Tekan☆Sebelum baca ya
***
Elena dan Harry pergi ke rumah Harry yang selama ini di tempati oleh Elena, Louis, Calum dan Hailee.
Elena sudah menghubungi semuanya, untuk berkumpul disana. Termasuk, Neira. Seseorang yang masih berstatus sebagai istri sah Harry.
Elena mendorong kursi roda milik Harry. Membawa mereka memasuki rumah besar di hadapannya.
Pintu terbuka. Seluruh pasang mata memandang-nya. Namun pandangan Harry jatuh pada Neira. Neira yang kini sedang menatapnya sendu, wajahnya basah oleh airmata.
Namun, Bukan itu yang membuat Harry memandangnya. Tapi perut Neira yang tampak buncit.
"Neira, kau~ hamil?"
Neira menghampiri Harry. Bersimpuh di bawah kaki Harry dengan tubuh bergetar. "Maafkan aku, Harry. Maafkan aku~"
Harry mengusap lembut surai Neira, "Kau hamil anak siapa, Neira? Aku bahkan tidak pernah melakukan-nya denganmu."
Elena meremat bahu Harry tanpa ia sadari. Entahlah, melihat interaksi mereka berdua selalu membuat hati Elena tidak nyaman. Elena benci saat Harry berada di tempat yang sama dengan Neira. Egois. Ya, Elena memang egois.
"Aku. Neira hamil anakku, Harry."
Harry mendongak. Menatap Zayn yang berjalan masuk ke dalam rumahnya. Neira dan yang lainnya pun tampak terkejut. "Z-zayn?" Neira menatap Zayn sendu, ia menggeleng pelan.
"Tidak apa, Neira. Aku ingin semuanya jelas." Zayn ikut berlutut di samping Neira.
"Harry, maafkan aku. Aku ingin mengambil Neira dan membahagiakan-nya, apa kau mengizinkannya?" Zayn menatap Harry penuh harap.
Harry tersenyum sinis. "Lucu sekali."
Bugh!
Zayn tersungkur. Neira memekik. Harry, baru saja memukul kuat rahang tegas Zayn. Pria itu kembali bangkit. "Maafkan aku, Harry. Tapi aku sangat mencintai Neira."
Manik hijau miliknya menyorot dalam. Menatap wajah Zayn dan Neira bergantian. Harry tersenyum. "Aku akan menceraikannya hari ini juga. Kau bisa menikah dengan Neira, Zayn. Pukulan tadi, ucapan selamat dariku." Ucapnya tersenyum tulus.
Harry berubah. Tidak lagi arogan dan egois.
Neira mendongak. Menatap Harry dengan wajah basah-nya. "Benarkah, Harry?"
Harry mengangguk. Merentangkan kedua tangannya, pria itu berucap. "Kemari, Neira. Aku merindukanmu. Kakakku~"
Neira tersenyum dengan airmata yang mengalir semakin deras. Neira mengangguk, lalu berhambur memeluk Harry.
Neira merindukan Harry.
Suaminya...
Adiknya...
Seseorang yang selalu bersamanya selama ini...
Elena semakin kuat meremat bahu Harry. Ia kesal, dadanya sesak dan panas. Panas dalam artian yang berbeda. Rasanya seperti terbakar dan akan meledak sebentar lagi.
Diam-diam, Harry tersenyum saat merasakan remasan tangan Elena yang menguat.
Harry dengan sengaja mengecup kening dan pelipis Neira berulang kali. Kini, bukan hanya bahunya. Namun rambut bagian belakang-nya juga ikut tertarik ke belakang.
"Elena sayang~ itu sakit. Lepaskan, ya?" Ucapnya dengan nada manja.
Neira melepaskan diri dari pelukan Harry. Lalu menghampiri Zayn dan memeluknya erat. Menangis bahagia.
Elena mengerjap. Menunduk, ia melihat tangannya yang menarik kuat rambut bagian belakang Harry. Melepaskannya cepat, Elena berucap. "M-maaf, aku tidak sengaja."
Harry terkekeh. "Sengaja juga tak apa. Tapi nanti, ketika kita sedang bercinta." Ucapnya dengan seringaian mesum.
