Silver Maiden [Terbit]

By Cassigatha19

842K 76.6K 4.3K

[Masuk daftar Cerita Istimewa Wattpad HQ 2018] Orang-orang menyebutnya sang Gadis perak, putri pelindung Vigh... More

Prologue
1. Quon
2. Cyde
3. The Diamonds
4. Kia
5. Thread
6. Fiona
7. Black Diamonds
8. Rendezvous
9. Whisper
10. Breath
11. Motive
12. Friend
13. Deadly Yarn
14. Frozen
15. One Night
16. Trap
17. Charge
18. White
19. Promise
20. Petals
21. Moon
22. Scent of Death
23. Farewell
24. Toxic
25. The Death
26. The Sapphire Eyes
27. Guilty
28. Water Ripples
29. Conspiracy
30. Warmth
31. Miracle
32. Water Crystal
33. Bloom
34. Labyrinth
35. Black Shield
36. Tantrums
37. Fall Down
38. Sacrifice
39. Wounds Heal
40. Autumn
41. Bitter
42. Hazel Eyes
43. Crossroads
44. Reminiscence
45. Tranquility
46. Smith
47. Scar
48. Bidder
49. The Curse: Tail
50. The Curse: Main
51. The Curse: Brain
52. Rain Resonance
53. Distant
54: Rinse
55: Dagger
56. Devil's Glare
57. Anomaly
58. Fang
60. Prey
61. Pawns
62. Shattered (I)
63. Shattered (II)
64. Alter Ego
65. Return
66. Wick
67. Torn
68. Funeral
69. The Unforgiven
70. Betrayal
71. Barrier
72. A Speck of Light
73. Queen's Horn
74. Lost
75. Heartbeat
76. Splinters
Epilogue
Extended Chapter: Mikhail
Extended Chapter: Kia
Extended Chapter: Fiona
Extended Chapter: Fiona II
Extended Chapter: Quon Burö
Bonus Chapter: The Spring Breeze
Extra Chapter: Charas
Extra Chapter: Charas II
The Prince and The Diamond He Holds
Wind in Laroa: White

59. Cliff

6K 699 48
By Cassigatha19

Silvana dirundung kegelisahan. Paru-parunya terasa sesak saat menghela napas. Tidur tidak tenang. Terbangun tiap beberapa jam. Bulir keringat dingin mengalir tanpa henti. Malam berjalan amat lambat. Dia tidak sabar menantikan keesokan hari hingga laki-laki itu bisa ditemuinya.

Apa yang dipikirkan Var? Kenapa waktu itu dia berbalik pergi begitu saja? Silvana hampir-hampir mengejarnya, tapi Cyde dengan sigap menahan. Cyde bilang kepergian Silvana akan memberikan persepsi yang aneh bagi para siswa yang lain tentang mereka—karena biar bagaimana pun mereka menjadi pasangan pesta kali ini.

Silvana tidak memiliki pilihan. Dia terpaksa berdiam di sisi Cyde—sama sekali tidak menyadari tatapan menelisik dari beberapa siswa dari Ruby termasuk anggota dewan komitenya. Kepala Silvana pening. Otaknya terus mendengungkan nama Var. Dan begitu menyadari raut pucat gadis itu, Cyde mengalah dengan mengajaknya undur diri lebih awal.

Keluar dari balkonnya, Silvana melangkah mondar-mandir saking resahnya. Selang tidak berapa lama, hadir Kia yang berdiri tepat di atas pagar.

"Pertemukan aku dengannya," pinta Silvana dengan tatapan memohon. "Beritahu aku jika dia keluar dari Gihon."

Kia mengangguk. Laki-laki itu menjatuhkan diri dari lantai tiga kamar Silvana berada. Namun sebelum kakinya berpijak, tubuhnya melayang sebentar selanjutnya menghilang dari pandangan.

Permintaan Silvana rupanya cukup sulit terpenuhi. Var sama sekali tidak keluar dari asrama selama tiga hari berturut-turut. Dia menghindari segala macam interaksi—bahkan dengan Rife sekalipun. Rife yang menyadari sikap Var yang bertambah dingin hanya bisa menggeleng mengamatinya kala berlatih. Laki-laki itu juga menambah porsi latihannya menjadi dua kali lipat.

