HEART BEAT √

By JaisiQ

48.2K 9.6K 3K

[Sequel Wedding Dress] "Ibarat jantung manusia yang mati, entah kapan ia akan berdetak kembali." Alden dan Ar... More

1 : Senyuman
2 : Hari Pertama
3 : Kematian
5 : Arti Menghargai
6 : Ice Cream
7 : Kesepakatan
8 : Sebatas Teman
9 : Hak Asasi
10 : Accident
11 : Masa Lalu
12 : Pupus Atau Tumbuh?
13 : Menanti Detak Jantung
14 : Mencintai Kekuranganmu
15 : Terima Kasih
16 : Satu Fakta Tersingkap
17 : Belajar Mencintai
18 : Pelukan Ternyaman
19 : Berdarah
20 : Ayah Terbaik
21 : Sepasang Luka
22 : Detak Jantung Yang Kembali
23 : Sisi Sebenarnya
24 : Sisi Sebenarnya (2)
25 : Menikmati Waktu
26 : Takut Kehilangan
27 : Pelabuhan Yang Benar
28 : Titik Terendah
29 : Sandiwara
30 : Terluka Lagi
31 : Dua Garis
32 : Salah Paham
33. Harus Diakhiri
34 : Jangan Terluka
35 : Aku di Sini
36 : Jangan Khawatir
37 : Rasa Takut
38 : Pertolongan Tuhan
39 : Pernikahan Impian
40 : Detak Jantung Yang Baru (END)

4 : Aku Suka Kamu

1.6K 296 123
By JaisiQ

Bismillahirrahmanirrahim

.
.
.

Aku harap alasan kita dipertemukan adalah karena untuk dipersatukan.

"Kayaknya ... aku suka, deh sama kamu. Hehe."

Raut muka Aretha bak anak perempuan yang tengah memandang teman laki-lakinya yang sangat tampan. Penuh kekaguman, rasa suka yang tidak bisa diungkap kata-kata, sekaligus gurat polos sepolos polosnya. Matanya tidak lepas dari sosok pria yang berdiri tepat di depannya.

"Eh, bukan 'kayaknya' lagi, deh, tapi aku beneran udah suka sama kamu. Kamu ganteng, kamu banyak diem, dan aku suka. Terlebih aku tahu kamu masih sendiri. Kamu itu tipe aku banget. Ya, kamu tipe aku. Ganteng. Mata kamu." Aretha menunjuk bagian mata Alden. "Alis kamu." Beralih ke alis. Alden yang kaget mundur selangkah, Aretha ikut melangkah. "Hidung kamu." Pindah ke hidung, Alden mundur lagi. "Bibir kamu yang mirip bayi. Imut." Sontak Alden menutup mulutnya.

"Ketampanan Nabi Muhammad kebagian 50%, Nabi Yusuf 25%, 25% lain di bagi-bagi ke laki-laki di muka bumi ini. Entah ini adil atau enggak, mungkin bagian kamu kebanyakan, Al. Kesian cowok lain.

"Jatuh cinta pada pandangan pertama itu ada. Aku nggak perlu baca-baca novel, tanya-tanya orang, atau tanya google, karena aku ngerasain itu sekarang. Nggak perlu riset banyak-banyak, karena buktinya adalah aku sendiri.

"Pertama kali nge PDKT-in kamu itu waktu aku naik ke panggung terus ikut nyanyi. Aku yakin kamu masih inget.

"Makanya aku ngikutin kamu terus liat kamu sedih, aku inisiatif kasih permen, deh. Dan itu adalah trik PDKT yang ke dua.

"Aku emang nggak percaya sama yang namanya mitos, termasuk mitos soal kalau kita dapat buket bunga pengantin, kita  bakal segera nyusul. Aku jadikan itu sebagai doa."

"Udah selesai?" tanya Alden.

"Apanya?"

"Bercandanya."

"Kok bercanda, sih?"

"Selain pinter ngomong kamu juga pintar bercanda?" tanya Alden lagi. Ia bertepuk tangan. "Tapi kata-kata kamu tadi lumayan lucu juga."

