Enigmatic

By Ciao_Miraa

608K 25.7K 2.4K

⚠️16+ Yang suka cerita teenfic banget, atau mungkin suka teenfic yang benar-benar kayak kenyataan, cerita ini... More

Cuap-cuap
Prologue
Enigmatic 1 - Help Me!
Enigmatic 2 - His Possession
Enigmatic 3 - I Hope, You Die!
Enigmatic 4 - Trauma
Enigmatic 5 - Eksekusi
Enigmatic 6 - If
Enigmatic 8 - Still
Enigmatic 9 - Arka
Enigmatic 10 - Plan
Enigmatic 11 - Complicated
Enigmatic 12 - Escape
Enigmatic 13 - Disappear
Enigmatic 14 - Emerge
Enigmatic 15 - Strange
Enigmatic 16 - Sweet

Enigmatic 7 - Punishment

25.9K 1.5K 158
By Ciao_Miraa

"Awalnya aku hanya sebutir debu yang tidak pernah disadari keberadaannya. Kemudian kamu datang, membuatku terlihat."

***

"I-iya, Bu." Salsa mencium punggung tangan bu Yanti. Guru BK mereka.

Ibu Yanti mengangguk pelan. "Jangan ulangi, Salsa. Saya tidak mau melihat pertengkaran apapun lagi di lingkungan sekolah. Entah itu kamu yang memulai, atau Dirra."

"Baik, Bu."

"Sekarang, karena pertengkaran itu, Dirra harus di skors 3 hari hanya karena kamu." Ibu Yanti nampak frustrasi. "Padahal sebentar lagi dia akan mengikuti lomba Kimia. Bagaimana mungkin kamu mulai berulah di saat genting seperti ini, Salsa?"

Salsa paham. Anak emas dari hampir seluruh guru SMA Arwana pasti akan tetap terlihat baik walaupun dia yang salah. Semua kesalahan, tentu saja akan dilemparkan kepada orang seperti Salsa. Orang yang tidak pernah terlihat sama sekali sebelumnya.

Ibu Yanti memijat pelipisnya. "Bukan berarti karena kamu memiliki hubungan dengan Aldi jadi kamu bisa seenaknya di sini, Salsa. Kami akan tetap bertindak tegas. Bersyukurlah karena semua bukti dan saksi mata yang cenderung memberatkan Dirra, entah itu karena takut atau dibayar sehingga kamu bisa lolos. Tapi setahu saya, Dirra itu anak cerdas. Dia baik dan periang. Tidak mungkin dia melakukan hal yang dikatakan saksi di sana."

Kak Dirra juga pacarnya Aldi, Bu.

Salsa menunggu perkataan apa lagi yang akan keluar dari mulut wanita paruh baya itu. Ia menyodorkan secarik kertas dihadapan Salsa. "Kamu tau bukan setiap tindakan pasti akan ada konsekuensinya?"

Kedua mata Salsa memicing---menatap secarik kertas yang disodorkan Ibu Yanti. 'SAYA DIHUKUM KARENA TELAH MENGAJAK SENIOR UNTUK BERKELAHI. HUKUM SAYA'. Seperti itulah tulisan yang tertulis di sana.

"Jam istirahat pertama dan kedua, pakai ini," Ibu Yanti menempel double tip di belakang kertas. "Kamu boleh istirahat setelah bel masuk ketiga berbunyi."

"Tapi bu..." Salsa menggeleng, enggan mematuhi perintahnya. "...ini terlalu berlebihan."

"Saya lebih mengerti dampak dari hukuman yang saya berikan, Salsa. Ini tidak seberapa." Ibu Yanti menghela napas panjang. "Saya masih berbaik hati dengan hanya membiarkan kamu berdiri dengan kertas ini. Saya juga yakin sekali tidak akan ada murid yang berani memberikanmu hukuman. Kecuali jika sebelumnya kamu pernah berbuat salah pada mereka."

Salsa menggeleng cepat. "Tapi saya tidak pernah melanggar peraturan sama sekali sebelumnya, Bu. Baru kali ini."

"Kamu sudah melanggar satu dari tiga larangan paling berat, Salsa. Seharusnya sekarang saya sudah mengusirmu dari sekolah ini. Tapi tidak saya lakukan."

Kali ini Salsa tidak bisa berpikir jernih. Ia menelan salivanya kasar. Keringat bercucuran di balik seragamnya. "Ibu. Saya janji tidak akan pernah melanggar peraturan lagi."

