Silver Maiden [Terbit]

Von Cassigatha19

842K 76.6K 4.3K

[Masuk daftar Cerita Istimewa Wattpad HQ 2018] Orang-orang menyebutnya sang Gadis perak, putri pelindung Vigh... Mehr

Prologue
1. Quon
2. Cyde
3. The Diamonds
4. Kia
5. Thread
6. Fiona
7. Black Diamonds
8. Rendezvous
9. Whisper
10. Breath
11. Motive
12. Friend
13. Deadly Yarn
14. Frozen
15. One Night
16. Trap
17. Charge
18. White
19. Promise
20. Petals
21. Moon
22. Scent of Death
23. Farewell
24. Toxic
25. The Death
26. The Sapphire Eyes
28. Water Ripples
29. Conspiracy
30. Warmth
31. Miracle
32. Water Crystal
33. Bloom
34. Labyrinth
35. Black Shield
36. Tantrums
37. Fall Down
38. Sacrifice
39. Wounds Heal
40. Autumn
41. Bitter
42. Hazel Eyes
43. Crossroads
44. Reminiscence
45. Tranquility
46. Smith
47. Scar
48. Bidder
49. The Curse: Tail
50. The Curse: Main
51. The Curse: Brain
52. Rain Resonance
53. Distant
54: Rinse
55: Dagger
56. Devil's Glare
57. Anomaly
58. Fang
59. Cliff
60. Prey
61. Pawns
62. Shattered (I)
63. Shattered (II)
64. Alter Ego
65. Return
66. Wick
67. Torn
68. Funeral
69. The Unforgiven
70. Betrayal
71. Barrier
72. A Speck of Light
73. Queen's Horn
74. Lost
75. Heartbeat
76. Splinters
Epilogue
Extended Chapter: Mikhail
Extended Chapter: Kia
Extended Chapter: Fiona
Extended Chapter: Fiona II
Extended Chapter: Quon Burö
Bonus Chapter: The Spring Breeze
Extra Chapter: Charas
Extra Chapter: Charas II
The Prince and The Diamond He Holds
Wind in Laroa: White

27. Guilty

7.3K 839 25
Von Cassigatha19

Ren menelusuri jalan-jalan dengan lubang-lubang kecil yang digenangi air. Hujan rintik turun di jantung Hurdu malam itu. Sehari setelahnya, begitu seluruh siswa Gihon mengetahui soal Quon, Ren menginstruksikan mereka semua untuk kembali ke Vighę. Meski waktu penugasan mereka belum usai, siapa pun tidak akan mendebat keputusannya karena hal sebesar itu terjadi. Seseorang juga memberitahu Ren jika Var membawa tubuh Quon bersamanya.

Apakah dia tahu atau tidak? Ren terus-terusan menanyakannya dalam hati. Var datang dan tiba-tiba menyerang Ren saat mereka bertemu. Sekarang kalau dipikir-pikir.. pandangannya waktu itu sedikit aneh. Ren pun kembali ke tempat kejadian dan mendapati semua pengawalnya mati dengan kondisi mengenaskan. Apakah Var yang membunuh mereka semua? Apakah sebelum menghabisi mereka, laki-laki itu mencoba mencari tahu apa yang terjadi?

Kedua rahang Ren saling menekan keras. Var muncul di saat-saat yang buruk. Ren tidak menyangka semuanya akan jadi serunyam ini.

Ren yang tengah menunggangi kuda beserta dua pengawalnya yang ikut serta akhirnya sampai di depan gerbang sebuah manor. Para prajurit yang berjaga langsung mempersilakannya masuk. Di muka kastil itu, seorang pelayan pria menyambutnya sopan sekaligus kaku. Dia juga menghindari kontak mata saat bicara pada Ren.

"Yang Mulia Pangeran telah menunggu di dalam," katanya.

Salazar Vigö-Ar, batin Ren menyebut nama Putra Mahkota Hurdu tersebut. Laki-laki yang berambisi menaklukkan kerajaan Oltra yang lain supaya tunduk di bawah kakinya. Ambisi yang jauh lebih besar dari segala hal yang telah dilakukan Raja Hurdu saat ini. Kabarnya Salazar diam-diam membentuk persekutuan gelap dengan Ghaloth. Upeti yang dipertukarkan makin bertambah banyak.

