Hidden Truth

By dntfym

59.9K 6.6K 1.3K

Saat semua orang menyalahkannya, siapa yang akan tetap bertahan disisinya? Wanita itu berumur dua puluh enam... More

One - Prologue
Two - Aneh
Three - Pembawa Sial
Four - Wajah Baru
Five - Kembali
Six - Friends
Seven - Pengacara Baru
Eight - First Love
Nine - Triangle Love
Ten - Dokter Jung
Eleven - Past
Twelve - Connected
Thirteen - Cover Up
Fourteen - Letter S
Fifteen - Coming Back
Sixteen - Mistake
Seventeen - Seo Juhyun
Eighteen - Memburu Pelaku
Twenty - Krystal

Nineteen - Sakit Jiwa

3.3K 324 140
By dntfym

[TRIGGER WARNING]
Konten pada chapter ini isinya bener2 kasar dan sadis bagi pembaca. Jadi, buat reader yang gak tahan sama darah, penyiksaan, dsb diharapkan buat gabaca chapter ini seluruhnya. Nanti bakalan ditandai bagian yang TW supaya kalian bisa skip. Mohon, jangan ditiru.

Stephanie dengan sebuah tas besar yang dipegang erat oleh kedua tangannya, terlihat sedang menatap sebuah gedung di hadapannya dengan tatapan kosong. Tak lain, gedung tinggi berwarna gelap dihadapannya adalah gedung penjara yang ia tempati dua tahun belakangan. Ia masih tak menyangka, bahwa ia sudah menghabiskan beberapa tahun hidupnya untuk menggantikan masa hukuman seseorang yang dengan mudah menjebaknya dan membuat ia harus menanggung segala akibat dari perlakuannya. Belum cukup dengan hal itu, kali ini orang yang sama yang telah menjebloskannya malah menjadi orang yang berjasa karena telah mengeluarkannya.

Dengan mudahnya orang itu menyewa seorang pengacara terbaik yang membantunya meyakinkan hakim untuk mencabut tuntutannya. Alasannya sederhana, "kekurangan dokumen bukti" yang membuat Stephanie tak cukup kuat untuk di masukkan ke dalam penjara dingin tersebut. Stephanie meringis, melihat bagaimana dahulu ia mati-matian untuk membela dirinya, mengatakan bahwa ia tak bersalah dan bagaimana kondisi saat ini dimana palu kecil itu dengan ringannya diketukkan beberapa kali diiringi oleh pernyataan bahwa ia telah bebas dari masa hukuman.

Menyedihkan memang, mengetahui bahwa kehidupannya dengan sepele dapat dipermainkan oleh seseorang tanpa sama sekali dapat ia lawan dengan kekuatan yang ia punya. Ia hanyalah seorang gadis biasa yang datang dari keluarga sederhana, ayah dan ibunya telah meninggal akibat kecelakaan tragis yang memaksa Hwang Chansung, saudara satu-satunya yang ia miliki untuk berhenti sekolah dan memutar langkah menjadi seorang pekerja paruh waktu. Hal itu tak bertahan lama sebelum Chansung bertemu dengan sebuah agensi model yang mulai menaunginya sehingga perlahan membuat perekonomian keluarganya menjadi sangat terbantu.

"Hei, belajarlah dengan baik agar kau bisa sukses dan menghasilkan uang sehingga aku dapat cepat berhenti dari pekerjaan ini."

Perkataan Chansung kala itu kembali terngiang didalam benak Stephanie, lantas membuatnya bertanya-tanya apakah ada maksud tersembunyi dibalik perkataan itu. Ia ingat, beberapa hari sebelum natal, tiba-tiba saja Chansung pulang menemuinya dan tanpa banyak kata mengemas barang-barang miliknya dan Stephanie kemudian membawa gadis itu pergi dari rumah, dengan dua tiket di tangannya menuju tanah kelahirannya, Negeri Paman Sam. Stephanie tak mengerti apa yang sedang terjadi pada saudara laki-lakinya itu xdan Chansung dengan muka masamnya selalu memberinya jawaban bahwa ia ingin memulai hidup baru di tempat yang baru bersamanya. Stephanie tak berani menanyakan hal tersebut lebih lanjut karena ia percaya bahwa Chansung akan melakukan hal terbaik untuk menjaganya. Namun, Setelah semua hal yang terjadi, Stephanie yakin Chansung telah menutupi suatu hal yang besar darinya.

Tapi apa? Apa yang pernah dilakukan Chansung?

