"Kau tidak apa-apa?"
Eunji menggeleng pelan ketika seorang pria yang tadi meninju orang jahat itu mendekat padanya. Pria itu tampak tidak asing bagi Eunji. Namun, dia tidak yakin dengan penglihatannya. Karena penerangan di jalan menuju rumahnya tidak begitu terang.
"Aku tidak apa-apa. Terima kasih."
Pria itu membantu Eunji berdiri.
"Lain kali, jangan pulang sendirian malam-malam begini," ujar pria itu sembari mengulas senyum kecil.
Keheningan mengambang di antara keduanya. Eunji sibuk mengingat-ingat siapa pria itu, mungkin saja dia mengenalnya. Karena wajahnya terlihat begitu familier. Gadis itu masih berkutat dengan pikirannya sendiri ketika apa yang diucapkan pria itu membuatnya tercekat.
"Jung Eunji?"
Pria itu menyebutkan namanya.
Eunji mendongak, membuat pandangan dari keduanya saling bertemu. Gadis itu tertegun ketika dilihatnya lekat-lekat pria di hadapannya. Dia mengenali pria itu sekarang. Pria yang dulu selalu bersamanya juga Daniel. Pria yang mampu membuat dadanya berdesir hanya dengan melihatnya. Pria yang disayanginya selain Daniel. Ong Seongwoo.
"Seong—woo?" Gadis itu berkata lirih.
Berkali-kali dia mengerjapkan kelopak matanya, mencoba meyakinkan jika orang yang ada di depannya sekarang adalah Seongwoo.
***
Jarum pendek jam menunjuk angka sepuluh ketika Eunji dan Seongwoo memutuskan untuk mampir sebentar di sebuah kedai makanan. Mereka berdua sudah lama tidak bertemu, mungkin sekitar sepuluh tahun atau lebih. Setelah sekian lama tidak bersua, pada malam yang tidak istimewa sama sekali ini, mereka kembali dipertemukan. Jujur, Eunji merasa senang bisa bertemu dengan pria yang dulu selalu bisa membuatnya tersenyum.
"Kau apa kabar, Jung Eunji?"
Eunji yang sedari tadi menunduk, kini mendongak. Pandangannya langsung bertemu dengan milik pria yang sejak lama dirindukannya itu.
"Aku baik. Kau sendiri, bagaimana kabarmu?"
Pria itu tersenyum, membuat sesuatu yang hangat mengalir dalam tubuh Eunji. Masih sama. Efek yang ditimbulkan pria itu masih sama seperti dulu.
"Aku baik." Seongwoo menyesap kopi hangat yang tadi dipesannya. "Kau tidak banyak berubah dari sepuluh tahun lalu."
Gadis itu tersenyum kecil.
"Ah iya, Daniel apa kabar?"
"Dia—"
Belum sempat melanjutkan ucapannya, baik Eunji maupun Seongwoo dikejutkan oleh suara panik seorang pria. Sontak keduanya menoleh, mendapati pria itu berjalan cepat menuju meja yang mereka tempati dengan napas yang memburu. Kentara sekali jika dia habis berlari.
"Ya, kenapa kau tidak menghubungiku? Apa yang terjadi? Kau tidak apa-apa, 'kan? Kau baik-baik saja 'kan, Meung?"
Serentetan pertanyaan langsung mengalir dari mulut pria itu ketika berada di dekat Eunji, membuat gadis itu tersenyum kecil. Ah, dia memang seperhatian itu bahkan sejak dulu. Dia, Daniel sahabatnya.
"Aku baik-baik saja, Niel."
"Kenapa kau tak menghubungiku? Aku panik saat ibumu meneleponku dan bilang jika kau belum sampai rumah," jelas Daniel.
"Ponselku mati. Jadi, aku tidak bisa menghubungi siapapun."
"Apa yang terjadi?"
"Bukan apa-apa." Eunji menghela napas pelan. "Hanya insiden kecil."
"Syukurlah, yang penting kau baik-baik saja." Daniel memejamkan matanya sejenak sembari mengatur napasnya.
Setelah matanya kembali terbuka, dia kaget melihat ada seorang pria tengah menatapnya dengan kedua sudut bibir tertarik. Daniel mengerjap, meyakinkan dirinya jika orang yang ada di hadapannya ini nyata.
"Apa kabar Niel?"
***
"Meung, kau sehat?"
Eunji refleks menengok ketika Daniel menepuk pelan bahunya. Gadis itu tersenyum kecil. "Kenapa? Aku sehat."
"Kau senyum-senyum terus dari tadi. Membuatku khawatir, kau tahu?"
Ah ya, beberapa hari ini Eunji lebih sering tersenyum dari pada hari-hari sebelumnya. Semua itu karena kehadiran seseorang yang sudah lama dinantinya. Ong Seongwoo. Bayangan pria itu terus saja berkelebat di pikiran Eunji. Bagaimana pria itu tersenyum, bagaimana pria itu tertawa, semuanya tersimpan apik di dalam otaknya. Eunji kira, pria itu sudah melupakannya setelah sepuluh tahun berlalu. Namun dia salah, Seongwoo masih mengingatnya dengan baik selama ini.
