"kenapa bel? Kenapa kau tak memberi tahukan semuanya?" Atheya kembali bertanya ketika dirasa Abel hanya diam membisu. Wanita itu tertunduk dalam sembari mencengkram erat ujung daster yang dipakainya.
"Kenapa menyembunyikan semuanya Bel? Kenapa tak jujur saja?" Atheya kembali mendesak Abel untuk menjawab segala Pertanyaannya. Wanita cantik itu mendekat pada Abel yang masih tertunduk dalam. Tentu Atheya tak tau pasti apa yang kini Abel rasakan setelah pertanyaan itu terlontar dari bibirnya. Hanya saja Atheya merasa kalau tubuh Abel sedikit gemetar sekarang
"Bel, kau tak apa-apa kan? " cemas Atheya lagi, ketika dirinya mendengar isakan kecil yang tiba-tiba saja terdengar
" Bel-"
"Jika aku mengatakan semuanya, apakah keadaan akan berubah? Akankah Aidan akan percaya padaku?" Ujar Abel tiba-tiba sembari menatap lirih Atheya yang juga balas menatapnya
"Bel.. "
" Enggak kan They? Semuanya akan sama saja! Takkan ada perbedaan sedikitpun! Lantas apa gunanya aku bersusah payah menjelaskan semuanya, jika pada akhirnya hanya kaulah yang menjadi prioritas Aidan!
Bahkan sekedar melihatku saja ia takkan sudi! Apalagi mendengar penjelasanku yang menurutnya tak masuk akal ini. Bukankah kau pernah mendengarnya sendiri tentang hal itu? " jelas Abel disela isakannya.
Atheya diam. Ingatannya kembali berkelana pada kejadian beberapa bulan lalu. Dan bukankah segalanya sudah terjawab saat itu juga. Bagaimana tak percayanya Aidan pada ucapan Abel saat itu mengenai kehamilannya
" Meski aku berkata benar dan jujur sekalipun, takkan pernah mengubah persepsinya tentangku! Kau tau kan? Baginya aku hanyalah seonggok sampah yang tidak berharga ? Wanita jelek yang ia anggap tidak memiliki perasaan dan layak untuk disakiti? Lantas apa gunanya aku menjelaskan semua ini!" geram Abel marah disela isakkannya yang coba ia redam
"Bel. a. .. aku hany-"
"Tak usah diperjelas lagi They. Sekarang aku terlalu lelah untuk membahas masalah ini" Abel menghembuskan napas keputusasaannya nada suaranya terdengar melemah
Atheya bergeming
"Hanya saja-" Abel menghentikan kalimatnya sejenak menatap wajah cantik Atheya secara intens. Wanita itu menatap netra indah Atheya lekat
"A.. Aku mohon jangan sekalipun memberitahukan semua ini padanya.. Kumohon... " Abel menangkupkan kedua tangannya seolah memohon, tak bisa ditahan lagi olehnya. Isakkan itu kembali terdengar gemanya untuk kesekian kalinya. Membuat Atheya benar-benar terkejut sekarang
" Jangan menangis bel, kumohon jangan menangis" ujar Atheya menenangkan. Dirinya saat ini begitu bingung harus melakukan apa. Dan tanpa ia sadar dirinyapun ikut menitikan air mata. Sekarang ia mengerti bagaimana menderitanya Abel dikehidupannya ini. Terlebih ketika ia tanpa sadar turut mengusik kehidupan wanita itu. Sekarang Atheya benar-benar merasa tak punya muka dihadapan Abel. Ia tak ubahnya seorang pelakor yang berusaha merusak rumah tangga orang lain dengan merebut suami orang. Entah hinaan apa yang paling cocok disematkan untuknya atas seluruh perbuatannya ini.