Apa ini berkaitan dengan gadis gila yang kini menamai dirinya dengan nama Seohyun? Apakah yang dilakukan Chansung pada masa lalu berhubungan dengan hal yang mengakibatkan dirinya berakhir di rumah tahanan itu? Perasaannya berkata bahwa gadis gila itu menyakitinya untuk menekan Chansung, karena bagaimana mungkin 'Tiffany' menjebaknya dengan begitu kejam dan menjerumuskannya sebagai salah satu buronan pengedar narkoba jika tak ada niat lain dihatinya selain memanfaatkan kepolosan Stephanie. Dan jika benar, bukankah berarti Chansung dan gadis gila itu saling mengenal?

"Stephanie Unnie, apa yang kau lakukan disana? Ayo naik."

Stephanie menoleh ketika mendengar namanya dipanggil, Matanya bertemu pandang dengan sepasang kontak lensa berwarna biru yang membuat Stepahnie semakin tak dapat menerka sesuatu yang tersembunyi dibaliknya.

"Unnie, kenapa kau diam saja?"Tanyanya bingung, "Kau ingin menemukan Oppa-mu bukan?"

Stephanie hanya bergeming ditempatnya dengan tatapan yang sama sekali tak terbaca, disatu sisi ia sangat ingin memaki gadis gila yang selalu saja ingin mempermainkan hidupnya namun disisi lain ia tak ingin terjadi hal buruk pada Chansung yang membuatnya kembali kehilangan anggota keluarganya.

"Kenapa.. kau seperti ini?"Lirih Stephanie, "Apa memuaskan bagimu melakukan hal ini terhadapku- terhadap kehidupanku?"

"Aku akan menjawabnya jika kau masuk ke dalam mobilku."Jawabnya sambil menghela nafas, "Aku tak memberikan kesempatan dua kali untuk membantumu menyelamatkan Chansung."

Tak berapa lama, suara pintu penumpang yang terbuka sekaligus menutup tertangkap jelas diiringi dengan senyum sedih yang menghiasi wajah Stephanie. Ia merasa tak lagi memiliki harga diri dan ketidakberdayaan ini sungguh membuatnya frustrasi. Namun, jika dipikir berapa kalipun juga, hanya ini satu-satunya jalan yang dapat ia pilih untuk menyelamatkan orang terkasihnya.

"Belum."Jawabnya sambil menggelengkan kepala, "Aku masih belum puas dalam menghancurkan hidupmu unnie."

Stephanie menelan ludahnya dengan susah payah, "Sampai.. kapan kau akan puas?"

"Entahlah,"Katanya sambil mengangkat bahunya santai, "Mungkin, sampai kau tidak terlihat menyedihkan seperti ini lagi?"

Stephanie terdiam, matanya memandang jauh keluar jendela yang kini menampilkan gedung pencakar langit yang berjejaran bagai tumpukan lego yang sering ia mainkan ketika ia masih kecil, ia berpikir kapan ia terakhir kali sempat melihat dunia luar sebebas ini, "Aku.. Aku ingin percaya bahwa Tiffany- Seohyun siapapun itu yang sedang aku hadapi saat ini bukanlah Tiffany yang aku temui beberapa tahun yang lalu."Ucap Stephanie sambil mengepalkan tangannya kuat, "Kau- kau adalah orang pertama yang aku percayai sebagai orang terdekatku dan aku tak mengerti mengapa kau berubah seperti ini."

"Kau sungguh menyedihkan."Mulutnya terangkat menyunggingkan sebuah senyum mengejek, "Semenjak awal pertemuan kita di bar aku tak mengira kau akan menjadi menyedihkan seperti ini."Kekehnya kemudian yang terdengar sarkas, "Kau sama sekali tak tahu tentang diriku dan kau memberikanku titel sebagai orang terdekatmu?"Nadanya mulai meninggi, "Kau dengan segala kenaifan yang kau miliki membuatku muak, unnie. Aku pikir itu adalah kelebihanmu yang membuatku ingin berteman tulus denganmu, tapi mengapa? Mengapa kau harus berasal dari keluarganya-"

"Kau mengenal Chansung."Potong Stephanie cepat, "Dan bisa jadi semua hal yang terjadiku padaku dan Oppa adalah rencanamu, bukan?"

Gadis itu menghembuskan nafasnya kuat dan merutuki kebodohannya, ia kembali memasang wajah datar dan sekilas memandang Stephanie dari ujung matanya, "Chansung.. ia yang membuat hidup kami menjadi seperti ini, unnie."

Stephanie menatap gadis disebelahnya lekat, tak menyangka jika asumsinya berubah menjadi sebuah fakta baru yang mengejutkan.

