Semerah Warna Cinta [TTS #3 |...

By Eria90

149K 10.6K 751

Takluk's The series #3 -Dihapus sebagian - Sudah tersedia di google play (yang mau ngoleksi cerita babang Ke... More

Prolog
1
2
5
6
7
9.b
10
11.a
11.b
13.b
15
16
17
18
19
20.
bukan update!
Promosi Ebook

14

4.5K 633 54
By Eria90

Pengumuan dikit, sekarang saya ingin menetapkan target untuk semua cerita yg saya tulis. Buat baca bab selanjutnya, saya mau 200 vote dan 50 komen.

Bagi kalian yang benar-benar ingin membaca, saya rasa target vote dan komennya nggak akan ngebebanin kalian. Dan jika ada isi komennya yg saya rasa bisa merusak mood saya dalam menulis, maka akan saya hapus.

Segitu aja yg ingin saya sampaikan. Untuk seterusnya, jangan bosan ya buat menuhin target saya. Selamat membaca dan semoga coretan dari seorang pemula ini bisa menemani kalian di waktu senggang.

Suasana hati Vania pagi itu terasa sangat ringan saat menyiapkan sarapan pagi. Selain karena kehadiran sang kakak yang memutuskan menginap satu malam di rumahnya, kakaknya itu juga tidak lagi banyak bertanya perihal perkataan Vania yang keluar begitu saja dari mulutnya setelah alasan berbelit yang Vania rangkai untuk mengalihkan perhatian kakaknya terlihat sukses.

Makanya pagi ini hati Vania terasa plong tanpa ada yang mengganjal saat menyiapkan sarapan pagi untuk pria nomor satu di hidupnya tersebut. Bahkan saking asyiknya dengan kegiatannya memotong sayuran, Vania tidak sadar jika sedari tadi ia sedang diperhatikan dengan intens. Bukan, bukan oleh sepasang mata tajam yang dimiliki oleh kakaknya, melainkan oleh Mala yang menerobos begitu saja masuk ke dalam rumah sahabatnya tersebut dengan tujuan meminta makanan gratis seperti yang selalu dilakukannya semenjak ia mulai akrab dengan sosok wanita beranak satu tersebut.

Menurut sepenglihatan Mala yang bisa dibilang cukup jeli, ada yang berbeda dari sosok wanita yang kini tidak mengenakan hijab tersebut. Untuk itu Mala pun bertanya, "Keliatannya senang banget Van, kamu hari ini?"

Sontak saja Vania berbalik sambil memegang dadanya yang berdegub kencang karena terkejut. Begitu melihat siapa orang telah membuat ia terkejut, tak ayal Vaniapun berdecak kesal lalu kemudian kembali berbalik untuk meneruskan acara masaknya yang tertunda.

"Ya elah Van, teman datang kok dicuekin?"

Masih tak ada respon yang berarti, Mala menarik kursi di meja di depannya lalu kemudian mendudukkan dirinya di sana tanpa permisi. Dengan jeli malahan Mala memperhatikan sosok temannya itu dari meja makan yang terletak hanya beberapa langkah dari dapur, tempat Vania yang masih sibuk memasak.

"Mobil siapa Van, yang parkir di depan itu?"

"Mobil yang mana?" Vania menolehkan sedikit kepalanya hanya untuk mendapati pemandangan dimana temannya sedang mencomot tahu goreng yang terletak di meja makan sana. Sontak saja Vania berdecak kesal melihat temannya yang selalu semaunya sendiri tanpa meminta izin, meskipun Vania tidak pernah marah untuk itu.

"Itu, mobil keren yang sering muncul di tv itu, yang harganya bisa beli rumah sama liburan ke luar negeri, yang sekarang lagi parkir di depan pekarangan rumah kamu."

"Oh... " Vania mengangguk paham. "Itu mobilnya mas Nara." lanjutnya kemudian.

Mata Mala seketika berbinar begitu mendengar nama pria yang sering ia lihat fotonya di ruang ruang guru, di atas meja kerja Vania. Rasa kagum dan simpati masih begitu besar ia rasakan di hatinya. Bahkan tidak menutup kemungkinan bisa saja menjadi cinta jika mengingat betapa seringnya ia mengenang nama sosok pria bernama Nara itu.

"Kakak kamu ada di sini?" tanya Mala antusias.