"Ini perintah, Salsa. Tolong jangan membantah."

Sungguh. Apa dirinya memang sangat dibenci oleh para guru? Atau karena koneksi Dirra yang sudah terlalu dalam? Benar. Dibanding Dirra, dia ini siapa? Hanya debu beterbangan yang tidak pernah disadari keberadaannya.

"Berdiri di depan tiang bendera. Saya akan berjalan untuk memeriksa nanti." Ibu Yanti menghembuskan nafas berat. "Kamu boleh keluar sekarang."

Dengan berat hati, Salsa berjalan keluar. Ia meremas kuat kertas yang disodorkan ibu Yanti. Pikirannya kalut. Ia menatap lapangan upacara. Ramai sekali. Anak paskib, tim sepak bola dan tim basket sedang berkumpul di sana. Beberapa tengah berlatih, dan sisanya sedang berbincang ringan. Salsa menelusuri setiap sudut lapangan. Sinyal aman muncul dikepalanya. 

Di sana tidak ada Aldi.

Tunggu dulu. Memangnya kalau ada Aldi kenapa?

Ck! Menanyakan hal yang sudah jelas, bukankah sangat tidak masuk akal? Tentu saja Aldi akan ilfeel. Tinggal menghitung hari atau jam saja sampai Aldi memutuskan hubungan terlebih dahulu. Bukankah bagus? Ini kan yang ditunggu-tunggu Salsa sejak awal? Hubungan yang terjalin selama setengah tahun ini, akan berakhir bukan? Lalu, kenapa dia sama sekali tidak senang?

Tepat di saat Salsa membuka pintu kantor dan berjalan keluar, di saat itu pula seseorang di luar sana sedang mengambil ancang-ancang untuk membuka pintu. Hingga berakhirlah orang itu mencengkeram pergelangan tangan Salsa, bukan gagang pintu.

"Eh?? Sorry, sorry," kata dia yang refleks melepaskan cengkeraman tangannya.

Salsa terdiam. Memperhatikan wajah murid yang nampak asing di kedua matanya. "Nggak apa-apa." Salsa memperhatikan name tag, juga logo sekolah yang belum terpasang. Baju seragamnya pun masih terlihat baru. "Murid baru, ya?"

Orang itu mengangguk cepat. "Oh iya. Gue murid baru di sini. Salam kenal."

Salsa tersenyum teduh. Ia mengangguk dan berjalan pergi. Berlalu dari hadapan orang itu.

"Jadi dia Salsa??" Orang itu tersenyum aneh sambil menatap punggung Salsa yang makin menjauh. Kedua tangannya ia masukan ke dalam saku celana.

Untuk beberapa saat, orang itu hanya menatap punggung Salsa, sampai punggung itu menghilang dibalik koridor. Ia kemudian terkekeh garing lalu menghela nafas panjang. "Pantesan lo gak mau lepasin dia, Aldi."

Dia refleks memandangi tangannya yang sempat mencengkeram pergelangan tangan Salsa, tadi. Senyum tipis terbentuk diwajahnya.

"Halus."

***

"Gue yang bicara ke ibu Yanti nanti!!" Tasya bertekad. "Ini udah keterlaluan banget!! Jelas-jelas pelakunya si Dirra itu! Tapi kenapa malah elo yang disalahin sih, Sal!?"

"Udah, Sya..."

"Lo diem aja, Sal! Sekarang kita nggak mau denger apa-apa dari lo!" Ella menghembuskan nafas kesal. "Dasar, guru!! Bela aja terus! Bela!! Kenapa kagak sekalian itu diangkat jadi anaknya sih!? Dia nggak tau aja siapa yang mulai duluan!!"

Tasya refleks menatap tajam ke arah gadis yang sedang menjadi topik pembicaraan mereka saat ini. "Lo juga, Sal!! Kenapa nggak ngebantah!?"

Salsa menyandarkan punggungnya di dinding kantin. "Kenyataannya kan emang gue yang mulai duluan."

"KATA SIAPA!?" teriakan Tasya dan Ella sontak mengundang perhatian hampir setengah penghuni kantin.

"Sshhtttt!!!" kesal Salsa. "Lo berdua santai aja, dong! Jangan pake urat."

Kantin sedang ramai hari ini. Semua kursi penuh. Tidak tersisa satupun di sana untuk mereka duduki. Hingga akhirnya di sini lah tempat mereka setiap tidak kebagian tempat. Duduk di lantai tepi kantin dengan beralaskan koran atau kadang tidak beralaskan apapun.

