Stardust

By maharaniii_

399K 41.2K 6.2K

#21 in Teen Fiction (31/01/2018) "Apapun akhir cerita yang kita punya, bagaimanapun akhir yang kita ciptakan... More

SATU - Reza
DUA - Naya
TIGA - Reza
EMPAT - Naya
LIMA - Reza
ENAM - Naya
TUJUH - Reza
DELAPAN - Naya
SEMBILAN - Reza
SEPULUH - Naya
SEBELAS - Reza
DUA BELAS - Naya
TIGA BELAS - Reza
EMPAT BELAS - Naya
LIMA BELAS - Reza
ENAM BELAS - Naya
TUJUH BELAS - Reza
DELAPAN BELAS - Naya
SEMBILAN BELAS - Reza
DUA PULUH - Naya
DUA PULUH SATU - Reza
DUA PULUH DUA - Naya
DUA PULUH TIGA - Reza
Long Time No See
DUA PULUH EMPAT - Naya
DUAPULUH LIMA - Reza
DUA PULUH ENAM - Naya
DUA PULUH TUJUH - Reza
DUA PULUH DELAPAN - Naya
DUA PULUH SEMBILAN - Reza
TIGA PULUH - Naya
TIGA PULUH DUA - Naya
TIGA PULUH TIGA - Reza
[EPILOG]

TIGA PULUH SATU - Reza

6.1K 676 56
By maharaniii_

Hari-hari berlalu dengan cepat. Setelah hari itu, Reza dan Naya akhirnya sepakat menyembunyikan hubungan mereka dari kedua orang tua masing-masing. Naya dan Reza sudah bukan lagi anak-anak berseragam SMA. Naya kini sudah menjadi mahasiswi semester akhir sedangkan Reza baru saja memastikan diri menjadi mahasiswa smester 3 di universitas swasta di Jakarta.

Itu artinya, ini adalah tiga setengah tahun usia hubungan Naya dan Reza. Sejak hari dimana tangan Reza memukul wajahnya, Nigel berhenti mendekati Naya. Saras pun akhirnya menyesal pernah berusaha merebut Reza dari Naya. Dan pada akhirnya, saat melihat Reza begitu menyayangi kekasihnya itu Saras memutuskan berhenti sebelum dirinya lebih tersakiti. Tapi untungnya, atas bantuan Reza, Saras akhirnya jatuh hati pada Pamor dan keduanya memutuskan menjalin hubungan satu tahun yang lalu.

Suasana ruangan berbentuk persegi itu mulai ramai dengan celotehan para mahasiswa. Naya masih sibuk memasukkan bindernya ke dalam tas warna biru navy yang ia dapat dari Sekar sebagai hadiah ulang tahun beberapa bulan yang lalu. Cewek itu kemudian menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga sebelum kemudian mengambil ponsel yang sejak tadi ia letakkan di dalam tas yang sama.

Dosen baru saja meninggalkan ruangan kelas. Dan mata kuliah baru saja berakhir. Beberapa orang sibuk berhamburan keluar. Tetapi Naya memilih menunggu kelas sepi terlebih dahulu.

"Mampir makan, yuk?" ajak Fahmi. Naya menoleh ke sumber suara. Lalu ia tersenyum disusul dengan anggukan kepala pertanda persetujuan.

"Bentar yak," katanya sebelum memalingkan wajah kearah ponsel kembali. "Ngabarin Reza dulu."

"Sans."

Naya dan Fahmi tiga setengah tahun lalu mencoba peruntungan mereka dengan mencoba jalur SNMPTN tetapi nyatanya mereka berdua sama-sama tidak lolos. Tetapi, Naya tidak mau menyerah. Ia masih ingin berusaha pada jalur SBMPTN sedangkan Fahmi tidak mau ambil pusing dengan mendaftarkan diri di salah satu universitas swasta.

Dan setelah Naya gagal dengan SBMPTN nya, akhirnya anak perempuan itu mengikuti jejak Fahmi daripada ia harus mengikuti tes jalur mandiri.

