Coklat Cap Ayam Jago

Bởi degrion

71.4K 3.9K 190

Berawal dari Coklat Cap Ayam Jago aku mengenalmu. Dan berawal dari situ juga aku mengenal arti dari sebuah pe... Xem Thêm

Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Epilog

Part 5

2.6K 153 15
Bởi degrion

Oktviandri

Liburan akhir semester ganjil masih satu bulan lagi. Sudah menjadi tradisi di sekolah kami mengadakan study tour khusus untuk siswa kelas XI. Tujuan kali ini adalah Jogjakarta. Dibantu oleh ketua kelas sebagai koordinator pengumpulan dana untuk biaya perjalanan.

Sebenernya gue memilih dirumah saja, liburan bersama nyokap. Walaupun cuma hanya diajak ke pasar aja, gue udah seneng banget. Yang penting gue deket dengan nyokap, nyaman deh. Selain itu juga, alasan gue nggak mau ikut study tour, butuh dana yang besar. Dan gue tau keadaan ekonomi nyokap gue.

"Woiiii!!!" tiba-tiba ada yang mengagetkan gue. Tapi gue tau banget siapa pemilik suara itu.

"Kebiasaan ya. Gue cium baru tau rasa!" kataku ketus.

"Weiittt. Nggak boleh. Kata Kakek, ciuman itu dilarang."

"Kan sekarang kakeknya lagi bobok, sini mulut lo, gue lumat sampe merem melek." sambil gue tarik kepalanya si Hendra

"Wuuuaaaaah... A atuh... jangan suka melecehkan anak kecil. Pedopilia tuh hukumannya pidana," kata Hendra sambil menarik kepalanya, untuk menghindari ciuman gue.

"Makanya kalau nyapa orang nggak usah pake ngagetin!" jawab gue ketus sambil gue tatap wajahnya.

Semakin sering gue liat dia, semakin gue cinta. Tapi sampai saat ini gue nggak berani berbicara sedikitpun tentang perasaan gue pada Hendra. Walaupun kelakuan Hendra seperti anak kecil, kadang manja, kadang nyebelin, tapi gue nggak yakin kalau dia sama seperti gue.

"Aa... itu matanya jangan melotot gitu. Serem liatnya tau. Aku mau tanya, si Aa ikut nggak ke Jogja?"

"Gue kayaknya nggak ikut, Hen."

"Kenapa Aa nggak mau ikut?"

"Gue nggak berani minta uang ke nyokap. Lo kan tau sendiri kondisi gue kayak gimana, lagian gue lebih suka tinggal sama nyokap."

"Atuh A... ikut ya. Ntar kan bisa sekamar bareng," rajuk Hendra sambil mengeluarkan jurus maut si ganteng.

"Arrgghhhhh..." Gue paling benci kalau liat Hendra udah pasang muka memelas kayak gitu.

"Si Aa mah jadi marah-marah gitu."

"Muka lo tuh!!! Gue coba bilang ke nyokap gue dulu ya, tapi nggak janji bakal ikut."

"Asikkk... Aa, ntar aku kerumah ya?"

"Mau ngapain?!" Jawab gue ketus, sebenernya sih seneng Hendra mau ke rumah gue.

"Mau makan malam sama Tante Nur dong. Kangen sama masakannya. Enak pisan siah, A."

"Ya udah, gue tunggu ya di rumah."

"Tapi A..."

"Apalagi sih?"

"Boleh nginep ya. Di rumahku nggak ada orang. Pada keluar kota."

"Bawa seragam sekalian kalau gitu. Baju sama celana pendek buat tidur, ada di rumah gue."

"Siap A..."

**

Hendra Hargiana

Tok.... tok... tok....

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam..." terdengar suara Andri dan Tante Nur.

"Masuk Hen," ucap Andri sambil mempersilahkanku masuk rumahnya. Kulihat Tante Nur sedang menyiapkan makan malam.

"Halo Tante. Masak apa, Tan?"

"Lagi masak sayur asem. Tadi sudah goreng ikan kembung sama tahu. Nak Hendra mau dibuatkan sambel apa? Terasi, bawang atau sambel tomat?"

"Sambel tomat, Tante. Masakan Tante mah nggak ada duanya. Apalagi sambelnya. Enak pisan..."

"Kamu tuh bisa aja."

"Tante, saya ke kamar Aa dulu ya..."

"Iya Nak Hendra, nanti Tante panggil kalau masakannya sudah jadi semua."

"Terimakasih ya, Tante..."