"Ia.. Ia adalah penghancur keluargaku saat ia memutuskan untuk tidur dengan ibuku."Lanjutnya yang secara otomatis membuat Stephanie terpaku, "Dan kau.. kau adalah satu-satunya alat bagiku untuk menghancurkannya tetapi kau begitu bodoh karena masih saja percaya denganku sehingga aku merasa benar-benar bersalah setelah apa yang kulakukan selama ini.Dan aku pikir aku sudah gila karena kini aku malah berinisiatif ingin membantumu untuk menyelamatkannya."Ucapnya dengan mata yang terasa panas, buku jarinya memutih akibat pegangan erat pada setir kemudi dihadapannya, "Begitu menyebalkan karena aku masih memiliki hati nurani setelah melihat betapa menyedihkannya adik dari penghancur keluargaku."

Stephanie tak mampu berkata apapun, ia tak ingin percaya pada gadis disebelahnya ini, namun tubuhnya yang bergetar hebat dan cairan bening di pelupuk matanya membuat keraguan itu perlahan memudar, berganti dengan kepercayaan yang kembali tumbuh setelah sekian lama hilang, atau apakah sebenarnya kepercayaan itu sedari awal tak pernah luntur?

"Bolehkah aku bertanya satu hal padamu?"Tanya Stephanie setelah terdiam cukup lama. Hanya dengan satu pertanyaan ini yang akan dapat menjawab segala keraguannya. "Apa benar nama aslimu adalah Seohyun? karena aku ingat nama itu begitu familiar di telingaku ketika aku akan masuk ke dalam penjara beberapa tahun silam."

Gadis yang berada di sebelah Stephanie tersenyum simpul dan memberhentikan mobilnya di komplek apartemen mewah yang begitu asing dimata Stephanie. "Kenapa kau begitu penasaran dengan nama asliku? Kau tak dengar semua orang memanggilku dengan nama apa? Mereka memanggilku Seo Juhyun."

Stephanie menggeleng, "Kau bukan Seo Juhyun yang pernah kutemui kala itu."Ucapnya terdengar seperti sebuah bisikan.

"Kau pernah menemuinya? Kapan?"

"Tak penting kapan, yang jelas kau sudah mengaku bahwa kau bukanlah Seohyun."Pertanyaan Stephanie sukses membuat gadis di sebelahnya menegang. Namun, tak butuh waktu lama tubuh itu kembali rileks disertai dengan senyum jenaka yang selalu ia berikan pada Stephanie.

"Kau cukup pintar untuk orang yang sangat menyedihkan."Stephanie memutar bola matanya malas mendengar jawaban gadis itu, "Dan kau benar, aku bukanlah Seohyun."

Stephanie menatap gadis yang mengaku dengan nama Seohyun itu menunggu jawaban yang sebenarnya. Ia melihat, gadis itu hendak akan bicara namun atas suatu hal yang tak ia mengerti, ia mengurungkan niatnya dan memilih diam, "Siapa nama aslimu? Aku tahu bahwa aku seharusnya sangat marah dan membencimu saat ini, tapi seperti yang kau katakan aku adalah gadis yang naif juga menyedihkan dan aku telah menganggapmu sebagai dongsaeng-ku sendiri sehingga lebih merasakan kecewa karena kau tak jujur padaku dibanding marah pada kau yang menjebloskanku ke dalam sana."

Stephanie melihat jika gadis itu tersentuh dengan kata-kata tulusnya, ia pikir ia sudah gila karena ia masih saja bertahan disini ketika ia bisa kabur dan meninggalkan Tiffany. Namun tidak, Stephanie masih menganggapnya sebagai adik kecil yang tak pernah ia miliki seumur hidupnya.

"A-aku harap jika aku memilikinya."Ucapnya dengan suara serak, Stephanie memandangnya tak mengerti, "Pertama kali aku mendengar namamu dipanggil oleh pemilik bar, aku pikir nama itu adalah nama yang sangat bagus. Mereka hanya memanggilku ketika mereka perlu, mereka tahu jika aku sama sekali tak memiliki hati nurani, tapi kau tahu setelah aku bertemu denganmu untuk pertama kalinya aku merasa seperti memiliki seorang keluarga."

Stephanie mengerutkan dahinya, tak tahu kearah mana pembicaraan ini akan dibawa oleh gadis aneh itu. Ia melihat Tiffany menggigit bibirnya seakan ia menyesal namun juga merasa lega karena telah mengatakan hal yang baru saja ia dengar.

"Apa yang kau bicarakan? Kau memiliki keluarga dan kau bilang Chansung m-meniduri ibumu. Siapa identitasmu sebenarnya?"

Tiffany memutar tubuhnya dan menatap Stephanie dengan wajah pucat,"Jika kau menerima bahwa Tiffany adalah sebuah identitas untukku maka Tiffany adalah nama asliku, aku tak pernah berbohong padamu akan hal itu."Katanya mengaku, "Sedangkan Seohyun.. ia adalah orang yang kini tengah mengincar Chansung."