Akhirnya di hari keempat, Kia menyadari gerak-gerik Var saat akan keluar Gihon. Rife mengekor. Fiona yang tidak sengaja melihat Kia yang bergerak cepat ke Ruby pun terpancing untuk mencari tahu.

***

Var membutuhkan jasa pandai besi. Akan tetapi kali ini tidak akan memakan waktu lama. Dia duduk di bangku yang disediakan lalu membisu seperti patung. Rife yang tadinya berada di luar untuk menitipkan kudanya dan Nii di istal umum pun kemudian menghampiri laki-laki itu. Bersahabat bertahun-tahun dengan putra Buriand tersebut membuatnya cukup peka menyimpulkan suasana hati Var kini.

"Apa ada yang mengganggumu?" tanya Rife hati-hati. Setelah beberapa kali mencoba mengorek dengan bertanya dan tak lupa mengimbuhi candaan, dia tahu jika cara itu tidak akan berhasil. "Aku melihat kau mengirim pesan pada seseorang lewat elangmu.. ke arah Kith."

Hening. Var sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda merespon. Rife sungguh-sungguh merasa seperti dihadapkan dengan sebuah arca.

Apa dia akan pergi ke Kith? Satu pertanyaan lagi tersangkut di tenggorokan Rife. Mengenal perangai Var, Rife tahu pertanyaannya hanya akan dijawab oleh kebisuan. Sejak kembali dari Cith beberapa waktu lalu, sejak itulah Var membeku. Apa ada kejadian khusus saat itu? Rife penasaran karena dirinya bahkan tidak melihat Var di antara kerumunan para siswa.

Menghirup napas dalam-dalam, Rife bangkit berdiri sembari melengkungkan tulang punggung ke depan. Dia mengerjap saat tidak sengaja menoleh.

Tidak jauh dari mereka, Silvana bergeming menatap ke arah mereka dengan sorot sayu.

Tampaknya masalah Var juga melibatkan gadis itu.

"Aku akan meninggalkan kalian berdua," kata Rife sebagai ganti pemberitahuannya pada Var. Tangan besarnya menepuk bahu Var sekali sebelum pergi.

Silvana memandang cemas karena Var tidak kunjung berbalik ke arahnya. Begitu laki-laki itu melakukannya, waktu seolah berhenti. Silvana mencoba mencari-cari segurat emosi yang tertinggal dalam manik kelam Var. Nihil. Laki-laki itu menatapnya tanpa ekspresi. Degup jantung Silvana bertambah ketika Var mendekatinya.

"Aku minta maaf," ucap Silvana. "Apa pun yang kau pikirkan, ketahuilah itu tidak benar. Aku tidak berencana datang ke sana. Tapi mendadak saja—.."

"Kau tidak perlu menjelaskan apa pun," potong Var. Nadanya seirama dengan sorot datar yang dia kenakan.

"Jadi kau tidak marah? Lalu kenapa.. kau sama sekali tidak menemuiku di luar Gihon seperti biasa?"

"Karena seseorang memberitahuku satu hal."

Silvana menatapnya penuh tanya sementara benak Var mengingat kembali tatapan Cyde yang diarahkan padanya. Var tidak bodoh. Dia tahu arti tatapan itu dan mampu mencerna apa yang tengah laki-laki itu lakukan padanya juga Silvana. Ini sama sekali bukan karena Var menganggap Silvana berbohong. Gadis itu terlalu naif untuk bisa mempermainkannya dengan cara seremeh ini.

"Memberitahu.. apa?" tanya Silvana saat Var tidak kunjung meneruskan kata-katanya.

Var tersenyum tipis—benar-benar samar hingga nyaris tidak nampak tengah tersenyum.

"Kau adalah.. Putri Vighę," ucapnya seolah Silvana telah melupakannya. "Hanya butuh waktu sampai kau benar-benar menjadi simbol Vighę—menjadi pelindung negeri ini."

Tatapan Cyde menyimpan berjuta makna tersirat. Laki-laki itu mendorong Var supaya meresapi tiap kenyataan yang ada.

"Bukan hanya bangsawan, secara tidak langsung kau juga diakui sebagai keluarga kerajaan."

Apa yang sebenarnya tengah Var utarakan? Silvana paham kalimat Var, sekaligus bingung menerka ke mana arah pembicaraan ini. Kenapa tiba-tiba dia menyinggungnya?

