Silver Maiden [Terbit]

Cassigatha19

842K 76.6K 4.3K

[Masuk daftar Cerita Istimewa Wattpad HQ 2018] Orang-orang menyebutnya sang Gadis perak, putri pelindung Vigh... Еще

Prologue
1. Quon
2. Cyde
3. The Diamonds
4. Kia
5. Thread
6. Fiona
7. Black Diamonds
8. Rendezvous
9. Whisper
10. Breath
11. Motive
12. Friend
13. Deadly Yarn
14. Frozen
15. One Night
16. Trap
17. Charge
18. White
19. Promise
20. Petals
21. Moon
22. Scent of Death
23. Farewell
24. Toxic
25. The Death
26. The Sapphire Eyes
27. Guilty
28. Water Ripples
29. Conspiracy
30. Warmth
31. Miracle
32. Water Crystal
33. Bloom
34. Labyrinth
35. Black Shield
36. Tantrums
37. Fall Down
38. Sacrifice
39. Wounds Heal
40. Autumn
41. Bitter
42. Hazel Eyes
43. Crossroads
44. Reminiscence
45. Tranquility
46. Smith
47. Scar
48. Bidder
49. The Curse: Tail
50. The Curse: Main
51. The Curse: Brain
52. Rain Resonance
53. Distant
54: Rinse
55: Dagger
56. Devil's Glare
57. Anomaly
58. Fang
59. Cliff
60. Prey
61. Pawns
62. Shattered (I)
63. Shattered (II)
64. Alter Ego
65. Return
66. Wick
67. Torn
68. Funeral
69. The Unforgiven
71. Barrier
72. A Speck of Light
73. Queen's Horn
74. Lost
75. Heartbeat
76. Splinters
Epilogue
Extended Chapter: Mikhail
Extended Chapter: Kia
Extended Chapter: Fiona
Extended Chapter: Fiona II
Extended Chapter: Quon Burö
Bonus Chapter: The Spring Breeze
Extra Chapter: Charas
Extra Chapter: Charas II
The Prince and The Diamond He Holds
Wind in Laroa: White

70. Betrayal

5.8K 662 56
Cassigatha19

Kata-katanya lantang, menusuk siapa pun yang mendengar-bahkan Var yang bukan sasaran sebenarnya gadis itu. Setelah melemparkan tatapan kemarahan pada Kia, Quon kembali memandang Var. Kalau saja ada dua dirinya di dunia ini, Var seperti dihadapkan pada cermin dirinya yang juga memendam dendam.

"Siapa pun tidak ada yang bisa menghentikanku sekarang," ujar Quon dingin. "Kedatangan kalian di sini sia-sia.. karena aku tidak akan mendengarkan siapa pun."

Var sungguh-sungguh tidak mengenal gadis itu sekarang. Walau dengan wajah yang sama, aura Silvana telah habis tidak bersisa. Namun bila dia telah bertekad membalaskan dendamnya, kenapa Quon tidak sekali pun menyebutkan nama yang membuat kebenciannya berapi-api? Di saat-saat seperti ini, memaparkan semuanya secara gamblang tidak akan jadi masalah besar bukan?

Gadis itu tetap bergeming saat Var melangkah mendekat. Dalam diam pun, dia sepertinya telah memasang ancang-ancang untuk menghindar apabila Var melakukan sesuatu.

"Kau memiliki semua ingatan yang ada pada Silvana," kata Var. Dia yakin tidak salah mengingat keseluruhan paparan Quon sesaat lalu. "Kalau begitu kau pasti tahu.. dengan siapa kau bicara."

Quon tersenyum sinis. "Kenapa? Kau sedang membangkitkan kembali kenangan kalian berdua? Atau kau sedang menguji ingatanku?"

"Tidak." Var menggeleng perlahan. Biji mata yang kelam itu seperti mengisap lawan bicaranya. "Aku sedang memastikan perasaanmu padaku."

Raut wajah Quon seketika berubah. Bibirnya makin mengatup erat, bahkan mulai tergigit karena tekanan kedua rahangnya. Var mencermati seksama reaksi gadis itu. Kontak mata keduanya masih tersambung, namun Var bisa melihat jemari Quon yang tengah meremas rok.

Dugaan laki-laki itu tidak meleset. Kemurkaan Quon yang hampir menghancurkan Vighę adalah karena kematian Mikhail. Dia mencintai tunangannya, sama besarnya dengan perasaan Silvana. Dan apabila Quon memiliki semua ingatan kehidupan mereka, Var sangsi gadis itu bisa menganggapnya hanya sosok yang asal berlalu.