Aretha pun tertawa. "Siapa yang bercanda? Bohong itu dosa. Bercanda yang didalamnya ada kebohongan juga itu nggak boleh. Aku selalu berusaha untuk jujur. Termasuk jujur soal perasaan."

Aretha mengeluarkan ponsel kemudian mengotak-atiknya.

"Aku adalah si secret admirer yang kamu blokir kontaknya." Ia pun memperlihatkan isi chat yang belum dihapus kepada Alden. "Sebegitu nggak pedulinya dan nggak mau cari tahu soal nomor ini? Nggak kepo atau bertanya-tanya apa? Minimal telepon, lah. Tapi tenang aja, sekarang aku ...." Aretha meletakkan ponselnya ke dekat telinga.

Tak lama kemudian ponsel Alden bergetar.

Berarti benar? Nomor asing yang sempat mengganggunya beberapa pekan lalu adalah punya Aretha?

"Nah, itu nomor aku yang lain. Jangan lupa save, ya. Aku dapat nomornya dari Raihan."

Menganggap semua ucapan Aretha hanya guyonan semata, Alden memilih untuk tidak mempedulikannya dan kembali melangkah tanpa mengucap satu patah kata pun. Ada yang jauh lebih penting daripada sekadar mendengar dia mengatakan hal aneh-aneh.

"Aku harap alasan kita dipertemukan adalah karena untuk dipersatukan. Menjadi salah satu bukti, bahwa bukan karena bertemu lalu kita berjodoh, tapi karena berjodoh jadi kita bertemu." Tidak ada gentarnya sama sekali Aretha saat dia mengatakannya, justru malah semakin percaya diri.

Tapi itulah yang membuat Alden tidak menganggapnya serius. Mana ada perempuan yang seberani itu mengungkapkan rasa sukanya?

"Aku beneran, lho, Al. Aku nggak bohong. Aku serius. Aku nggak pernah jatuh cinta, tapi sekalinya jatuh cinta aku bisa bucin banget. Cuma laki-laki beruntung yang bikin Aretha jatuh cinta!"

Alden sudah menghilang dari pandangan Aretha, lantas ia tersenyum.

Di dalam kantor polisi Alden bertemu dengan klien laki-laki yang memakai baju tahanan. Kini mereka duduk berhadap-hadapan.

Alden bertopang dagu di meja dengan dua tangannya. "Baik, Pak. Anda ceritakan semuanya tanpa ada yang disembunyikan. Ada pasal di mana pengacara wajib merahasiakan segala sesuatu yang didapat dari klien ...."

"Kayaknya aku suka deh sama kamu ..."

Alden memejamkan mata. Sial sekali. Kenapa ucapan Aretha malah terngiang-ngiang? Mengganggu konsentrasi saja.

"Pak, ada apa?" tanya kliennya.

"Menurut pasal 19 Undang Undang ...."

"Kayaknya aku suka deh sama kamu ...."

Sang klien semakin kebingungan melihat pengacaranya yang terlihat tidak sehat.

"Maaf, saya baru dapat beban baru di kepala. Jadi sedikit menganggu."

"Pusing, Pak?"

Jangan ditanya, Alden sudah pusing semenjak bertemu perempuan bernama Aretha.

Aretha duduk di ruang besok di lapas tempat tetangganya dipenjara.

"Aretha?"

Akhirnya yang ditunggu datang juga. Aretha tersenyum sembari menangkup dua tangan. "Iya, Pak. Gimana kabarnya, Pak?"

Pak Ghani hanya tersenyum. "Kebetulan sekali kamu datang. Terima kasih. Saya mau minta tolong sesuatu. Boleh, ya?"

"Minta tolong apa, Pak? Selagi saya bisa, pasti saya bantu."

"Ini soal Tasya. Saya nggak tahu lagi harus minta bantuan ke siapa untuk menjaga dia. Dari pada ke tetangga lain atau keluarganya, saya lebih percaya sama kamu."

"Untuk apa bapak minta bantuan saya untuk menjaga Tasya? Bukannya bapak sendiri yang harus menjaga dia? Bapak orang tuanya, kan? Kalau saya bilang nggak bisa gimana?"