"Pertunanganmu dengan Pangeran Vighę adalah hubungan yang diatur."

Silvana tertegun. Mendengar Var menyebut sosok laki-laki yang hilang dari kenangannya, menghasilkan gelenyar rasa yang getir.

"Cepat atau lambat, mereka akan mengincar posisinya yang kosong," kata Var. Mata kelamnya menumbuk lekat pada Silvana. "Kau bebas memilih.. tapi aku tidak akan ada di antaranya."

Seperti teriris oleh tajamnya sebilah belati, ulu hati Silvana merasakan nyeri yang amat sangat. Pandangannya berkabut. Meski berada persis di depannya, Var seolah berdiri di luar jangkauan. Sangat jauh, dan laki-laki itu sengaja melakukannya.

"Kau tetap akan ditempa, hanya saja aku melupakan satu hal. Kenyataan jika kau akan duduk di posisi tertinggi negeri ini, hidupmu bisa jadi telah diatur sejak sebelum kau lahir. Alih-alih menempamu, mereka mengatur segala sesuatunya. Kurungan yang mengekangmu bertahun-tahun, hubunganmu dengan Pangeran Vighę, dan yang terakhir: segel yang mematikan gerakmu setelah Vighę nyaris hancur. Jika tidak menuruti jalan yang disiapkan untukmu, siapa pun—tidak terkecuali—akan membahayakan nyawamu. Kebebasan yang kau dapat saat ini ... adalah semu."

Silvana bergerak mundur selangkah. Kenapa laki-laki itu mengatakan sesuatu yang buruk pada Silvana, setelah mengakui perasaannya belum lama ini?

"Var.. Kenapa kau tiba-tiba..?" Terbata, Silvana mencoba menemukan sedikit saja tanda-tanda Var hanya bercanda. Namun semakin dia melakukannya, semakin dia menganggap seseorang di hadapannya sekarang adalah orang lain.

Bagi Var, pertanyaan Silvana justru menambah kuat bukti dugaannya. Gadis itu tengah menyangkal.

"Silvana.." Var memanggil namanya pelan. "Kau tahu tapi menolak untuk menerima."

Kontan gadis itu menggeleng cepat.

"Kau mencintaiku! Kau bilang kau mencintaiku!" Suara Silvana meninggi. Sungguh, dia sama sekali tidak mengerti apa tujuan Var mengucapkan semua ini padanya. Tapi tidak disangkanya, Var membalas tanpa penyangkalan sedikit pun.

"Ya.. Aku tidak pernah menarik kembali ucapanku."

"Lalu kenapa? Saat kau sadar.. apa semuanya berubah?"

Var menutup mata. Desir angin dingin menggelitik kulit. Titik-titik remang bermunculan. Var tidak perlu mendongak demi mengetahui awan abu-abu menaungi Vighę saat ini.

Mencintai gadis itu adalah sesuatu yang salah. Var seharusnya tidak mencapai tahap ini. Ketika dirinya menyelamatkan Silvana di Kith, Var seharusnya berhenti membiarkan sosok gadis itu mendekat padanya. Bukan hanya karena Silvana telah terikat selamanya pada Vighę, terlebih sejak kematian Mikhail. Gadis itu berada sangat jauh di luar jangkauan Var.

Hatinya perih. Dan kini Silvana menatapnya—terluka.

Cyde benar. Keberadaan Var untuk gadis itu hanya akan menimbulkan perselisihan. Var hanya punya satu pilihan. Dengan berat hati, dia mengucapkan satu kalimat yang tidak diragukan lagi akan menghancurkan keduanya.

"Kita cukup sampai di sini saja."

***

"Kira-kira apa yang mereka bicarakan?" gumam Fiona yang mengintip dari balik sudut dinding sebuah rumah. Gadis itu membungkuk miring, dan kepala Rife ada di atasnya.

"Telinga manusia biasa tidak akan mampu mendengar dari jarak sejauh ini," balas Rife.

"Apa mereka ada masalah?"

"Kemungkinan besar iya."

"Ah, sebentar lagi hujan.. Sepertinya bukan pertanda baik."

Kia tidak ikut-ikutan mengintip meski berada kurang dari selangkah dekat mereka. Dia hanya berdiri bersandar sambil menyilangkan tangan. Mulanya mata laki-laki itu memejam, seperti sedang tertidur. Bersamaan ketika Fiona berucap, Kia menoleh.