"L-lalu kenapa kau selama ini memakai namanya?"Tanya Stephanie bingung.

"Kau akan tahu nantinya, jika saja kemungkinan terburuk terjadi pada Chansung."Ucap Tiffany bersungguh-sungguh, ia mengalihkan pandangannya dari Stephanie dan mencoba menyembunyikan matanya yang mulai berkaca-kaca. " Dengar, M-mungkin ini adalah terakhir kalinya aku dapat menemuimu karena aku yakin mereka tak akan membiarkanku keluar setelah ini."Stephanie terkejut saat melihat Tiffany mulai kesulitan bernafas, "T-tapi kau harus tahu bahwa kau adalah teman terbaik yang pernah aku miliki."Tiffany sudah terengah-engah, "A-aku tak mengantarmu ke tempat Chansung k-karena aku yakin S-Seohyun akan membunuhmu. M-maka dari itu kau harus segera bersembunyi d-di dalam apartemenku dan m-melakukan segala hal yang telah aku tulis pada kertas ini."Ia menyerahkan secarik kertas berisi nomor apartemen, kode sandi pintu dan beberapa perintah yang harus diikuti oleh Stephanie, "S-setelah percakapan terakhir ini jangan p-pernah percaya pada k-kami karena kau akan celaka."Tiffany menyeka tangis yang mengalir di pipinya dan memaksakan senyum jahil ke arah Stephanie, "S-senang mengenalmu, unnie. A-aku minta maaf setelah perbuatan kejamku selama ini d-dan aku harap kau hanya dapat menyimpan kenangan manis dariku."Ia tersenyum pucat, matanya mulai melebar, "C-cepat pergi d-dan mungkin kau bisa menyelamatkan Oppa-mu."

Stephanie tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Tiffany namun ia menurut dan turun dari mobil gadis itu segera. Ia melihat mobil itu langsung dipacu kencang dan meninggalkannya yang masih terpaku dengan secarik kertas ditangannya dan air mata yang tak ia sadari sudah mengalir deras di pipinya.

***

"Kenapa kita bisa melewatkan hal semacam itu?"Gerutu Gadis Detektif itu seraya memukul kepalanya berulang kali, "Ini adalah penemuan penting!"

"Hei kau akan menyakiti dirimu jika kau memukul kepalamu terus."Tegur Siwon sambil menjauhkan tangan Taeyeon dari puncak kepalanya, "Aku akan mencari tahu dari beberapa suspek yang kita curigai mengenai penemuan yang kita miliki."Lanjutnya kemudian kembali memusatkan perhatiannya pada kamar milik Choi Sulli walaupun mereka sudah pamit diri dari tempat itu semenjak tiga setengah jam yang lalu. Mengapa mereka masih mengintai tempat itu? Alasannya karena belum tentu Sulli mengatakan hal yang sepenuhnya benar bahwa Minho benar-benar pergi meninggalkannya, maka mereka kembali memutuskan untuk mengintai kediaman Choi Sulli tersebut untuk membuktikan kebenarannya.

Taeyeon mengangguk lemah, kini tangannya mulai mengusap perutnya yang terasa lapar dan tanpa ia sadari pipinya menggembung lucu serta wajahnya berubah cemberut, "Oppa, sampai berapa lama kita harus menunggu disini? Aku sudah sangat lapar."

"Kau bersikap seperti Detektif pemula saja, ini belum beberapa jam sebelum kita memutuskan untuk kembali mengintai rumah itu."Kata Siwon sambil memutar bola matanya malas, "Apa aku harus menjadi seorang sunbae dan kembali memarahimu seperti saat kau baru diangkat sebagai seorang Detektif?"

"Andwae!"Bantah Taeyeon cepat, "Aku tidak ingin melihat Choi monster lagi."

Siwon terkekeh geli, "Aku penasaran bagaimana kau dan Nona Jung bisa berteman? Setahuku di televisi Nona Jung bukanlah orang yang terlihat ramah."

Taeyeon mengernyitkan dahi sebelum mulai berbicara, "Aish, dia adalah gadis paling keras kepala yang pernah aku temui. Ia dan Tiffany sangat sering melakukan kecerobohan di dapur sehingga memaksaku untuk mengawasi mereka ketika menjalani hukuman. Awalnya aku bersikap keras pada mereka dan Tiffany adalah gadis yang akan selalu menentangku. Namun, berbeda dengan Tiffany, Jessica cenderung bersikap sebagai orang yang tak peduli. Ia selalu mengacuhkan perdebatanku dan Tiffany sehingga aku dan Tiffany sampai pada titik dimana kami bertekad untuk mencairkan gadis dingin itu."