Aku langsung bergegas menuju kamarnya Andri. "Aa!!" Jerit ku memanggil Andri.

"Sini masuk, Hen, sekalian ganti baju dulu. Bajunya udah gue siapin tuh."

"Iya A."

Aku langsung mengambil baju tidur yang telah disiapkan Andri. Kubuka baju dan celana jeans yang kupakai. Aku mau pamer ke Andri, kalau badanku juga nggak kalah keren dibanding dia. Eh tapi kan Andri sudah pernah liat badanku, waktu di belakang parkiran motor.

"Aa... badanku keren kan?" ucapku sambil memamerkan badanku yang hanya menggunakan celana dalam saja.

"Eeh... I-iya... Keren, Hen," kata andri lirih.

Kok dia jadi grogi gitu ya. Udah ah, dikira dia bakal kesel, taunya cuma jawab iya saja. Pake baju aja kalau gitu.

"Aa lagi ngapain sih?"

"Lagi ngerjain PR. Lo udah ngerjain PR Fisika belum?"

"Belum euy. A, nyontek ya?"

"Hen, kalau nyontek, gimana nanti kalau ujian?"

"Atuh A...." ucapku dengan mengeluarkan jurus pamungkas si ganteng.

"Iya... ntar kalau udah beres lo tinggal salin ya."

"Nak Hendra.... Andri... Makan malam dulu."

"Iya Bu......" ucap Andri. "Hen... makan dulu yuk"

"Siap A," jawab ku semangat, karena aku sudah laper banget.

Kami pun keluar kamar menuju meja makan. Walaupun sederhana, tetapi penuh kehangatan. Masakan Tante Nur juga sangat lezat. Aku betah tinggal di rumahnya Andri.

"Nak Hendra makannya yang banyak ya."

"Siap Tante. Tante.... Saya mau minta ijin."

"Kenapa Nak Hendra?"

"Anu Tante, sebulan lagi kan libur semesteran."

"Hendra!!" Ucap Andri.

Duh... Si Aa malah ngeluarin jurus siluman ular berbisa. Serem ah.

"Kenapa, Dri... kok kamu galak sama Nak Hendra?"

"Nggak ada apa-apa, Bu. Hendra suka ngelantur kalau ngomong."

"Sudah kamu diam dulu ya, biar Nak Hendra aja yang bicara."

Wuuuaaah.... Si Aa masih melotot gitu. Gimana ini... diterusin nggak ya? Nekat ah, paling dimarahin sama si Aa.

"Gini Tante, kita mau ngadain study tour ke Jogja. Saya mau minta ijin Tante, supaya Aa ikut ke Jogja."

"Andri nggak ikut kok Bu..."

"Andri, Sayang... kamu harus ikut kalau ke Jogja. Selama ini kan kamu belum pernah ke sana. Kamu harus tahu kota kelahiran Ibu sama Bapak."

"Iya, Bu. Lain kali aja Andri pergi ke Jogjanya."

"Memang permasalahannya kenapa, Andri nggak mau ikut sekarang ke Jogja? Mumpung bareng sama teman-temanmu."

"Andri kan banyak pengeluaran buat awal semester depan."

"Sudah ibu siapkan kalau biaya untuk awal semester depan. Lebih baik kamu ikut saja ke Jogja ya, Sayang..."

"Iya Bu."

Astaga.... Si Aa melotot lagi euy. Duh jadi nggak enak gini. Harus tanggung jawab ini mah. Tapi gimana caranya ya... Lebih baik ngobrol sama Tante aja.

"Tante dulu tinggal di daerah mana di Jogjanya?"

"Dulu Tante tinggal di jl Kranggan, dekat sama Tugu Jogjakarta."

"Kalau Om dulu tinggal di mana Tante?"

"Om sebenarnya asli Klaten, tapi waktu SMU, Om pindah ke Jogja. Sekolah Om di Jl. AM. Sangaji daerah Jetis, nggak jauh dari rumah Tante, jalan kaki juga bisa."

Tante Nur pun menceritakan pertama kalinya ketemu dengan Om. Setelah menikah, mereka dipindah tugas ke kota Cirebon, Semarang, Jakarta dan terakhir di Bandung.

Setelah selesai acara makan, aku menunggu Andri di dalam kamar, sedangkan Andri sedang membereskan meja dan mencuci piring-piring yang kotor. Tadinya aku mau membantu mencuci piring, namun dilarang Andri, katanya nggak baik kalau tamu ikut bantu beres-beres rumah.

