"Abel"
Suara itu membuat Abel mematung seketika. Keringat dingin tiba-tiba saja membasahi pelipisnya. Bibirnya kelu, bahkan untuk menyahut saja rasanya Abel tak sanggup. Kakinya pun ikut berkhianat seolah tak mau sedikitpun beranjak dari sana. Sekarang Abel bingung, takut sekaligus cemas. Bagaimana ini? Aidan benar-benar memergokinya sekarang!
"Abel"
Panggilan itu lagi, membuatnya benar-benar panas dingin sekarang. Apa boleh buat sekarang? Tentu resiko dari keinginannya haruslah ia tanggung sendiri. Huh! Sekarang Abel hanya berharap pertolongan dari sang kuasa yang mampu menolongnya. Bisa apa lagi Abel sekarang? Ya...tentu saja menyerah bukan?
Abel menghela napas panjang sebelum dirinya bersitatap dengan Aidan yang kemungkinan saat ini tengah menatapnya murka. Wanita itu menutup matanya, kemudian perlahan tapi pasti wanita itu membalikkan badannya 180 derajat menghadap arah Aidan. Sekali lagi ia menghela napas panjang masih dengan mata tertutup. Sekarang dirinya sudah benar-benar pasrah. Mungkin sekarang Aidan sudah sangat jelas melihatnya mengingat bahwa Abel membalikkan badannya seperti semula
3..
2...
1....
Dan Abel langsung membuka matanya
"Heh?" bingungnya, melihat tak ada Aidan yang menatapnya garang disana. Melainkan Pria itu yang masih tertidur dengan lelapnya sama seperti sebelumnya
"Apa aku salah dengar?" bingung Abel lagi. Seraya menggaruk kepalanya yang tak gatal. Keningnya berkerut memperhatikan Aidan dalam posisi sebelumnya. Tak terlihat tanda-tanda bahwa pria itu tengah terbangun. Tapi siapa yang memanggilnya?
Sekarang Abel tiba-tiba merasa merinding. Entah mengapa pikiran buruk tiba-tiba menghampirinya. Ia takut sesuatu yang aneh atau bahkan menyeramkan yang nantinya ia temui. Abel memperhatikan sekeliling kamar Aidan yang cahayanya sengaja diredupkan.
Kosong, tak ada siapapun.
Cepat-cepat Abel membalikkan badannya menuju arah pintu kembali. Sekarang ia benar-benar merasa ketakutan. Ingin rasanya ia segera pergi dari sini secepatnya!
"Abel... bukan maksudku begitu"
Eh? Abel terdiam lagi. Tangannya yang hendak menyentuh gagang pintu ia urungkan. Meski sedikit gemetar Abel mencoba melebarkan pendengarannya. Dan.. Ia yakin itu suara Aidan!
Wanita itu membalikkan badannya lagi
"Aku memang tak membencimu" Abel tersentak. Ternyata memang Aidan yang sedang berbicara. Namun dengan posisinya yang tertidur. Mengigau-kah?
"Sungguh, aku tak membencimu, Bel"
Apa maksudnya? Kenapa ia mengatakannya berulang-ulang?
Dan...apa tadi...Bel? Apakah maksud Aidan adalah dirinya?
Abel kembali mendekat kearah Aidan. Wanita itu ingin mendengar lebih jelas maksud perkataan Aidan itu.
Namun setelahnya Aidan tak mengatakan apapun lagi. Abel
Mendengus kesal.
"Dasar Aneh" makinya pada Aidan. Kemudian wanita itu kembali berbalik pergi. Keluar kamar Aidan menuju ke kamarnya untuk tidur.
🥀🥀🥀
Hari ini hari Minggu dan itu artinya hari dimana Aidan bakalan terbebas dari rutinitasnya yang membosankan. Hari ini dirinya hendak berkunjung untuk menemui kedua orang tuanya dan juga Gia.
Aidan melirik jam di pergelangan tangannya. Sekarang pukul 08.00. Bersiap ia menuju ke meja makan untuk sarapan.
Ketika sampai dirinya menemukan Atheya dan Emin disana. Terlihat Atheya sedang asik memakan beberapa buah pisang dihadapannya sementara Emin tengah asik memotong sayuran sambil sesekali mengecek gorengan di sampingnya.
Aidan mengedarkan pandangan, dirinya mencari keberadaan Abel namun tak ia temukan wanita itu di tempat ini. Kemana dia?
"Dimana dia?" tanya Aidan langsung, ketika Emin menaruh beberapa makanan yang sudah siap di hadapan Aidan. Merasa terpanggil Emin menunduk sejenak kemudian mulai berbicara
"Nona bilang ia tak mau menganggu kebersamaan Tuan dan Nona Atheya" balas Emin sembari melirik sekilas Atheya
"Kenapa?"
Emin diam. Sebenarnya sekarang ia terlalu malas menjelaskan 'ini-itu' pada tuannya ini. Entahlah mungkin Emin merasa sedikit tak suka dengan sikap majikannya ini. Bagaimana mungkin pria satu ini tak mengerti juga, dan kembali menanyakan alasannya lagi? Setidaknya kan ia bisa berpikir sendiri mengenai jawaban dari pertanyaannya tersebut!