"Tiffany? Pengedar narkoba cantik itu? Kenapa kau hanya berteman dengan narapidana?"Tanya Siwon tak habis pikir.

"Darimana kau tahu kasus mengenai Tiffany?"Taeyeon memiringkan kepalanya bingung, "Apa jangan-jangan kau adalah orang yang menangani kasusnya juga?"

"Kau tak mengingatnya? Ia adalah buronan yang paling dicari beberapa bulan terakhir oleh para polisi setelah kaki tangannya ditangkap di Seven Luck Casino di daerah Gangnam."Siwon memutar ingatannya pada file kasus yang diberikan oleh atasannya beberapa tahun lalu, namun tak bisa ia terima karena pada saat yang bersamaan ia juga tengah menangani kasus lain, "Dan ia ditemukan di Bandara Incheon setelah mendarat dari Los Angeles seorang diri."

"Bagaimana kalian tahu jika yang dimaksudkan kaki tangan itu adalah Tiffany?"Tanya Taeyeon penasaran, "Semenjak awal aku melihat Tiffany aku tak pernah menyangka ia adalah seorang bandar narkoba, begitu juga dengan Jessica dengan kasus penusukannya."

Siwon mengangguk, "Kau tahu jika kecantikan tak menghalangi siapapun untuk berbuat kejahatan bukan?"Ia terkekeh melihat anggukan lucu dari Taeyeon, kadang Siwon tak menyangka bahwa rekan kerja yang berada di sebelahnya ini adalah rekan kerja yang sama yang terkenal dengan kepiawaiannya menangani kasus, "Kaki tangan itu menyebutkan nama Tiffany beserta dengan ciri-ciri yang ia kenal. Dan sesuai dengan gambar yang ditunjukkan oleh pelukis sketsa wajah kepolisian terdapat kesesuaian hampir 90% dengan orang yang kita temui di bandara. Belum lagi, saat itu mereka menemukan beberapa kilogram heroin di dalam kopernya."

Taeyeon memiringkan kepalanya bingung, "Bukankah itu agak sedikit aneh? Ia seorang bandar narkoba dan secara terang-terangan menampakkan dirinya di bandara Incheon bersamaan dengan narkoba yang ia bawa di kopernya. Itu terdengar seperti sebuah aksi menyerahkan diri bagiku."

"Aku juga berpikir begitu."Siwon mengusap dagunya dengan wajah serius, "Namun, kaki tangan yang telah ditangkap bersaksi bahwa Tiffany yang dimaksud merupakan Tiffany yang ia temui saat melakukan transaksi narkoba. Dan juga, segala barang bukti yang disediakan oleh jaksa penuntut membuatnya langsung dijatuhi hukuman."

"Siapa jaksa penuntut umum itu?"

"Hmm dia adalah jaksa muda yang jika aku tak salah bermarga.. Seo?"Siwon membulatkan matanya dan segera membuka mesin pencarian naver di ponsel miliknya untuk membuktikan asumsi yang baru saja dibuatnya. "Taeyeon.."

"J-jangan bilang padaku jika jaksa yang menghadapi kasus itu adalah Seo Juhyun?"Ucap Taeyeon seperti tahu apa yang sedang berputar dikepala Siwon.

"Bukan hanya itu."Siwon menggelengkan kepalanya tak percaya, "Setelah berhasil dengan kasus penuntutan seorang bandar narkoba bernama Tiffany, ia kini juga mengambil kasus untuk menuntut kasus pernusukan oleh Jessica."

***

[TW]
"Arrgh!!"Seseorang mengerang kesakitan setelah sebuah pisau menembus telapak tangannya. "K-kumohon l-lepaskan aku.."Ia tak tahan lagi dengan rasa sakit yang terasa disekujur tubuhnya.

"Hwang Chansung."Panggilnya sambil menangkup pipinya dengan tangan kiri yang sudah berlumuran darah, "Aku suka bermain denganmu. Kau memiliki nyawa yang begitu banyak."

Chansung kini tengah diikat dan dibaringkan diatas sebuah meja besi yang semula berwarna perak namun telah bernoda dengan banyak bercak merah akibat darah segar yang mengalir dari beberapa sisi ditubuhnya. Ia sudah disekap selama seminggu dan ditempatkan di ruang bawah tanah yang pengap dan berbau amis. Nafasnya sudah tersengal-sengal dan pandangannya sudah mengabur namun ia masih tetap berusaha untuk tetap membuka mata dengan sisa tenaga yang ada. Ia menangkap sosok seorang gadis tengah menyeringai menatap tubuh penuh darahnya.