"Saya ...."

"Pak, saya percaya, bukan bapak pelakunya. Saya benar, kan?"

Terlihat Pak Ghani tertegun.

"Saya kenal sama Bapak, kita tetangga sejak Tasya lahir. Bapak bukan tipe orang yang bakal lari dari masalah. Kalaupun bapak nggak sengaja nabrak orang, Bapak bakal bertanggung jawab, bukan malah membunuhnya untuk melenyapkan bukti bahwa telah terjadinya tabrak lari.

"Pak, kalau bapak mau, saya punya kenalan pengacara. Saya yakin dia bisa bantu Bapak untuk keluar dari sini dan bebas dari tuduhan, kita bisa sama-sama cari pelaku sebenarnya. Ayolah, jangan begini, Pak. Kita itu hamba Allah yang harus berikhtiar."

"Saya nggak butuh pengacara. Buat apa lagi? Kamu salah besar, saya pelakunya."

"Pak, ingat Tasya di rumah, dia butuh Bapak. Kalau Bapak di sini, siapa yang ngurus dia, Pak? Bukannya saya nggak mau bantu bapak untuk menjaga Tasya. Alih-alih itu, bikin bapak keluar dari ini jauh lebih penting. Tasya lebih membutuhkan Bapak daripada saya."

"Kamu nggak paham situasinya, Reth."

"Tasya udah kehilangan kasih sayang ibunya, jangan biarkan dia kehilangan kasih sayang ayahnya juga."

"Saya jauh lebih tahu apa yang terbaik untuk anak saya dibanding kamu. Ya sudah, kalau kamu nggak mau bantu saya, saya nggak pa-pa." Pak Ghani berdiri, terlihat marah, lalu pergi meninggalkan Aretha.

Aretha berdiri, menjangkau kepergian lelaki itu dengan sorot cemas.

Alden dan Raihan keluar dari mobil secara bersamaan, berjalan menuju masjid sambil sesekali tertawa setelah obrolan dalam mobil tadi. Semenjak berteman dengan Raihan, Alden jadi lebih sering tertawa karena mendengar cerita dari Raihan. Umur dia jauh lebih muda, bahkan kesukaannya memainkan mainan anak kecil, tapi jangan salah, pemikirannya sangat dewasa. Tak jarang Raihan mengajak Alden main ular tangga.

Banyak kesamaan antara dirinya dan Reyhan. Bedanya, Reyhan suka bercanda, cengengesan, dan kadang jail. Raihan jauh lebih serius.

"Sebenarnya, nih, Pak. Kisah-kisah di zaman Nabi nggak kalah seru dari cerita novel atau drama-drama di televisi. Komedinya juga banyak. Banyak orang berpikir mungkin zaman Nabi itu mereka pada fokus ibadah alias khusyuk gitu. Padahal sama kayak kita-kita."

Peran teman atau orang terdekat dalam hidup itu ternyata berpengaruh juga.

Setelah Reyhan, Allah kirim lagi teman yang sama-sama selalu mengingatkan soal akhirat. Mungkin ini salah satu terkabulnya doa ibu. Ketika Galiena yang selalu mendidik Alden untuk menjadi anak yang salih dan menjauhkan diri dari hal-hal yang bisa menjerumuskan dia ke lubang dosa, di samping juga ia selalu berdoa pada Allah untuk keselamatan putranya agar berada di jalan Allah.

Proses berubahnya manusia itu berbeda-beda. Ada yang cepat, ada juga yang lambat. Alden termasuk yang lambat.

Tidak apa-apa lambat, yang penting istiqamah tanpa punya niat untuk kembali.

Semua rasa sakit yang pernah dialami ternyata untuk mendewasakan.

Dia yang awalnya tidak sabaran, akhirnya bisa lebih bersabar lagi dalam menghadapi setiap masalah yang ada di depan mata.

Dia yang awalnya pemarah, bisa lebih sabar menahan mulut untuk tidak berkata kasar.

