Complementary Heart

By shellyyyls

21.4K 5.4K 4.5K

Aku baru menyadari bahwa kehadiran seseorang akan membawaku pada sebuah kenangan lama. Hidup yang biasanya m... More

Prolog
Di Mana Anak Itu?
Seseorang Di Dalam Gudang
Bertemu Kembali
Permintaan Kepala Sekolah
Ciput
Putusin Aja!
UKS
Hujan di Sore Hari
Bagai Udara yang Tidak Bisa Diganggam
Khawatir?
Impian?
Yogurt Strawberry
Disuatu Malam
Manis?
Seseorang Di Atas Gedung
Pria Asing
Kalah?
Kenapa Nangis?
Dia, Siapa?
Hal Ini Lebih Penting
Aku Di Sini

Kecurigaan

852 302 173
By shellyyyls

Selesai menemui Erika dan menanyai maksud gadis itu datang ke rumahnya, Victor langsung masuk ke dalam. Melangkah menuju kamar Chintia. Untungnya kamar Mamanya itu tidak dikunci, membuat ia bisa langsung masuk ke dalamnya.

"Ma, kenapa sih Mama ga bilang kalau yang ngajarin Victor itu, si Ciput."

Chintia yang sedang membereskan lemari pakaian langsung menghentikannya. Berbalik, mendekati anaknya yang kini tengah berdiri di depan tempat tidur. Ia mengernyit, tidak mengerti maksud ucapan Victor tadi. "Ciput? Ciput siapa?"

"Hah? Eh, maksud Victor si Erika."

"Oh ... Jadi kamu udah kenal sama dia, Mama pikir kamu cuma kenal sama samsak aja." Chintia terkekeh. Menatap wajah anaknya jahil.

"Ah, ga lucu Ma," balas Victor sebal. "Victor ga mau ah diajarin sama dia. Dia itu kaya patung Ma, diem banget, mana bisa dia ngajarin Victor. Yang ada nanti Victor ga ngerti-ngerti."

Chintia menggeleng. "Itu sih alasan kamu aja. Erika tuh kayanya cocok sama kamu. Dia emang pendiam, tapi dia biasa ngajarin anak macam kamu." 

Victor mendengus kesal. "Tapi, Ma--"

"Yaudah kalau kamu ga mau belajar, dan ga dapat peringkat lima besar. Lupain aja kompetisi tinju itu."

"Ah, Mama ..." rengek Victor sambil menggerakan lengan Mamanya. Chintia bergeming, sengaja mengalihkan pandangan dari wajah anaknya. Victor menggerutu kesal, namun Mamanya itu malah mengacuhkannya. Dengan kesal ia pun melepaskan lengan Chintia.

"Yaudah, yaudah. Victor belajar sama dia. Tapi Ma, peringkat lima besar itu susah. Lima belas besar deh ya."

"Kamu protes saja sama Papa kamu!"

Victor mengacak rambutnya frustrasi. Bisa apa dia kalau protes ke Wildan, Papanya. Pastilah Papanya itu bukannya memberi keringanan yang ada malah menambahnya.

"Yaudah, yaudah. Victor nurut deh." Ia berdecak kesal. Berbalik. Melangkah keluar dari kamar Chintia dan menutup pintu kamar itu kencang.

❇❇❇

Dengan terpaksa akhirnya Victor menurut apa kata Mamanya. Selama ini ia hanya bisa mengadu pada perempuan itu. Perempuan itu begitu perhatian pada dirinya. Berbanding terbalik dengan Papanya. Tapi, jika Chintia sudah membawa-bawa nama Wildan, ia bisa apa. Mau tak mau ia pun harus mengikuti kehendak Papanya itu.

"Kita mau mulai dari pelajaran apa?" tanya Erika. Kali ini mereka sedang ada di halaman belakang rumah Victor. Erika memilah-milah buku yang ia pinjam dari perpustakaan tadi. "Mau Matematika aja?"

Mendengar kata Matematika membuat Victor menggeleng cepat. "Engga-engga. Yang lain aja."

"Apa? Fisika?" Erika sekali lagi bertanya. Tapi kepala Victor terus saja menggeleng. "Kimia?"

"Kak Vicky, Kak Vicky!" suara teriakan memanggil nama seseorang terdengar jelas dari dalam rumah.

Victor mengalihkan pandangannya, mencari seseorang yang sedang memanggil-manggil nama Kakaknya. "Heh, centil!" panggil Victor kencang, membuat gadis yang sedari tadi berteriak di dalam rumah langsung menoleh.

Gadis itu mendekat. "Bang Victor. Kak Vicky kemana sih?"

"Lo ga liat jam? Jam segini pasti si Vicky belum pulang les."

Gadis itu melirik jam yang melingkar di pergelangan tanganya. Ini baru pukul lima sore, pantas saja Kakak pertamanya itu tidak ada di rumah. "Oh iya, aduh gue lupa lagi, Bang."

Gadis dengan seragam SMP itu mendapati Kakaknya yang sedang tidak sendirian. Di depan Victor sekarang ada seorang gadis yang sepertinya sepantaran dengan Kakak keduanya itu. Ia menurunkan tubuhnya, mendekatkan bibirnya ke telinga Victor. "Itu pacar lo, Bang?"

Bukannya menjawab, Victor malah menjitak dahi Adiknya. Membuat gadis itu meringis. "Aduh, sakit Bang." Gadis itu mengerucutkan bibirnya, mengelus dahinya yang terasa sakit.