"A-apa s-salahku?"

Gadis itu mengangkat bahunya santai, "Bukan aku yang dendam padamu, tapi temanku. Dan aku hanya menjalankan tugas untuk melukaimu."

"K-kau Seohyun bukan? J-jaksa yang membuat Stephanie-ku masuk ke dalam penjara itu?"Chansung melihat mata gadis itu melebar dan tak lama suara pekikan terdengar yang membuat telinganya menjadi berdengung. Ia mencoba memfokuskan pandangannya untuk melihat reaksi gadis itu dan betapa terkejutnya ketika ia melihat senyum lebar menghiasi wajahnya.

"Apa aku seterkenal itu?"Tanyanya dengan wajah sumringah, "Aku tak tau jika memalsukan data dan menjebloskan gadis malang itu ke dalam penjara akan membuat aku sesukses ini!"Ucap Seohyun senang luar biasa. "Karena kau telah memujiku, aku akan menunda kematian adikmu dan akan segera menyudahi penderitaannmu."

Seohyun tersenyum melihat wajah ketakutan Chansung serta mahakarya yang sudah ia ukir di badan pria itu. Ini adalah masa-masa terbaik dalam hidupnya dan ia bangga karena telah diberikan perintah dari tuhan untuk menghabisi nyawa orang-orang biadab seperti mereka.

Seohyun ingat, bagaimana perasaannya setelah ia berhasil membunuh ayahnya yang sedari dulu selalu memukul ibunya tanpa sebab, Ibu yang paling ia cintai dan ia hormati di dunia ini, tak ada seorangpun yang boleh menyakitinya termasuk Ayahnya. Ayahnya merupakan seorang pengangguran setelah perusahaannya di Jepang bangkrut dan ia berubah menjadi seorang pemabuk, yang membuat ibunya harus banting tulang menafkahi mereka namun malah mendapatkan penyiksaan dengan berbagai tuduhan menyakitkan dari ayahnya. Ia mengingat dengan jelas, ketika ia memeluk erat tubuh ibunya terakhir kali sebelum ibunya memutuskan untuk pergi dari rumah dan meninggalkannya sendirian, bersama dengan pria tua menjijikkan itu.

Seohyun tak tahu salah apa yang ia perbuat sehingga menyebabkan ibunya pergi tanpa membawanya. Ia bukanlah gadis nakal, kejahatan terbesarnya hanyalah membunuh hewan peliharaannya Dubu yang tak pernah mau menuruti perkataannya. Ia hanya menjepitkan tubuh dubu di belakang pintu kamarnya dengan mendorongnya kuat sambil berkali-kali menasehati anjing itu agar tak nakal lagi dan setelah Dubu diam, barulah ia menarik pintu itu dan tersenyum ketika melihat Dubu telah patuh dengan tubuh yang telah hancur dan berdarah.

Seohyun kala itu menangis kencang, setelah mengetahui dari ibunya jika ia ternyata telah menghabisi nyawa Dubu dan bagaimana ibu yang sangat ia sayangi memarahi dan memukul pantatnya berulang kali akibat ia telah membunuh hewan malang itu serta ia terpaksa harus berjanji oleh ibunya untuk tak lagi mengulangi perbuatan mengerikannya. Tentu saja ia menyangi Dubu, namun ia jauh lebih menyanyangi ibunya sehingga tindakan yang dilakukan ibunya justru membuatnya sangat membenci Dubu. Seohyun menyesal, seharusnya ia membunuh Dubu dengan lebih kejam saat itu.

Setelah ditinggal ibunya, ayah Seohyun perlahan berubah menjadi seorang yang kembali ia kenal. Namun hal itu tak membuatnya senang, ia marah karena perubahan yang dilakukan oleh ayahnya sudah sangat terlambat, ayahnya tak dapat lagi membawa kembali pulang ibunya dan Seohyun menyalahkan hal itu sepenuhnya pada sosok sang Ayah. Ia sangat membenci ayahnya walaupun pria itu telah kembali bangkit dan memulai membuka usahanya lagi. Seohyun sama sekali tak butuh dengan perubahan itu, ia hanya butuh ibunya kembali padanya dengan segala gaun lucu yang dijahit untuknya, atau dengan seluruh cerita dongeng yang membuat tidurnya menjadi lebih nyenyak atau hanya dengan ciuman di puncak kepalanya yang sukses membuat Seohyun menjadi bersemangat dalam menjalani harinya.