"Hen... Lo mau dibuatin kopi atau teh?"

"Kopi hitam aja ya, A. Makasih Aa," jawabku. Andri orangnya perhatian banget. Membuatku merasa nyaman dan betah tinggal disini, walaupun disini ngga ada fasilitas seperti dirumahku.

"Hen... kopinya gue taruh di meja ya. Lo pasti kekenyangan kan? Tiduran aja dulu."

"Iya A. Masakan Tante enak banget. Suka lupa diri kalau makan di sini."

"Harus gitu. Gue suka banget liat lo makannya banyak. Gue lanjutin bikin PR dulu ya..."

"Aa...."

"Ya, Hen?"

"Aa nggak marah kan sama aku gara-gara tadi?"

"Nggak kok, tapi gue nggak tega sama nyokap. Takutnya beliau nggak punya uang."

"Aa... aku aja atuh yang bayar."

"Nggak mau ah... Ntar aja gue pikirin lagi."

"Atuh A.... ke aku teh meuni gitu."

"Iya Hendra.... Udah ya jangan dibahas."

"Tapi Aa harus ikut. Pokoknya kalau Aa nggak ikut, Aku juga nggak akan ikut"

"Lo itu Hen... Gue usahain semaksimal mungkin buat ikut ya. Udah jangan bahas lagi. Bahas yang lain aja."

"Siap A."

Aku tidak membahas lagi permasalahan study tour. Kulihat Andri serius mengerjakan PR Fisika. Tanpa terasa akupun terlelap. Kurasakan ada yang memelukku dari belakang, kesadaranku masih belum pulih 100%. Aku berada di mana ya sekarang. Setelah aku ingat-ingat kembali, aku berada di kamarnya Andri. Badanku terasa sangat gerah. Mungkin karena aku tidak terbiasa tidur tidak menyalakan AC.

"Aa...." Ucapku agar Andri terbangun.

"Kenapa, Hen?"

"Gerah A."

Andri pun melepas pelukan dari tubuhku, kemudian dia beranjak dari kasurnya. Apa yang dia lakukan? Ternyata dia mengambil buku tipis dan mengipasi ku.

"Aa.... Udah tidur aja. Nggak usah dikipasin gitu." aku menyuruh Andri untuk tidur kembali.

"Iya, Hen."

Kulihat Andri tidur di lantai dan kepalanya direbahkan dikasur busa yang aku gunakan untuk tidur.

"A... tidurnya di atas atuh," Pintaku.

"Kan lo kepanasan. Maaf ya, Hen kalau nggak nyaman."

"Atuh A.... pengen dipeluk lagi."

"Iya Hendra."

Kemudian Andri tidur di samping kembali. Dan dia memeluk tubuhku dari belakang. Biasanya aku merasa risih kalau tidur sambil dipeluk lelaki. Tapi kenapa sekarang dipeluk Andri aku tidak merasa risih? Aku merasa sangat nyaman. Mungkin karena selama ini aku tidak merasakan sesosok kakak, karena aku anak tunggal. Kepalaku terasa ada yang mengusap-usap.

"Tidur ya, Hen..."

"Iya Aa..." jawabku, tanpa terasa akupun terlelap.

**

Oktaviandri

Gue cek kembali barang-barang yang akan dibawa ke Jogjakarta. Jika dilihat di itinerary, total wisata 4 hari 3 malam. Setelah dirasa lengkap, gue tutup tas ransel dan membawanya keluar kamar. Gue lihat Ibu sedang menyiapkan makan siang. Gue mendekati beliau dan mencium kedua pipinya.

"Udah beres persiapannya?"

"Udah dong, Bu."

"Bentar ya, ibu ambilin uang jajan untuk kamu."

"Nggak usah, Bu. Andri masih ada uang kok."

"Kamu punya uang dari mana?"

"Dari uang jajan harian yang dikumpul selama sebulan."

"Jadi selama ini kamu nggak pernah jajan di sekolah?"

"Nggak Bu, Andri nggak mau ngerepotin ibu terus. Ibu kan udah bayar untuk biaya study tour-nya"

"Ibu sangat beruntung punya kamu, Sayang..." Sambil menitikkan air mata

"Bu, jangan nangis ya. Andri sayang banget sama Ibu. Andri sebenarnya nggak tega ninggalin ibu sendirian di sini."

"Nggak apa-apa, Sayang. Kamu kan belum pernah ke kota kelahiran ibu dan bapakmu."