Wajah Elena memerah. "Mesum."
Hailee memeluk lengan Calum. Bibirnya cemberut melihat interaksi kedua pasangan di hadapannya. "Kapan kita bisa seperti mereka?" Gumannya pelan.
Calum menoleh. Menatap wajah Hailee intens. Kalau di lihat dari jarak sedekat ini, Hailee terlihat jauh lebih cantik. "Kau mau?"
Hailee mengerjap. Menoleh cepat kepada Calum. "Huh? Tidak! Aku hanya asal bicara tadi!" Ucapnya lalu berlari meninggalkan mereka yang tampak bingung.
"Hailee kau apakan?" Louis bertanya. Memilih mengalihkan pandangan dari pemandangan yang membuat dadanya sesak.
Calum mengedik tidak tahu. "Entahlah, mungkin dia menyukaiku." Louis hanya terkekeh kecil mendengar ucapan percaya diri Calum.
"Zayn, Neira. Bagaimana jika kita menikah di waktu yang sama. Aku dan Elena juga akan menikah." Harry memberi usul.
Elena menunduk dengan wajah merona. Louis tersenyum kecut, dadanya sesak. Namun ia tidak dapat berbuat apa-apa. Harry tidak marah padanya saja, Louis sudah sangat bersyukur.
"Kau dan Elena?" Neira bertanya memastikan.
"Iya. Siapa lagi."
***
Hari ini, hari pernikahan Elena dan Harry. Di tambah, Zayn dan Neira yang ikut melangsungkan pernikahan mereka.
Elena tersenyum, manik birunya menyorot hangat Harry yang berada di sampingnya. Mereka ber-empat kini sedang duduk diatas kursi pelaminan, tidak ada yang berdiri. Menyambut para tamu yang datang, walau tidak terlalu banyak. Sesekali Neira dan Zayn akan berdiri saat ada tamu yang datang. Tapi tidak dengan Harry dan Elena.
Karena Harry lebih banyak memiliki musuh di bandingkan teman. Jika ia mengundang banyak orang, kemungkinan besar yang datang justru musuh-musuhnya.
"Aku memang tampan, Elena. Tidak perlu melihatku seperti itu." Ucapnya tersenyum. Harry meluruskan pandang. Tidak menatap Elena.
Elena terkekeh kecil, pipinya merona. "Kau sangat tampan, Harry." Ucapnya pelan.
Kini gantian. Elena yang meluruskan pandang ke depan, Harry menoleh. Menatap wajah cantik Elena dari samping. "Apa kau bilang? Aku tidak dengar, sayang."
Bibir Elena berkedut menahan Senyum. Satu tangan Harry mulai menoel-noel lengan Elena yang terekspos. Elena menoleh. Menunjukkan wajah polos-nya pada Harry. "Apa? Aku tidak mengatakan apapun." Bantah-nya dengan bibir mengerucut.
"Bohong. Kau semakin cantik jika sedang berbohong, sayang."
Cup~
Elena melotot saat Harry mengecup bibirnya tiba-tiba. Memukul bahu Harry kuat, ia berucap kesal. "Banyak orang disini, Harry."
Harry memindai sekeliling, lalu mengedik acuh. "Aku tidak peduli. Salahmu sendiri~ terlalu cantik."
Elena tersenyum. Wajahnya kian memanas. Meraih telapak tangan besar Harry, ia berucap. "Aku menyukai Harry yang sekarang. Lebih menyenangkan dan terbuka."
Rasa takut yang dulu pernah ia rasakan seakan lenyap begitu saja. Elena tidak lagi takut pada sosok Harry. Karena sekarang~ Harry telah berubah.
Walau semakin mesum. Tapi ia suka. Asalkan Harry tidak kejam seperti dulu, Elena akan selalu menyukai Harry. Bahkan, mencintainya.
"Asalkan kau tetap bersamaku. Aku tidak akan lagi masuk ke dalam gelap-nya kehidupan, Elena. Aku mencintaimu dan juga~ membutuhkanmu." Ucapnya tulus. Kedua manik berbeda warna itu saling menumbuk dalam.