"Aku tidak hanya mencari Silvana," ucap Var lagi sementara Quon masih memberikan tatapan tajam. "Aku menginginkan gadisku kembali padaku!"

"Tutup mulutmu!!" Teriakannya seketika menghancurkan kaca jendela, beserta perabot yang mudah pecah dalam sekali hantam. "Dia sudah hilang! Silvana telah hilang!! Dia telah mati!! Hanya aku yang tersisa!! Lancangnya kau mengabaikanku, kau-PENGGANGGU KITH!!"

Gelombang besar yang tidak terlihat, mengguncang lantai. Cabang retakan merembet pada dinding manor. Tirai-tirai jendela robek setelah terkena imbas dari udara yang menjelma setajam pedang. Var bergeming. Segaris luka timbul pada kulit di bawah mata kirinya.

"Pergi." Kali ini suara Quon terdengar pelan. Tatapannya kosong. "Lukaku tidak akan sembuh hanya karena Silvana menemukan mainan baru.."

Mainan? Sebutan Quon untuknya langsung membangkitkan emosi laki-laki itu. Pergerakan Var selanjutnya ditangkap sebagai sinyal bahaya bagi Quon. Dan sebelum tangan yang kekar dan kuat itu bisa meraihnya, Quon menghentakkan kaki hingga jarak berupa retakan menganga itu menjauhkan keduanya.

Manor Burö terbelah.

Titik pupil Quon yang mulanya membesar berkat suara berat Var yang dia dengar, pelan-pelan menyempit. Kebencian merasukinya lagi. Sekarang dia merasa konyol karena telah hampir kecolongan membiarkan Var mencoba melunakkan dirinya. Tampaknya sekarang pun, kelemahan Silvana menjadi kelemahan Quon.

Kepala Quon selanjutnya berpaling, disusul tubuhnya yang berbalik.

"Kembali." Var berjengit. Rongga dadanya naik turun. Entah kenapa gerakan gadis itu seakan menyiratkan kepergiannya yang begitu jauh-amat jauh dari jangkauan. "Kembali!!"

Ledakan cahaya perak yang menyilaukan muncul hingga baik Var dan Kia refleks menutup mata. Ketika pendarannya berakhir, mereka mendapati tempat itu telah kosong.

Quon menghilang.

***

Dia tahu.

Quon tahu.

Dan bisa saja Silvana telah mengetahuinya.

Tidak peduli darimana gadis itu mengetahui isi kotak pandora yang berusaha disembunyikan seaman mungkin, Argent tahu dirinya sudah harus bersiap. Sumber kekacauan ini bukanlah Silvana, melainkan Argent sedari awal. Dialah yang patut disalahkan-bukan putrinya yang tidak tahu apa-apa.

Sembari merenung dalam kubangan rasa bersalah, Argent pun memendam kemarahan yang amat sangat.

Taruhi telah mengkhianatinya. Mereka tidak hanya memasang segel yang kuat di tubuh Silvana, tapi juga menyiksa putrinya hingga terbentuklah kebencian yang besar. Kebencian yang mendorongnya bertekad menghancurkan Oltra. Argent merasa kecolongan.

Demi memastikan segel telah terpasang dengan benar, mereka memang harus memantaunya, dan cara itu dilakukan dengan mengisolasi Silvana. Tapi Argent tidak pernah tahu apa yang sebenarnya mereka lakukan pada gadis itu tanpa sepengetahuannya. Setelah Argent membiarkan Var masuk ke dalam manor dan berhadapan langsung dengan Quon, barulah dia sadar pada kenyataan itu.

Para cenayang Taruhi sarat dengan kegiatan penyegelan. Bukan hanya Silvana yang dicap monster hingga harus disegel dalam siksaan yang kuat. Demi keamanan Oltra, banyak makhluk di luar sana yang harus ditundukkan, tentunya dengan segel pula. Berlian Silvana begitu istimewa. Pecahan kecilnya saja mampu memberikan energi yang besar. Dengan dalih itulah, para cenayang Taruhi menyiksa putrinya.

Argent bertekad akan membuat mereka semua membayarnya-terlebih kepala Taruhi yang tahu benar soal ini.

Farah Riraine-Illian, wanita tua yang dulunya adalah sosok guru bagi Argent.

Kini seminggu lebih telah berlalu sejak kedatangan Var di manor Burö. Setelah hampir menghancurkan kediamannya, Quon menghilang. Pancaran kekuatannya tidak terasa sehingga Argent tidak bisa melacak keberadaannya. Hal ini sungguh-sungguh membuatnya frustrasi. Tidak ada yang bisa menjamin keamanan Vighę, karena serangan Quon bisa saja dilakukan secara mendadak.

