GAVONOR (DIBERHENTIKAN)

By vinaananta

11.3K 1.3K 108

End [CERITA SUDAH DIBERHENTIKAN] Sebuah sekolah dengan nama Groner School adalah sebuah sekolah elite yang be... More

0
1
2
3
4
5
6
7
8
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
JEDA SEJENAK
Sapa👋

9

369 43 0
By vinaananta

"Kau sudah menyiapkan semuanya untuk pertandindangan peringkat?" Ralgo menatap ke arah Korega. Pria paruh baya itu hanya mengangguk sebagai jawaban lalu meletakkan sebuah amplop putih di meja Ralgo.

Ralgo menghela napas lalu membuka amplop itu dan mulai mengambil kertas yang berada di dalamnya. Ada beberapa foto dan surat dengan tulisan bertinta merah darah. Ralgo terdiam lalu mendesis kesal.

"Sialan, jangan sampai ada murid yang tahu ini. Jangan sampai! Dan tetaplah berusaha untuk menyembunyikan rahasia ini dari sekolah. Hanya kita berdua yang tahu," ujar Ralgo sambil mengambil korek api dan membakar kertas berisi surat dan meletakkan foto itu di laci. "Hubungi pemerintahan pusat kota Tokyo, katakan pada mereka bahwa Amerika bersiap menyerang. Hubungi setiap kota yang ada di Jepang, minta bantuan dan pastikan tidak ada yang terluka Korega!"

"Aku pasti melakukannya." Korega berujar yakin. "Lalu apa yang akan kau lakukan dengan foto itu? Jika kedua anakmu tahu bisa bahaya."

"Tenang saja," ujar Ralgo, "tidak akan ada yang tahu tentang foto ini. Dan lagi ini bukan dia, foto ini bukan dia Korega. Kau tak perlu khawatir.

"Baiklah," ujar Korega.

Korega berbalik lalu hendak membuka pintu tetapi Ralgo berkata pelan dan membuat Korega berhenti dan membulatkan matanya.

"Kalau ada apa-apa dengan pemerintahan pusat, kita terpaksa memberitahukan kepada semua anak-anak dan mungkin saja akan terjadi dalam waktu dekat ini, bisa-bisa pertandingan perebutan peringkat akan gagal. Jadi pastikan semuanya baik-baik saja."

Korega mengangguk kembali lalu keluar dari ruangan Ralgo. Korega terdiam, pria paruh baya itu mengepalkan tangannya kuat-kuat lalu menggeram. "Maafkan aku Yefgraf, mungkin saja aku akan gagal melindungi dua anakmu. Maafkan aku."

Sedangkan di sisi lain Ralgo mengepalkan tangannya kuat-kuat. "Mengapa hanya keluarga Gavonor yang diincar? Kenapa ini harus terjadi? Mengapa masalah ini selalu ada? Apa yang sebenarnya diinginkan oleh organisasi kemampuan Amerika terhadap Gavonor? Apa? Aku harus mencari tahu hingga mendapatkannya! Walau nyawa taruhannya!"

***

Cloza bertopang dagu dan menatap Torto yang sedang dalam keadaan pelatihan oleh guru utama mereka. Mister Tony--guru wali kelas mereka sedang melatih Torto untuk memaksimalkan kemampuan anginnya. Beruntung Mister Tony juga pengendali elemen angin sehingga Torto dengan mudah bertanya apa yang harus ia lakukan saat ini.

Sedangkan beberapa anak lainnya juga tampak berlatih. Semua anak kelas 10-1 terus berlatih dengan melawan teman-teman mereka. Perebutan peringkat akan dimulai dua hari lagi, Cloza tidak terlalu tertarik. Tetapi peringkat sementara masih sama dengan yang sebelumnya. Cloza tidak mengerti mengapa kemampuannya termasuk kemampuan paling hebat.

Cloza menghela napas hendak keluar dari ruang pelatihan kelas 10-1 saat seseorang memanggilnya. Ia berbalik dan berhadapan langsung dengan Glarosh Cendere. Dia adalah salah satu pengendali elemen api biru dan kemampuaan miliknya berada di peringkat kedua.

