AQUA World

By PrythaLize

1.2M 166K 43.2K

[Fantasy & (Minor)Romance] Seluruh umat manusia tahu kenyataan bahwa volume air di bumi semakin naik dan mene... More

B
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
20
21
22
23
24
25

19

35.7K 6.4K 1.4K
By PrythaLize

Aku berjuang sampai sejauh ini bukan untuk merasa menyesal.
Bukan untuk kalah, bukan untuk menyalahkan permulaanku, tapi aku ingin bisa sampai di titik saat aku merasa bangga karena telah memberanikan diri memulainya.

Fanart by RiviaaOZ

***

"A-Ath...?"

Senyumannya mengembang, saat aku menyebut namanya.

Mata biru tosca itu menatapku dengan tatapan senang yang tak dapat kubalas dengan tatapan yang sama. Aku tidak mengerti mengapa berhadapan langsung dengan seseorang yang menyelamatkanku sebelumnya, bisa membuat jantungku berdebar keras, membuatku tertekan alih-alih merasa senang.

Aku memikirkan beberapa hal dalam benakku. Selain tidak bisa memperingatkan Ath tentang betapa bahayanya kota ini untuknya, aku juga tidak bisa memintanya bertingkah seolah dia tidak pernah melihatku. 

Ada Nael di sampingku. Dia mungkin juga pasti punya banyak asumsi tentang lelaki bermata biru yang mungkin belum menyadari keberadaannya.

"Kupikir kau sudah mati," ucap Ath.

Meskipun tidak punya bakat membaca bahasa tubuh atau intonasi nada seseorang, aku bisa menangkap kesimpulan singkat bahwa Ath memang sedang takjub dengan kebetulan ini.

Sedangkan aku di sini, kehabisan kata-kata dan kepalaku berputar untuk memikirkan alasan kepada Nael dan kawan-kawannya nanti. Aku tidak pernah punya bakat untuk berbohong, tetapi dalam keadaanku saat ini, aku harus memikirkan jawaban untuk menyelamatkan diriku sendiri dan juga Ath.

"Skye, ini ... temanmu?" tanya Nael agak terbata-bata. 

"Iya," balasku, mencoba yakin.

Ath mengalihkan pandangannya ke Nael dan langsung melepaskan pergelangan tanganku. Wajahnya yang tadi menyiratkan senang juga langsung berubah kembali menjadi tenang.

"Siapa dia?" tanya Ath sambil memeriksa Nael dari ujung kaki ke ujung kepala--jelas-jelas sedang menilainya.

Dengan adanya keberadaan Nael, aku bukan lagi satu-satunya manusia yang dilihatnya.

"Dia temanku. Namanya Nael," jawabku. "Nael, ini Ath."

"Oh." Jawaban singkat dari Ath yang sama sekali tidak ramah. Ralat, dia memang tidak pernah ramah sebelumnya.

Nael memperhatikan kiri kanan dengan gelisah, sebelum akhirnya bertanya kepada Ath, "Kau datang dengan apa?"

Pertanyaan yang memang akan kupertanyakan jika bertemu orang baru, sekaligus pertanyaan yang mematikan dan menyudutkan kami berdua.

Bukan, mungkin hanya Ath, tetapi pertanyaan itu juga otomatis akan menyeretku untuk terjebak di dalamnya. Aku tidak bisa memundurkan waktu, tidak bisa pula menjawab pertanyaan sederhana dari Nael.

Semuanya terjadi begitu saja, Ath tersenyum sembari menunjuk keberadaan sebuah sampan yang tidak asing, yang membuatku terbelalak saat melihat keadaannya.

"Aku datang dengan itu."

Sampan tipe A mungkin bukan hanya satu di dunia ini, tetapi aku tidak mungkin salah. Sampan tipe A yang dibawa oleh Ath adalah sampan yang kutinggalkan beberapa hari yang lalu.

Itu berarti, bukan hanya satu kebetulan yang terjadi saat ini. Dari banyaknya arus yang ada dan luasnya bumi ini, Ath berhasil menemukan sampanku, secara tidak sengaja membawanya ke sini juga, menjadikan sampan tipe A itu sebagai benteng sekaligus boomerang untuk kami.

Boomerang adalah salah satu senjata zaman dulu yang bentuknya mirip ikan. Ikan yang melengkung. Senjata itu akan kembali ke pelemparnya, apabila tidak mengenai sasaran.

Dan ya, aku sedang tidak bercanda saat mengatakan bahwa sampan tipe A bisa menyudutkan kami kembali.

"Wah? Dengan sampan tipe A?" Nael bertanya balik, walaupun sudah jelas dia melihatnya.