Udah capek mikir. Kira-kira begitulah jawaban Naya saat Reza memaksanya untuk mengikuti ujian mandiri.

Untungnya, Naya mengambil Fakultas yang sama dengan Fahmi dan mereka satu kelas. Tentu saja Naya sangat bersyukur karena ia tidak perlu repot-repot memulai pertemanan dari nol. Setidaknya ada Fahmi.

"Makan dimana, Mi?" tanya Naya seraya bangkit berdiri.

"Terserah." Fahmi ikut bangkit lalu dua mahasiswa jurusan hukum itu berjalan kearah pintu kelas. "Kemana yak?"

Naya terdiam sejenak. Sebelum senyumnya mengembang. "SUTRIS YUK?"

***

SMA Wijaya Kusuma banyak berubah setelah ia tinggalkan. Naya sekali lagi menoleh kearah gedung berlantai empat yang dulu menjadi sekolahnya selama tiga tahun. Disana lah ia mengukir berbagai macam pengalaman dan cerita. Jika ada yang berkata masa SMA adalah masa-masa terbaik sepanjang hidup seseorang, maka Naya akan setuju.

"Kangen yak," celetuk Fahmi seraya mengunyah baksonya. Matanya ikut-ikutan menatap pada gerbang sekolah. "Kangen nggak sih nongkrong bareng Irvan, Yuda, Yanuar di depan gerbang sambil ngecengin adek kelas?" tanya Fahmi mengingat masa lalu.

"Kangen lah gila," balas Naya.

"Lo nggak sama Reza apa, Nay?" Suara Sutris yang sejak tadi sibuk dengan korannya kembali berbunyi.

"Kaga, Tris."

"Tris, anak-anaknya yang sekarang asik-asik nggak?"

"Kagak." Sutris memanyunkan bibirnya. "Asikan jaman lo pada."

Naya tersenyum. "Lo kangen gue nggak, Tris?"

"Hah?" Sutris menatap perempuan yang hari ini menggunakan kemeja garis-garis warna biru langit. "Ape, Nay?"

"Kangen nggak sama Naya?"

"Kangen,"

"Sama gue?" tanya Fahmi.

"Iya, kangen." Sutris tersenyum.

Selalu ada yang bisa dirindukan dari masa SMA. Entah dari pertemanannya, kisah romantisnya, suasana kelasnya, suasana kantinnya, suasana jam kosongnya, suasana contek-mencontek saat ujian tengah atau akhir semester, drama permusuhannya, dan segala hal yang sekiranya dilakukan oleh anak-anak pada usia labil.

"Jadi kangen Alivya,"

Mendengar Fahmi bergumam, Naya langsung menyipitkan mata seraya menahan senyum. "Kangen siapa, Mi?"

"Hah?"

"Kangen siapa?"

"Kangen Sutris."

"Hah?" Sutris ikut-ikutan pasang telinga.

"Ah, kayaknya tadi bukan Sutris, deh."

"Hah?" Sutris mendekat kearah dua alumni yang sedang sibuk menyantap dagangannya. "Apaan sih lo pada?"

"Tau tuh, gajelas lo Nay."

"Itu, Tris..." Naya melirik Sutris. "Ada yang kangen mantan."

"Tai."

"OH KANGEN ALIVYA LO, MI?" tanya Sutris bersemangat. "Kemaren kan dia abis kesini, Mi."

"Tuh, Mi." Naya menggoda lagi.

"Hari apa yak?" Sutris berusaha mengingat. "Kayaknya tiga hari yang lalu deh."

"Bodo amat anjir," kata Fahmi pura-pura tidak peduli sebelum ia menyuapkan gulungan mi bihun ke dalam mulutnya.

Hubungan Fahmi dan Alivya memang harus berakhir karena Fahmi jatuh hati pada teman sekampusnya yang juga teman Naya. Dan sialnya, Fahmi hanya dijadikan pelarian oleh kekasih barunya. Itulah sebabnya kenapa sampai detik ini Fahmi menyesal melepaskan Alivya begitu saja demi wanita yang sebenarnya tidak memiliki perasaan apapun untuknya.