Seohyun kala itu berumur lima belas tahun, tepat dua tahun setelah ibunya pergi dan Seohyun memantapkan hatinya untuk dapat kembali bertemu dengan ibunya. Maka pada hari itu, dengan sebotol obat tidur ditangannya ia melangkahkan kaki menuju kamar ayahnya yang tak pernah lagi ia masuki semenjak beberapa tahun yang lalu. Ia mendapati ayahnya sedang tertidur pulas diatas kasurnya dan dengan tenang ia duduk di tepi ranjang.

"Ayah, kau sudah terlalu lama merepotkanku."Ucap Seohyun sembari memasang sarung tangan karet yang tadi ia beli di supermarket. "Kau membuatku terpisah dari ibu."Lanjutnya seraya menuangkan seluruh isi dari obat tidur dalam botol itu ke tangannya, "Dan ku pikir kau harus tidur tenang agar tak lagi menyusahkanku." Ia memasukkan semua pil itu ke dalam mulut Ayahnya sehingga secara spontan membuat Tuan Seo terbangun dan tersedak dengan begitu banyak pil yang masuk ke kerongkongannya.

"J-Juhyun hmmpph-"

"Ayah, kau sakit."Ucap Seohyun dengan senyum polosnya, "Sakit jiwa, sama seperti diriku."Ia mengusap wajah ayahnya yang masih kesulitan bernafas, "Dan ini saatnya kau mempertanggung jawabkan segala perbuatanmu."

Seohyun menangis setelah melihat perbuatan yang ia lakukan pada tubuh kaku ayahnya. Ia segera mencari nomor yang pernah ibunya selipkan di saku jaketnya sebelum ia pergi meninggalkan Seohyun. Dengan tangan bergetar, gadis itu segera menekan kombinasi angka-angka itu dan tak lama suara yang sudah lama tak ia dengar kembali tertangkap oleh telinganya.

"Eomma.. a-aku merindukanmu.."Ucap Seohyun sesenggukan, "Mengapa kau meninggalkanku?"

Ada jeda cukup lama sebelum wanita paruh baya itu menjawab, "Juhyun, maafkan aku. Aku telah bercerai dari ayahmu dan hak asuh ke tangannya. Aku tak bisa berbuat apa-apa selain meninggalkanmu."

"K-kau tak meninggalkanku karena aku nakal?"Tanyanya seraya menyeka air mata di pipinya, "D-dengan appa yang telah tiada apakah aku bisa hidup denganmu lagi?"

"Apa maksudmu?"

"A-aku membunuh appa, dengan begitu kau dapat menjemputku lagi."

Dengan sebuah tamparan keras, Seohyun tak menyangka jika itu adalah sambutan yang pertama kali ia dapatkan dari ibunya. Ia mendambakan sebuah pelukan, sebuah kata rindu, atau hanya sebuah senyuman namun yang ia dapati adalah wajah ketakutan dari ibunya. Ia tak mengerti apa yang salah dengannya ketika ia hanya membantu membalaskan dendam ibu pada ayahnya, tetapi mengapa ia harus diseret ke rumah sakit jiwa? Ia bukanlah orang gila dan label yang diberikan oleh ibunya benar-benar menyayat hatinya. Padahal para polisi telah menyatakan bahwa kasus ayahnya sebagai kasus bunuh diri, dan tak ada seorangpun yang menatapnya takut malah orang-orang menatapnya dengan iba. Apa semua itu karena Seohyun mengaku pada ibunya ia telah membunuh ayahnya? Ia sedikit menyesal dan bukankah itu pertanda ia sudah menunjukkan rasa bersalahnya?

Ia selalu memberontak, membuat semua orang yang berada di rumah sakit jiwa kewalahan dan pada suatu kesempatan ia berhasil kabur dengan gaun rumah sakitnya untuk mencari sang Ibu. Ibunya kaget bukan main ketika mendapati anaknya berada di teras rumahnya tanpa alas kaki dan mata merah akibat menahan tangis.

"Apa salahku eomma? Aku merindukanmu dan kau menitipkanku di neraka itu!"

Seohyun merasa bersalah hingga saat ini karena telah meninggikan nada pada Ibunya, tapi perasaan terluka itu tak dapat ia tahan lagi sehingga membuatnya jatuh terduduk di hadapan ibunya. Seohyun kala itu sedih melihat wajah takut ibunya, memandangnya seperti seorang penjahat yang kapan saja akan melukainya. Tidak, Seohyun tidak akan pernah melukai ibunya seperti apa yang ia lakukan pada Dubu, Ayah dan Perawat yang ia bunuh di rumah sakit jiwa itu. Ia begitu mencintai ibunya sehingga melihat raut wajah ketakutan itu begitu menghancurkan hatinya. Dengan mulut bergetar dan tubuh menggigil Seohyun bercerita tentang pengorbanannya membunuh seorang perawat gila dan bagaimana ia memohon kepada ibunya agar dapat kembali merawatnya.

