkedut. "Madamoiselle Harris...."

"Ya?"

"Tempat Anda bukan di situ."

"Oh, maaf," kata Elisa. Telinganya panas. "Saya tidak tahu."

"Urutannya adalah Quinzes Celestines, Perdana Menteri Calondria, tamu istana dan para staf istana di paling belakang. Anda bisa berdiri di dekat Johnston."

"Oh, Alfred!" pekik George marah. "Tak perlu memusingkan di mana Elisa akan berdiri. Kemarilah Elisa, berdiri di sebelahku."

Elisa melirik Alfred yang kumisnya bergetar tidak setuju dan memutuskan untuk berdiri di sebelah George. Dia malu sekali, seharusnya dia bertanya lebih dulu. Elisa betul-betul lupa bahwa saat ini dia sedang bertamu di istana kerajaan yang penuh peraturan macam-macam.

"Jam berapa Prime Celestine akan tiba?" tanya Janesse gusar.

"Entahlah," George menengok jam tangannya. "Harusnya tak lama lagi."

Semua otomatis menoleh ke arah pintu, ingin melongok ke arah jam bandul besar di Pretory Hall. Sekarang sudah pukul sembilan lewat empat puluh lima menit, dan belum ada tanda-tanda kemunculan Ratu Raquelle. Alfred mengeluarkan arloji emasnya, kumisnya mulai bergerak-gerak lagi, kali ini dengan kecepatan yang mencemaskan.

Mereka masih menunggu selama sepuluh menit. Lama-kelamaan semua orang  menjadi semakin tegang sehingga Elisa tak akan heran jika ada pelayan yang jatuh pingsan saking tegangnya.

Semua melonjak sedikit ketika si jam bandul besar berdentang sepuluh kali.

Janesse mengapit lengan George dan berjinjit, melihat ke kejauhan. "Apa sebaiknya kita mengecek? Jangan-jangan terjadi sesuatu."

Pintu gerbang mengayun terbuka. Sebuah Audi hitam meluncur masuk, suara deruman mesinnya sama sekali tak terdengar. Kaca-kacanya gelap sehingga Elisa tidak bisa melihat siapa yang duduk di dalamnya.

"Audi?" celetuk George. "Seingatku Ma membawa Bentley."

Wow. Elisa tercengang. Apa Ratu Raquelle menyetir mobilnya sendiri?

Mobil itu berhenti di depan mereka. Pintu pengemudinya terbuka dan seorang wanita mengenakan kaca mata hitam dan bertutup kepala melangkah keluar. Dia menatap sekeliling, sebelum akhirnya menjatuhkan pandangannya pada rombongan di depan pintu itu.

"Ma?" George maju dan menghampiri wanita itu, dan dia kelihatan sama bingungnya. "Mana Hans? Mengapa Ma menyetir sendiri?"

"Oh George!" Wanita itu mencabut sarung tangan kulitnya lalu memeluk George. "Tak apa-apa, Nak! Hans masih mengurus barang bawaanku di perbatasan. Ada beberapa sutra bagus yang kubeli di Azerbaijan, sepertinya itu harus dicek dulu."

Jadi ini Prime Celestine, pikir Elisa. Pertemuan perdananya dengan George dan Janesse terasa rileks karena mereka berdua sangat santai, tetapi aura ningrat yang kental memancar dari Prime Celestine. Bahkan orang yang tidak tahu bahwa wanita ini adalah seorang ratu, pasti akan merasa sedikit terintimidasi.

Ratu Raquelle mendekat dan Elisa bisa melihat wanita itu lebih jelas. Dia jangkung seperti George dan anggun sekali. Parasnya cantik dan agak dingin—George jelas telah mewarisi hidung tinggi dan dagu runcingnya dari sang ratu. Dari balik selendang penutup kepalanya, ada dua garis uban; Elisa menebak usia Ratu Raquelle sekitar akhir lima puluhan. Gerak-geriknya gesit sekaligus lincah dan penuh perhitungan, seakan-akan dia sedang berdansa.

Mereka menundukkan kepala untuk memberinya hormat.

"Selamat datang kembali, Prime Celestine," kata Janesse. Dia melakukan gerakan silang kaki yang rumit sekaligus elegan, untuk memberi hormat. Prime Celestine tersenyum pada ratu penerusnya itu lalu memeluknya sebentar, sebelum Alfred menyerobot memberi salam.

Elisa memberanikan diri dan memberi salam. "Selamat datang kembali, Prime Celestine."

"Terima kasih, Santionesse," Ratu Raquelle tersenyum. "Maaf, tapi rasanya saya baru pertama kali melihat Anda."

"Ini Madamoiselle Elisa Harris," kata Alfred penuh hormat. "Dia datang dari Prancis bersama dengan Celestin Eugene L'alcquerine."

Alis Prime Celestine mengerut. Untuk beberapa detik tampak dia kebingungan. Namun akhirnya dia tertawa keras. "Oh, astaga! George, inikah tamu-tamu yang kau ceritakan itu?" Sebelum George menjawab, Prime Celestine menyambar tangan Elisa dan menjabatnya erat-erat. "Selamat datang di Calondria, Santionesse! Saya yakin Anda baru pertama kalinya mendengar tentang kami. Bagaimana pendapat Anda?"