"Dia ke sini."

Buru-buru Fiona dan Rife menarik kepala mereka supaya tidak tertangkap basah sedang mengintip. Silvana melangkah gontai. Hanya dia sendiri sementara sosok Var tidak terlihat. Fiona menyadari raut Silvana yang termangu. Gadis itulah yang kemudian menghampiri duluan.

"Silvana ..." Kening Fiona berkerut cemas.

Silvana mengangkat wajah. Rona yang tidak tergambarkan. Getir. Gamang. Pucat. Pandangannya beringsut lagi. Dalam diam dia melangkah melewati Fiona dan yang lain. Tetes hujan turun mengiringi.

Tangisnya lebih dulu digantikan oleh tirai air dari langit abu-abu.

***

Tubuh Cambyses tenggelam dalam mantel putih. Deru hujan sama sekali tidak mengganggunya, mengingat tumpahan yang deras itu turun sejak sore tadi. Mantera yang membuat laki-laki itu tidak terlihat, rupanya punya fungsi yang lain. Lalapan api tidak akan meraihnya, begitu pun dengan bulir air hujan.

Dalam diam, Cambyses merasakan langkah kaki yang asing memasuki lorong bawah tanah Cith. Berlian hitam itu masih ada. Kepingannya tidak akan habis selama sumber aslinya belum hancur. Cambyses ragu Silvana bisa berhadapan dengan pantulan dirinya sendiri di cermin.

Sekali lagi Cambyses tidak peduli. Dia cukup tahu Ren tengah merayap meraih seseorang di Cith. Seseorang membuat kehadirannya tidak terdeteksi, padahal Cith punya gelombang kekuatan spiritual satu tingkat di bawah Harbutari. Pusatnya adalah kepala asrama Cith sendiri—Fiona.

Dan gadis itu mendapat giliran jatuh dalam kehancurannya.

***

Waktu hampir mendekati fajar. Fiona menyadari kelopak matanya amat basah. Saking banyaknya air, dia sampai harus turun dari ranjang demi meraih handuk. Gadis itu duduk di depan meja cermin, lalu mengusap matanya perlahan.

Kenapa matanya basah? Seingat Fiona dirinya tidak bermimpi. Apa matanya mengeluarkan air dengan sendirinya?

Setelah memastikan tidak ada bekas pada matanya, Fiona menghela napas panjang. Dia mendesah sambil memandang ke arah cermin.

Mendadak sekelebat bayangan melesat tepat di belakangnya. Fiona terkesiap dan sontak menoleh.

Tidak ada apa pun. Fiona juga tidak merasakan sesuatu yang aneh di kamarnya. Apa karena hari masih pagi benar sehingga dia masih mengantuk? Mungkin tanpa disadarinya, gadis itu tengah lelah.

Mendebat sebentar dalam hati, Fiona kembali naik ke atas ranjang, melanjutkan lagi tidurnya yang kurang dari dua jam.

Dan diam-diam tanpa dia ketahui, sepasang tangan penuh guratan luka merayap naik ke atas tempat tidur.

***

"Jika kau bisa mempelajari dua buku untuk hari ini, ayah akan memberimu hadiah. Kita bisa membuat pesta kembang api."

"Kalau begitu aku akan menghafal tiga buku sekaligus sampai ayah pulang nanti."

Dia menepati janjinya. Silvana melihat ledakan-ledakan dalam berbagai warna di udara. Napasnya tertahan. Silvana amat gembira. Namun dia menikmatinya sendirian, dari taman labirin manor. Argent tidak ada di dekatnya.

"Aku ingin melihat angsa. Angsa yang bermain di atas kolam."

"Kita akan melihatnya, sayangku. Hanya jika kau berhasil bertahan seharian memakai sepatu hak tanpa terjatuh. Ada pengajar juga yang akan mengajarimu berdansa."

Silvana sungguh-sungguh melihat angsa. Dia harus menunggu dua bulan lebih untuk itu. Sepatu yang dipakaikan ke kakinya bukan sepatu hak biasa. Ujungnya sangat runcing. Tidak hanya keseimbangannya yang dilatih, tapi juga pengendaliannya untuk menggunakan kekuatan meski hanya sekelumit. Sepatu itu menyakitinya hingga tumit Silvana memerah. Pergelangan kakinya berulang kali terkilir. Beberapa bagian kulitnya lecet.