"Bu, makan siang yuk..."

"Nggak nunggu Nak Hendra? Katanya mau jemput kamu."

"Oh iya, kelupaan hehe..."

Tok... tok... tok...

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam..." Jawab gue dan nyokap berbarengan.

"Tuh Nak Hendra. Buka pintunya, Sayang."

"Iya Bu."

"Masuk Hen. Udah siap semuanya?"

"Udah beres dong A."

"Pake apa kesininya?"

"Tadi dianter supirku, Pak Ujang."

"Lo udah ditunggu nyokap gue tuh di meja makan. Maunya makan bertiga."

"Halo Tante... apa kabar?"

"Baik Nak Hendra. Makan siang bareng ya, tadi Tante sudah masak ayam goreng, sayur lodeh sama sambel terasi"

"Iya Tante, bisa habis nasinya kalau Tante buat sambel terasi. Hehehe..."

"Tante banyak kok masak nasinya, nggak usah kuatir."

"Iya Tante.."

"Dri... ambilkan Nak Hendra air putih"

"Iya Bu. Segayung atau seember?"

"Husss.... kamu tuh ya!"

"Iya Tante, si Aa mah suka semena-mena kalau sama saya."

"Hen!" gue keluarin juga jurus siluman ular berbisa. Bisanya cuma ngadu sama nyokap aja.

"Eeh... i-iya..."

"Dri...jangan galak-galak sama Nak Hendra."

"Tuh, dengerin omongan Tante!"

"Iya Bu..." ucapku sambil berlalu dari meja makan untuk mengambir tiga gelas air putih.

Awas ya, Hen.... gue bejek-bejek jadi rujak cingur. Gemes gue...

Setelah acara makan siang selesai. Hendra sedang bercanda dengan nyokap. Walaupun sering bikin kesel, tapi Hendra orangnya mudah untuk beradaptasi. Gue sekarang merapihkan meja makan dan mencuci piring-piring kotor.

"Bu... mau minum kopi susu nggak?"

"Iya Dri... tolong buatin kopi susu ya."

"Hen, lo mau minum kopi pahit atau teh getir?"

"Tuh Tante, si Aa mah gitu terus sama saya teh."

"Andri...."

"Iya... iya. Mau minum apa Nak Hendra?" Tanyaku pada Hendra.

"Kopi hitam manis sedang ya, A."

"Baiklah Nak Hendra." Jawab gue sambil berlalu untuk membuatkan mereka minuman. Gue lebih suka minum teh.

Setelah semua minuman telah siap dihidangkan, gue menuju ruang tengah. Dan menghidangkan minuman tersebut untuk nyokap dan Hendra.

Momen yang tak akan bisa gue lupakan, nyokap, Hendra dan gue duduk santai sambil bersenda gurau. Andaikan waktu bisa gue hentikan, gue bisa menikmati momen ini jauh lebih lama. Dan gue yakin Atas Nama Pencipta Alam semesta, tidak akan bisa terbayarkan oleh bumi beserta isinya jika menginginkan momen ini terulang kembali.

Sebentar lagi waktunya shalat Ashar. Gue menyiapkan dua sajadah di kamar. Setelah ambil wudhu, gue menyuruh Hendra untuk mengambil wudhu. Kami melakukan shalat berjamaah. Seperti biasa setiap selesai shalat, Hendra selalu mencium tangan gue. Asalnya gw selalu menolak. Tapi lama kelamaan dibiarkan saja kemauan Hendra. Gue semakin cinta sama dia.

"Hen.... makasih ya." Ada rasa haru pada saat gue mengucapkan kalimat itu.

"Makasih kenapa, A?"

"Lo udah memberi warna di rumah ini, warna yang menambah keindahan, warna yang memberikan keserasian, warna yang membuat gue bahagia" Ada setitik haru yang keluar dari mataku

"Aa....." Hanya itu yang terucap dari mulut Hendra, dan gue merasakan pelukan hangat dari Hendra.

"Hen... Gue sayang banget sama lo." Tiba-tiba muncul dari mulut gue. Duh... gimana ya reaksi Hendra. Gue takut dia marah. Gawat kan kalau dia sampai tau kalau gue gay

"A... aku juga sayang sama Aa," katanya membuat hatiku lega.

"Siap-siap yuk, Hen. Kita kan harus nyampe sekolah jam 4 sore. Pake angkot aja ya?"

"Pak Ujang udah nunggu di depan, jadi nggak usah pake angkot."