"Meung, kurasa kita harus ke dokter."
Eunji tersadar dari lamunannya. "Untuk apa?"
"Wajahmu merah. Kau demam?"
Tangan Eunji bergerak untuk menangkup pipinya. Bagaimana bisa dia tersipu seperti ini? Padahal dia hanya memikirkannya saja. Bagaiamana jika berhadapan langsung? "A-aku baik-baik saja."
"Kau bilang—"
Daniel belum sempat menyelesaikan ucapannya namun Eunji telah lebih dulu berlalu pergi meninggalkan pria itu juga aktivitas cuci piringnya yang belum selesai. Gadis itu pergi menuju belakang dapur kafe, masih dengan celemek yang menempel di tubuhnya. Sebelah tangannya terulur untuk merasakan detak jantungnya yang terasa lebih cepat.
"Kenapa memikirkannya saja membuatku berdebar-debar seperti ini?" ucap gadis itu pada dirinya sendiri.
Ketika debaran jantungnya dirasa sudah agak mereda, Eunji berniat untuk kembali ke dapur. Gadis itu hendak melangkah, namun ponsel yang dia simpan di saku celemek berbunyi. Eunji mengurungkan niatnya kembali ke dapur. Dengan segera, dia mengeluarkan ponsel tersebut dan menjawab panggilan yang masuk.
"Halo?"
"Eunji-ya, ini aku."
Eunji mengerjap. Kembali dia rasakan jantungnya berdetak lebih cepat. "Seongwoo?"
"Mm." Bisa Eunji dengar pria itu diam sejenak. "Kau pulang jam berapa?"
Gadis itu menilik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Mungkin sekitar jam sembilan. Ada apa, Seongwoo-ya?"
"Aku ingin mengajakmu makan diluar. Ah, ya, ajak Daniel juga. Sudah lama sejak kita bertiga makan bersama."
Perlahan kedua sudut bibir Eunji tertarik. "Baiklah."
"Sampai nanti."
"Mm."
Begitu saja dan sambungan telepon terputus. Sebelah tangan Eunji terulur untuk menyentuh pipinya. Hanya percakapan singkat namun mampu membuat wajahnya kembali memanas. Ong Seongwoo memang sesuatu, batin gadis itu. Segera, sebelum atasannya marah karena dia meninggalkan pekerjaan, Eunji kembali menyimpan ponselnya. Kemudian kembali ke dapur dengan hati berbunga-bunga.
***
Sekali lagi, Eunji melihat pantulan dirinya di cermin toilet yang ada di kafe. Memperhatikan penampilannya apakah sudah rapi atau belum. Tangannya terulur untuk merapikan poni tipisnya serta rambut yang dia biarkan tergerai. Setelah dikira cukup, dia segera keluar dari toilet. Begitu membuka pintu, Eunji dikejutkan oleh Daniel yang sudah berdiri di sana dengan kedua tangan yang dijejalkan di saku celana.
"Ya, kau mengagetkanku, tahu?"
"Kau mau ke mana?" tanya Daniel dengan kening berkerut tanpa memedulikan protes Eunji.
Gadis itu menghela napas pelan. "Aku ada janji."
"Dengan siapa?"
"Seongwoo."
Kedua mata Daniel menyipit. "Seongwoo?"
"Mm."
"Janji apa?"
"Dia mengajakku makan malam di luar." Eunji tersenyum tipis. "Ah, iya, dia mengajakmu juga."
Daniel menunjuk dirinya sendiri. "Aku?"
Eunji mengangguk antusias. Namun tidak dengan Daniel. Pria itu terlihat sedikit tidak suka. "Aku tidak bisa."
"Kenapa?"
"Aku ada urusan." Setelah berkata begitu, dia membalikkan badannya. Bersiap untuk pergi, namun tangannya terlebih dulu ditahan oleh Eunji.
"Ya, kau tidak bisa begitu. Kita sudah lama tidak makan bertiga seperti ini."
Mengembuskan napas pelan, Daniel akhirnya membalikkan tubuhnya. "Meung, aku ada urusan."
"Urusan apa? Urusan dengan Youngmi? Bukankah Youngmi sudah tidak peduli padamu lagi sekarang?"
Ucapan Eunji benar, karena dua hari lalu Daniel sudah memutuskan hubungannya dengan gadis bernama Youngmi. Alasannya cukup kuat, gadis itu memilih pria lain.
"Jangan sebut namanya!" Daniel mendengus. "Lagi pula ini tidak ada urusannya dangan perempuan itu."
"Youngmi. Youngmi. Young—"
"Jung Eunji!"
"Aku tidak akan berhenti menyebut namanya jika kau menolak ajakanku," sungut Eunji. "Youngmi. Young—"
"Oke!"
Gadis itu akhirnya berhenti bicara. Kedua sudut bibirnya perlahan tertarik, satu hal yang membuat Daniel tidak bisa menolaknya.
"Aku akan ikut makan bersama kalian."
"Begitu lebih baik." Gadis itu tersenyum lebar. "Let's go!"
***
Yogyakarta, 5 Mei 2018
Republished:
20 Juni 2019