Namun dia berhasil. Hingga kemudian Argent membangun sebuah arboretum—kolam buatan dengan sepasang angsa. Mereka angsa yang tumbuh dalam kurungan. Bukan angsa yang hidup bebas seperti yang dibacanya dalam buku dongeng.

Suatu kali Argent memberikan Silvana hadiah. Seekor bayi rubah yang lucu dengan kuping yang panjang dan bulu yang putih bersih. Silvana amat menyayanginya. Tapi suatu hari, entah kenapa rubah itu menggigit juga mencakar tangan Silvana hingga gadis itu terluka. Oleh perintah Argent, dayang-dayang memisahkannya dari si Rubah kecil. Tapi sejak itu, Silvana tidak lagi melihatnya. Argent pun tidak lagi mengungkit si Anak rubah.

Tapi Silvana tahu, Argent telah membunuhnya.

Silvana hanya diam. Dia hampir tidak pernah memprotes dan bertanya kenapa dunianya begitu sempit. Pun ketika Mikhail dikenalkan padanya, Silvana diarahkan untuk memberi salam manis pada laki-laki itu. Tapi Mikhail pada akhirnya memang mampu memenangkan hatinya.

Hingga Silvana merasakan keganjilan dan bertanya-tanya kenapa Mikhail tidak lagi berkunjung, semua orang dalam manor kompak menyembunyikan kenyataannya. Tapi tentu saja rahasia itu pada akhirnya sampai ke telinga Silvana.

Mikhail dibunuh.

Dan untuk pertama kalinya, Silvana terseret dalam bayangan gelap dirinya sendiri. Tiga orang—termasuk Argent—mengurungnya lagi. Kungkungannya lebih sempit, lebih dingin, dan menidurkannya dalam masa yang panjang. Dan lagi-lagi bagi Argent, itulah yang terbaik untuk Silvana.

Ini sudah yang keberapa kalinya? Silvana bertanya-tanya dalam hati. Var lagi-lagi mengingatkannya pada sesuatu yang penting—tidak peduli bila itu justru menorehkan perih untuk Silvana.

Var benar. Tapi sungguh ini begitu berat. Demi mengatasinya, tidak cukup dengan kembali berhadapan dengan laki-laki itu lagi. Silvana juga harus berhadapan dengan orang-orang yang dia hindari—termasuk Argent, bahkan mungkin semua orang di Vighę berhak untuk ikut campur.

***

Divisi Ruby heboh. Untuk pertama kalinya sejak pergantian kepala asrama, mereka kedatangan orang nomor satu di Cith. Namun tentu saja kedatangan Fiona bukanlah kunjungan resmi. Gadis itu datang tanpa pemberitahuan. Karena kepala asrama Ruby belum diangkat, jadilah para siswa komite yang kelabakan. Mereka sempat memancingnya dengan obrolan basa-basi, tapi Fiona mengabaikan mereka.

Tujuannya hanya satu. Hujan deras sama sekali tidak berhenti selama hampir tiga hari. Terlepas dari kegiatan siswa yang tidak bisa mengambil tempat di ruang terbuka, ini pun bukan pertanda baik untuk suasana spiritual di Gihon, dan Fiona bertanggung jawab untuk itu.

Tanpa banyak tingkah, Fiona meminta mereka menggiringnya ke tempat Silvana berada. Dari luar pintu kamar itu terkunci. Salah satu dari mereka menawarkan diri untuk mendobraknya, tapi dalam satu jentikan jari Fiona, papan kayu itu itu terbuka sendiri. Gadis itu sempat bergeming beberapa detik begitu melihat keadaan di dalam yang lumayan berantakan. Tapi Silvana tidak terlihat di mana pun.

"Astaga! Apa yang kau lakukan di sini?!" Betapa terkejutnya dia ketika melihat Silvana duduk bersila, menyandarkan punggung di dinding di luar balkon meski di sana diterpa hujan lebat. Wajah gadis itu memucat. Bibirnya membiru. Dia juga sedang tidak sadarkan diri. "Kenapa cuma melihat saja?! Bantu aku memasukkan dia ke dalam!" bentak Fiona pada siswa lain yang juga masuk ke sana.