Ren kemudian beralih ke ruang perapian yang temaram. Di sana, Salazar dan ayah Ren-Rado tengah duduk saling berhadapan sembari menikmati secawan anggur. Salazar menoleh padanya. Ren pun lantas menundukkan kepalanya sekilas.

"Sepertinya segala hal menyangkut Gihon membuatmu amat lelah," ujar Salazar. "Kudengar mereka buru-buru kembali ke Vighę setelah ada salah satu yang mati. Apa itu benar?"

"Ya," jawab Ren pendek.

"Darimana asalnya? Apa dia bangsawan?"

"Vighę. Dia bukan bangsawan."

"Melegakan sekali." Salazar memutar-mutar cawannya sehingga anggur di dalamnya bergolak. "Siapa pun yang berasal dari Vighę lalu mati di negeri lain sepertinya bukan masalah besar-tidak setelah Mikhail mati setahun yang lalu. Bahkan untuk menjaga seorang gadis saja, mereka tidak bisa." Kata-katanya menyinggung Gadis Perak yang juga menghilang semenjak kematian Mikhail. "Jika salah satu dari kita bisa sedikit lebih pintar untuk melenyapkan Argent Burö, mereka akan tamat saat itu juga."

"Raveann dan Ranoor juga menjaga Vighę," sambung Rado. "Jika menginginkan Vighę, maka kita juga harus menghadapi keduanya sekaligus."

Salazar tersenyum. "Kurasa tidak akan lama lagi," ujarnya tanpa ada yang mengetahui maksud laki-laki itu secara pasti.

Ren datang di saat yang bersamaan ketika Salazar dan Rado selesai berbincang soal Vighę dan Kith. Ghaloth diam-diam semakin mencengkeram begitu dalam. Dia terkesan terlalu tenang di saat istana Kith kalut dengan keadaan permaisuri. Permaisuri Kith dulunya adalah satu-satunya putri Ratu Larөa di antara tiga pangeran keturunannya. Kematiannya akan memberikan efek yang buruk. Ghaloth tengah mengorbankan satu hal yang dianggapnya kecil demi tujuan yang lebih besar.

Gadis Perak... Berulang kali Salazar menggumamkan sebutan itu. Di mana sebenarnya gadis itu disembunyikan? Ghaloth dan Salazar sebenarnya memiliki pemikiran yang sama. Namun Salazar lebih memilih berdiam dahulu demi mengetahui sejauh mana Ghaloth akan bertindak.

"Omong-omong, Ren.." Salazar menggumam pelan tanpa menatap laki-laki itu. "Kau kemari membawa sesuatu."

Ren dan Rado sama-sama mengerutkan kening. Mereka saling berpandangan dalam situasi yang aneh.

"Saya tidak mengerti, Yang Mulia," tanggap Ren.

Salazar meletakkan cawan ke atas meja, kemudian menatap Ren lekat-lekat. Manik mata kelam Pangeran Hurdu tersebut lalu menelusur tubuh Ren dari ujung kepala sampai kaki. Hawanya sangat-sangat tipis hingga Ren tidak menyadari sesuatu itu menempel di tubuhnya entah sejak kapan.

Seseorang menanamkan kutukan pada Ren. Salazar tidak bisa menebak asalnya. Namun kutukannya lemah. Tapi jika tidak buru-buru disingkirkan, Ren akan perlahan digerogoti sesuatu yang buruk.

Salazar tersenyum. Meski masih berhubungan darah, dia merasa tidak perlu memperingatkan Ren lebih jauh lagi.

***

Emerald diliputi kedukaan. Semua siswanya mengenakan setelan pakaian hitam, tidak terkecuali Ren yang baru saja kembali dari Hurdu di malam sebelumnya. Sudah bukan rahasia lagi jika Quon adalah seorang yatim piatu. Gadis itu tidak memiliki tempat untuk kembali. Karenanya, Emerald yang akan mengadakan upacara pemakaman untuknya, dibantu beberapa siswa dari Cith.

Areah mengajak Rife ikut serta. Gadis itu merasa ikut sedih pada hal yang menimpa Quon sehingga memutuskan bergabung ke tempat peristirahatan terakhir. Rife yang selesai mengenakan pakaian hitam kemudian mendatangi Var. Namun berapa kali pun Rife mengetuk, Var tidak kunjung menyahut. Akhirnya Rife membuka pintu kamar itu tanpa menunggu balasan Var.