"Makanya, nyet..." Suara Naya membuyarkan lamunannya. "Jangan mata keranjang!" sambung Naya disertai toyoran pada dahi Fahmi.

"Anjir lo."

"Karma tuh. Makanya jangan pernah sia-sia in orang yang lo sayang cuma buat orang yang lo suka."

"Sumpah sih tapi," Fahmi meletakkan sendoknya begitu saja. Lalu menyambar gelas es teh yang isinya tersisa setengah gelas. "Kalo bisa balikan, gue masih mau banget balikan sama Alivya."

"Yeeee!" Naya memajukan bibir bawahnya pertanda ia meragukan ucapan Fahmi barusan. "Alivya nya yang udah ogah sama elo!"

"Iya kali ya," jawab Fahmi lemas sembari tersenyum pasrah.

Naya yang tidak menjawab lagi tiba-tiba menepuk bahu Fahmi lima detik setelahnya.

"Mi!"

"Apa?"

"Gue nanti baliknya sama Reza aja," kata Naya.

"Ooh," Fahmi menatap teman perempuannya itu. "Mau nyusul?"

"Yoi."

***

Honda Civic keluaran terbaru langsung terparkir tepat di samping warung Sutris. Seorang laki-laki dengan sepatu converse warna abu-abu langsung menyumbulkan kepalanya begitu pintu mobil terbuka. Reza yang sudah bukan anak-anak lagi terlihat berkali lipat lebih tampan dari satu setengah tahun lalu saat ia masih memakai seragam putih abu-abu dan berlalu lalang di sekitaran SMA Wijaya Kusuma. Iya, walaupun pada akhirnya ia dikeluarkan dan hanya kurang dari setahun mengenyam pendidikan di sekolah itu, Reza tetap rajin datang untuk sekedar nongkrong di sekolah lamanya.

"Woi, bangsaaat ga kuliah lo?" sapa Fahmi begitu melihat adik kelas yang berada dua tahu dibawahnya muncul dari balik tenda biru Sutris yang sudah kusam.

Reza langsung mengangkat tangannya keudara, menyambut tangan Fahmi yang sudah mengudara lebih dulu. Cowok itu tersenyum lebar, "baru kelar dua makul gue."

Fahmi mengangguk. Matanya memerhatikan Reza yang langsung mengambil posisi duduk di samping Naya yang sedari tadi hanya diam seraya tersenyum.

"Makan mulu lu!" tegur Reza begitu pantatnya bersentuhan dengan bangku kayu. Tangannya langsung bergerak mengacak rambut Naya.

"HEH!" Naya menjauhkan tangannya dari tangan Reza yang masih menari untuk mengacak-acak rambutnya. "Tangan lo jangan kebiasaan deh,"

"Ga balik lo, Tris?" tany Reza kepada Sutris tanpa perlu menjawab keluhan Naya.

Sutris menghisap putung rokoknya sekali lagi sebelum memutuskan membuangnya ke aspal. "Bentar lagi nih, nanggung sekalian aja jam empat."

"Ooh," Reza mengangguk. Lalu ia memerhatikan Fahmi yang sibuk dengan ponsel di tangan kirinya. "Woi, Mi!"

"Apaan?"

"Gimana Alivya?"

Mendengar nama Alivya disebut, Fahmi sontak tersenyum kecil. Wajah mantan kekasihnya itu mendadak muncul lengkap dengan kenangan-kenangan yang mereka miliki semasa masih berpacaran.

"Apa dah orang udah ga sama dia," katanya. Nada bicara Fahmi memang terkesan sudah tidak peduli. Tetapi, Naya jelas tahu bahwa sahabatnya itu masih menaruh harapan yang besar pada gadis yang bernama Alivya itu. "Gue duluan deh yak! Adek gue minta di jemput soalnya di tempat les."