"Dari tadi Pak Ujang nungguin gitu?"

"Nggak atuh A. Tadi udah disuruh jam 15.30 harus udah sampe sini lagi."

"Oh... dikira nunggu dari tadi siang."

Sebelum berangkat gue berpamitan dulu kepada nyokap. Ada perasaan sedih karena selama ini gue belum pernah meninggalkan nyokap berhari-hari.

"Bu, Andri pamit dulu ya...." Ucap gue sambil mencium tangan kanan dan kedua sisi pipinya. Kemudian nyokap gue mencium kening gue.

"Hati-hati ya, Sayang. Jangan lupa Ibadah, dan jangan sembrono."

"Iya Bu. Ibu juga jaga kesehatan ya. Andri sayang banget sama Ibu."

"Tante.... Saya pamit dulu ya," kata Hendra sambil mencium tangan kanan nyokap. Nyokap pun mencium keningnya Hendra.

"Titip Andri ya, Nak Hendra. Jangan lupa ibadah"

"Siap Tante." Ucap Hendra.

"Ibu tadi beliin 10 coklat CAP AYAM JAGO, bagi dua ya, untuk cemilan di perjalanan."

"Makasih ya, Bu," ucap gue sambil menerima 10 batang coklat dari nyokap.

"Terimakasih ya Tante. Aa, coklatnya harus dibagi dua loh." Ucap Hendra

"Iya Hendra..." Jawab gue gemes. Makin sini Hendra semakin manja, dan gue semakin sayang sama dia.

"Iya Dri... kasih coklatnya buat Nak Hendra ya, Sayang."

"Iya Bu. Nanti Andri bagi dua, Hendra kebagian 10 bungkus coklat, Andri kebagian coklatnya," Usil gue.

"Tuh kan si Aa mah suka jahat sama aku. Tante, saya suka dianiaya terus sama Aa."

"Andri... nggak boleh gitu ya sama Nak Hendra," jawab nyokap gue membela Hendra.

"Iya Bu. Hendranya suka bikin kesel sih. Jadi harus dianiaya."

"Andri ah...."

"Siap Bu."

"Si Aa suka fotokopi ajah!"

"Nanti kalian telat loh, dari tadi bercanda mulu."

"Siap Tante."

"Iya Bu."

Kami pun memasuki mobil Hendra dan pergi menuju sekolah.

**

Hendra Hargiana

"Pak Ujang, langsung ke sekolah ya"

"Iya, Den," jawab Pak Ujang, selalu panggilnya Den.

"Aa... aku mah mau pundung sama Pak Ujang."

"Emang kenapa Hen?"

"Aaahhhh.... POKOKNYA MAH PUNDUNG!!!!!! BERHENTI DI SINI AJA, AKU MAU TURUN!!!"

"Salah saya apa, Den?" tanya Pak Ujang bingung.

"Iteuh.... Dan... Den... Dan... Den. Aku mah mau pake taksi aja, nggak mau sama Pak Ujang."

"Iya Hendra. Sebutin dulu Pak Ujang salah apa?" Tanya Andri bingung.

"PAK UJANG, NAMAKU BUKAN DENNY. LUPA SIAH YAH! BILANGIN KE SI MAMAH GEURA!"

"Hendra... sabar atuh ya. Kan Pak Ujang ngomongnya sopan, harusnya panggil gimana?"

"Panggil aku GAN. INGET PAK UJANG, PANGGILNYA GAN, BUKAN DEN!!!!"

"I-iya, Gan." jawab Pak Ujang gugup.

"Hen, lo lebih suka dipanggil juragan?"

"Bukan gitu, A. Kan aku GANTENG, jadi harus dipanggilnya GAN."

"Hadeeeehhh..... lo tuh ya. Ada-ada aja. Minta maaf dulu sama Pak Ujang, tadi lo udah marah-marah."

"Nggak mau. Gengsi dong orang seganteng aku minta maaf. Lagian Pak Ujang yang salah."

"Pak Ujang deh yang ngalah ya," kata Andri.

"Iya, Gan. Pak Ujang yang salah. Maafin Pak Ujang ya."

"Maaf nya nggak gratis. Harus bayar!"

"Hendra... kasihan kalau Pak Ujang harus bayar Coklat Silver Queen tiap hari. Udah, gue aja yang bayar. Lo mau dibayar pake Coklat lagi?"

"Nggak mau coklat. Mau yang lain aja. Tuh Pak Ujang, bilang terimakasih sama si Aa. Udah mau bayarin maaf dari aku orang yang paling ganteng sedunia."