Rife menghela napas panjang melihatnya berdiri menghadap keluar jendela.

"Sebentar lagi dimulai," kata Rife mengingatkan. "Tidakkah kau ingin menemuinya lagi untuk yang terakhir kali?"

Tubuh Var bergeming. Selain pundaknya yang naik turun kala laki-laki itu menghirup udara, Rife tidak melihat respon sedikit pun darinya. Var juga tidak menunjukkan tanda-tanda akan beranjak dari kamarnya hari ini. Pakaian yang melekat di tubuhnya masih sama dengan kemarin. Rife bahkan tidak akan heran jika Var terus berdiam seperti itu sejak mereka kembali dari Hurdu.

Rife sadar jika Var tidak akan mendengarkan kata-katanya sekarang. Terlepas jika laki-laki itu tidak ingin melihat Quon lagi, Rife telah cukup tahu jika Var telah menghabiskan banyak waktu dengan mendekap gadis itu sebelum kembali ke Gihon. Kali ini Rife harus memberinya waktu sendiri.

"Aku ada di sana jika kau berubah pikiran," kata Rife sebagai penutup sebelum beranjak pergi.

Var mendengar langkah kaki Rife yang menjauh, kemudian pintu ditutup. Laki-laki itu masih tetap bergeming. Saat dia membuka daun jendela dan menyibakkan tirai, aroma bunga tercium. Harum kematian. Tanpa Rife memberitahunya, Var sudah cukup membayangkan sosok Quon yang berbalut gaun putih berbaring dalam peti beralaskan bunga-bunga segar.

Ketakutannya waktu itu.. apakah karena ini? Bukan karena keluar dari Vighę lalu menjejakkan kaki di negeri yang asing dan gelap seperti Hurdu. Quon yang terbiasa menjelajah sampai ke pedalaman hutan Tiberi seharusnya tidak menganggap penugasan ini sebagai beban. Tapi kepada Var, dia tampak jelas menunjukkan ketakutannya.

Tangan kiri Var terangkat memijit pangkal hidung. Rasa lelahnya semakin menjadi. Hanya ada beberapa potong ingatannya yang tersisa ketika di Hurdu. Var yang tidak sepenuhnya sadar, juga tanpa mencari tahu dengan jelas apa yang terjadi, tanpa pikir panjang menyerang Ren. Kemudian bau amis darah menyentaknya-salah satunya milik Quon. Gadis itu berkubang dalam darahnya sendiri dengan belati Var masih berada dalam genggamannya.

Quon bunuh diri. Luka yang fatal ada di dadanya, adalah karena perbuatan gadis itu sendiri.

Kenapa?

Var ingin sekali berteriak. Dan alih-alih merasakan kesedihan, Var jauh lebih marah pada Quon.

Apa yang sebenarnya dia inginkan?

Var pun tidak menemukan jawaban kenapa mayat orang-orang itu bertebaran di depan Quon. Gadis itu bukanlah penyebabnya. Lantas apa? Frustasi dengan emosinya yang membuncah, Var mendaratkan pukulan keras ke bingkai jendela.

***

Cyde bersama Dalga dan Lilac datang ke Emerald. Bersama dengan siswa-siswa lain, mereka bergantian mengambil sekuntum bunga lili untuk kemudian diletakkan di pinggiran peti. Cyde melakukan hal serupa. Kali gilirannya mengambil bunga, Cyde bergeming beberapa saat di samping peti Quon.

Wajah gadis itu berkali-kali lipat lebih pucat dibanding ketika Cyde terakhir melihatnya. Rambutnya yang legam disampirkan melewati pundak, menghiasi keliman renda gaun putih yang dia pakai. Belum lama Cyde mengenal sosoknya, tapi entah kenapa batin laki-laki itu dijalari kesedihan yang ganjil.

Seolah-olah keadaannya sama persis ketika Silvana dikurung dengan segel yang ketat oleh Argent.

Di sisi yang lain, Fiona berulang kali menyeka air matanya. Dan sembari mengikuti acara itu hingga selesai, dia juga mengedarkan pandangan ke sekeliling namun tidak menemukan sosok yang dia cari. Apa jangan-jangan laki-laki itu tidak datang? Tapi kenapa? Padahal jelas-jelas Var terguncang saat membawa tubuh Quon. Sayangnya, dengan semua orang di sana yang seluruhnya berpakaian serba hitam, Fiona jadi tidak tahu siapa siswa Zaffir yang bisa ditanyai. Yang benar saja kalau dia harus bertanya pada Cyde.

