When I Look at You ✓

By nicskrn

3.7K 795 266

(COMPLETED) Nyatanya, tidak ada persahabatan antara perempuan dan laki-laki yang berlangsung selamanya. Hanya... More

하나 - Kembali
둘 - Dia Seongwoo
셋 - Bersamamu
넷 - Sebuah Alasan
다섯 - Rasa Itu
여섯 - Realita
일곱 - Untuk Eunji
여덟 - Kang Daniel
아홉 - Karena aku?
열 - Kecewa
열하나 - Jangan Menangis
열둘 - Kebenaran
열셋 - Tak Lagi Sama
열넷 - Pengakuan
열다섯 - Permintaan Maaf
열여섯 - Gelisah
열일곱 - Awal Yang Baru
열여덟 - Pengakuan Kedua
열아홉 - Canggung
스물 - Jawaban
스물둘 - Pernikahan
스물셋 - Bagian Hidupmu
스물넷 - (Bukan) Sebuah Akhir

스물하나 - Undangan

114 22 2
By nicskrn

Karena kemarin saya tawarin mau minta gimana gitu nggak ada yg komen, jadi saya hapus aja hehe. Moga lanjutannya nggak mengecewakan yg udah nunggu lama. Dan semoga aja masih ada yang nunggu :')

Happay reading ;)

===

Selama satu pekan terakhir, Daniel mencoba menerima kenyataan atas jawaban yang Eunji berikan kala itu. Selama itu pula, dia lebih menyibukkan diri dengan pekerjaannya di kafe. Berusaha untuk mengabaikan rasa sesak yang memenuhi rongga dadanya. Ditambah lagi, Eunji memutuskan untuk berhenti bekerja di kafe setelah itu. Gadis itu beralasan ingin membantu ibunya yang sekarang tengah membuka usaha kue.

Daniel bisa menerimanya. Bahkan apa yang Eunji lakukan adalah sebuah langkah yang tepat untuk saat ini. Jujur saja, Daniel tidak bisa jika harus bersama setiap hari dengan gadis itu setelah apa yang terjadi. Bukan berarti Daniel menghindar dan lari dari kenyataan, hanya saja dia juga butuh waktu dengan semua ini.

Dia butuh waktu untuk kembali mengumpulkan segenap kekuatan dan meyakinkan Eunji lagi. Yang jelas, tidak dalam waktu dekat.

"Apa kau sudah menemuinya lagi?"

Daniel yang tadinya melamun, sedikit tersentak karena mendengar Seongwoo yang entah sejak kapan sudah duduk di hadapannya.

"Ah, kau. Sejak kapan di sini?" tanya Daniel sembari meneguk segelas kecil soju.

"Sejak beberapa menit yang lalu." Seongwoo meraih satu botol soju yang masih penuh lantas membukanya. Menuangkan pada gelas kecil milik Daniel yang langsung diterima oleh pria itu. "Masih menjaga jarak?"

Pertanyaan Seongwoo tidak lekas dijawab oleh Daniel. Pria itu lebih memilih menyuapkan sepotong kimbab, mengunyahnya santai lantas menelannya. "Bukan begitu."

"Lantas?" Seongwoo mengernyit sembari meneguk segelas kecil soju.

"Aku butuh waktu." Jeda sejenak sebelum Daniel kembali berucap, "Aku tidak ingin membuatnya terbebani."

Seongwoo berdecak. "Sampai kapan, Niel? Kau ingin melepaskannya begitu saja?"

Daniel menggeleng pelan. Tentu saja dia tidak akan melepaskan Eunji secepat ini. "Tidak. Aku akan menunggunya."

"Kalian sama saja." Seongwoo mencibir. "Membohongi perasaan kalian sendiri."

"Aku tidak membohongi perasaanku, Seongwoo-ya," tukas Daniel tidak terima. "Justru karena aku menyayanginya, aku membiarkannya sendiri untuk beberapa saat. Aku tidak ingin membuatnya semakin kalut."

"Begitu?" Seongwoo tersenyum miring. "Apa kau tahu satu hal, Niel?"

Netra Daniel memicing menatap Seongwoo dengan seksama. "Apa?"

"Eunji tidak sungguh-sungguh menolakmu."

Dengan ampuh, ucapan Seongwoo membuat Daniel bungkam. Dia tidak tahu pasti apa yang sebenarnya dirasakan gadis itu. Yang Daniel tahu, Eunji masih menyimpan rasa pada Seongwoo sampai saat ini.

"Bukankah dia masih menyukaimu?" Daniel berucap sembari tersenyum miris, merasa jika dia begitu menyedihkan karena menyukai orang yang jelas-jelas menaruh rasa pada orang lain.

Menghela napas panjang, Seongwoo meraih botol soju yang kini isinya tinggal setengah. Menuangnya ke dalam gelas sebelum akhirnya menjawab, "Meskipun dia menyukaiku, tapi kita tidak akan bisa bersama."

"Kenapa?"