"Terimakasih ya Aa."

"Eehhh... kok panggil gue Aa sih Pak Ujang?" Protes Andri.

"Aduh salah lagi. Saya harus panggil apa?" Tanya Pak Ujang kebingungan sambil garuk-garuk kepala.

"Panggil Andri aja."

"Maaf Gan Andri."

"Iteuh... Yang berhak dipanggil Gan itu aku, bukan si Aa. Gantengan juga aku kemana-mana. Bilangin siah ke si Mamah!!!!"

"Aduh ampun Gan. Jangan bilang ke Nyonya besar, ntar Pak Ujang dipecat lagi."

"Hendra... udah ya, kasihan Pak Ujang udah frustrasi. Ntar kalau bunuh diri gimana coba? Kan kita juga yang pusing."

"Tuh dengerin Pak Ujang, jangan suka sembrono, mau pake acara bunuh diri segala. Pikirin anak istri di rumah. Berpikir itu harus yang panjang. Nggak boleh ambil jalan singkat. Kata Pak Ustad juga bunuh diri itu dosa besar, bakal masuk neraka siah!"

"Aarggghhhhhh.... gue pusing!" Ucap Andri sambil mengacak-acak rambutnya dengan kedua tangannya.

"A Andri pusing? Mau Pak Ujang beliin panadol atau bodrex? Kalau mau Pak Ujang berhenti dulu sebentar di apotek." Kata Pak Ujang berempati.

"Ini lagi sama aja. KENAPA NGGAK SEKALIAN AJA KALIAN LEMPAR GUe KE JURANG. AAARRRRGGGGHHHHHHH!!!!!!" Kata Andri Murka.

"Udah... udah Pak Ujang... si Aa ngamuk sekarang," bisikku ke Pak Ujang. Kulihat Pa Ujang hanya mengangguk-angguk sambil tersenyum.

Akhirnya tiba juga di sekolah kami. Sudah ada beberapa temenku yang datang ke sekolah ini. Ada yang datang sendiri, ada juga yang diantar orang tuanya. Aku sangat senang Andri bisa ikut study tour ini.

Rencananya aku akan memberikan kejutan untuk Andri. Semoga dia nggak marah kalau dikasih kejutan. Hehehehe...

**

Oktaviandri

Setelah absensi peserta keberangkatan, kami pun disuruh masuk ke dalam bis yang akan mengantarkan kami selama empat hari. Gue duduk di samping Hendra. Dia yang meminta ke panita agar kita bisa duduk bersebelahan.

"Hen... lo duduk di jendela ya. Gue duduk di gang."

"Kenapa Aa nggak di jendela?"

"Gue lebih nyaman kalau lo yang duduk di situ."

"Siap A."

Bis pun akhirnya melaju menuju Jogjakarta melalui Garut. Bis sempat berhenti di perbatasan antara Tasikmalaya dan Banjar untuk beristirahat. Kami semua turun dari Bis untuk makan malam.

"Hen... Shalat dulu yuk, habis itu kita makan malam."

"Siap A."

Kami pun shalat dulu di Mushola yang terdapat disamping gedung Restoran. Setelah kami shalat, kami bergegas menuju meja makan yang telah tersedia berbagai macam makanan. Gue dan Hendra makan sangat lahap.

Setelah acara makan malam selesai, kami langsung masuk bis dan melanjutkan perjalanan menuju Jogjakarta.

"Hen... Lo kedinginan nggak?"

"Lumayan, A. Tapi aku bawa jaket kok, bisa dipake buat selimut. Aa bawa jaket nggak?"

"Bawa, Hen. Kalau lo masih kedinginan juga, rangkep pake jaket gue ya."

"Atuh A... ntar si Aa yang kedinginan."

"Iya Hen... udah tidur sana."

"Siap A." jawab Hendra sambil tersenyum manis.

"Hen..."

"Iya A?"

"Gw sayang sama lo."

"Aku juga sayang sama Aa."

Kemudian Hendra memejamkan matanya. Gue tau kalau Hendra bukan gay, tapi kenapa dia selalu membakar hati gue. Semakin lama dekat dengannya, semakin meleleh hati gue. Gimana kalau Hendra tau status gue adalah gay. Pasti dia bakal benci banget sama gue.

Aarrgggghhh.... Gue masih belum siap untuk jauh dari Hendra. Tapi suatu saat, gue juga harus berpisah dengannya.