"Maaf Bel, karenaku semua ini terjadi. Maaf atas segala sikapku selama ini. Maafkan aku Bel... " Atheya tergugu dalam tangisnya memohon dengan tulus sembari balas menatap lekat wanita itu
"Maaf atas kelancanganku mengusik hidupmu Bel. Aku tau aku salah karena telah membuatmu menderita. Tolong maafkan aku bel, aku akan melakukan apapun asalkan kau mau memaafkan wanita hina ini" isak Atheya menyesal. Ingin sekali ia melemparkan dirinya sendiri ke jurang. Rasa bersalah dan sesak yang begitu menyesakan dadanya membuatnya benar benar kesulitan untuk bernapas
Tak menjawab Abel hanya diam, masih dengan isakkannya yang sulit ia redam
"Setelah ini aku takkan mengusikmu lagi Bel, dan kuharap kau mau memaafkanku. Maafkan wanita hina ini Bel" Atheya menepuk keras ulu hatinya yang terasa begitu sesak seakan pasokan udara enggan menghampirinya. Sorot mata Atheya terlihat begitu putus asa.
Dengan spontan Abel menghentikan pergerakan itu. Ia menahan lengan Atheya agar tak meneruskan pergerakan itu.
Menghela napas panjang. Abel mencoba tersenyum. Wanita itu menatap Atheya yang sudah banjir airmata
"Aku memaafkan mu They. Jangan sakiti dirimu lagi" balas Abel lirih. Meski rasa sakit hatinya masih begitu kentara terasa, Abel mencoba untuk berdamai pada semuanya. Ia ingat perkatan Emin saat itu. Tak ada yang sempurna didunia ini. Dan semua itu benar. Kesempurnaan yang dulu Abel agung-agungkan keberadaannya bahkan telah lenyap tak bersisa. Dan bukankah manusia berhak untuk menjadi lebih baik? Dan fakta itulah yang saat ini coba Abel lakukan. Dirinya ingin mengubah seluruh sikap buruknya selama ini, di kesempatan kedua yang tuhan berikan padanya
🥀🥀🥀
Aksa menyipratkan percikan air dari gelas yang ia bawa tepat mengenai wajah cantik Gia. Wanita itu menggeliat pelan karena merasa terusik dalam tidurnya. Dengan perlahan ia membuka mata, mengumpulkan seluruh nyawanya yang masih diawang-awang. Setelah sadar barulah ia terperanjat ketika menemukan Aksa tepat berdiri dihadapannya. Gia mengucek matanya beberapa kali berharap semua yang ia lihat ini hanyalah ilusi belaka. Namun sepertinya tidak. Objek yang kini ya pandangi tersebut tampak begitu nyata
"Ini nyata? " tanyanya senang. Aksa tak membalas, pria itu hanya memandang Gia datar kemudian menaruh gelas yang ia pegang di meja terdekat
" Sudah puas tidurnya Tuan Putri? " sinis Aksa sembari menatap kesal Gia
Gadis itu mengangguk senang. Pipinya bahkan merona atas julukan yang Aksa berikan untuknya.
Aksa mendengus. Kemudian berjalan menuju Pantry di Apartement yang ia sewa
Semalam sesaat setelah membawa Gia menemui Saga. Pria itu membawa Gia ke Apartemen yang ia sewa, mengingat Gadis centil itu pingsan secara mendadak. Mau tak mau Aksalah yang mengurusnya . Dirinya sangat enggan membawa Gia kerumah sakit ataupun klinik semacamnya. Karena dirinya sangat takut jika media atau paparazi berhasil mengendus keberadaannya. Terlebih bersama seorang wanita yang sangat Aksa benci
"sedang apa? " tanya seseorang yang membuat aksa refleks menoleh.
Aksa tak menjawab, pria itu malah sibuk mengaduk-aduk kopi buatannya
" Perlu bantuan? " tanya Gia lagi merasa teracuhkan. Namun gadis itu tetap memasang senyum manisnya
Aksa menoleh sekilas pada wanita itu. Kemudian tanpa berkomentar apapun pria itu meninggalkan Gia setelah selesai membuat kopinya.