"Fa. Lo diem aja?? Nggak ada niatan ngebantu temen lo yang begonya udah di batas normal ini??" Ella berdecak.

Yufa cuek. Dia tetap sibuk memakan roti isinya dengan tangan yang lincah mengotak-atik gadget. Seakan sudah terbiasa dengan hal-hal seperti ini.

Kedua gadis remaja itu memijat pelipis mereka bersamaan. "Gue nggak mau tau. Pokoknya, gue harus ngomong sama bu Yanti!!" putus Tasya final.

"Iiihh, jangan Sya!! Ntar hukuman gue bukannya berkurang malah makin banyak!!"

"Lo itu diem aja, Sal--"

"Kalian ini gimana??" Yufa berdecak sebal. "Tinggal ngasih tau Aldi, beres kan?? Kenapa harus susah-susah bicara sama bu Yanti yang mata sama telinganya itu udah kagak berfungsi lagi!?"

Salsa mengerutkan dahinya. "Hah?? Apa lo bilang!?"

Mendengar hal itu, Tasya dan Ella saling tatap. Mereka seketika merutuki kebodohan mereka yang tidak memikirkannya sedari tadi. Yufa ini, benar-benar mengesalkan. Kenapa tidak bilang dari tadi!? Mereka kan tidak usah membuang-buang suara. Mubadzir!!

"Kalo gitu, ralat. Gue bakal ngasih tau Aldi!"

Tasya hendak berdiri. Namun dengan cepat Salsa mencengkeram pergelangan tangan gadis itu agar dia tidak bisa pergi ke mana-mana.

"Please! Jangan bilang ke dia. Gue udah terlalu banyak nyusahin dia, Sya! Gue mohon!"

Ella melipat tangannya di dada. Benar juga. Gadis seperti Salsa tidak akan pernah mau bergantung pada seorang lelaki. Apalagi lelaki itu adalah Aldi. Pacar yang tidak pernah Salsa harapkan. Ditambah lagi Salsa berhutang banyak pada Aldi. Jika suatu hari mereka putus, bagaimana cara Salsa membalas budi?

"Menurut gue, ngomong sama bu Yanti kayaknya mustahil." Yufa menanggapi.

"Kenapa mustahil?? Kan gue bisa bilang kalo sebenarnya yang mulai itu, bukan Salsa. Tapi Dirra. Si kakak kelas jelek itu," jelas Tasya yang diangguki Ella.

Yufa kembali mengotak-atik gadget-nya. Kemudian, ia menyodorkan benda pipih itu ke hadapan ketiga sahabatnya. "Liat?? Bahkan udah ada bukti nyatanya."

"Loh?? Ini kapan??" tanya Ella dengan mata yang fokus menatap layar gadget.

Tasya mengerutkan keningnya. "Siapa yang video-in!?"

Yufa mengangkat bahu, tidak tahu. "Pas gue buka account Instagram sekolah, nih video udah di unggah di sana. Baru sehari yang lalu."

"Bagus kalo gitu! Kita bisa nunjukin video ini ke bu Yanti! Keliatan banget kan kalo Dirra yang mulai!?" ujar Ella.

"Lo mau liat apa yang lebih aneh??" Yufa mengambil gadget-nya. Tidak sampai semenit, dia kembali menyodorkannya. "Lo liat kan?? account Instagram bu Yanti ngelike nih video. Berarti, bu Yanti udah nonton."

Salsa terdiam memperhatikan layar gadget milik Yufa. Terbesit perasaan iri di sana. Tentang bagaimana Dirra diperlakukan dengan begitu baik dan lembut. Sedangkan Salsa?? Semua kesalahan yang bahkan tidak pernah ia lakukan, malah berusaha menyerangnya.

"Jadi gini kelakuan bu Yanti!?" kesal Tasya.

"Udah gue bilang, anak emas yah tetep anak emas. Mau ngehancurin nih bumi juga, tetep bakal dibela," dengus Ella tidak suka.

Salsa tersenyum tipis. "Gue pergi dulu. Udah waktunya."

"Tunggu, Sa--"

"Tenang aja. Kita bakal bantuin lo, kok. Apapun yang terjadi, kita bakal bantuin lo dari jauh. Jadi lo tenang aja," potong Yufa.