Tapi apa yang membuatnya diam dan tidak kunjung bergerak? Setelah mengetahui jika Argent adalah otak di balik pembunuhan Mikhail, mengejutkan gadis itu tidak kontan bertindak membalaskan dendam. Seakan-akan dia tengah menunggu sesuatu, atau seseorang. Seolah gadis itu tidak hanya berencana untuk membunuh orang-orang yang terlibat dalam persekongkolan.

Baru saja Argent pasrah membiarkan benaknya keruh sore ini, tiba-tiba saja sesuatu yang dinantinya muncul. Pria itu tersentak. Dia langsung berlari ke istalnya lalu menarik seekor kuda. Saking tiba-tibanya, pengawal tidak sempat menyusul. Argent pergi seorang diri ke sudut terjauh tebing di pinggiran Riget.

Pendaran cahaya yang lembut itu pun menyambutnya, seakan telah menantinya lama. Argent turun dari kuda dan dengan mata menyipit, dia melihat sosok berambut perak itu tengah memunggunginya.

Quon menoleh. Iris safirnya memancar tanpa ekspresi.

"Quon ..." Argent memanggilnya pelan namun gadis itu bergeming. Hatinya terasa seperti diiris-iris melihat Quon menatapnya dingin dan penuh permusuhan. "Nak..?"

Quon ingin membunuhnya. Dia bisa membunuh pria itu dalam sekali tebasan, dan Quon yakin Argent tidak akan mengelak. Tapi kematian seperti itu terlalu ringan. Jika ada hal yang bisa menghancurkan Argent hingga ke titik terlemahnya, Quon akan dengan senang hati menantikan waktu terbaik.

"Anakmu sudah mati," ucap Quon. "Kau sendiri yang membunuhnya."

Argent termangu. Dia tidak membantah-tepatnya tidak bisa. Drama menyakitkan yang berputar dalam kehidupan Silvana, memang sedikit banyak karena campur tangannya meski tidak secara langsung.

Quon memalingkan wajah, menatap jauh ke ujung tebing di mana lembayung masih menghiasi rona langit yang menggelap. Dia memang tengah menunggu seseorang. Seseorang yang berjanji akan menjemputnya, juga membantunya supaya kutukannya pada Oltra menjadi kenyataan.

"Tidakkah kau ingin bertanya sesuatu padaku?" tanya Argent putus asa. Sia-sia saja bila dia berharap gadis itu akan memaafkannya. Tapi sebagian diri Argent tetap ingin Silvana tahu alasan yang mendorongnya melakukan kejahatan itu.

"Aku tidak memerlukannya. Mikhail pun tidak akan kembali," balas Quon tanpa menoleh.

Tidak ada kata-kata yang pantas diucapkan Argent hingga gadis itu akan memaafkannya. Masing-masing larut dengan jalan pikiran sendiri. Pandangan Argent menerawang melihat tubuh ramping itu membelakanginya, sementara Quon bahkan tidak mengacuhkan keberadaan pria itu.

"Kau.. dilahirkan setelah penantian panjang ibumu..," gumam Argent lirih. Quon masih bergeming. "Kau tentu tidak pernah mengingatnya, tapi dia sangat menyayangimu hingga saat-saat terakhir. Aku membesarkanmu dengan segenap hati dan jiwaku.."

Karena kau putriku satu-satunya.

Mulanya hanya seringai kecil mengulas di bibir ranumnya. Namun sekejap kemudian tawa Quon lolos. Gadis itu tertawa sampai tubuhnya berguncang karena geli. Bersamaan saat tawa itu usai, Quon membalikkan tubuh. Kilat di matanya bertambah. Angin berembus kencang dari arah belakangnya.

"Coba katakan itu lagi, setelah aku menghancurkan Vighę, memenggal kepalamu dan memamerkannya di istana Kith, ayah." Nada yang sarat akan kebencian sengaja Quon tekankan saat memanggilnya.

Seseorang yang muncul kemudian membuat Argent membelalak dan terperangah saking terkejutnya. Quon membalikkan tubuhnya lagi hingga bisa berhadapan langsung dengan pria yang penuh aura iblis itu di tubuh aslinya.

Ghaloth Derian-Wilhelm.

"Ratuku.." Ghaloth mengulurkan tangannya pada Quon dan kemudian keduanya saling menggenggam erat.

Melenyapkan keraguannya tanpa sisa, gadis itu pun jatuh ke dalam kuasa Raja Kith.