Cloza menaikkan salah satu alisnya meminta penjelasan pada Glarosh yang memanggilnya tadi. Glarosh adalah seorang anak laki-laki tinggi dengan tubuh sangat kekar. Tubuhnya bukan gendut tapi besar, dia memang terkenal sangat kuat dan beberapa kali mendapatkan peringkat satu di kelas 7, 8, dan 9 saat masih SMP.

"Mau bertanding denganku? Sepertinya kau adalah peringkat satu," ujar Glarosh yang lebih tinggi dari Cloza. Cloza hanya setinggi bahu Glarosh.

"Aku sedang malas." Cloza menjawab datar dan membuat wajah Glarosh tidak suka. Cloza yang menyadari itu berbalik seutuhnya dan berhadapan dengan Glarosh. Ia mendongak, menatap Glarosh dengan mata kanannya yang bewarna biru terang. "Tapi karena wajahmu saja sudah mengamuk, apa boleh buat? Mau di mana?"

"Di sana, kita buat pelindung saja. Soalnya kemampuanku api, bisa-bisa banyak yang terbakar."

Semua yang ada di kelas langsung berkerumun dan pastinya sangat ingin melihat kemampuan Cloza yang sebenarnya. Walau Cloza tentunya sangat malas jika harus bertarung tanpa menggunakan mata merahnya, mata merahnya adalah sumber kekuatan bertarung milik Cloza yang sebenarnya. Tanpa mata merahnya itu, ia tidak bisa menggerakan arwah maupun membuat arwah di sekitarnya menjadi alat baginya.

Cloza mengambil skateboard lalu juga mengambil beberapa barang lainnya dan meletakkannya di kantong jaketnya. Ia menatap ke arah Glarosh yang mulai membuat sebuah pelindung.

"Jadi kau akan melawanku dengan benda rongsokan? Lihat aku akan membuatmu mati kutu pengendali barang," desis Glarosh.

Cloza menaikkan salah satu alisnya lalu mengusap rambut hitamnya yang gelap. Sebenarnya ia malas menggunakan cara berbohong seperti ini. Tapi mau bagaiman lagi? Ia mengambil sebuah tempat lensa kontak lalu membuka dan mengambil warna biru lalu memasangkannya ke mata merahnya. Ia membuka penutup matanya lalu Cloza menyeringai kecil. Arwah-arwah yang ada di sekitarnya langsung beraksi sesuai perintahnya.

"Sudah siap?"

Cloza hanya menatap datar lalu sebuah bayangan aneh tercipta di pikirannya. Tentang masa depan milik Glarosh yang nantinya akan meminta maaf kepada Cloza. Cloza hanya mendengus malas lalu menggunakan stun gun miliknya, ia naik ke atas skateboard dan melesat cepat dengan dibantu oleh para arwah yang akan membuat semuanya berbeda.

"Menyebalkan," desis Cloza kesal, "aku malas dengan pertarungan, tetapi mana bisa aku kalah di saat seperti ini?"

Cloza melompat lalu melempar stun gun dan malah dibakar oleh Glarosh, Cloza menyeringai lalu menutup mata kirinya dan meminta para hantu-hantu terlebih dahulu untuk memegangi tubuh Glarosh. Cloza langsung menendang dan tubuhnya dipegangi oleh para arwah. Cloza menghela napas pelan, tentu saja kemampuan Cloza tidak tepat untuk dijadikan alat perlawanan.

"Dari mana dia bisa mengalahkan Glarosh? Api juga bisa dihancurkan olehnya?"

Padahal yang meghancurkan apinya bukan Cloza tetapi para arwah. Cloza melepas lensa kontak lalu memakai penutup matanya lagi. Sungguh melelahkan.

"Aku minta maaf sudah mengejekmu tadi," ujar Glarosh, "maaf ya Cloza."

"Iya."

***

Relice terdiam menatap semangkuk bakso yang ada di hadapannya. Tidak ada yang duduk bersamanya saat ini. Biasanya ada Juliet dan Vera, tetapi sekarang? Sepertinya tidak akan ada yang mau makan bersama dengannya.