Tiba-tiba saja dia melirik ke arahku, membuatku langsung memalingkan wajah ke Ath yang memperhatikan kami dengan tampang lugunya (ya, aku bilang lugu, karena dia memang kelihatan sangat bingung dengan cara Nael yang menyambutnya dengan agak luar biasa).

"Mirip sekali dengan sampanmu kemarin," ucap Nael padaku.

"Tentu saja," balas Ath yang membuatku ingin sekali membungkam mulutnya dan mendorongnya ke air.

"Semua sampan tipe A punya model dan warna yang sama. Kau ini bicara apa, sih?" Aku memotong dengan buru-buru. "Kebetulan sekali kita bisa bertemu di sini, Ath."

Ath hanya diam selama beberapa saat, tak menunjukkan ekspresi yang berarti, "Iya."

"Aku akan ambilkan selimut untukmu sebentar," ucap Nael, lalu dia pergi begitu saja dari sana tanpa izin atau persetujuan kami.

Jantungku sedaritadi memompa cepat. Melihat kepergian Nael, tanganku tidak kuat untuk tidak menarik Ath menjauh dari sana, agar dia tidak kembali dilihat oleh orang lain.

"Mengapa kau bisa ada di sini?" tanyaku langsung pada intinya.

"Karena ..." Ath menjeda kata-katanya sejenak, lalu memejamkan matanya, "Kenapa aku harus mengatakannya kepadamu?"

Aku menggeleng tak percaya, "Kau tidak mengerti kau ada di mana saat ini. Ini, Kota Apung, tempat tinggal manusia!"

"Memangnya kenapa?" tanyanya.

"Apakah kau tidak membicarakannya dengan makhluk air di bawah sana? Semua warga di kota ini--"

Ath memotong, "Tunggu, apa tadi? Makhluk air?"

Aku tidak langsung menjawab, hanya membiarkannya tersenyum remeh.

"Jelek sekali namanya."

"Aku tidak peduli. Kau seharusnya berinteraksi dengan makhluk sesamamu tentang apa yang warga kota lakukan kepada mereka, dan apa yang hampir mereka lakukan kepadaku!" Aku menjelaskan dengan kesal.

"Memangnya kenapa?" Ath bertanya lagi, dengan nada yang menyebalkan.

"Beberapa malam yang lalu, kaum-mu hampir menarik temanku, jadi kaum-ku memancing kaum-mu dengan aku untuk membalas dendam. Dan kaum-mu hampir membunuhku!" jelasku berapi-api.

"Sudah tahu kau tidak bisa berenang. Mengapa malah ingin jadi umpan?" tanya Ath yang membuatku makin kesal. Bukannya merasa bersimpati, dia malah mengolokku.

"Karena ada yang mengatakan bahwa kau telah menandaiku!" balasku mengebu-ngebu. "Dan dengan begitu, makhluk air akan menarikku. Mana kutahu yang datang malah sampai sebanyak itu!"

Kupikir Ath akan membalasku dengan kata-kata tak pedulian seperti tadi, tetapi dugaanku salah. Dia malah terdiam dan membatu di tempatnya, membuat fakta itu mengalir begitu saja.

"J-jadi kau benar-benar melakukannya? Kau benar-benar menandaiku?!"

"Ini hanya kesalahpahaman, aku tidak sengaja," ucapnya sungguh-sungguh. "Kalau aku memang berniat membunuhmu, tidak mungkin aku membawamu ke puncak, kan?"

"Karena kau menandaiku, mereka mengikutiku, kan? Apa kau melakukan itu agar saat aku mati, aku tetap mengenangmu sebagai satu-satunya makhluk air yang baik?" tanyaku, mencoba menahan emosiku, walau kenyataannya aku tidak bisa menahannya. Semuanya meledak begitu saja, apalagi saat menyadari bahwa Ath tetap tidak mau mengakuinya. "Aku tidak mengerti. Aku sangat mempercayaimu. Aku tidak mengerti mengapa kau melakukan itu."

Ath menghela napasnya, "Aku tidak pernah memintamu percaya padaku."

"Jadi benar? Kau memang--"

Suara langkah dari belakang, sukses membuat bulu kudukku merinding, tetapi aku tidak langsung berbalik. Aku terlebih dahulu memperhatikan manik biru Ath yang menatap ke satu titik di belakangku. Perasaanku tidak salah sama sekali, saat aku mencurigai itu.

"Itu siapa, Skye?" Suara Yyil bertanya, membuatku berbalik ke belakang dengan segera.