Senyuman tersungging diwajah Salsa. Kedua gadis remaja tadi menghembuskan nafas pasrah. Kemudian mereka menunjukkan jari jempol mereka. Secara tidak langsung memperlihatkan betapa berharganya Salsa bagi mereka.

Dan betapa bahagianya Salsa, memiliki mereka.

***

Salsa berdiri di tengah lapangan dengan kertas yang menempel di baju seragamnya. Ia menatap beberapa orang yang juga tengah memperhatikannya.

Tidak ada yang memberikan satu pun hukuman untuknya. Sekalipun apa yang tertulis di kertas ini menyuruh mereka untuk itu. Bolehkah Salsa bersyukur?

Beberapa orang hanya tertawa mengejek. Yang lain menghindar. Tidak mau terseret dan menjadi bulan-bulanan Aldi karena telah menyentuh 'salah satu' pacarnya. Lagipula, sebelum Aldi turun tangan, mereka harus menghadapi keempat antek-anteknya terlebih dahulu.

Dalam hal ini, mereka lebih memilih dihukum daripada harus memberikan hukuman. Terlebih lagi kepada pacar Aldi yang satu ini. Gadis yang paling dekat dengan lelaki itu, dibanding puluhan pacarnya yang lain.

Salsa menyeka keringat yang sudah mulai mengalir melalui pipinya. Matahari tepat di atas kepala sekarang. Jam sudah menunjukkan pukul 12 tepat. Jam istirahat akan berakhir dua puluh menit lagi. Ia harus berusaha bertahan di sana. Dua puluh menit lagi, dan semua akan selesai.

Di ujung koridor sana, ketiga sahabatnya sedang menunggu. Memperhatikan dirinya dari jauh dengan botol air mineral yang sudah mereka siapkan untuk berjaga-jaga.

Salsa tersenyum. Setidaknya, di antara semua orang yang menghina dan memaki dirinya sekarang, masih ada orang yang peduli. Menjelma menjadi sahabat terbaik sepanjang hidupnya.

"Eh ...lo yang tadi pagi kan??"

Salsa tersentak. Dia menoleh ke asal suara itu berasal. "Siapa ...??"

Lelaki itu terkekeh. "Baru beberapa jam doang, lo udah lupa??" candanya. "Gue yang nggak sengaja ketemu lo di depan pintu kantor. Inget??"

Ahh, anak baru itu rupanya. Salsa mengangguk. Ia ingat. "Maaf ya? Kita ketemu lagi pas gue kayak gini."

"Santai aja, kali." Lelaki itu tersenyum ramah. "Tadi gue jalan mau ke koperasi sekolah. Tapi gue langsung ke sini pas liat lo. Kita belum kenalan, kan??"

"Gue Salsa," ucap Salsa spontan.

Lelaki itu tertawa kecil. Dia mengulurkan tangannya. "Gue Gito. Pindahan dari SMA Bangsa."

Tidak menjawab uluran tangan Gito, Salsa hanya mengangguk. "Salam kenal Gito."

"Kenapa nolak uluran tangan gue??" tanyanya dengan sebelah alis terangkat. "Jorok sama tangan gue ya?"

Salsa menggeleng canggung. Ia bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin bukan ia menjawab bahwa Aldi pacarnya akan mengamuk jika Salsa berjabat tangan atau bersetuhan dengan lelaki lain? Lagipula Gito anak baru. Dia tidak akan mengerti sekalipun Salsa menjelaskan panjang lebar padanya sekarang.

"Oke, gue ngerti. Privasi kan??"

Beruntung Gito tidak bertanya lagi. Salsa kembali fokus ke arah murid lain yang tengah menjadikan mereka tontonan gratis. Kalau sampai kejadian ini juga ditonton oleh Aldi, ceritanya akan berbeda.

"Apa ini??" kata Gito membaca tulisan di kertas yang tertempel pada seragam Salsa. "Gue sampe nggak sadar ada kertas yang nempel. Maksudnya apa tentang 'hukum saya'??"

Tanpa sadar Salsa menelan salivanya kasar. Dia menatap ke arah ketiga sahabatnya. Kemudian kedua mata itu bergerak liar. Mencari keberadaan Aldi yang mungkin saja terdeteksi.

"Lo bisa kasih hukuman buat gue," jelas Salsa takut-takut. "Ini ...hukuman buat masalah yang gue lakuin kemarin."

Dito sepertinya lelaki baik. Tidak mungkin dia meminta hal-hal aneh, kan??