Var harus tahu, kata Fiona dalam hati.

Karena sehari sebelum kematiannya, Quon memberitahu alasan terutama yang membuatnya tinggal.

Tentang dendamnya. Juga kejahatan Ren.

***

"Tuanku, Tuan Cyde datang berkunjung," kata seorang pelayan pria memberitahu Argent yang sedang menempatkan replika-replika benteng di atas peta Vighę.

Seminggu berlalu semenjak Silvana menghancurkan tempat yang mengurungnya selama setahun. Empat hari dia terlelap di atas ranjang, kemudian pada hari yang kelima, barulah dia terjaga. Argent menemuinya beberapa kali, namun sikapnya tidak lebih dari sebuah boneka. Dia tidak bicara, tidak juga ingin menatap siapa pun.

Seminggu adalah waktu yang lumayan singkat bagi Cyde Delcary-Amun untuk mengetahui perihal Silvana.

"Persilakan dia masuk," ucap Argent tanpa mengalihkan perhatian.

Selang tidak berapa lama, hadir Cyde yang lalu menundukkan kepala singkat pada Argent. Mereka kemudian duduk saling berhadapan di pekarangan samping, di mana pepohonan hias merontokkan dedaunan yang berubah kecokelatan. Di atas meja di hadapan keduanya tersaji beberapa piring kecil kudapan serta teh yang masih mengepul dalam cangkir.

"Meninggal katamu?" gumam Argent setelah Cyde selesai menceritakan apa yang terjadi di Gihon. Tangan pria itu sempat mengambang dalam keadaan masih memegangi cangkir. Alisnya bertaut. Saat kematian Quon kurang lebih sama dengan sewaktu Silvana membebaskan diri.

"Ada sesuatu yang Tuan ketahui," simpul Cyde melihat reaksi Argent. "Sama denganku saat bertemu gadis itu untuk yang pertama kalinya dan juga karena... namanya yang mirip."

Argent terdiam. Dia lalu meletakkan cangkir tehnya kemudian meremas kedua tangan.

"Beritahu saya," pinta Cyde sedikit menuntut. "Ini semakin.. membingungkanku."

Pandangan Argent kemudian melunak. Dia tidak akan serenggang ini jika berhadapan dengan orang lain-bahkan Thadurin II sekali pun. Cyde berbeda. Laki-laki itu telah membuktikan kesetiannya dan juga memikirkan Silvana sampai ke dasar lubuk hatinya. Tidak mengherankan dia merasakan hal yang aneh saat bertemu dengan Quon.

"Cyde." Argent angkat bicara setelah lebih dulu menghirup napas dalam-dalam. "Gadis yang bersamamu di pesta waktu itu.. adalah Silvana."

Cyde kontan membelalak.

"Tapi Silvana-..."

"Kau tahu Silvana tidak bisa mengontrol kekuatannya sendiri," potong Argent sendu. "Setelah Mikhail meninggal, dia hampir menghancurkan Vighę karena emosinya yang tidak terkendali. Setelah berkali-kali mencoba bunuh diri, aku pun terpaksa mengurungnya.. Tapi rupanya, hal itu tidak menghentikannya.

"Aku curiga jika di saat tubuhnya terkurung, jiwanya beranjak. Saat itulah dia bertemu dengan gadis yang bersamamu di pesta waktu itu. Apa kau tahu jika Quon-gadis itu-seharusnya sudah mati? Namun dengan Silvana menempati tubuhnya sembari menanam serpihan berlian, jantungnya masih berdetak."

"Lalu kenapa dia bersikap seolah tidak mengingat apa pun?" tanya Cyde. Juga kenapa dia terlihat amat lemah dan rentan hingga Dalga nyaris membunuhnya?

Argent menggeleng. "Silvana tidak memperkirakannya. Aku tidak tahu apa tujuannya dengan menempati tubuh itu, namun yang pasti dia tidak mengetahui jika saat menempatinya, rohnya juga akan membaur dengan pemilik tubuh itu sendiri-ingatan, perangai, sampai dengan dendamnya. Di satu sisi, dia memang Silvana, dan di saat yang sama, dia juga gadis baru yang kau kenal dengan nama Quon. Kurasa Silvana memberitahu nama kecilnya sebelum tubuh itu dia tempati."