Relice menghela napas pelan lalu menusuk salah satu bakso dan memasukkannya ke dalam mulut. Suasana kantin saat ini sangatlah ramai, tapi bukan berarti Relice tidak bisa mendengar ucapan demi ucapan yang menyindir dirinya.

Relice berusaha untuk tuli. Ingin rasanya Relice menangis, tetapi apa boleh buat? Jika ia menangis maka dia akan lebih dianggap cengeng dan bisa dibilang dia malah tambah diejek.

"Hidupku tanpa Juliet dan Vera memang tidak enak," desis Relice, "kakak mana sih? Katanya mau nyusul ke kantin? Kenapa dia malah tidak datang-datang?"

Relice menahan napas perlahan lalu hendak berdiri saat suara seperti benda pecah membuat berisik kantin yang seluas lapangan basket sekolah itu. Ia menoleh ke asal suara dan mendapati Cloza dan Torto sedang adu mulut dengan seorang perempuan, lebih tepatnya Torto yang adu mulut sedangkan Cloza malah membersihkan pecahan beling yang entah milik siapa. Mau tahu cara Cloza membersihkannya? Dengan cara menghancurkannya dan langsung hilang begitu.

"Lebih baik jika kau mau mengejek orang jangan di sini, sana ke orangnya saja!" Torto membentak kesal. "Bisanya hanya mengejek dari belakang! Pengecut banget!"

"Kamu bilang aku pengecut? Lalu Relice itu apa? Dia cuman bisa jaya kalau ada teman-teman yang mau berteman dengannya." Gadis itu bernama Celline. Dia menatap tajam ke arah Torto lalu menatap ke arah Cloza. "Cloza saja tak masalah kok aku mengejek Relice! Kau mau apa hah?! Akabane Torto, jangan-jangan kamu menyukai Relice ya?"

Torto menggeram kesal ia hendak menggunakan kekuatannya saat suara datar dan pedas milik Cloza terdengar di telinganya dan membuat Celline terbungkam mati kutu.

"Siapa bilang aku tidak masalah?" Cloza menatap datar dengan tangan ia lipat di depan dada. Wajahnya tampak tampan dan seringai tipis yang menandakan Cloza adalah anak yang kejam. "Aku tidak masalah kau menabrakku tadi, tapi jika Torto tadi mendengarmu mengejek Nona Kaya Raya itu, maka jawabanku adalah kau pengecut Reline."

Torto membelalakan matanya lalu menghela napas pelan. "Namanya Celline Cloza bukan Reline."

"Oh? Ya sudah tak masalah," desis Cloza kesal lalu berbalik dan duduk di bangku kosong yang berada tepat di bagian Relice duduk.

Torto juga duduk dan sedikit menggerutu lalu menatap Relice yang terdiam dan menatap Cloza juga dirinya. "Kau kenapa?! Cepat habiskan makanannya!"

"Kenapa membelaku?" Relice bertanya pelan.

"Kami--"

"Kami tidak membelamu," jawab Cloza, "tetapi hanya berkata yang benar," ujar Cloza melanjutkan.

"Oh." Relice terdiam lalu menghela napas pelan. Hatinya menghangat secara pelan lalu tersenyum kecil.

***

"Juliet apa kamu sudah menyiapkan kartu-kartumu? Sebentar lagi kita akan pergi menuju hutan untuk mengecek apakah ada masalah di sana atau tidak," Vera menatap ke arah Juliet yang hanya mengangguk.

"Kalian semua sudah siap? Kalau sudah aku akan memanggil yang lain," ujar Poppo. Juliet dan Vera mengangguk sebagai jawaban lalu duduk di atas mobil yang diberikan oleh Cloza.

Poppo menatap ke arah dua gadis itu lalu membuka mulutnya dan seperti nyangian Poppo memanggil keenam lainnya. Tiba-tiba saja tubuh teman-temannya langsung muncul.

"Oke, siap?"

"Siap."

***

Juliet menatap ke depan dan mulai was-was karena suasana di hutan saat ini terkesan menakutkan. Walau hari masih siang tetapi tetap saja ini menakutkan. Ia yakin bahwa sebagian besar teman-temannya saat ini juga sedikit takut. Takut jika ada hal yang tak bisa dilakukan. 