Insting Vania sebagai sesama seorang wanita mendadak membunyikan alarm peringatan. Apalagi binar mata yang tak biasa di mata Mala yang bisa dimasukkan dalam katogeri waspada membuat Vania mengeluarkan kata penuh peringatan. "Jangan macam-macam, La!"

"Apanya yang macam-macam?"

"Binar di mata kamu itu sudah nggak normal lagi kalau dibilang cuma kagum. Aku peringatkan sama kamu, kamu itu perempuan baik-baik, jangan sampai rasa berlebihan kamu itu malah merubah apa yang sudah baik di dalam diri kamu." sahut Vania cepat.

"Binar apanya Van? Orang akunya biasa aja. Cuma nanya doang, kok kamu malah merembet kemana-mana?"

"Aku nggak merembet kemana-mana. Cuma sebagai sesama wanita aku bisa merasakan, mengetahui, melihat juga menilai bahwa rasa yang kamu simpan buat mas Nara itu sudah lebih dari kagum. Dan kalau dibiarkan, bukan nggak mungkin bisa berkembang menjadi sesuatu yang salah untuk kamu rasakan kepada seorang pria yang statusnya suami orang."

"Aduh Van... " Mala memutar bola mata bosan karena perkataan Vania yang memang benar adanya. Namun sebisa mungkin Mala menyangkal dengan berkata, "Aku mah cuma kagum aja. Ya walaupun reputasi baiknya sedikit tercoreng karena ketidak-setiaannya sama ikatan pernikahan. Tapi tetap aja aku kagum sama ketegarannya menghadapi cobaan yang diberikan, trus auranya itu loh, gimana gitu waktu liat mukanya di foto. Jadi adem trus menenangkan hati."

Tentu saja Vania hanya bisa menggeleng, tidak mempercayai alasan yang diberikan oleh temannya itu. Capek rasanya saat kita bisa mengetahui apa isi hati yang sedang dirasakan oleh seseorang, seseorang tersebut malah menyangkal dan memberikan alasan yang mengada-ada.

"Ih... kok kamu nggak percaya sih, Van?" bibir Mala cemberut melihat tatapan tidak percaya dari Vania. "Sumpah deh Van, aku itu benar-benar nggak ada ra... "

"Masaknya udah belum, Van? Soalnya mas mau cepat-cepat pulang ini. Nggak enak ninggalin Ira di rumah, ngurus Bintang sendirian sementara mas jauh di sini."

Kedatangan Nara yang baru saja keluar dari kamar Vania sembari mengancingkan lengan kemeja, serta pertanyaan yang diucapkannya sambil lalu membuat kedua wanita yang berada di dapur mungil tersebut tercengang. Yang satu mengaduh dalam hati melihat tampilan kakaknya yang meskipun sudah berumur bisa terlihat setampan itu saat merapikan kemeja yang dia kenakan, dan mendesah gusar karena takut malah membuat seseorang yang sangat ia kenal semakin terpesona. Sementara yang satunya lagi tidak sanggup mengatupkan mulutnya dengan binar kagum yang tidak bisa ditutup-tutupi.

Bayangkan saja, penampilan Nara dengan rambut setengah basah, pakaian yang sangat pas di badan, juga wajahnya yang awet muda bisa sangat membius setiap wanita yang melihatnya. Terutama bagi wanita yang minim pengalaman asmara juga lama menjomblo, seperti Mala contohnya.


"Eh... ada tamu ya, Van? Siapa? Teman kamu?"

Sontak saja Vania menepuk bahu Mala untuk menyadarkan temannya itu. Yang langsung cengengesan tak jelas saat kakaknya berdiri di depan mereka.

"Iya mas..." jawab Vania.

"Oh... " Nara mengangguk-angguk lalu mengulurkan tangan demi kesopanan. "Nama saya Nara, kakaknya Vania." ucapnya ramah.

"Ma... la... nama saya Mala."

"Udah yuk mas kenalannya. Itu masakannya udah Vania taruh di atas meja. Mas makan aja dulu, abis itu baru boleh pulang."

Vania menyela cepat acara perkenalan singkat antara kakak dan temannya. Dengan sedikit paksaan menarik lengan kakaknya lalu kemudian memaksa duduk di dekat dirinya yang duduk berseberangan dengan temannya yang melongok terpesona akan aura satu-satunya pria yang ada di rumahnya saat ini.