Seongwoo terkekeh. "Aku tidak mungkin mengkhianatimu, Niel. Aku memang bukan orang baik, tapi aku tidak akan pernah merebut kebahagiaan sahabatku demi kebahagiaanku sendiri."

Daniel tidak menjawab. Namun, dia merasa lega dengan ucapan Seongwoo. Setidaknya, pria itu tidak seburuk yang dia pikirkan. Apa yang telah terjadi kala itu, semua murni karena kesalahpahaman. Serta kebodohan dirinya sendiri yang dengan mudah dibohongi oleh gadis bernama Han Youngmi.

"Kejar dia, Niel!" Seongwoo tersenyum kecil. "Jangan sampai kau menyesal sepertiku yang dulu mengabaikannya."

Perlahan kedua sudut bibir Daniel ikut tertarik, membentuk sebuah senyum tipis. "Kau tidak akan kembali padanya, kan?"

"Tentu saja tidak." Seongwoo tertawa kecil. "Tuhan sudah mengirimkan seseorang untuk menjadi pendamping hidupku."

Detik berikutnya, Seongwoo mengeluarkan sesuatu dari balik saku long coat yang dikenakannya. Sesuatu yang kemudian Daniel ketahui adalah sebuah undangan.

Ong Seongwoo & Park Minji.

"Aku berharap kau segera menyusul, Kang Daniel."

✳✳✳

"Eunji-ya, biar Ibu saja yang menyelesaikannya."

Eunji menghentikan gerakan tangannya yang sedari tadi sibuk mengaduk adonan kue, saat Myung Hee menghampirinya. Gadis itu hanya mengernyit ketika pekerjaannya diambil alih oleh ibunya itu.

"Tinggal sedikit lagi, Bu."

Myung Hee menggeleng, lantas mendorong Eunji pelan supaya beranjak dari dapur. "Temui temanmu, dia sudah menunggu."

Untuk sejenak Eunji diam. Siapa teman yang dimaksud ibunya? Jangan bilang jika dia adalah ... Kang Daniel. Kalau iya, Eunji lebih baik berkutat seharian di dapur daripada menemuinya.

"Siapa?" tanya Eunji hati-hati.

"Seongwoo."

Eunji mengembuskan napas lega setelahnya. Hah, Seongwoo lebih baik daripada Daniel yang datang. Eunji tidak tahu harus bagaimana jika tiba-tiba saja pria itu kembali menemuinya dan membicarakan hal yang sama.

"Hai, Eunji!"

Begitu keluar dari dapur, Eunji disambut oleh Seongwoo yang kini tersenyum cerah. Pria itu duduk di salah satu bangku yang ada di dekat jendela sembari menikmati pie buah dan segelas cokelat panas.

"Kau sudah menunggu lama?" tanya Eunji sembari menarik kursi di hadapan Seongwoo.

"Belum, baru beberapa menit yang lalu."

"Aa." Eunji mengangguk. "Mmm, sendiri? Di mana Minji?"

"Minji? Dia sedang bersama teman-temannya."

Kembali Eunji mengangguk. Untuk beberapa saat hanya hening yang mendominasi. Eunji diam sembari memperhatikan Seongwoo yang kini sibuk menyantap pie buah buatan ibunya. Perlahan, kedua sudut bibir gadis itu tertarik. Sudah lama sekali rasanya saat dia terakhir kali melihat Seongwoo makan selahap ini.

"Enak, ya?"

Seongwoo mengangguk. "Sudah lama sekali sejak aku makan pie buah buatan ibumu, Eunji-ya. Wahh, ibumu memang koki terhandal!"

Eunji terkekeh kecil. Ternyata Seongwoo masih menggilai masakan ibunya seperti dulu. "Kau bisa membawa pulang nanti, di dapur masih banyak."

"Benarkah?"

"Tentu."

"Wahh, aku sangat bahagia! Terima kasih." Seongwoo tersenyum lebar sembari menyuapkan satu pie buah yang masih tersisa.

"Ah iya, tumben kau mampir ke sini? Biasanya sibuk dengan urusan kantor."

"Aku sedang mengambil cuti, jadi aku free kemarin dan hari ini."

"Ada hal penting?"

Mengangguk pelan, Seongwoo menyesap cokelat panas yang kini masih mengepulkan asap. "Ada yang ingin kusampaikan."

"Apa?"

Kemudian kedua mata Eunji terarah pada sebelah tangan Seongwoo yang sekarang sibuk mengambil sesuatu dari dalam saku long coat-nya. Eunji mengernyit ketika pria itu mengeluarkan sebuah kertas dari sana, yang kemudian disodorkan pada gadis itu.

"Ini apa?" tanya Eunji bingung sembari menerima 'kertas' tersebut dari tangan Seongwoo.

Pria itu tersenyum. "Kau bisa membukanya."

Sesuai dengan arahan Seongwoo, Eunji akhirnya membuka kertas tebal berbentuk persegi panjang tersebut. Entah kenapa perasaan Eunji sedikit tidak enak hanya dengan melihat gambar yang terpampang di bagian depan kertas itu. Gambar sepasang cincin yang terlihat begitu indah.

