Aidan melangkahkan kaki menuju kamar yang Abel tempati. Pria itu berjalan dengan raut wajah datar seperti biasanya.
Pintu terbuka. Aidan langsung bergegas masuk.
Dilihatnya Abel tengah berdiam diri, sembari berdiri menatap keluar jendela kaca. Menikmati pemandangan malam tanpa menyadari kehadiranya.
Aidan mendekat, Abel tak bergeming. Nampaknya wanita itu tengah melamun. Bahkan ketika Aidan berdehem pun, wanita itu tak meresponnya. Ia hanya menatap kosong pemandangan dihadapannya.
"Abel" panggil Aidan. Abel masih diam
"Hey!" Aidan menepuk keras pundak Abel, membuat wanita itu seketika terlonjak kaget. Ia lantas menoleh menatap datar Aidan
"Nggak denger ya, gue panggil dari tadi?!"
Abel diam.
Aidan menghembuskan napas berat, sama sekali tak suka diacuhkan seperti ini!
"Kalau gue ngomong tuh di jawab jangan di- "
"Ada apa?!" potong Abel sedikit menyentak. Wanita itu sangat tidak suka 'basa-basi' yang Aidan lontarkan
Aidan menggeram tertahan. Kesal dengan tingkah Abel yang seenaknya saja memotong ucapannya.
"Ada apa?!" tanya Abel sekali lagi, sembari bersidekap. Wanita itu tak mau melihat wajah Aidan lebih lama lagi. Ia benar-benar muak!
"Tentang bayi itu" balas Aidan dingin. Matanya menatap tajam ke arah Abel
Abel menaikkan sebelah alisnya menyuruh Aidan untuk melanjutkan
"Aku sudah punya calonnya"
Hening.
"Dan aku yakin bayi tersebut sesuai dengan kriteriaku!"
Abel berdehem sebentar, kemudian menyenderkan bahunya di
Jendela
"Bagaimana dengan orangtuanya?"
Aidan terkekeh
"Mudah saja, semuanya menerima dengan senang hati" binar Aidan
Abel mengerutkan keningnya. Bagaimana mungkin bisa seperti itu? Memangnya orangtua bayi itu tak menyayangi anaknya?
"Bagaimana bisa? Apa jangan-jangan anak itu anak har- "
"Benar! Dia anak diluar nikah" potong Aidan spontan, seperti mengerti pikiran Abel
Wanita itu tersentak. Jadi anak yang akan mereka adopsi itu anak diluar nikah? Kegilaan apa lagi ini?!
"Lalu sudah berapa bulan?"
Aidan berpikir sejenak mengingat-ingat ucapan Atheya kemarin sore
"Kalau tidak salah sudah 3 bulan"
Abel mengangguk. Berarti beda 1 bulan dengan kehamilannya!
"Jadi gue harap lo bisa akting"
Abel mendongak menatap bingung Aidan
"Akting? Untuk apa?"
Aidan berdecak.
"Hamil!" bentak Aidan sedikit keras. Abel terkesiap
Akting hamil? Padahalkan dirinya memang benar-benar hamil! Kegilaan macam apa lagi ini!
"Gue harap lo bertindak layaknya wanita hamil"
Abel mendengus. Memangnya wanita hamil bertindak seperti apa?
"Pokoknya sebelum bayi itu lahir, lo harus bertindak layaknya orang hamil. Jangan lupa juga setiap bulannya lo harus membesarkan ukuran perut, entah menggunakan apa. Yang jelas buat se 'real' mungkin biar orang-orang percaya"
Aidan berpikir sejenak
"Oh iya, gue harap lo jangan 'nyumpelin' perut lo pakai bantal, karena jelas bentuknya bakalan beda nanti"
Abel tersenyum miris mendengar setiap ucapan yang Aidan lontarkan. Bagaimana mungkin dirinya harus berakting layaknya orang hamil, sementara dirinya sendiri hamil tanpa diminta?
"Oke. Itu aja yang ingin gue sampaikan"
Aidan langsung berbalik pergi. Abel mendengus.
Kemudian menundukkan kepala menatap perut datarnya
"Sabar ya sayang, jangan merasa 'aneh' mendengarkan percakapan Mama tadi. Kamu santai aja sayang, seengaknya Mama nggak harus nutupi perut mama untuk bulan-bulan selanjutnya kan?" jelas Abel, pada calon bayinya.