Sarapan pagi itupun menyisakan sedikit pertanyaan di hati Nara yang merasa ada yang aneh dengan adiknya. Namun pria itu memutuskan untuk tidak menggali lebih lanjut karena ingin segera menandaskan nasi serta lauk pauk yang telah diambilkan oleh adiknya itu, untuk kemudian ia bisa segera pamit dan sesegera mungkin berada di samping istri juga anaknya yang semakin hari semakin terlihat menggemaskan.

Ketidak-acuhan kakaknya akan suasana di sekitar dimanfaatkan Vania dengan mengirimkan pelototan tajam ke arah Mala yang hanya bisa cengengesan karena kedapatan mengelap liurnya yang hampir saja menetes menuruni bibir karena sedari tadi hanya bisa melongok kagum melihat sosok yang memancarkan aura yang bisa membuat wanita normal manapun terpesona. Sayangnya sosok pria yang dikagumi malah mengacuh dan tidak merasakan tatapan memuja darinya.

Bahkan sampai acara sarapan pagi tersebut selesai dan Nara telah menghilang dari pandangan dengan mobil mahalnya, Vania hanya bisa mendengus kasar saat melihat mata temannya yang membelalak lebar hendak keluar dari kelopak mata temannya itu. Saking kesalnya, Vania meraup kasar wajah Mala untuk menghentikan pemikaran temannya yang mungkin sudah merambat jauh entah kemana.

"Sadar La, laki orang itu." tegur Vania.

"Kan cuma kagum Van, masa nggak boleh?"

"Kagum sih boleh asal jangan berlebihan aja sampai ngeces cuma ngeliat orangnya doang." cemooh Vania yang langsung meneruskan perkataannya, "Entar deh aku bawa kamu ketemu istrinya mas Nara. Biar kamu ngeliat bahwa apapun mimpi yang coba kamu bangun di atas puing yang rapuh hanyalah impian kosong yang nggak akan kesampaian. Maaf bukannya mau berkata kasar ataupun menghina kamu, aku cuma mau kamu sadar bahwa saat nanti kamu ngeliat istrinya mas Nara, kamu akan tau apa yang aku bilang tadi semuanya benar."

Usai mengucapkan apa yang menurutnya sudah benar untuk diucapkan agar temannya itu sadar, Vania melangkah masuk ke dalam rumah meninggalkan Mala yang masih berdiri kaku di ambang pintu dengan perasaan tidak enak serta sentilan di hatinya karena perkataan Vania yang walaupun berat untuk diakui tapi semuanya benar adanya. Bahwa impiannya memang hanya sebatas mimpi yang mustahil untuk dijadikan nyata.


🌸🌸🌸

"Aduh... cantiknya cucu nenek!!!" nada suara penuh kekaguman tersebut memancing senyum puas di bibir Kevan. Juga senyum bangga dari bibir Hermanu.

"Siapa dulu dong yang jadi ayahnya?"

Suara dengan nada penuh kebanggaan tersebut membuat Alita menolehkan kepalanya dari mengamati Naya yang sedang tertidur di pangkuan Kevan di ruang keluarga. Seketika tatapan tidak terima ia berikan untuk anaknya yang sombong itu. "Jangan kege-eran kamu, Kev! Naya cantik bukan karena kamu yang jadi ayahnya, melainkan Vanialah yang menurunkan kecantikan itu buat anak kalian. Kalau dari gen kamu mah, mama bahkan yakin nggak akan bisa punya anak secantik Naya gini. Lah dosanya aja nggak keitung, Tuhan pastinya ogah ngasih keturunan buat orang yang banyak dosanya."

"Mama kok gitu? Ngatain anak sendiri." Kevan memasang ekspresi sedih yang dibuat-buat. "Kan aku sedih jadinya."

Pertengkaran konyol yang terjadi antara ibu dan anak tersebut membuat Hermanu tersenyum bahagia. Pasalnya walaupun belum berstatuskan suami istri lagi dengan ibu dari anaknya tersebut, Hermanu sudah cukup berpuas diri. Arlita sekarang sudah tidak lagi menutup akses baginya untuk melakukan pendekatan. Meski terdengar tidak cocok untuk orang-orang seusia dirinya dan Arlita menggunakan kata 'pacaran', tapi Hermanu menikmatinya. Setiap hari di sela-sela kesibukkannya di kantor, Hermanu selalu menyisihkan waktu untuk berkunjung ke rumah mantan istrinya itu.