Reza langsung nyengir, "HALAH GARA-GARA NGOMONGIN MANTAN LANGSUNG BEGITU!" ledeknya heboh.

"KAGA ANJ!"

"HALAH, NGAKU AJA LO MI!" tambah Sutris.

"Ini lagi aki-aki." Fahmi tidak bisa menyembunyikan raut wajahnya yang memerah dan senyumnya yang sejak tadi ia tahan-tahan. "Berapa, Tris?"

"Udah gausah, Mi," cegah Reza saat Fahmi mengeluarkan dompetnya hendak membayae bakso dan es jeruk yang tadi ia pesan sebelum Reza tiba di tempat.

"Berapa, Tris?" ulang Fahmi setelah dua detik lalu ia sempat melirik Reza sebentar.

"Yeh, dibilang kaga usah!" ulang Reza bersungguh-sungguh. "Gausah diterima, Tris! Gue yang bayar nanti!"

"Ah seriusan lo?" tanya Fahmi yang dalam hatinya sedikit bergembira.

"Santuy," Reza mengangkat ibu jarinya keudara. "Gua abis bisnis. Mumpung lagi baik nih gue."

Fahmi lalu melipat dompetnya lagi dan memasukkannya ke dalam tas warna hitam yang ia pakai sejak tadi. "Beneran gak?"

"Hooh," kata Reza. "Itung-itung tanda terimakasih udah jagain calon bini gua."

"Dih?" Naya memanyukan bibirnya lalu menjulurkan lidahnya sebagai ekspresi jijik. "Geli banget gue dengernya."

"Lah? Ngapa lu?" tanya Reza. "Emang gue bilang calon bini gue tuh elu?"

"Dih, yaudah."

"Lah yaudah si."

"Bodo."

"Yaudah kalo serius dibayarin, gue balik beneran nih kaga pake bayar?" tanya Fahmi sekali lagi memastikan sekaligus menjadi pelerai dari perdebatan Naya dan Reza.

Reza berdecak, "iya anjir. Bacot banget kayak limbad."

Fahmi terkekeh. Lalu ia mengangkat tangannya ke udara. "Sip, makasih. Duluan yooo!"

"Siap, ati-ati Mas Bro!"

"Hati-hati, Mi!"

Setelah Fahmi menghilang dari balik tenda untuk menuju motornya yang terparkir tak jauh dari warung Sutris, Reza kembali menatap kekasihnya yang sibuk menyedot sisa es tehnya. Tangan kanan Naya memegang gelas sedangkan yang kiri memegangi sedotan warna hijau yang mengarah kemulutnya. Entah kenapa, Reza ingin tersenyum hanya karena melihat Naya meminum es nya. Dan merasa diperhatikan sedetail itu membuat Naya melirik kearah laki-laki di sebelahnya.

"APA LO LIAT-LIAT?!" tanyanya dengan nada sarkas yang dibuat-buat.

"Kangen."

"Apasih, Za?" tanya Naya tidak langsung percaya karena pasti ujung-ujungnya Reza hanya mengerjainya seperti kemarin-kemarin. "Geli tau ga."

"Dih?" Reza mengangkat alisnya. Pipinya mengembang karena ia tersenyum. "Serius juga gue."

"Bodo amat."

"Nay,"

"Hm?" balas Naya enggan menoleh.

"Nayaaa," rengek Reza.

"Apa sih ya allah, ya rabbi."

"Kangeeeeen."

"Udah ah ayo balik," kata Naya enggan menanggapi walaupun sejujurnya jantungnya sudah berdegup tidak beraturan. Ia meletakkan gelas kosongnya ke atas meja lalu pura-pura sibuk membetulkan posisi tasnya.

"Iya sayang aku juga kangen, gitu kek, apa kek responnya."

Mendengar Reza mendumal, Naya akhirnya tidak bisa menyembunyikan senyum yang sejak tadi ia cegah agar tidak segera tampak disudut bibir. "Iyaaaaa iyaaaaaaaaa."