Ia senang mengetahui fakta bahwa ibunya akan selalu luluh padanya, dan dengan syarat bahwa ia akan ikut terapi dengan seorang psikolog maka ibunya setuju untuk kembali menerimanya. Dan dengan cepat, Seohyun mengangguk semangat disertai dengan mata yang berkerlip bahagia.

Dan saat itulah, saat dimana ia akan mengenal seorang Krystal.

"K-kau berengsek!"

Makian dari Chansung membuat Seohyun terbangun dari lamunannya, membuatnya mengkertakkan gigi setelah mendengar panggilan yang sama sekali tak pantas ia dapatkan.

"A-adikku adalah seorang warga s-sipil yang baik, d-dan kau m-malah menjebloskannya!"

Seohyun perlahan mendekat, dengan wajah merah akibat menahan amarah. Ia ingat jika Krystal berpesan padanya hanya untuk melakukan sedikit permainan, tetapi perkataan pria pongah ini sudah membuatnya hilang kesabaran.

"Apa yang dipikirkan ibumu k-ketika ia melahirkan p-psikopat seperti dirimu."

that's it. Chansung telah menyentuh titik yang paling sensitif bagi Seohyun. Ia mengambil sebuah pisau potong diatas nakas dan menarik lidah Chansung kuat, dengan cepat ia memotong lidah pria itu sehingga secara spontan membuat Chansung berteriak merasakan sakit yang luar biasa. "Ini akibat kau tak bisa menjaga omonganmu."

[TW End]

Seohyun kembali hendak akan menyerang ketika pintu ruang bawah tanahnya di gedor berulang kali.

"S-siapa itu?"Seohyun segera berlari dan mendapati beberapa orang polisi dengan senjata lengkap tengah berdiri di depan pintunya.

"Shit."Ia segera meninggalkan Chansung yang terbaring lemah di atas meja lalu kabur menuju tempat persembunyiannya. Dengan tangan yang sudah berlumuran darah, ia segera menelfon seseorang yang satu-satunya ia pikir dapat membantunya di waktu genting ini.

"K-Krystal?"Tanya Seohyun dengan nada panik.

"Seohyun unnie, wae gurae?"

"B-bantu aku, s-seperti yang telah kau lakukan selama ini.."Ucapnya dengan wajah pucat, "P-polisi menemukanku d-dan aku tak bisa kabur."

Suara tawa Krystal di ujung telfon membuat Seohyun semakin panik, "Apa yang dapat kau berikan padaku jika aku membantumu?"

"Segalanya! Kau bisa meminta apapun dariku."

"Baiklah, katakan padaku dimana kau menyembunyikan Minho."

Seohyun menggigit bibir, tak sanggup merelakan kartu ace-nya terbuang sia-sia.

"Tik tok, waktu berjalan dan kau hanya memiliki waktu dua menit sebelum polisi itu berhasil menemukanmu."

"I-ia berada di Busan, di sebuah villa milikku di private beach milikku."Kata Seohyun akhirnya, "A-aku akan mengirimu GPS-nya jika kau menolongku."

"Oke, kini ikuti arahanku.."

***

Haiii, sekarang aku udah buka siapa yang selama ini berhubungan sama Krystal dan yup itu adalah Seohyun, si jaksa sekaligus adik tirinya Yuri. Dan dengan terungkapnya siapa 'S' yang dimaksud apa kalian udah tau apa motif dibalik konspirasi Seohyun dan Krystal?

Dan gadis penipu tadi, yang bang dirinya Tiffany bakalan kalian ketahui maksudnya di chapter2 berikutnya.

Sejauh ini, apa udah cukup jelas buat kalian, selain motif yang belum aku ungkap sama beberapa orang lain yang belum terungkap kisahnya sampai sekarang?

Ayo keluarkan sisi detektif kalian dan komen disini!
-dntfym

Continue Reading

You'll Also Like

84.9K 7.9K 21
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
196K 16.3K 27
Ernest Lancer adalah seorang pemuda kuliah yang bertransmigrasi ke tubuh seorang remaja laki-laki bernama Sylvester Dimitri yang diabaikan oleh kelua...
75.1K 14.5K 15
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] 21+ ‼️ Apa jadinya jika si berandal Jasper Ryker yang dijuluki sebagai raja jalanan, tiap malam selalu ugal-ugalan dan babak...
102K 17.5K 26
Kecelakaan pesawat membuat Jennie dan Lisa harus bertahan hidup di hutan antah berantah dengan segala keterbatasan yang ada, keduanya berpikir, merek...