Perjalanan ini terasa sangat nyaman, karena sebelah gue ada Hendra, dan tanpa terasa gue pun terlelap.

**

Hendra Hargiana

Terdengar sayup-sayup suara keributan. Aku pun mulai membuka mataku. Ternyata sudah sedikit terang, aku perkirakan sekarang jam lima lebih. Aku sama sekali tidak tahu sekarang sudah sampai mana. Kulihat Andri tertidur di sebelahku. Ternyata dibalik ketegasannya, terlihat wajah tampan yang sangat polos.

Wajahnya halus tanpa jerawat, padahal dia tidak pernah melakukan perawatan muka di klinik kecantikan, Andri hanya menggunakan sabun muka yang biasa dibelinya di pasar atau minimarket.
Aku sangat penasaran meraba wajah halusnya. Kuraba wajahnya dengan tangan kananku. Ternyata sangat halus sekali.

"Udah bangun Hen?" Ucap Andri tanpa membuka matanya. Aku pun terkejut dan menarik tanganku dari wajahnya.

"Aa kok bangun?"

"Gue udah dari tadi bangun. Kenapa lo ngeliatin gue terus?" Kata Andri. Kok dia bisa tahu kalau aku sedang memperhatikannya, padahal dia kan masih terpejam matanya.

"Si Aa kok bisa tau?"

"Kerasa lah, Hen."

"Minum dulu, A." kataku sambil membuka kemasan air mineral dan menyodorkan kepada Andri.

"Makasih ya." Andri pun menegak air kemasan itu, hampir setengah botol dia habiskan. Kemudian dia berikan kembali botol kemasan air mineral itu kepadaku. Akupun menghabiskan air yang masih tersisa.

"Hen... makan coklat dulu, pasti lo lapar kan?"

"Iya, A," jawabku sambil menerima coklat CAP AYAM JAGO yang telah dibuka oleh Andri.

"Ayo bangun adik-adik. Sebentar lagi kita akan sampai Pantai Parang Tritis. Kakak peringatkan agar tidak berenang di laut." Terdengar suara pemandu wisata melalui alat pengeras suara.

"Adik-adik bisa melihat di sebelah kiri kita ada pemandian air panas. Biasanya sumber air panas terdapat tidak jauh dari gunung-gunung yang masih aktif, namun di daerah ini gunung yang masih aktif adalah Gunung Merapi yang jaraknya kurang lebih 60 KM dari sini."

"Nah, sekarang kita sudah sampai, kita di sini hanya mempunyai waktu kurang lebih satu jam. Ingat pesan kakak, jangan berenang di laut, jangan sembrono jika berbicara, dan saling mengingatkan ya. Kakak tunggu satu jam dari sekarang di bis ini."

"Hen... keluar yuk. Liat matahari terbit."

"Siap A."

Kami pun bergegas keluar dari bis menuju Pantai Parang Tritis. Kulihat matahari mulai terbit dari ufuk timur. Namun baru saja beberapa langkah, Andri menarik tanganku.

"Hen... shalat subuh dulu yuk, itu ada mushola. Masih ada waktu kita buat shalat."

"Siap A."

Ternyata ada beberapa orang di mushola ini yang menjalankan ibadah shalat subuh. Setelah kami menjalankan ibadah, akupun langsung menarik tangan Andri untuk segera menuju pantai. Aku sangat bahagia menikmati suasana pantai dan melihat matahari terbit.

"Aa.... Makasih ya."

"Kenapa emangnya, Hen?"

"Ehmmm....."

"Kebiasaan tuh, nggak beres kalimatnya."

"Ehmmm... Aa udah nemenin aku ke sini."

"Oh dikira kenapa. Sama-sama, Hen, gue juga seneng bisa jalan-jalan keluar kota bareng lo."

"A... Naik kuda yuk?"

"Tanya dulu berapa bayarnya?"

"Atuh A, nggak usah dipikirin bayarnya berapa. Kan jarang-jarang kita naik kuda."

"Iya.. iya..." jawab Andri ketus.

Kami pun langsung memesan dua ekor kuda untuk kami tunggangi. Karena kami sama-sama amatir menunggang kuda, akhirnya kuda dikendalikan oleh pemilik kuda ini.

Sekitar 20 menit kami menunggangi kuda. Setelah membayar sejumlah uang. Kami pun duduk-duduk di tepi pantai, menikmati deburan ombak yang kebetulan tidak terlalu besar.

"A... ke bis yuk, kayaknya udah sejam."