"Gue kasih hukuman buat lo??" Gito menggeleng heran. "Guru yang ngasih hukuman ini berpendidikan nggak, Sal? Karena sumpah, ini nggak masuk logika gue."

Salsa tertawa canggung. Memangnya dia harus menjawab apa? Ibu Yanti memang bukan guru BK. Beliau hanya guru Matematika yang menggantikan posisi ibu Tika selaku guru BK, karena beliau sedang mengambil cuti untuk melahirkan.

"Kalo gitu, cium gue."

Sontak alis Salsa menyatu. Dia bingung. Apa katanya? Cium??

"Gue nggak nyuruh cium di bibir." Gito menunjuk pipi kanannya. "Di sini aja cukup, Sal."

"Kasih hukumannya jangan yang kayak gitu juga," tolak Salsa tidak rela.

Enak saja! Dia pikir dia siapa!? Kenapa lelaki yang baru ia kenal beberapa jam lalu sudah berani meminta hal sensitif seperti itu!?

"Lo bilang hukuman, kan?? Di situ nggak ada larangan apapun tentang cium. Jadi ...boleh dong?"

"Itu bukan hukuman!"

Wajah Salsa berubah pucat. Permintaan Gito mengundang perhatian beberapa murid di sana. Bahkan beberapa di antara mereka sudah berteriak, menyerukan bahwa Salsa harus melakukan 'hukuman' yang sudah diberikan oleh lelaki ini.

Perhatian Salsa teralihkan pada gadget-nya yang tiba-tiba saja menyala. Pesan masuk dari Ella. Ia masih bisa melihat isi pesan Ella yang terpasang di layar lock screen.

Ella

Gue udah chat Aldi buat nyelamatin lo!

Isi pesan Ella sama sekali tidak membuat Salsa tenang. Maksud dia apa tentang menyuruh Aldi untuk menyelamatkannya!? Yang ada Salsa lah yang butuh diselamatkan dari pacarnya itu. Aldi pasti akan marah besar ketika tahu ia melanggar janjinya untuk tidak berdekatan lebih dari 1 meter dengan lelaki lain.

"Kenapa diem, Sal??"

"Ah ...nggak---"

"Mau cium nggak nih??" goda Gito.

Salsa menggeleng lagi. "Please, jangan kayak gini. Hukuman yang gue maksud bukan tentang ci---"

"Kalo gitu peluk gue."

"Gito..."

"Lo bilang selain cium, kan?? Peluk juga nggak boleh??" tanya Gito dengan polosnya.

Astaga!! "Please ...jangan yang kayak gitu. Gue ...nggak suka."

Tiba-tiba suara tawa terbahak keluar dari mulut Gito. Lelaki itu tertawa sambil mencengkeram perutnya. "Ya ampun, Sal! Seharusnya lo liat muka lo, tadi!"

"A-apa??"

"Gue cuma bercanda doang. Jangan dimasukin ke hati," ucap Gito dengan tawa yang belum mereda. "Nggak mungkin lah gue nyuruh lo nyium bahkan peluk gue."

Haruskah Salsa melempar sepatunya hingga menempel di wajah menjengkelkan itu? "Nggak lucu."

"Iya. Maaf, maaf," ucapnya dengan kekehan kecil. "Tapi gue nggak bohong soal tadi. Kalo emang lo mau ngelakuin itu, gue ikhlas kok kasih tubuh gue buat lo."

Hanya karena candaan yang sangat tidak berfaedah ini, Salsa harus menguras tenaganya. Apalagi di bawah terik matahari yang sungguh menyengat ini. "Pergi aja lo dari sini."

"Sorry, sorry. Gue minta maaf," kata Gito masih sesekali tertawa. "Ngomong-ngomong, Sal. Lo keliatan nggak sehat."

"Nggak apa-apa. Gue udah biasa."

Sentuhan ringan Salsa rasakan dibahunya. Tubuhnya menegang. Ia langsung menyorot kedua mata Gito. "Sumpah, lo keliatan nggak sehat. Biar gue antar ke UKS, ya??"

"Nggak usa--"

AAKHHH!!

Gito menarik tangannya dari bahu Salsa. Ada memar merah di sana. Denyut ditangannya makin terasa pedih.

Salsa mengerjapkan kedua matanya berulang kali. Apa yang terjadi?? Ia memperhatikan bola basket yang tiba-tiba saja memantul di samping mereka.

Beberapa saat yang lalu, entah dari mana asalnya, bola basket ini melayang dengan cepat. Membentur pergelangan tangan Gito di bahu Salsa.