***

Mengenakan baju besi serta jubah kebesarannya, Salazar Vigö-Ar melangkahkan kakinya ke Kith. Bukan hal yang lazim bagi seorang raja untuk singgah ke negeri lain. Sekali dia melakukannya, motifnya sudah jelas: membantu kudeta, atau perang. Salazar telah setuju menggabungkan pasukannya dengan pasukan Kith. Dia dan Ghaloth menjadi pusat persekongkolan yang baru.

Rombongan Salazar telah sampai siang tadi, dan kini istana Kith sedang disibukkan dengan persiapan pesta. Pesta yang begitu megah dan semarak. Sebagian bangsawan Hurdu dan semua bangsawan Kith hadir. Kabar jika Raja Kith telah mendapatkan Gadis Perak pun membuat mereka tidak sabar menanti.

Ingar bingar pesta menguasai aula istana yang begitu luas dan penuh ukiran ornament yang mewah. Padahal belum lama gerbang istana Kith dibuka, namun jumlah tamu yang datang langsung membludak. Ghaloth sendiri bukanlah pria yang menyukai hiruk pikuk pesta. Terakhir kali istananya mengadakan pesta adalah sewaktu Putri Larөa diangkat menjadi permaisuri.

"Yang Mulia Raja Hurdu memasuki ruangan!" Seorang pengawal mengumumkan dengan lantang kehadiran Salazar.

Laki-laki itu tersenyum penuh percaya diri dalam balutan pakaian yang membuat tubuhnya terkesan amat gagah. Karena kemudaan dan statusnya yang belum memiliki permaisuri, para putri bangsawan terlihat sangat antusias dan berlomba-lomba menarik perhatiannya.

"Yang Mulia Raja beserta Putri Silvana Burö memasuki ruangan!"

Derit kedua daun pintu raksasa yang dibuka menyita penuh perhatian mereka semua. Ghaloth mengenakan jubah bulu beruang yang masih menyisakan kepalanya yang diawetkan. Jemarinya yang kekar dengan ujung kuku yang setajam duri menumpu pada tongkat kayu gofir yang hitam mengilat. Senyumnya mengulas samar sembari menggenggam erat tangan gadis yang berjalan di sebelahnya.

Quon tidak tersenyum. Raut tanpa ekspresi ditampakkannya pada seluruh orang yang telah hadir. Untuk pertama kalinya dia mengenakan gaun yang berasal dari negeri lain. Terlebih Ghaloth tidak main-main saat menyatakan bila gadis itu akan menjadi Ratu bagi seluruh Oltra. Gaun beludru merahnya sangat kontras dengan marmer kuning pucat lantai istana. Rambut keperakannya dipilin, kemudian dijalin sedemikian rupa lantas disematkan permata yang berkilau. Mereka juga memakaikannya anting, kalung, dan gelang yang indah, walaupun semua itu tetap tidak sebanding dengan kecantikannya yang terpancar sekaligus membekukan.

Di saat para tamu berbisik-bisik akibat terkesima dengan sosok yang disebut-sebut sebagai orang yang paling berbahaya di Oltra itu, Var juga berada di antara kerumunan. Dia berdiri tidak jauh dari Ratraukh. Tangan Var mengepal, meski di wajahnya tidak tampak rona keruh yang seharusnya ada. Peka dengan perubahan ekspresi putranya, Ratraukh pun hanya bisa menghela napas panjang.

***

Saura mendengkus gusar. Biasanya pesta yang megah akan membuat suasana hatinya membaik, tapi tidak untuk kali ini. Var juga datang di pesta yang sama. Jelas bukan hal yang biasa karena laki-laki itu tidak begitu menyukai keramaian, terlebih tempat yang dipenuhi celotehan angkuh bangsawan. Var datang, tapi laki-laki itu tetap mengabaikan Saura. Dibandingkan menegurnya, laki-laki itu lebih memilih mencurahkan penuh perhatiannya pada Ghaloth dan Salazar.

Saura tidak terlalu memperhatikan Putri Vighę yang dibawa Ghaloth. Ditambah lagi jaraknya yang sangat jauh, mencegahnya untuk mengenali wajah Silvana.

Baru saja dia memutuskan kembali ke aula, tiba-tiba saja sesuatu menubruknya sampai terdorong mundur. Saura terperanjat melihat gadis bergaun beludru itu tepat di hadapannya. Berbeda jauh dengan Silvana yang dia temui sewaktu di benteng pesisir, tampilan gadis itu begitu kuat dan sangat mengejutkannya.

Yang benar saja. Dia Putri Vighę? Saura sampai menahan napas melihat iris lazuli Quon menatapnya.

"Kau mengingatku," simpul Quon melihat reaksi Saura.