"Nona takut tuan memarahinya lagi kalau bikin ulah"
Aidan mengangguk mengerti.
"Lalu dimana dia?"
"Kamar"
"Apa masih tidur?"
Emin menggeleng. Sebenarnya nonanya itu tidak tidur semalam. Emin tau karena sekarang wanita itu tidur berbagi kamar dengannya. Abel yang memintanya untuk itu agar ia tak merasa kesepian.
"Tidak tuan. Nona sudah bangun sejak tadi"
Aidan mengangguk paham dirinya lantas mempersilahkan Emin untuk pergi.
Sekarang pandangannya teralihkan menatap wanita di sampingnya ' Atheya'. Aidan terkekeh geli tatkala melihat sudut-sudut bibir wanita itu belepotan dengan pisang. Sepertinya cara makan Atheya bisa dibilang sama persis dengan seorang balita yang baru belajar makan
"Kau layak disebut bayi they" kekeh Aidan seraya meraih tissue dihadapannya dan mengusap pelan sudut bibir Atheya dengan benda itu
"Benarkah?"
Aidan mengangguk. "Kau bahkan lebih buruk"
Atheya mendengus. Bagaimana mungkin Aidan berbicara seperti itu. Dan lagi pria itu benar-benar berlebihan mengansumsikannya, hanya belepotan sedikit saja dirinya sudah dibilang mirip bayi apalagi banyak, dibilang apa dia nanti?
"They, apa kau menginginkan sesuatu?" tanya Aidan. Atheya berpikir sejenak. Kemudian mengangguk
"Apa?"
"Aku ingin roti isi mayonnaise susu"
"Hanya itu?"
Atheya mengangguk mantap.
"Ya sudah. Setelah aku pulang nanti pasti kubawakan untukmu"
Atheya tersenyum senang kemudian memeluk tubuh Aidan pelan membuat pria itu terkekeh geli. Sementara itu di sudut lain Emin merasa geram sendiri mendengar pembicaraan kedua orang itu. Dirinya hanya berharap Nyonyanya bakalan sabar menghadapi cobaan berat ini
🥀🥀🥀
Pukul 8 malam. Aidan kembali ke Apatementnya setelah seharian penuh dirinya melepas rindu dengan keluarganya. Ditangannya tergengam paper bag berisikan roti pesanan Atheya. Roti ini khusus dibuatkan Mama Aidan. Wanita itu begitu senang saat mengetahui putra kesayangannya pulang. makanya dirinya hendak membuatkan apa saja yang Aidan inginkan. Dan Aidan meminta roti isi mayonnaise susu seperti pesanan Atheya sebelumnya
Cklek
Pintu terbuka. Aidan bergegas masuk. Senyumnya terbit tatkala melihat Atheya yang asyik menonton acara Tv kesayangannya.
"Belum tidur?"
Atheya terkejut sesaat. Kemudian menggeleng
"Nunggu roti" jawab Atheya lagi. Aidan terkikik kemudian menyodorkan roti itu pada Atheya.
Segera wanita itu membukanya. Matanya langsung berbinar melihat apa yang ada di dalam paper bag tersebut.
"Wahh.....makasih ya Ai" binar Atheya
Seraya mencomot roti tersebut.
"Hati-hati nanti tersedak"
Atheya tak menggubris. Dirinya terlalu terlena dengan kenikmatan roti yang Aidan bawa untuknya.
10 menit, 4 roti jumbo di hadapan Atheya ludes. Aidan hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat hal menakjubkan ini. Kapan lagi bisa melihat Atheya serakus ini bukan?
Dan ketika Atheya akan meraih roti terakhir untuk menghabisinya, Ia teringat bahwa dirinya sama sekali belum menawarkan roti ini untuk Aidan, padahal kan pria itu yang sudah bersusah payah membawakannya. Ah! bikin malu saja!
"Nih" Atheya menyodorkan roti terakhir untuk Aidan.
Pria itu tak langsung menerimanya, ia malah mengerutkan keningnya menatap bingung Atheya
"Kan kau sudah susah payah mencarinya untukku. Masa aku tak memberimu meski sedikit saja? Maaf tadi aku terlalu asik memakannya jadi baru tersadar sekarang" jelas Atheya tersenyum kikuk. Aidan terkekeh, pria itu tersenyum menatap wanita disampingnya kemudian segera ia meraih roti tersebut dari Atheya. Sebenarnya ia juga penasaran dengan rasa roti buatan ibunya itu. Aromanya begitu menggiurkan tapi bagaimana rasanya?
Ketika Aidan akan membuka mulutnya untuk merasakan kenikmatan roti tersebut, tiba tiba sebuah suara menginterupsinya. Membuat kedua insan yang asik bercengkrama di ruangan itu menoleh ke sumber suara, Abel.
"A...apa aku boleh memintanya?" ujar wanita itu gugup. Aidan dan Atheya saling pandang.
Kemudian...
🕊️🕊️🕊️
Tbc....