Terkadang jika bosan dengan suasana di rumah, Hermanu biasanya mengajak Arlita berjalan-jalan mengililingi kota untuk menghabiskan waktu kebersamaan. Tak jarang mereka juga sering pergi ke mall, nonton, dan makan di tempat-tempat yang kebanyakkan pengunjungnya didominasi oleh anak muda. Ah, Hermanu sudah merasa bahwa kini hidupnya sudah lengkap. Tinggal mengesahkan kembali Arlita menjadi miliknya untuk menyempurnakan.

"Kamu ketemuan sama perempuan itu lagi?" tak tahan hanya jadi penonton, Hermanu pun berinisiatif bertanya mengenai hal yang sudah sejak beberapa saat lalu bercokol di benaknya.

"Iya," Kevan mengangguk singkat, memutuskan untuk mengalihkan perhatian dari sang mama tercinta kepada 'pacar' mamanya, yang otomatis menghentikan perdebatan tidak pentinganya dengan sang mama.

"Trus, apa maunya perempuan itu?"

"Biasalah, orang yang kalau udah nggak tau mau melangkah ke arah mana pasti akan mencari solusi tercepat buat penyelesaian."

"Maksud kamu?" kerutan di dahi Hermanu semakin terlihat karena tidak memahami maksud perkataan anaknya.

"Perempuan nggak tau diri itu mendatangi Vania, lalu mengatakan bahwa aku punya anak darinya."

"APAAA?" suara melengking Arlita yang terkejut karena perkataan Kevan membuat Naya menggeliat dalam tidurnya. Yang seketika membuat sang nenek hanya bisa tersenyum malu karena mendapat tatapan penuh peringatan dari dua pria yang ada di depannya. "Maaf... mama kaget aja tadi." ucap Arlita sepelan mungkin.

Namun sekejap rasa terkejut tersebut datang sekejap juga hilangnya. Kini wajah bersalah Arlita tergantikan dengan sorot mata mengancam yang terhunus tajam untuk anaknya. "Kamu nggak benaran punya anak dari perempuan itu kan, Kev? Nggak ada anak yang lain selain Naya, kan?"

Sontak saja Kevan menggeleng tegas. Takut melihat betapa galak ibunya saat ini.

"Benaran?"

Kevan mengangguk kuat-kuat, bahkan lehernya terasa pegal saking kuatnya ia mengangguk.

"Kalau sampai mama tau kamu punya anak selain Naya dan dari rahim perempuan lain yang bukan Vania, mama bersumpah akan mengebiri 'burung' kamu sampai habis. Biar kamu nggak pantas lagi disebut sebagai lelaki karena nggak berguna dan nggak mungkin bisa 'hidup' lagi."

Dengan tatapan ngeri sekaligus takut Kevan mendekap Naya lebih erat, khawatir sang ibu akan merealisasikan ancamannya dan rencana Kevan yang ingin menambah adik buat Naya terancam gagal.

Sementara Hermanu sendiri hanya terkekeh geli melihat ketakutan di wajah Kevan karena ancaman ibunya. Dalam hati meski tidak diungkapkan dengan kata-kata, Hermanu percaya seratus persen bahwa sebrengsek apapun anaknya kini, anaknya itu tidak mungkin mempunyai anak dari wanita yang telah menghancurkan hidupnya. Selain kepercayaan, Hermanu juga memiliki bukti yang akurat untuk mendukung kepercayaannya tersebut.


🌸🌸🌸

🍁🌸🍁
Salam, eria90 🐇
Pontianak,-21-07-2018

Continue Reading

You'll Also Like

3.3M 244K 30
Rajen dan Abel bersepakat untuk merahasiakan status pernikahan dari semua orang. *** Selama dua bulan menikah, Rajen dan Abel berhasil mengelabui sem...
2.3K 244 5
"Aku ngga nyangka kamu menusuk Mba dari belakang, Dit!" "Bukan begitu, Mba. Aku minta maaf," ucap Dita disela sela tangisnya. *** Karena pengaruh a...
70.7K 6.2K 25
Cerita ini hanya fiktif belaka mohon maaf apabila terdapat persamaan nama tokoh tempat dan lainnya #1 Liku (Agustus 2021) #1 Dewasa (Ags 2021) #1 al...
23.9K 1.2K 18
Bagi orang biasa mengencani seorang selebriti itu cuma ada dalam khayalan, halusinasi atau fantasi belaka. Prita Adelia Sasmitha adalah penggemar be...