Memang tidak mengenai Salsa. Tapi perih yang Gito rasakan cukup untuk membuat gadis itu resah. Melihat dari bagaimana murid-murid di sana menatap Gito, Salsa sudah tahu siapa dalang di balik kejadian ini.

Seorang lelaki bertubuh tegap dengan otot-otot tangan yang terlihat menonjol di baju basket tanpa lengan itu, membuat beberapa murid di sana meneguk saliva mereka.

Lelaki itu berjalan mendekati Salsa. Mengusap bahu yang tadi di sentuh Gito. Dia mengusap bahu itu seperti sedang membersihkan debu yang mengganggu penglihatannya. Setelah selesai, dia membawa Salsa ke belakang punggungnya.

Awalnya mereka hanya saling tatap. Aldi dengan wajah datar nan dingin, Gito dengan wajah penuh kekesalan dan dendam.

"Ada hak apa lo nyentuh cewek gue?"

Salsa tersentak ketika nada yang sangat tidak bersahabat itu keluar dari mulut Aldi. Sedangkan Gito, dia hanya tersenyum miring. Menormalkan kembali raut wajahnya.

"Lo pikir lo siapa, hah?" Gito menunjukkan smirk nya. "Lo belajar sopan santun kagak!?"

Aldi tersenyum remeh. Dia berbalik menatap Salsa. "Balik ke kelas, Salsa."

"Tapi hukumannya belum selesai. Dua men---"

"Pergi. Sekarang."

Salsa menelan salivanya. Ia menatap Gito yang tengah menahan perih. Kemudian ia berbalik menatap Aldi. Kalau seperti ini jadinya, ia akan kembali menyalahkan diri sendiri. Kalau saja tadi Salsa melarang Gito untuk mendekatinya, ini pasti tidak akan terjadi. Sekarang, apa yang akan mereka berdua lakukan jika ia meninggalkan mereka di sini?

"Salsa." Aldi bersuara. Berat dan serak. Terdengar tidak ingin dibantah.

Salsa menggigit bibirnya. Pada akhirnya ia mengangguk, kemudian berbalik hendak kembali ke kelas sebelum langkahnya terhenti karena seseorang tiba-tiba mencekal kuat tangannya.

"Aku jemput. Jangan ke mana-mana."

Salsa mengangguk---mengerti. Kali ini ia langsung berlari menemui sahabat-sahabatnya. Sempat terjadi perdebatan di sana sebelum mereka berjalan pergi meninggalkan lapangan.

Gito memutar bola matanya. "Ternyata benar kata mereka. Orang macam lo sekalipun, pasti bego di depan cewek."

Aldi tidak menjawab. Dia hanya berdiri di sana dengan tatapan lurus ke depan. Gito tersenyum sinis. Ia memperlihatkan sebelah tangannya ke depan wajah Aldi. "Tadi pagi di depan kantor, gue nggak sengaja megang tangan cewek lo."

Gito berhenti sejenak. Ia mengamati raut wajah Aldi yang ia kira akan berubah. Tetapi raut wajah lelaki itu masih tetap sama. Datar tanpa ekspresi yang berarti. Ia melanjutkan. "Ternyata tangan cewek lo hal---akkhh!"

Gito tersedak. Seseorang mencengkeram lehernya dan mengangkatnya ke atas dengan kuat. Ia hampir tidak menginjak tanah. Wajahnya memerah. Gito terbatuk parah sesaat setelah Aldi menghempaskan tubuhnya ke atas lantai lapangan yang sekarang tengah terbakar karena panas matahari.

Aldi langsung berjalan pergi tanpa mengatakan sepatah katapun. Lelaki itu bahkan sekali pun tidak menengok ke belakang.

Gito mengepalkan tangan. Ia menggigit lidah agar tetap sadar. Jika bukan karena sekarang ia sedang berada di lingkungan sekolah, Gito mungkin sudah akan memukul kepala lelaki itu dengan kuat tanpa belas kasihan sama sekali.[]

.

.

.

.

.

Tbc

Gimana Social Distancing kalian, dear?

Continue Reading

You'll Also Like

4.7M 35K 30
REYNA LARASATI adalah seorang gadis yang memiliki kecantikan yang di idamkan oleh banyak pria ,, dia sangat santun , baik dan juga ramah kepada siap...
1M 47K 66
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
222K 1.2K 16
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
241K 17.3K 30
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...