Yah..mungkin inilah cara terbaik yang 'Tuhan' berikan untuknya. Agar tak perlu repot menutupi kehamilannya ini. Seengaknya dengan adanya 'titah' Aidan ini. Mau sebesar apapun perut Abel nanti, ia tak perlu risau. Karena pasti Aidan akan menganggap 'perut buncit' Abel itu bohongan. Kalau masalah kelahiran nantinya, mungkin akan Abel pikirkan lagi mau ditaruh mana bayinya. Tapi yang jelas ia akan melindunginya dengan segenap jiwa tak perduli dengan hinaan yang nantinya bakalan menghampiri.
🥀🥀🥀
Suara deringan telepon di meja kerja Aidan, membuat pria itu sontak menghentikan aktivitasnya sejenak dari kesibukannya membaca laporan.
Ditekannya sebuah tombol di telpon membuat satu suara langsung terhubung dengannya.
"Ada apa?" tanya Aidan tanpa memalingkan wajahnya dari berkas-berkas penting dihadapannya
"Maaf pak, saya ingin memberitahukan bahwa ada seseorang yang berniat menemui bapak"
"Siapa? Apa sudah ada janji?"
"Dia tidak mau memberi tahukan namanya pak, hanya saja wajahnya sangat familiar. Dan tidak ada janji sebelumnya"
"Kalau gitu, usir dia!" titah Aidan pada seseorang itu, Asistennya
"Eh..m..ma.af pak, tidak semudah itu, dia membawa bodyguardnya juga"
Aidan mengernyit. Membawa bodyguard hanya untuk menemuinya? Memangnya siapa dia? Apa orang penting?
"Lalu?" Aidan berujar malas. Mengapa hanya karena ada beberapa bodyguard lantas membuat ia ikut repot? Memangnya keamanannya tak ada?
"Maaf sebelumnya pak, kami sudah mengusirnya namun mereka malah mengancam akan membakar gedung ini. Keamanan juga kesulitan untuk mengamankan mereka, karena jumlah mereka lumayan banyak"
Alis Aidan bertaut. Apakah yang akan menemuinya ini seorang Mafia? Memang apa hubungan Aidan dengan mereka?
Hah! Merepotkan saja!
"Ya..sudah, suruh orang itu masuk!" kesal Aidan seraya mematikan teleponnya.
Aidan bangkit, digulungnya kedua lengan kemeja. Ia lantas menuju sofa panjang yang tersedia di tengah ruangan menunggu orang yang di maksud Asistennya itu.
Klikk
Pintu terbuka
Aidan mendongak. Matanya membulat sempurna melihat orang yang tengah berjalan menghampirinya.
Seketika rahang Aidan mengeras, jemarinya mengepal, menatap tajam orang itu.
"Mau apa lo kesini?!"
Orang itu diam, dirinya memilih langsung duduk di hadapan Aidan dan bersidekap menatap Aidan datar.
"Lo pasti tau maksud gue kesini. Sekarang dimana dia?" tanya orang itu dengan tatapan sinisnya
Aidan terkekeh.
"Jawab gue! Dimana dia?!"
"Lo kesini cuma untuk memohon?" Aidan tersenyum mengejek kemudian melipat kedua tangannya didepan dada
"Setelah lo campakkan dia, lo memintanya kembali?" sinis Aidan lagi.
"Lebih baik lo pergi sekarang! Karena gue gak bakalan buka mulut untuk bantuin lo"
Pria itu mendongak, menatap Aidan geram
"Hah! Gak usah berlagak marah! Harusnya gue yang geram dengan perilaku brengsek lo itu!" Aidan tertawa sinis seraya bangkit berdiri. Memperhatikan penampilan pria dihadapannya yang terlihat awut-awutan
Aidan tersenyum miris. Ah! Drama sekali orang ini!
"Jangan kira karena penampilan kusut lo ini gue bakalan ngerasa kasihan dan berniat ngebantu lo. Bahkan setelah apa yang lo lakuin, gue nggak bakal tinggal diam! Lihat aja apa yang bisa gue perbuat untuk pria brengsek macam lo itu!!!"
Sentak Aidan lagi.
Pria itu lantas bangkit, menyamakan tingginya dengan Aidan
"Terserah! Yang jelas gue juga gak bakalan berhenti untuk nemuin dia!!" ujar Pria itu seraya beranjak pergi, meninggalkan Aidan, dengan kemarahan yang ia tahan.
🕊️🕊️🕊️
Tbc...