"Temanku, Ath," balasku. Dan aku benci karena harus ramah dengan Ath sejak dari situasi tadi, aku tidak akan mau melakukannya jika tidak terpaksa. "Ath, ini Bryon, Zuo dan Yyil."

Bukan hanya ada Yyil di sana. Ada Zuo dan juga Bryon yang membuatku makin ketakutan. Aku tidak bisa memikirkan alasan apapun selain membayangkan mereka akan melukai Ath di depan mataku.

"Matanya biru?" Bryon melangkah mendekat untuk memastikan bahwa yang dilihatnya memang benar, itu membuatku semakin gugup dan ngeri.

Dan sebenarnya, keberadaanku di antara mereka sangatlah tidak berguna. Aku tidak terlalu tinggi untuk bisa menghalangi kepala Ath. Sebenarnya, aku baru menyadari itu sekarang, karena ini pertama kalinya aku melihatnya berdiri.

Yyil tampak berbisik di telinga Zuo. Dia menghalangi bibirnya dengan telapak tangan, sehingga membuatku tidak mampu membaca gestur mulutnya. Namun, dari tatapan matanya, aku bisa sangat yakin bahwa dia sedang membicarakan Ath. Jika bukan dari suara, mata adalah tubuh yang paling mudah terbaca, jika sedang menilai.

"Itu mata asli?" tanya Bryon dengan konyol.

"Ya, warna alami." Ath yang memutuskan untuk menjawab.

Sesungguhnya, dari lubuk hati terdalamku, aku sangat menyesal karena malah menggunakan sedikit waktu kami untuk memperdebatkan hal yang panjang. Seharusnya aku menegaskannya untuk mengikuti yanh kukatakan, demi keselamatannya.

Baiklah, Skye. Tenang. Siapkan jawaban yang mungkin ditanya oleh mereka.

"Kalian tidak tampak seumuran. Bagaimana kalian bisa saling mengenal?" tanya Zuo pada akhirnya, setelah diskusi singkat dengan Yyil.

"Dulu sebelum masuk klub pertahanan hidup, aku pernah masuk di klub renang. Dia kakak kelasku di sana." Kalimat ini tidak sepenuhnya penuh dusta, aku memang pernah masuk klub renang sebelum Survivalife.

"Matamu membuatmu kelihatan seperti makhluk air," ucap Yyil yang membuatku tersentak, walaupun tubuhku sangat kaku saat ini.

Untungnya, Ath bisa mengikuti sandiwara ini dengan baik.

"Makhluk air?" Ath bertanya, walau aku tahu dia tidak penasaran sama sekali.

"Iya, mereka juga bermata biru. Mereka tidak bisa bertahan di antara oksigen seperti kita tidak bisa tahan di dalam air," terang Bryon.

Logikanya, manusia bermata biru memang ada. Jumlah mereka memang tidak sebanyak manusia bermata cokelat. Sekarang, aku merasa perlu waktu dengan Ath agar aku bisa mendiskusikan cerita palsu kami agar lebih logis.

"Berarti, kau juga dari Waterfloeus?"

Aku langsung tersentak mendengar pertanyaan itu. Itu pertanyaan jebakan! Jika hanya dengan sampan tipe A dan Ath bisa sampai di kota ini tanpa bantuan teknologi apapun, itu pastilah bohong. Atau, ya, dia tidak berbohong, karena kecepatan renangnya memang level makhluk air.

Dan aku yakin Yyil akan segera mengecek peta di ponselnya untuk memeriksa peluang gerak maksimalnya jika dia hanya terombang-ambing. Situasi ini tentu saja berbeda dengan kami yang menggunakan sampan tipe U untuk bisa sampai kemari.

Rasanya, memikirkan jawaban apapun, tetap tidak bisa membantu.

"Iya, aku dari Waterfloeus," jawab Ath.

"Wah, hebat sekali bisa sampai kemari hanya dengan sampan tipe A." Yyil sudah mulai mengeluarkan ponselnya dan aku sudah semakin waspada.

Apakah aku perlu sampai membuat kebohongan bahwa Ath ini sebenarnya menderita amnesia? Tapi manusia dari zaman mana yang akan mempercayaiku?! Abad 21?! Karena di zaman itu mereka mengangkat banyak adegan lucu yang tidak masuk akal, salah satunya amnesia mendadak ini.

"Saat insiden, aku sedang liburan di kota Waterenity."

Eh ... Tunggu.

Apa katanya?

"Oh. Waterenity." Yyil menunjukkan petanya ke Zuo dan aku juga tak sengaja melihatnya.