Elena melengos saat bibir Harry hampir menyatu dengan bibirnya. "Aku masih waras, Harry. Orang-orang sedang melihat kita sekarang." Bisiknya pelan.
Harry terkekeh. "Kenapa kau peduli? Bukankah kau tidak mengenal mereka?"
Elena merenggut. "Tetap saja. Itu memalukan Harry."
"Elena." Harry berucap. Wajahnya berubah serius. Elena menoleh, lalu bertanya. "Apa?"
"Kau yakin tidak ingin memberitahu keluargamu sekarang?"
Harry sudah mengatakan hal ini sedari kemarin kepada Elena. Namun Elena terus menolak. Ia takut, jika keluarganya justru tidak merestui pernikahan mereka.
Harry seorang CEO di sebuah perusahaan yang ilegal, ia juga mafia. Dan, Harry juga seseorang yang telah menyandra dirinya. Memisahkan dirinya dari keluarganya dalam waktu yang sangat lama.
Apa mereka masih akan memberikan restu? Sepertinya tidak.
Mungkin saja, mereka justru akan menjebloskan Harry ke dalam penjara. Dan Elena, tidak ingin hal itu terjadi.
"Nanti saja, Harry. Sekarang bukan waktu yang tepat."
Harry mengusap bahu Elena lembut. "Kau tidak merindukan mereka?"
Elena terkekeh. Merasa konyol dengan ucapan Harry. "Tentu saja aku merindukan mereka. Aku hanya belum siap menerima kemarahan mereka terhadapmu, Harry. Setidaknya, tunggu hingga kau sembuh dulu."
Harry mengangguk. Suara Elena mulai bergetar. Seperti menahan tangis. "Maafkan aku, sayang. Aku membuatmu sedih."
Elena mengangguk. Menoleh, ia melemparkan senyuman manis kepada Harry. "Aku janji, aku tidak akan lagi membuatmu bersedih, sayang." Harry terdiam. Menatap Elena kian dalam. "Hanya ada tawa, senyuman dan desahan di dalam keluarga kecil kita nanti."
Elena memukul bahu Harry. "Desahan saja yang kau ingat."
***
"Calum!"
Calum menoleh. Melihat gadis yang berlari susah payah menghampirinya dengan tatapan heran. "Tidak perlu memaksakan diri untuk memakai dress, Hailee."
Hailee merenggut. "Harry yang memaksaku melakukannya."
"Tapi kau cantik." Celetuk Calum asal.
"Aku tau, tapi kau tidak se-tampan Harry."
Calum menatap kesal gadis di depannya. "Aku memuji-mu, Hailee. Kenapa kau tidak balas memujiku?"
Hailee terkekeh. "Aku hanya berbicara jujur, bodoh." Ucapnya sinis.
"Kenapa kau memanggilku? Aku sibuk, tidak punya banyak waktu." Ucapnya ketus. Hailee mengangkat dress-nya tinggi-tinggi.
Calum melotot. Memikirkan hal yang iya-iya kepada gadis di depannya.
"STOP!"
Hailee berhenti. Memandang Calum dengan tatapan heran.
"Jangan disini, Hailee. Banyak orang." Ucapnya setengah berbisik.
Plak!
Hailee memukul kepala Calum keras, Calum meringis kesakitan. Mengusap-usap kepalanya yang berdenyut sakit. "Kenapa kau memukulku?!" Sentaknya marah.
"Kau mesum. Lihat, aku hanya ingin mengajakmu berburu, bodoh! Aku bosan disini."
Hailee mengangkat dress-nya semakin tinggi. Menunjukkan celana ketat di dalamnya yang sudah tersusun dengan berbagai macam senjata.
Calum tercengang. Menatap deretan senjata yang tersusun rapih di balik dress anggun yang di kenakan Hailee tanpa berkedip.
"Ayo! Kita berburu ke hutan." Hailee menarik tangan Calum. Calum hanya pasrah karena tidak ingin gadis iblis ini murka padanya.
***
Ciyeee... couple baru...
Waktunya buat Honeymoon Helena 😍😍😍
Yang nanya Louis dimana, dia lagi nangis di pelukan gue...
Vomment nya ya guys...