Tanda Allah masih menyayangi kita adalah dengan diberikannya kesulitan dan rasa sedih di dunia. Agar sadar bahwa dunia ini bukan tempat untuk bahagia selamanya.

Jika Allah sudah berpaling, Dia akan membiarkanmu terus berkecimpung dalam lubang dosa.

Kala merasa bahwa tinggal di dunia melelahkan dengan segala masalah dan ujian, maka dengan belajar agama adalah cara paling ampuh untuk meringankan beban. Self healing terbaik adalah mendekatkan diri kepada pemilik alam semesta yang memiliki andil besar dalam mengatur skenario takdir manusia.

Semakin yakin bahwa dunia ini sementara. Jika tidak bisa bahagia di dunia, masih ada akhirat yang perlu kita kejar. Masih punya kesempatan untuk bahagia di tempat istirahat ujung perjalanan panjang.

Tapi tetap saja, Alden belum berani membuka hati pada siapa pun. Cukup fokus saja memperbaiki diri dan bekerja sesuai keahliannya.

"Pak tahu nggak, apa yang dibenci Allah, tapi dibenci juga sama setan?"

"Apa?"

"Sholat di akhir waktu."

"Hm?"

"Allah nggak suka sama hamba yang shalat di akhir waktu, sedangkan setan nggak suka liat manusia sholat."

"Al! Aku lupa!"

"Apa? Lupa apa?"

"Lupa sholat! Kamu juga belum sholat, kan?"

"Udah jam lima sore! Aduh, mati aku! Mending sekarang kita sholat dulu! Ayo!"

"Begini nih, manusia, suka so sibuk sampe sholat aja lupa."

"Celakalah orang-orang yang sholat! Yaitu orang-orang yang lalai terhadap sholatnya. Contohnya yang sholat di akhir waktu, yang nunda-nunda. Yang sholat aja masih celaka, apalagi yang enggak. Astagfirullahaladzim....."

Alden melangkah lebih dekat lagi, tanpa disangka ia memeluk Raihan, membuat yang dipeluk tertegun untuk beberapa saat, Alden menepuk-nepuk bahu pria itu. Tepukannya seperti seorang teman karib.

"Kamu mau nggak kita berteman?" tanya Alden kala pelukannya terlepas.

"Sangat susah cari teman yang bisa mengajak kita ke jalan yang benar. Saya nggak mau kembali ke masa kelam. Dulu saya punya teman yang kayak kamu. Ternyata Allah baik, Dia kirim kamu ke firma hukum saya, adalah untuk ini." Alden mengulurkan tangan. Raihan pun menerima ukurannya.

"Semoga bisa bekerja sama soal kerjaan di dunia, pun mengingatkan soal akhirat."

Itulah kali pertama Alden dekat dengan Raihan. Dari situ pula Raihan mulai berani mengajak Alden pergi kajian yang membahas Sirah Nabawiyah, khusus untuk menceritakan kisah-kisah Nabi jika ada waktu luang.  Bagi Raihan menyelami kisah zaman Nabi itu sangat menyenangkan ketimbang nonton film ke bioskop, ya kecuali filmnya kisah Nabi juga. Selain seru, sekaligus bisa sambil belajar sejarah.

"Haaai...." Aretha melambaikan tangan.

"Eh, Mbak Aretha. Ternyata datang juga."

"Iya, dong. Eh baru tahu, ternyara letaknya dekat ya sama kantor Mitra TV."

"Iya, memang, Mbak."

"Wah, saya baru tahu. Saya seneng banget sekarang ada waktu senggang, cuma kayaknya nggak lama, jadi bisa ikut pergi kajian deh atas rekomendasi kamu. Makasih udah ajak saya. Saya nggak tahu sih tempat kajian di mana."

"Sama-sama, Mbak. Ya udah yuk, masuk, kita sebenarnya udah telat."

"Ayo-ayo."

"Pak ...." Baru saja menengok ke samping, ternyata Alden sudah tidak ada.

"Udah masuk duluan tadi. Takut kali liat saya." Aretha terkikik.

"Kok takut, sih?"

"Ada, deh." Aretha melangkah.