Sementara Gia hanya mendengus sedikit kesal. Setelahnya ia menyemangati dirinya kalau semua ini adalah awal mula perjuangan cintanya.
"Semangat Gia! Kamu pasti berhasil menakhlukannya" ujarnya sambil tersenyum lebar kemudian kembali berjalan mengikuti langkah lebar Aksa.
🥀🥀🥀
Aidan memijat pelipisnya kuat. Rasa pusing itu membuat kepalanya berdenyut keras seolah dijatuhi batu es yang begitu banyak jumlahnya. Badannya pun tak luput dari rasa sakit dan pegal yang ia rasakan. Seolah sebelum ini Aidan tengah melakukan pekerjaan berat layaknya buruh pasar yang mengangkut berkilo-kilo barang. Dan satu hal yang membuatnya terkesiap, mengapa beberapa bagian tubuhnya terlihat lebam? Bahkan sudut bibir Aidan pun turut merasakan nyeri. Sebenarnya apa yang terjadi?
Aidan mengosongkan pikirannya, mencoba mengingat apa yang ia lakukan sebelum ini. Namun nihil, dirinya hanya mengingat bahwa sebelum ini dirinya memutuskan pergi ke bar setelah bertengkar dengan Atheya. Hanya itu yang Aidan ingat tak ada yang lain lagi.
"Udah sadar bro? " suara itu membuatnya refleks menoleh, matanya membelalak ketika menyadari bahwa tepat dihadapannya salah satu orang yang sangat ia benci sedang tersenyum sinis menatapnya
" Lo.."
"Gak usah kaget begitu. Bukankah semalam kita sudah Adu Gulat?" pria itu terkekeh seraya menyulut sebatang rokok dengan korek digengamannya
Aidan menyelidik. Menatap pria sombong itu was-was. Dirinya yakin ada sesuatu yang disembunyikannya.
"Apa tujuanmu menemuiku? " tanya Aidan to the point
Pria itu menatap Aidan sekilas kemudian menghembuskan perlahan sisa asap dari mulutnya
" Menurutmu? "
Aidan menggeram tertahan. Menahan segala amarahnya yang mulai tersulut. Ketika akan berucap lagi. Sebuah bunyi notifikasi masuk dari ponselnya membuatnya refleks merogoh saku kemeja yang ia kenakan
Sebuah pesan dari aplikasi Whatsapp dari nomor tak dikenal yang menyapa. Sepertinya sebuah pesan bergambar. Perlahan Aidan membukanya. Sedetik kemudian wajahnya langsung berubah geram. Tangannya mengepal kuat diikuti rahang tegasnya yang mengeras. Buku-buku jarinya memutih diikiti urat urat yang terlihat menonjol seakan hendak keluar. Sekarang Amarah Aidan benar benar dipaksa keluar!
Digambar itu terlihat Gia sedang tertidur pulas berselimutkan kain tebal hingga leher, disebuah tempat yang sudah pasti bukan rumahnya! Dan lagi digambar tersebut terlihat pula punggung seorang pria yang nampak membelakangi kamera dengan tubuh shirtless
BRAK!!
pria itu menendang Asal beberapa meja dan kursi yang berada dalam jangkauannya. Membuat suara berdebam yang memekakkan telinga begitu kentara terdengar. Dan untung saja kondisi Bar saat ini tidak terlalu ramai karena hari menjelang pagi
"Brengsek!!! " makinya geram. Bahkan sekarang Aidan tak perduli tatkala beberapa orang terang terangan menatapnya penasaran
Sementara seseorang yang kini tengah terduduk santai dengan sebatang rokok yang terselip dibibirnya hanya menoleh sekilas pada Aidan kemudian kembali asik dengan dunianya
"Permainan dimulai kawan" kekehnya dalam hati
🕊️🕊️🕊️
Tbc...