"Apa?"

"Iya, aku kangen kamu."

"Ga denger." Reza lalu bangkit dari duduknya. "Bentar."

"Mau kemana?"

"Ke Sutris," sahutnya ringan. "Mengurus administrasi."

"Bodo amat."

***

"Hah? Grup yang mana?" tanya Naya sembari mengeraskan suaranya. Ia kemudian memiringkan tubuhnya agar tidak menabrak seorang mahasiswa bertubuh tinggi yang muncul dari arah berlawanan di koridor kampus. "Sumpah suara lo putus-putus, Kar. Gembel banget jaringan lo!"

Ponselnya masih setia menempel di telinga sebelah kanan. Matanya menyipit begitu Sekar mengulang ucapannya sekali lagi.

"Cek grup! Grup angkatan, Nayaaaaaa."

"Ooh, cek grup." Naya mengangguk setelah ia berhasil mendengar apa yang diucapkan Sekar dari ujung telepon. "Nanti deh. Emang ada apaan?"

"Sekarang elah. Penting!"

"Iya, iya. Bawel."

"Yaudah ya, dosen gue udah masuk. Bye!"

Naya menggelengkan kepalanya begitu Sekar memutuskan panggilan secara sepihak. "Kebiasaan."

Lalu gadis itu membaca chat grup angkatan yang entah membahas apa karena notif yang masuk sudah banyak dan ada ratusan pesan yang belum terbaca. Mata Naya membaca empat baris terbawah dari kolom obrolan grup yang dikirimkan Fahmi, Rendy, Bayu, dan Sekar.

"Gue cariin daritadi si anjir!" Suara Fahmi langsung membuat Naya mengangkat kepala dan pandangannya yang sedari tadi.

"Itu di grup angkatan ada apaan sih?"

Fahmi menjentikkan jarinya di depan wajah Naya seraya berkata dengan semangat. "NAH ITU DIA!"

"Apaan anjir?"

"Bakalan di adain Reuni Akbar."

"Di?" tanya Naya santai.

"Rencananya sih pake villa gitu. Di Bogor."

"Ohh," Naya mengangguk. "Cipanas lagi?" tebaknya. Mengingat sekitar beberapa tahun lalu, saat dirinya kelas sebelas SMA dan Reza belum bersekolah di SMA Wijaya Kusuma, sekolahnya itu pernah mengadakan reuni akbar di Cipanas.

"Kayaknya iya dah," Fahmi dan Naya melangkah beriringan menuju kelas. "Ikut gak? Reza ajakin sekalian. Walaupun dia sekolah di Wijaya Kusuma nggak nyampe setahun tapi kan tetep aja."

Naya mengangguk setuju, "Liat nanti deh."

***

Author Notes:

Haiii apa kabar?
Jangan lupa vote dan komen yaa!
Maaf ya kalau alurnya kecepetaaaan wkwk setelah sekian lama terabaikan, semoga kalian gak kehilangan feeling ya bacanya. Karena aku sedikit kehilangan feeling. Cia.

Oh iyaaa aku nulis cerita baru. Judulnya Before We Were Stranger. Ceritanya tentang apa? Langsung cek sendiri yaaa!

Sampai ketemu di BAB 32 ya teman-teman❤️

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.5M 28.6K 12
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
930K 117K 41
TERBIT & TERSEDIA DI TOKO BUKU | Cerita ini bukan tentang relationship goals. Mereka tidak peduli apa itu relationship goals. Karena ini tentang hubu...
862K 77.6K 55
Menurut kalian, apa pengertian bodoh? Apa bodoh itu orang yang tidak bisa memahami pelajaran sekolah yang sulit? Menurut Rilly bukan itu, karena tida...
53.3K 4.2K 54
[ C O M P L E T E D ] Bukan hanya perihal pertemuan, bagaimana jika waktu juga memimpin kita pada sebuah perpisahan? --- Copyright ©...