"Jadi gitu, Mbak? Diterusin? Dilanjutkan? Berlanjut?"

"Apa?"

"Rasa sukanya?"

"Iya, dong. Saya udah maju, masa mau mundur. Wajib diteruskan. Udah jujur, kok." Aretha berjalan ke pintu tempat perempuan masuk.

"Oh, pantesan." Raihan terlihat kebingungan.

Kajian sudah berlangsung sekitar 30 menit lalu mungkin, karena masjid sudah penuh alhasil mereka kebagian duduk di paling belakang.

"Dulu, saat zaman kaum Bani Israil, kalau kita dalam perjalanan mau sholat, terus nggak sengaja nih, kaki kita injak najis, kaki kita wajib dipotong. Semisal kalau pakaian kena najis juga, wajib dipotong karena dinilai nggak bisa suci lagi.

"Nah setelah zaman Nabi Muhammad, cukup basuh aja pakaiannya. Bagian tubuh tinggal ambil air wudu lagi. Praktis, kan? Bertapa istimewanya umat Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam.

"Lalu ketika ada perempuan haid, mereka harus dikunci dalam ruangan sendirian, dilarang untuk berkumpul dengan yang lain. Perempuan haid di zaman itu benar-benar diasingkan, bahkan untuk bertemu dengan suaminya pun dilarang. Tapi masyaa Allah, sekarang perempuan haid nggak diperlakukan seperti itu. Siapa lagi kalau bukan kita, umat nabi Muhammad."

"Contoh lagi. Dulu, saat Isra Mi'raj, Allah perintahkan sholat 50 kali dalam sehari. Tapi Nabi Muhammad memohon keringanan kepada Allah agar menjadi lima kali dalam sehari. Nah kadang, ya, lima kali aja susahnya minta ampun. Lima kali aja malasnya subhanallah. Belum lagi dalam sekali shalat cuma makan waktu sekitar lima menit. Setelah itu bisa balik kerja lagi, kan? Bisa kembali main hape lagi, leha-leha lagi, kerjain tugas lagi."

"Hal-hal seperti itu yang seharusnya membuat kita selaku umatnya merasa sangat bersyukur dan wajib menjadikan beliau sebagai idola atau panutan. Nggak terbayang ya kalau sekarang sholat masih 50 rakaat, terus anggota tubuh yang kena najis harus dipotong."

"Allahumma shalli 'alaa sayyidina Muhammad."

"Allahumma shalli 'alaa sayyidina Muhammad."

Selesai kajian, mereka melaksanakan salat zuhur berjamaah.

Orang di sebelah Alden mundur, keluar dari barisan.

Alden tetap melaksanakan salat meski mulai curiga.

Bangun dari sujud, orang itu sudah tidak ada. Tanpa sadar Alden menengok ke belakang, ia melihat sesuatu.

Dia berlari keluar dari masjid padahal salat belum selesai.

Tangan Alden diletakkan di bahu lelaki yang berjalan terburu-buru sambil membawa kotak amal.

Merasakan itu, dia kontak berbalik, terjatuhlah kotak amal itu. Wajahnya terlihat sangat shock. Tangan bergetar.

"Anda bisa dijerat hukuman lima tahun penjara kalau membawa kotak amal ini."

"Saya nggak peduli yang penting anak saya sembuh!" Dia memungut kembali kotak amalnya.

"Kembalikan kotak amal itu. Anda masih punya kesempatan, Pak.

Pria itu memukul Alden dengan kotak amal itu dan berlari. Alden yang sempat jatuh langsung berdiri dan mengejar. Larinya yang cepat membuat dia berhasil mendahului orang yang dikejarnya.

Alden merentangkan tangan di depan si bapak.

"Ini, Pak! Saya kasih uang! Semoga bisa membantu anak Anda. Tapi saya mohon, jangan mencuri lagi, apalagi mencuri kotak amal masjid."

Dia terlibat bingung melihat lembaran uang warna merah di tangan Alden.

"Ini serius, Mas?"

"Bapak takut berbuat dosa, kan?"

Si bapak menenggak liur.