"Iya, takut ditinggal. Lo udah laper belum?"

"Udah A. Pengen makan. Kapan ya kita dikasih sarapan?"

"Lo mau gue beliin makanan di sini atau mau makan coklat?"

"Makan coklat lagi aja deh."

"Ya udah kita langsung ke bis aja ya."

Setelah diabsen satu persatu dan tidak ada yang tertinggal, bis pun melanjutkan perjalanannya. Terdengar suara pemandu wisata berbicara.

"Pasti adik-adik sudah lapar semuanya ya?"

"Iya Kak..." jawab kami serempak.

"Sebentar lagi kita akan menuju Pantai Depok untuk sarapan di sana. Sabar ya adik-adik, cuma 15 menit dari sini menuju Pantai Depok."

Aku dan Andri menghabiskan satu batang coklat yang diberikan Tante Nur sebelum kami berangkat. Lumayan untuk mengganjal perut, ternyata penting juga membawa perbekalan makanan untuk jaga-jaga dalam kondisi seperti ini. Tidak terpikir olehku sebelumnya.

Bis berbelok ke kiri menuju jalan yang lebih kecil, namun masih bisa berpapasan dengan kendaraan yang berlawanan arah walaupun harus mengurangi kecepatan.
Ternyata tidak terlalu jauh jarak antara p
Pantai Parangtritis dan pantai Depok.

Setelah bis berhenti, kami pun dipandu menuju tempat makan yang telah dipesan sebelumnya. Kulihat sebelah kananku ada pasar yang menjual berbagai macam hewan laut yang siap dimasak seperti ikan, kerang, kepiting, cumi dan masih banyak lagi. Ada juga hiu kecil. Gimana rasanya ya?

"Silahkan adik-adik langsung mencari tempat duduk, makanan telah tersaji. Jangan berebutan ya."

Aku dan Andri mencari tempat duduk yang posisinya bisa langsung melihat laut. Ombak di sini ternyata lebih besar dibanding Pantai Parangtritis. Kulihat berbagai macam makanan hidangan laut yang telah tersaji. Ada udang bakar, cumi saus padang, ikan kerapu goreng, dan masih banyak lagi. Ternyata sangat melimpah makanan yang tersaji diatas meja. Kami pun langsung menyantap makanan yang tersaji. Rasanya terasa sangat lezat.

Setelah selesai menyantap seluruh makanan yang tersedia, dan minum satu butir kelapa, kami pun melanjutkan perjalanan menuju kota Jogjakarta. Rasanya sangat kenyang sekali, sehingga aku terlelap selama perjalanan menuju kota Jogjakarta. Sebeneranya tidak terlalu lama, karena jaraknya kurang lebih 30 KM.

Perlahan kubuka mataku, dan aku sedikit kaget karena Andri sedang menatap wajahku sambil berbaring di kursi bis dan badannya miring kearahku, entah sudah berapa lama dia menatapku.

"Udah bangun, Hen?"

"Eeeh... I-iya A. Kenapa Aa ngeliatin aku terus?" Jawabku grogi.

"Gue merasa damai ngeliat lo tidur kayak tadi"

"Kok bisa, A?"

"Iya, Hen. Lo udah gue anggap kayak adik gue, walaupun umur lo lebih tua beberapa bulan, tapi kelakuan lo manja banget."

"Ih si Aa mah. Aku nggak manja!" Protesku.

"Iya, lo nggak manja. Tapi nyebelin!" Jawab Andri ketus.

"Nyebelin tapi suka kan?" ucapku sambil memamerkan sederetan gigi putihku.

"Sepertinya sih... Hehehehe..."

**

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

31.7K 2.9K 123
Abri terbangun dari Komanya dan menyadari jika semua yang telah ia alami bersama Fahmi dan teman-temannya hanyalah mimpi belaka. Namun justru itu ad...
294K 18.4K 22
Ola, balita umur 3 th yang hiperaktif, polos, dan menggemaskan. Resmi menjadi beban di kediaman Duke Oxiver dan dinyatakan menjadi 'tawanan' gemoy ya...
1.1M 117K 38
abis nongkrong bukannya langsung balik, si yogi malah berhenti di deket pohon mangga. alesannya cuma buat ngudud doang. soalnya kalo di rumah dibates...
107K 7K 38
"Aku bakal inget saat ini. Aku dan kamu menanam pohon ini. Aku janji aku bakal rawat pohon cinta ini. Aku bakal datang kesini kalo sempet. Gak bakal...