Sebelumnya, aku memang tidak pernah mendengar apapun perihal tentang Kota Waterenity, tetapi di peta, sangat jelas bahwa kota itu adalah bekas kota yang paling dekat dengan titik di mana kami berada saat ini.

Menjelaskan tanpa merasa gugup, aku malah curiga kalau Ath memang benar-benar dari sana, tetapi mungkin dua atau tiga jam yang lalu, karena aku ingat betul satu hari setelah insiden tenggelamnya bumi, aku ada bersama dengannya.

"Kau juga tertinggal ya?" Yyil kali ini bertanya dengan nada simpati, tidak ada lagi sedikitpun ekspresi mencurigai, yang membuatku mulai bersorak dalam hati.

"Ya, begitulah."

Beberapa saat kemudian, Nael datang dengan selimut yang telah dijanjikannya. Diserahkannya kepada Ath, lalu bertanya, "Apa kau datang melawan arus?"

Aku memperhatikan gelombang air yang kebetulan memang selalu tampak, di manapun kita berdiri di Kota Waterfloatt.

Ah, iya ... Ath melawan arus.

"Hanya saat aku melihat keberadaan kota ini," jawab Ath dengan tenangnya, sambil melebarkan selimut dan membungkus tubuhnya.

Seharusnya aku tidak perlu merasa cemas. Ath yang berenang langsung. Dia yang paling tahu tentang arus, tekanan air, dan arah mata angin. Biarpun mereka dari klub pendaki, klub penyelam atau klub apapun, teori tidak akan mengalahkan praktik langsung.

Kupikir semuanya akan berjalan lancar, sampai akhirnya aku merasakan suasana yang aneh di belakangku. Tepat saat aku berbalik, aku menemukan Dillon datang, menatap Ath dengan tatapan menilai, sekali lagi.

Aku tidak mengerti mengapa aku merasa waswas, padahal kebohongan sempurna ini bisa saja dimenangkan oleh kami.

"Oh? Siapa tamu barumu, Skye?"

*

Malam itu, hujan deras menguyur Kota Waterfloatt.

Mungkin aku harus menyebutnya keberuntungan, karena berkat itu, Ath tidak perlu bersusah payah turun ke air dan membuat semuanya mencurigainya.

Dan karena Ath adalah pendatang baru bermata biru, banyak yang ingin berbicara dengannya.

Tadinya, aku sempat ngeri, saat Dillon mengatakan kepada Ath bahwa dia akan menerimanya sebagai tamu. Dia mengucapkannya dengan nada mengintimidasi, seolah ingin memojokkannya. Barulah aku mengerti saat Bryon menjelaskannya kepadaku.

"Dillon belum mempercayai temanmu, biarkan saja dia. Mata biru itu memang harus dicurigai di era Aqua. Karena mata temanmu tidak bisa bersinar, seharusnya nanti Dillon akan langsung percaya."

Dillon adalah ancaman. Banyak warga Waterfloatt yang menjadikannya sebagai panutan untuk melakukan sesuatu, sekalipun umurnya yang masih belia. Kemarin, aku juga tak sengaja mendengar berita yang cukup mengejutkan, bahwa Dillon adalah kepercayaan Tetua.

Awalnya, aku agak cemas. Tetapi aku tidak akan melupakan masa-masa saat Ath datang menyelamatkanku. Aku ingat persis bahwa pertemuan kami ada di antara kegelapan yang tak berujung, hanya bulan redup yang menjadi penyorot. Mata Ath tidak pernah bersinar seperti makhluk air yang menarikku.

Saat ini kami berada di salah satu tenda yang cukup besar. Tenda ini hanya didirikan saat hujan, mirip dengan tenda penampungan obat-obatan. Tetapi karena didirikan dengan terburu-buru, walaupun kurang maksimal melindungi kami dari hujan, tidak ada yang memprotes.

Dan ya, mata Ath tidak bersinar. Itu kabar baik.

Ada yang membicarakan pakaian Ath yang terkesan jarang dan aneh. Aku harus merasa beruntung, karena pakaian yang dikenakan Ath tidak mirip dengan pakaian yang dikenakan oleh para makhluk air yang menarikku sebelumnya. Semua warga juga pasti menyadari itu.

Aku mengasihani Ath yang sudah sampai kemari. Memang, aku belum sempat menanyakan padanya mengapa dia malah singgah di kota ini. Nantilah, saat aku punya kesempatan, aku akan bertanya.

Pertama, sekarang dia dikerubungi oleh para orang tua yang terus memuji mengatakan bahwa dia sangat menarik (dan karena Ath sangat narsis, dia tidak membantah sama sekali).