"Ambil ini, saya ikhlas." Alden mengangguk. Alden yakin, orang ini hanya terpaksa mencuri.

Dia pun mengembalikan kotak amal itu.

"Terima kasih, Mas. Terima kasih. Mungkin ini jawaban atas doa saya tadi. Saya benar-benar khilaf. Saya janji nggak akan mengulanginya lagi."

"Jangan pernah diulangi lagi, Pak."

Kita itu harus memandang sesuatu dari berbagai sisi, jangan main hakim sendiri.

Termasuk seorang pencuri. Tanya dahulu apa alasan dia mencuri, jangan dulu menghakiminya. Kalau memang salah, bisa diserahkan ke pihak yang lebih berwenang secara baik-baik.

Aretha tampak senang bisa kenal dengan Raihan dan Alden. Dari dulu berteman dengan laki-laki itu lebih seru. Makanya terbawa sampai sekarang. Lebih enak saja rasanya.

Aretha ikut Raihan dan Alden makan di restoran sebelum pulang.

Alden sama sekali tidak menceritakan soal pencuri kotak amal. Dia menggunakan alasan keluar untuk buang air besar makanya salatnya tertunda. Biarlah itu menjadi rahasia. Tidak hanya seorang pengacara yang wajib merahasiakan rahasia klien, manusia juga wajib merahasiakan aib orang. Semoga saja bapak-bapak tadi tidak mengulangi kesalahannya lagi.

Selesai memesan, beberapa menit kemudian sang pelayan memberikan air putih sementara makanannya sedang disiapkan.

"Saya kemarin baca buku, kisahnya Nasr bin Hajjaj. Sekilas aja, sih. Tapi membekas gitu. Kasian juga sama dia. Dia itu laki-laki paling tampan di Madinah sewaktu kepemimpinan Umar Bin Khattab.

"Semua perempuan Madinah itu tergila-gila sama dia! Sampai Umar pun penasaran sehabis dia ketemu sama perempuan di tengah malam nyebut nama Nasr bin Hajjaj. Jangankan perempuan, Umar juga terpana liat ketampanannya. Lucunya, dia ngelakuin berbagai trik supaya Nasr ini nggak keliatan ganteng. Salah satunya kepalanya dibotakin, eh ternyata hal itu sama sekali nggak ngurangin ketampanan Nasr, malah keliatan semakin ganteng.

"Terus Umar nyuruh dia nutupin wajahnya kalau jalan ke luar. Eh, perempuan-perempuan di Madinah malah terpesona sama sorot matanya. Sampai akhirnya dia diusir sana Umar dari Madinah, nggak boleh tinggal di tempat yang dia tinggali. Ya ampun, kasian banget. Nasr sampai bilang, 'apakah dosaku?'

"Terus-terus?" Raihan ikut penasaran. Dia juga belum tahu tentang kisah ini. Ternyata wawasan Aretha luas juga.

"Emang sesulit itu ya jadi orang ganteng. Bisa bahaya juga. Jadi ujian di dunia. Di zaman Nabi pun begitu. Ya ampun."

"Dia pun pergi ke Bashrah atas perintah Umar, dia tinggal sama Misyja’ bin Mas’ud. Nah, Masyja' ini udah beristri. Nah ini nih, kisah ini yang bikin aku makin kasian sama Nasr. Dia jatuh cinta sama istri Masyja', eh ternyata istrinya juga jatuh cinta sama Nasr. Tapi suaminya marah, dong. Alhasil Nasr diusir dari situ, berpisah deh dari orang yang dicintainya. Nasr akhirnya tinggal di gubuk terpencil. Kalau zaman sekarang ibaratnya cinta terlarang gitu.

"Karena saat tinggal di gubuk sendirian, dia masih cinta sama perempuan itu, perempuan yang udah bersuami dan cinta mereka jelas-jelas terlarang ...."

Uhuk...

Alden yang sedang minum air putih tiba-tiba keselek. Dia sampai batuk-batuk dan wajahnya memerah. Cerita begini memang cocok untuk menyindir Alden. Aretha tepat sasaran.