Cyde tertegun cukup lama. Ingatannya kembali pada saat dia bertemu dengan Quon, juga ketika gadis itu sedang bersama Var. Cyde makin kehilangan kata-kata.

"Kau bilang dia meninggal karena luka tusukan? Aku bukan cenayang, jadi sama sekali tidak bisa mengerti hal seperti ini," ujar Argent. "Yang membuatku sangat penasaran adalah apa yang dia alami selama dia hidup sebagai gadis itu.."

Mereka saling bersitatap dan sama-sama dijalari perasaan yang tidak menentu.

"Kau bisa menemuinya, Cyde," kata pria itu. Saat-saat dulu, jauh sebelum Silvana mengenal Mikhail, Argent melarang siapa pun menemui gadis itu. Sebagai bentuk perlindungan terhadap putrinya, juga orang-orang di sekitarnya. "Meski aku tidak tahu apa sebabnya, sesuatu telah menyegel kekuatannya dengan begitu baik. Kemarahannya luruh, tapi kesedihannya belum usai. Dia amat rentan sekarang. Seperti ular yang kehilangan taring dan bisanya sekaligus."

***

Silvana menyandarkan punggungnya pada pagar balkon. Gadis itu duduk memeluk kaki di atas lantai, kedua telapaknya telanjang. Sorotnya masih kosong seperti hari-hari sebelumnya. Tubuhnya masih sangat lemas setelah melewati tidur panjang. Rambutnya yang menjuntai panjang kadang tertarik karena tertindih tubuhnya sendiri. Helaiannya tidak lagi keperakan, melainkan hitam legam-persis dengan mendiang ibunya. Hanya kulit pucat dan mata safirnya yang masih sama.

Seseorang kemudian menghampiri Silvana tanpa menimbulkan suara. Dia melewati pagar balkon tanpa kesulitan dan akhirnya berdiri menghadap gadis itu.

Kia.

Silvana sama sekali tidak tampak terkejut. Sebaliknya, dia bersikap seolah tidak menyadari kehadiran laki-laki itu.

"Aku sepertinya telah.. melalui mimpi yang sangat panjang," gumam Silvana lirih. "Membayangkan seseorang hendak membunuhku.. dan seorang lagi melindungiku."

Kia beringsut duduk tidak jauh dari Silvana.

Apa itu mimpi yang buruk? Kia bertanya melalui telepati-sesuatu yang tidak bisa dia lakukan dengan orang selain Silvana.

Silvana membisu. Rasanya sangat tidak mengenakkan ketika merasa dirinya telah melupakan hal yang amat penting. Sesuatu yang sangat berharga..

"Aku tidak tahu..," jawab gadis itu kemudian.

Apa perasaanmu telah lebih baik?

Kali ini Silvana tersenyum getir. Dia boleh jadi tenang saat tidur panjang, namun ketika terjaga pada akhirnya, seluruh ingatannya kembali-sama sekali tidak berubah dan memperlakukannya dengan teramat kejam. Pelupuknya kembali berlinang. Luka yang Silvana dapat tidak akan sembuh dengan mudah.

Gadis itu kemudian beralih memandang Kia penuh makna.

"Tidak bisakah kau.. membunuhku saja-sekarang?"

.

.

.

"Forget this life

Come with me

Don't look back you're safe now."

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

1.7M 91.7K 39
Menjadi istri dari protagonis pria kedua? Bahkan memiliki anak dengannya? ________ Risa namanya, seorang gadis yang suka mengkhayal memasuki dunia N...
45.5K 5.1K 20
III. Chapter Three Semua yang terjadi seperti rantai. Rantai yang berbahaya. Rantai yang sama seperti rantai Angel Mirror yang mencekiknya. Semua ber...
121K 23 1
"Aku kira ceritanya ga bagus... tapi setelah baca, aku suka banget! ... dan aku jadi suka sejarah setelah baca cerita ini (Testimoni pembaca)". Alea...
27.6K 2.3K 35
New York adalah salah satu dari beberapa kota yang mengalami hal mengerikan. Invasi makhluk bertangan empat yang datang bersama satelit tak-diketahui...