Kedua, perjalanannya ke Pasifik terhambat, walau sebenarnya jelas-jelas kami sudah berada di atas samudera itu sendiri.

Ketiga, aku tahu Dillon tampak belum senang dan belum mempercayai Ath. Kalau tidak, tidak mungkin dia akan duduk menjauh dari sana, sementara aku tahu bahwa salah satu hobinya adalah mewawancarai pendatang baru yang mencurigakan.

Keempat, aku juga tidak bisa berkomunikasi dengan Ath dalam situasi seperti ini--berdesakkan dalam tenda dan angin malam beserta air hujan yang mencoba menyelinap masuk ke dalam.

"Mana mungkin anak laki-laki seperti dia adalah makhluk air," ucap seorang ibu-ibu sambil tertawa bersama ibu-ibu lainnya.

Kenyataannya kan begitu!

Dan ya, kabar buruknya, kami juga terjebak di antara ibu-ibu yang akan berkomentar, lalu membandingkan Ath dengan putra mereka.

"Matanya memang biru, tapi tidak bercahaya," komentar seseorang di sampingku.

Ya, aku akan pura-pura tidak mendengar, karena aku akan merasa tertusuk berkali-kali.

Aku tidak mengerti, mengapa saat ini aku terkesan seperti sedang berusaha melindunginya? Satu bumi ini kini adalah milik kaumnya, dia tinggal melompat ke air saja, kalau memang seluruh warga di Kota Apung tidak menginginkannya.

"Aku berani bertaruh kalau kakak kelasmu itu pasti sangat populer di sekolah," ucap Yyil kepadaku, dengan sangat yakin.

Aku hanya tertawa kecil menanggapi (karena aku tidak tahu yang sebenarnya).

"Besok ..." Dillon menyuarakan suaranya di tengah-tengah perbincangan kami. "Kita akan bermeditasi bersama sampai siang. Skye, kau ajak temanmu."

"Oh, ok--"

Aku terdiam.

Tunggu.

Aku tidak boleh seenaknya mengiyakan. Ath tidak bisa berlama-lama di daratan.

Dan juga, kini aku dikerubungi rasa bersalah karena telah mengatakan hal-hal yang kejam kepadanya.

Ath bisa saja sudah menghilang besok pagi, lenyap entah kemana.

Bisa saja, dia benar-benar membenciku karena ucapanku yang sungguh kurang ajar.

Mengatakan bahwa dia ingin dikenang baik, padahal yang dia lakukan memang menyelamatkanku.

Rasanya aku memang sudah kelewatan batas.

"Ah, iya. Nanti aku akan tanya ke Ath dulu."

Ya, malam nanti, saat semuanya telah terlelap, aku harus memastikan bahwa aku bisa berbicara dengannya.

***TBC***

21 September 2018

[A/N]

Aku sungguh terharu karena rasanya ini pertama kalinya TBC Aqua tidak gantung. Mungkin kalian sudah boleh mengurangi terror kalian kepadaku.

Dan halo lagi, semua! Apa kalian suka Aqua hari ini? Aku personal kurang suka, karena nggak gantung, tapi aku tidak mungkin memaksakan diri untuk membuatnya gantung, kan?

Beberapa bulan ini, aku agak sibuk. Dan mengapa tiba-tiba aku bisa nulis Aqua hari ini? Itu karena kuliahku sudah mulai masa milih-milih topik skripsi dan aku beneran stress membaca jurnal berbahasa inggris setiap waktu.

Ya, bisa dikatakan ini hasil paksaan, jadi aku tidak terlalu berharap banyak dengan chapter ini.

Tapi kuharap ini bisa mengobati sedikit rindu di hati kalian.

Untuk yang ingin mengirim fanart, tidak perlu segan buat tag aku di IG, oke? :D

Mata 410k
Bintang  55k

Thank you so muach!

See you on ... On ... On everywheree!

Cindyana

🐳

Continue Reading

You'll Also Like

684K 2.3K 10
🔞 cerita ini mengandung adegan dewasa
9.8M 1.2M 60
"Sumpah?! Demi apa?! Gue transmigrasi cuma gara-gara jatuh dari pohon mangga?!" Araya Chalista harus mengalami kejadian yang menurutnya tidak masuk a...
3.5M 232K 76
Selama 28 tahun hidup, Rene sama sekali tidak memiliki pikiran untuk menikah apalagi sampai memiliki anak. Dia terlalu larut dengan kehidupannya yang...
1.6M 128K 98
Thalia Navgra seorang dokter spesialis kandungan dari abad 21. Wanita pintar, tangguh, pandai dalam memasak dan bela diri. Thalia mengalami kecelakaa...