Raihan bertanya apakah Alden baik-baik saja, Alden hanya mengangkat tangan sebagai jawaban bahwa dia tida apa-apa.

"Kalau Nasr tinggal di zaman sekarang, pasti julukannya ganteng-ganteng sadboy.

"Hmm, ganteng-ganteng sadboy, kenapa nggak cari yang lain aja, sih?

"Dari situ saya belajar kalau laki-laki juga bisa menimbulkan syahwat wanita. Makanya jalan satu-satunya kalau ada cewek yang suka sama cowok adalah pernikahan. Saya kalau suka sama cowok bakal saya ajak nikah.

"Inget kata-kata saya waktu itu nggak, Han? Jangankan nomor hape, ngajak nikah aja saya berani. Ya karena itu satu-satunya cara biar saya nggak berdosa ketika mencintai dia. Yang penting saya punya usaha untuk memilikinya."

"The best untuk Mbak Aretha!" Raihan bertepuk tangan.

"Ah, biasa aja!"

"Gas terus, Mbak! Jangan kasih kendor!"

"Terima kasih buat semangatnya."

Tak lama kemudian pesanan mereka tiba.

Di pintu masuk Aretha melihat seseorang yang dikenalnya. Dia tidak sendirian, bersama dengan teman-teman kerjanya juga karena tampak akrab.

"Ibu .... Itu Ibu aku! Pasti dia lagi istirahat. Tuh, kan resto ini tuh deket sama kantor Mitra TV."

"Jadi presenter itu ibu kamu, Mbak?" tanya Raihan. Aretha mengangguk.

"Ibu!" Aretha melambaikan tangan. "Ibu!" Ia langsung semringah begitu mendapati ibunya melihat kehadirannya. Sudah lama sekali Aretha tidak bertemu dengan dia. Jelas saja ini momen yang membuatnya bahagia.

Tapi senyum Aretha tak berangsur lama, karena sang ibu memilih untuk memalingkan muka lagi dan meneruskan perjalanannya menuju meja bersama teman-temannya. Tangan yang asalnya terangkat perlahan turun lagi.

"Mungkin suara aku terlalu kecil. Ekhem ekhem." Ia berusaha menetralkan tenggorokan. "Jadi Ibu nggak denger. Nanti aku sapa lagi, deh. Sekarang makan dulu. Lapar. Sampai nggak punya tenaga buat teriak, jadi aku hilang kesempatan buat disenyumin Ibu."

Alden yang diam-diam memerhatikan melihat dengan jelas bahwa ibunya sempat melihat ke meja mereka bahkan langsung kepada Aretha, tapi memilih untuk tidak menyapa balik alias pura-pura tidak mendengar. Ia juga melihat perubahan di wajah Aretha. Dari yang menggebu-gebu membicarakan si tampan Nashr, sampai akhirnya diam membisu. Menatap makanan di bawahnya dengan sorot tidak selera.

Seperti langit yang asalnya cerah tiba-tiba menjadi mendung.

Nah sekarang Alden baru the real anak Papa Abyan yg Sholeh 😭😭😭😭

#KawalAldenSampaiBahagia

Bebebnya Reyhan hadir?

Fans Alden hadir?

Semoga mau ikut berjuang dengan aku. Aku berjuang menulis, kamu berjuang menunggu.

Jazaakumullah Khairan katsir❤️

Besok Wedding Dress mau buka PO, yg mau ikutan pantengin IG aku @jaisiquatul

Garut, 26 November 2021

Continue Reading

You'll Also Like

9K 257 4
Mendapat beasiswa untuk berkuliah di luar negeri merupakan nikmat luar biasa yang dianugerahkan kepada Sahla. Lebih beruntungnya lagi, ia ditakdirkan...
20.3K 591 49
PERHATIAN!!! di book ini kebanyakan adegan 🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞 Ada seseorang yg bernama DOUMA Douma adalah salah satu orang kaya yg ada di...
441K 66K 42
Aku pernah berharap pada salah satu ciptaan-Nya... Menunggu dalam sebuah ketidak pastian, aku tahu langkahku salah namun aku tetap maju seakan tak t...
6.6M 340K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...