Areah menjadi salah satu siswa Cith yang menyertai Fiona, dan gadis itu juga kebingungan. Di saat mereka melepas pakaian Silvana yang basah kuyup, Fiona menyadari jika seragam dan jubah Silvana masih sama ketika terakhir gadis itu terlihat.

Frustrasi, Fiona mengusap seluruh wajahnya sebelum menutup rapat pintu balkon.

Var harus tahu soal ini.

"Areah, pergi ke Zaffir sekarang," perintah Fiona pada kekasih Rife itu. "Jangan takut ditegur, aku yang akan bertanggung jawab. Suruh Rife menghadapku sekarang!"

***

"Tuanku, Tuan Muda Varoscar kembali."

Lipatan muncul pada kening Ratraukh Buriand yang tengah memantau aktivitas prajuritnya dari atas sotoh manor. Bersamaan ketika pria itu menoleh, dia melihat sosok putranya melangkah menghampiri. Wajahnya yang sedikit kusam dengan pakaiannya yang kusut secara tidak langsung memberitahu Ratraukh jika Var langsung datang ke manor setelah menempuh perjalanan dari Vighę.

"Apa tidak ada sanksi jika kau berniat mengambil cuti lagi?" tanya Ratraukh sekadar basa-basi. Pandangan Varoscar tetap dingin sepanjang Ratraukh mengingatnya. "Apa yang kau inginkan?"

"Dua bulan," tanggap Var. "Aku akan membiarkan kau mewariskan semua kekuatanmu padaku. Hasil akhirnya.. kita akan melihat sendiri—apakah aku bisa melampauimu, atau justru semua hal yang kupelajari menjadi sia-sia."

Baiklah, pernyataan Var cukup mengejutkan Ratraukh. Bertahun-tahun semenjak kematian Vahissa, Var menjadi amat dingin pada Ratraukh, bahkan tidak lagi memanggil dengan sebutan ayah. Var pun menolak mentah-mentah saat Ratraukh hendak mengajarkan laki-laki itu bertarung atau berburu. Dia selalu menginginkan seorang guru. Dan terakhir, dia sama sekali tidak memprotes ketika Ratraukh mengutarakan inisiatifnya mengirim Var ke Gihon.

Tentu saja, belajar langsung dari seorang Jenderal merupakan sesuatu yang amat langka. Bahkan nama Buriand yang diemban Ratraukh bisa jadi membuat resimennya menjadi sesuatu yang amat ditakuti di Oltra saat perang berkecamuk. Karena itulah Hurdu tidak bisa menyentuh Kith meski dari segi jumlah pasukan dan senjata, Hurdu lebih unggul. Var enggan mengakui, tapi biar bagaimana pun berkat Ratraukhlah, tentara mereka menjadi yang terkuat di antara negeri lain di Oltra.

"Bijak," komentar Ratraukh singkat. Tatapannya menyelidik pada Var. "Siapa yang ingin kau taklukkan sehingga kau memutuskan menurunkan harga dirimu padaku?"

Hanya ada satu nama dalam benak Var. Seseorang yang bukan musuhnya, tidak juga seorang sekutu.

"Silvana Burö," sebut Var yang langsung membuat rona muka Ratraukh berubah. "Satu-satunya pewaris Vighę—sosok Gadis Perak yang jadi obsesimu sejak kematian Mikhail Irridu-Hăgil."

.

.

.

"It's the way she seems to stare right through my eyes

And in my darkest day when she refused to run away

From love she tried so hard to save."

.

.

Song: Just a Feeling – Maroon 5

Continue Reading

You'll Also Like

27.6K 2.3K 35
New York adalah salah satu dari beberapa kota yang mengalami hal mengerikan. Invasi makhluk bertangan empat yang datang bersama satelit tak-diketahui...
121K 23 1
"Aku kira ceritanya ga bagus... tapi setelah baca, aku suka banget! ... dan aku jadi suka sejarah setelah baca cerita ini (Testimoni pembaca)". Alea...
45.5K 5.1K 20
III. Chapter Three Semua yang terjadi seperti rantai. Rantai yang berbahaya. Rantai yang sama seperti rantai Angel Mirror yang mencekiknya. Semua ber...
29.8K 3.2K 40
Sekadar candaan suami istri yang diracik dengan: Bahan bumbu: • 250 gram bubuk baper • 1/2 sdm saus teriyak[i]an ciye-ciye • 3 siung rayuan gombal •...