Ong Seongwoo & Park Minji.

Deg.

Saat membaca dua nama yang tertera dalam kertas itu, ada sesuatu tak kasat mata yang mengoyak hati Eunji. Sesuatu yang kemudian menimbulkan sebuah rasa perih di sana.

Jadi, ini adalah sebuah undangan pernikahan?

Normalnya, Eunji turut berbahagia atas pernikahan yang akan dilangsungkan oleh sahabatnya itu. Namun, dalam hati kecilnya yang paling dalam, gadis itu tidak bisa membohongi dirinya sendiri jika dia masih menyayangi Seongwoo.

"Eunji-ya?"

Suara Seongwoo yang menyerukan namanya membuat Eunji tersadar dari lamunannya. Ah, tidak seharusnya dia merasa seperti ini. Bukankah Seongwoo sudah menemukan kebahagiaannya sekarang? Dan itu tidak bersamanya, melainkan bersama orang lain yang jauh lebih baik darinya.

"Ah, undangan pernikahan?" Eunji tersenyum kecil. Namun, kedua sudut matanya mulai berair. "Wah, selamat Ong Seongwoo! Aku turut bahagia."

"Terima kasih." Seongwoo tersenyum samar. Perlahan kedua tangannya meraih jemari Eunji lantas menggenggamnya erat. "Dan ... maaf."

Eunji mengernyit. "Maaf? Untuk apa? Ini kabar bahagia, Seongwoo-ya. Kau tidak perlu mengucapkan maaf."

"Maaf karena aku menyakitimu, untuk kesekian kali."

Eunji diam, berkutat dengan pikirannya sendiri yang kini bercabang ke mana-mana. Dia memang sesak hanya dengan membaca nama dua orang yang sebentar lagi akan bersanding di altar. Membayangkannya saja sudah terasa sulit, apalagi jika nanti dia menyaksikannya secara langsung?

Hah, Eunji tidak yakin dia sanggup.

Tapi ... tidak! Eunji tidak boleh berkubang dengan masa lalu secara terus menerus. Dia dan Seongwoo tidak ditakdirkan untuk bersama. Takdir mereka hanya sebatas ini, sebatas sahabat. Tidak lebih dari itu.

"Kau tidak perlu minta maaf." Perlahan kedua sudut bibir Eunji tertarik. "Aku tidak apa-apa."

"Aku bukan sahabat yang baik, Eunji. Aku meninggalkanmu, mengabaikanmu, dan ...."

"Hei, bisakah kita hanya menatap masa depan?" Eunji menyela. "Lupakan apa yang pernah terjadi, kita mulai semuanya dari awal."

"Terima kasih," ujar Seongwoo lagi. "Terima kasih karena sudah menjadi bagian dari hidupku."

Seongwoo menggeser kursi yang dia tempati, lantas membawa tubuh Eunji ke dalam dekapannya. Tanpa Seongwoo sadari, gadis itu menitikkan air mata.

Mungkin, inilah akhir dari ceritanya dengan seorang Ong Seongwoo. Perasaan yang dia pendam selama bertahun-tahun tidak akan pernah terbalaskan. Rasanya memang sakit, tapi lebih baik seperti ini dan dia bisa berdamai dengan keadaan. Eunji tahu, semua sudah pada porsinya masing-masing. Sekuat apapun dia mengharap, jika itu bukan takdirnya, Tuhan selalu punya cara untuk menunjukkannya.

Lantas, entah kenapa tiba-tiba pikirannya bermuara pada sosok Kang Daniel. Bila dia merasakan sakitnya tidak bisa bersama dengan orang yang dia harapkan, apakah Daniel merasakan hal yang sama pula? Eunji tidak tahu pasti, tapi ada sebersit rasa bersalah yang muncul dalam dirinya. Rasa bersalah karena dia telah menolak pengakuan Daniel dengan alasan yang sulit untuk diterima.

Satu kenyataan yang sebenarnya Eunji simpan selama satu minggu ini, kenyataan jika diam-diam dia merindukan sosok itu. Amat sangat rindu hingga rasanya dia tidak bisa menahannya lebih lama.

Niel, apakah sesakit ini yang kau rasakan?

✳✳✳




Masih betah jadi siders nih? Mbok sini kenalan hehe

Oh iya, saya ada cerita baru loh judulnya Fall. Cek yuk ;)
Siapa tau suka hehe, ada Bomi sama Mingyu.


Yogyakarta, 3 September 2018

Republished :
16 Juli 2019

Continue Reading

You'll Also Like

133K 4.5K 30
Davinia Shakina Queta. Gadis cantik,berprestasi SMA Highstar. Memiliki masalah dengan Shakina bukan lah suatu hal yang menyenangkan. Shakina adalah...
1M 83.6K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
296K 22.8K 104
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
222K 33.3K 60
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...