"Menakjubkan sekali," kata Elisa sungguh-sungguh. "Terima kasih karena saya diizinkan tinggal di istana ini."

"Magnifique, eh? Trés bien!" kata Ratu. Bahasa Prancis-nya berlogat Selatan. "Saya harap Anda kerasan di sini. Johnston dan timnya melayani Anda dengan baik bukan?"

"Sangat baik, Prime Celetine."

Prime Celestine berdecak dan mengedip pada Johnston si butler, yang dibalas dengan bungkukan rendah. "Anda datang kemari dengan sahabat Anda, Santionesse?"

"Betul, Prime Celestine. Namun sayang sekali saat ini Eugene...."

Elisa tidak melanjutkan kalimatnya. Tatapan Ratu Raquelle berpindah darinya ke satu titik di belakang punggungnya. Wanita itu membeliak seolah melihat hantu. Tangannya terjulur menutup mulutnya yang sudah melorot terbuka.

"Maaf aku terlambat."

Eugene muncul di teras depan dengan kemeja hitam lengan panjang berbahan kasmir. Ia juga memakai celana panjang katun warna abu-abu dan sepasang sepatu bot berburu warna hitam.

"Aku..." Dia menelan ludah. Semua orang kini memandanginya. "Baru kembali dari rumah sakit."

Prime Celestine mendekati Eugene dan memandangi cowok itu dengan takjub seolah melihat Monalisa yang keluar dari pigura lukisannya di Louvre.

"Eugene L'alcquerine," kata Eugene, cepat-cepat membungkuk hormat. "Senang bertemu Anda, umm..." dia melirik Elisa, meminta bantuan.

"Prime Celestine," bisik Elisa.

"Prime Celestine," ulang Eugene agak kelewat keras.

"Akulah yang seharusnya berkata begitu!" kata Ratu Raquelle. Suaranya bergetar antusias. "Ini penemuan luar biasa! Fantastis! Putra kedua Samantha!" Dirangkulnya Eugene dengan sayang, matanya berkaca-kaca. "Selama seperempat abad, aku mengira Edward adalah satu-satunya keponakan yang kumiliki. Kau tak tahu bagaimana rasanya harus memuji-muji anak itu padahal kau tak suka dengan sikapnya. Aku betul-betul tidak bisa mempercayai ini! Apa yang terjadi padamu, Eugene?"

George menceritakan kepada ibunya versi singkat kisah hidup Eugene. Elisa mengambil alih cerita di bagian-bagian soal panti asuhan. Sambil mendengarkan, Ratu Raquelle terus mempelajari Eugene, matanya menyipit penuh arti.

"Aku dan George sudah memikirkan tanggalnya," kata Janesse tiba-tiba.

"Tanggal apa?" tanya Ratu Raquelle.

"Pelantikan!" jawab George ceria. "Kami pikir ada baiknya menunggu sampai Ma kembali dulu!"

"Ah, ya... ya... tentu saja!" decak Ratu Raquelle sambil geleng-geleng kepala. "Penemuan ini mengubah silsilah kerajaan. Minggu depan adalah peringatan empat tahun wafatnya ayahmu, George. Kurasa kita bisa menyisipkan satu peristiwa gembira sesudah upacara itu."

"Maaf..." potong Eugene tiba-tiba. "Tapi sebetulnya saya belum memikirkan untuk tinggal di Calondria."

Semua orang terdiam.

Apa yang dipikirkan Eugene? Elisa terperangah. Mengapa dia bicara begitu di depan keluarga yang selama ini dicarinya? 

Ratu Raquelle mengernyit tak puas. George dan Janesse saling pandang. Alfred mendesah.

Elisa memutuskan ini saat yang tepat untuk menjelaskan. Jangan sampai George tersinggung. "Mungkin maksud Eugene, dia ingin kembali dulu ke Paris untuk mengemasi barang-barangnya."

"Bukan itu maksudku," kata Eugene cepat-cepat. "Elisa, kurasa kau belum paham. Mana mungkin aku bisa tinggal di istana ini sementara ibu dan kakak kembarku dipenjara. Maaf George, Janesse, Prime Celestine. Ini terlalu cepat. Aku...."

Oh, tidak! Eugene baru saja membuang masa depannya!  Elisa membuka mulut untuk membantah, tetapi George mengangkat tangannya.

"Aku mengerti. Ini memang tidak mudah bagimu dan bagi kami sendiri, Eugene." Raut wajah George tampak sedih. Dia melirik Elisa, dan gadis itu teringat akan janjinya. Dia tak sanggup balas menatap George. "Tapi kau tetaplah keluarga. Semua keputusan ada di tanganmu. Kami tak akan memaksa. Kau bebas memilih."    

Continue Reading

You'll Also Like

Vilvatikta 2 By rahmadhany

Historical Fiction

16.7K 2.1K 31
"Miliki semuanya Kangmas, harta-harta itu tidak ada harganya sama sekali di mataku. Aku cukup menghormatimu karena engkau seorang pemimpin sekaligus...
1.1M 113K 48
Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas...
144K 19.2K 65
Highest rank #1 Palace VERSI LENGKAP BISA DIBELI DI GOOGLE BOOK/PLAY Awalnya Mong hanya ingin melarikan diri dari keharusan menikah dengan pria pilih...
925 104 9
a love story with song lyrics 🎼🎧