"Kita berhenti di sini, mulai berpencar menjadi tiga kelompok, alat yang diberikan jangan lupa dibawa. Ini bisa untuk komunikasi," kata Sakakibara kepada teman-temannya itu. "Jangan sampai ada yang tidak kembali ya, kita dikirim kemari untuk mengawasi pergerakan musuh, jadi kita juga harus berhati-hati, mengerti?"

"Mengerti senpai." 

Poppo, Juliet, dan Vera menuju ke arah Utara hutan. Ketiga anak yang berada di kelas 10-1 itu berjalan perlahan dan terus was-was. Tidak ada yang tahu bahaya apa yang akan terjadi nanti bukan? Bisa saja secara tib-tiba ada ledakan besar dan bahaya datang bukan?

"Apa kalian menemukan sesuatu?" Poppo menatap dua gadis yang bersamanya itu, "kalau kalian menemukan sesuat yang mencurigakan katakan padaku." 

"Baik Poppo, terima kasih kau sangat peduli," ujar Juliet dengan senyuman khas seorang gadis yang cantik.

"Habis jika aku tidak melindungi kalian Relice bisa marah-marah mendapati kedua sahabat kesayangannya luka-luka." 

"Oke--" Tubuh Juliet ambruk bersamaan dengan darah keluar dari mulut Juliet dan darah juga keluar dari punggung gadis itu. Poppo dan Vera menelan ludah mereka dan tak tahu apa yang harus dilakukan. "JULIET!!" Teraik Vera sambil menggoyangkan tubuh Juliet tetapi tak ada respon dari gadis itu. Poppo gemetaran lalu tubuh Vera ikut ambruk bersamaan dengan panah yang penancap tepat di leher gadis itu. Poppo berbalik dan gemetaran, dia hendak memanggil tetapi terlambat, lehernya dicekik oleh seorang pria dengan tubuh tinggi. Ternyata tidak hanya satu orang saja yang sedari tadi mengawasinya. Ada sekitar lima orang dan orang-orang itu berasal dari Amerika. 

"Sepertinya kau yang masih tersisa ya?" Pria tinggi itu bernama Tore. "Kenan dia memiliki kemampuan apa?" 

"Kalau laki-laki itu memiliki kemampuan pemanggilan, sedangkan gadis berambut pirang itu pengendali kartu sedangkan gadis yang satunya hipnotis."

Tore menyeringai lalu mencekik leher Poppo hingga laki-laki itu tidak bisa bernapas lagi. Sedangkan seorang pria tinggi dengan rambut warna-warni berjalan lalu menyentuh kening Poppo. Sogre namanya, dia adalah pengendali pikiran. Dia bisa melihat ingatan orang lain dengan menyentuh keningnya. 

"Jadi? Apa yang kau dapatkan Sogre?" Christine menatap ke arah Sogre. Gadis pengendali akar pohon itu menatap tajam ke arah Sogre. 

"Markas Tokyo tidak jauh dari sini jika kita menggunakan heli." Sogre, "kita kirim beberapa orang lainnya untuk membunuh sisanya, jadi kita tinggal menuju ke markas." 

"Akan aku siapkan." Yuily, pria dengan tubuh pendek tetapi berumur 27 tahun itu mulai menyiapkan semuanya. 

"Tinggal mencari data Gavonor di pemerintahan Tokyo."

***

To Be Continued

Ada yang tahu kenapa organisasi Amerika mengincar Gavonor?

Silahkan Comment dongggg....

Continue Reading

You'll Also Like

924 159 18
Keseharian Beomgyu selalu terasa hampa, dia sudah siap untuk menghilang dari alam semesta. Dihitung hari demi hari kepergiannya yang tak kunjung dat...
2.9M 184K 46
[Part lengkap] Blur : Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang...
377 137 13
[ Etranger- berasal dari bahasa Perancis yang bermakna orang asing. ] Ku tulis untuk nya... ❝ Untukmu, lelaki asing yang penuh kejutan. Yang bodoh d...
1.8M 101K 25
❝Apakah aku bisa menjadi ibu yang baik?❞ ❝Pukul dan maki saya sepuas kamu. Tapi saya mohon, jangan benci saya.❞ ©bininya_renmin, 2022