Saking bingungnya dengan situasi di antara mereka saat ini, Saura tidak bisa memilih kata-kata yang tepat untuk menanggapi Quon. Dia ketakutan. Lebih-lebih aura dingin gadis itu sepertinya telah berhasil menusuk hingga ke tulang-tulang Saura. Harusnya dia lari, tapi melihat delapan dayang yang mengekor di belakang Quon, Saura tahu dia tidak bisa menghindar tanpa menerima konsekuensi.

Mendadak satu tamparan keras mendarat di pipi Saura. Begitu kuatnya tamparan tadi hingga gadis itu terjatuh ke samping dan meringis memegangi pipi yang memerah.

"Aku bicara padamu," ucap Quon masih tanpa ekspresi.

Saura membenarkan posisinya berlutut dan menunduk.

"Yang Mulia Putri..," cicitnya pelan.

"Kau ingat siapa aku?"

"Ti-tidak, Yang Mulia. Saya tidak yakin pernah bertemu dengan Yang Mulia." Saura berdusta. Itu mungkin adalah jalan satu-satunya supaya dia bisa menyelamatkan diri.

Quon terdiam beberapa saat sebelum senyum kelam menghiasi bibir merahnya.

"Aku berniat memberimu sepuluh kali hukuman cambuk," kata gadis itu yang kontan mengundang tatapan tak percaya Saura padanya. "Namun mendengar kau berusaha menyangkalnya, aku memutuskan menjadikannya lima kali lipat."

"Ya-Yang Mulia.."

"Atau kau lebih suka aku memenggal kepalamu sekarang lalu memamerkannya di Hăerz? Aku juga akan dengan senang hati menjadikan semua anggota keluargamu sebagai santapan harimau peliharaan raja."

Saura syok. Tubuhnya gemetaran hebat.

"A-ampuni saya, Yang Mulia! A-ampunilah.. Saya mohon ampunilah!"

"Seret dia ke penjara bawah tanah!" perintah Quon yang langsung dilaksanakan oleh para dayang di belakangnya.

Saura berteriak meminta ampun berulang-ulang dan menangis. Tapi sebelum sosoknya enyah dari pandangan Quon, seseorang menghentikan mereka. Dia menyentakkan tangan Saura, membebaskan gadis itu dari cengkeraman sepasang dayang. Saura pun menangis sesenggukan di balik punggungnya.

Quon terdiam. Kelopak matanya berkedip pelan seakan tidak peduli saat Var memberikan tatapan berbalut kemarahan.

"Dia tunanganku. Jangan sentuh dia," kata laki-laki itu penuh penekanan.

Quon masih tetap bergeming, bahkan ketika Var menarik Saura pergi dari hadapannya. Detik demi detik berlalu. Quon yakin kedua orang itu telah benar-benar berada di luar jangkauan pandangnya, namun pada akhirnya dia tetap menoleh. Bagaikan boneka tembikar yang cocok dijadikan pajangan, tidak ada yang bisa menangkap rona sayu pada manik safir itu.

Seorang dayang lain terlihat melangkah terburu-buru menghampirinya.

"Tuan Putri, orang suruhan Yang Mulia telah berhasil menangkap seseorang seperti yang Tuan Putri inginkan."

Mereka tengah menangkap dan menyekap Dalga Rillièm-Qaur. Quon berniat menjadikan laki-laki itu sebagai bonekanya, supaya perisai Taruhi bisa diterobos. Dan sungguh, tempat laknat itu akan runtuh pada saat kehancurannya.

.

.

.

"There goes my hands shaking

And you are the reason

My heart keeps bleeding

And I need you now."

Song: Calum Scott - You are The Reason

Продолжить чтение

Вам также понравится

The Lost History; Indonesia [Book 1]✔ dinaN

Исторические романы

13.5K 2.1K 41
Bagaimana jika sebuah buku diary tua yang sangat kusam menyedotmu masuk ke dalamnya? |•| [The Lost Series; Book 1 : Indonesia] Caya tidak mengerti me...
Be a Princess Captain-shy-cheesec...

Подростковая литература

196K 12.4K 19
Keira Hanirasya adalah gadis Jakarta yang cukup berandalan di sekolahnya. Ketika seorang temannya mengatakan jika ia mirip dengan seseorang, Keira ta...
2.8K 398 50
[THE CHILDREN OF GODDESS #2] Kelanjutan Daughter of Naterliva Mendamaikan manusia dan naga hanyalah awal dari segala sesuatu. | • | Kabar kesuksesan...
179K 11.4K 21
KAILA SAFIRA gadis cerdas berusia 21 tahun yang tewas usai tertabrak mobil saat akan membeli martabak selepas menghadiri rapat perusahaan milik mendi...