Gadis yang sekarang sudah duduk di samping Victor mengalihkan padangannya ke arah Erika. "Hai, Kak!" sapanya ramah. "Pasti Kakak yang di maksud Mama itu ya, yang sekarang jadi guru manusia bodoh ini."

Victor menyikut lengan gadis itu kencang. Gadis itu hanya bergeming. Sudah biasa mendapatkan perlakuan seperti itu dari Victor. "Oh ya Kak, kenalin aku Vichi. Adiknya Bang Victor." Vichi menjulurkan tangan. "Kakak Kak Erika kan? Tadi aku tahu nama Kakak dari Mama."

"Oh iya, aku Erika." Erika mengulum senyum. Membalas juluran tangan anak perempuan bernama Vichi itu.

"Oh iya Kak, Kak Erika bisa bantuin aku ga? Aku remedial ulangan Fisika nih. Aku ga bisa ngerjain dari tadi siang, udah frustrasi berat, rasanya kepala mau pecah. Mau ngerjain di tempat les, tapi jadwal lesnya baru dua hari lagi. Yang biasanya di ajarin Kak Vicky, tapi Kak Vickynya belum pulang. Kata Mama Kakak pinter, bantuin aku ya, please," ucap gadis itu sambil memohon.

"Lo remed?" Victor tertawa saat mendengar adik satu-satunya itu mendapatkan remedial ulangan.

Vichi menampar keras lengan Victor. "Diem lo Bang, lo aja sering remed," balasnya ketus, membuat Victor menghentikan tawanya.

"Sini aku lihat." Erika meminta sebuah kertas dari lengan Vichi. Gadis berambut hitam sepinggang itu langsung menyerahkan selembar kertas pada Erika. Erika memfokuskan pandangannya ke setiap soal Fisika SMP yang tertulis rapi di sana.

"Oh ... ini sih versi dasarnya dari materi gelombang. Kamu kurang paham? Sini aku ajarin, semoga aja aku masih inget ya."

Vichi mengangguk semangat. Dengan cepat ia mengambil pensil dari jemari Victor. Lantas tertawa dengan rumus-rumus yang di tuliskan oleh Erika. Melihat hal itu, membuat Victor bersorak dalam hati. Ternyata kali ini kehadiran Vichi ada gunanya.

❇❇❇

"Erika, kemarin kamu pulang sekolah kemana? Kita kan janji mau ke caffe. Tapi kamu aku tungguin di parkiran ga dateng-dateng." Dimas yang sedari tadi menunggu Erika di kantin terpaksa mendatangi kelas pacarnya itu karena Erika tak kunjung muncul di sana.

Erika menutup buku yang sedari tadi ia baca. Merubah posisinya, menghadap Dimas. Menarik nafas panjang sebelum menanyakan hal yang mengganjal sejak dua hari lalu. "Kak Dimas, dua hari lalu habis pulang sekolah, seriusan tanding futsal?"

"Hah?!" Dimas sedikit kaget saat mendengar pertanyaan dari pacarnya itu. Bola mata yang sebelumnya menatap Erika, seketika berpaling. "Iya. Aku tanding futsal kok, emangnya kenapa?"

Erika menghela nafas. Rasanya matanya itu masih sangat sehat untuk melihat sesuatu yang cukup jauh dari pandangannya. Dua hari lalu ia benar-benar meliat Dimas ada disebuah restoran bersama Sheila. Namun saat mendengar jawaban Dimas tadi, entah mengapa bisa berbeda dengan penglihatannya dua hari lalu. Apa ia salah lihat? Tapi sepertinya tidak, ia benar-benar melihat Dimas saat itu.

"Dim!" panggil seseorang dari luar kelas. Membuat Erika dan Dimas yang masih hanyut dalam pembicaraan langsung menoleh.

"Sini dulu Dim, bentar," seseorang dari luar kelas melambai-lambai kan sebuah kertas yang di pegang olehnya. Dimas mengangguk, lantas bangkit untuk mendekati orang itu.

Erika menyandarkan tubuhnya ke kursi. Pikirannya masih bergulat dengan kejadian dua hari lalu. Suara ponsel tiba-tiba berbunyi. Itu bukan nada chat dari ponselnya, melainkan ponsel Dimas yang tergeletak di atas meja. Erika pun segera mengambil ponsel itu dan melihatnya.

Kak nanti pulang sekolah jadi kan? aku tunggu di halte biasa ya. See you

Sheila

Mata Erika seketika langsung membesar setelah membaca pesan itu. Dalam hati ia bertanya apakah yang mengirim chat ini benar-benar dari Sheila? Tak perlu lama-lama ia pun langsung melihat photo profil yang di pasang oleh pengirim chat tadi. Itu Sheila. Itu benar-benar Sheila. Seketika tangannya terasa lemas. Ternyata dua hari lalu yang ia lihat benar-benar sungguhan.

Beberapa menit setelah Erika membuka chat itu. Seseorang yang memanggil Dimas tadi berpamitan. Erika buru-buru meletakan ponsel Dimas ke bentuk semula. Mengatur wajahnya senormal mungkin. Sebelum Dimas menghampiri dirinya kembali.

"Kantin yuk, aku udah laper nih," sebelum mendengar jawaban Erika, Dimas langsung menarik pergelangan tangan pacarnya itu. Memintanya untuk mengikuti dan menuruti kemauannya. Dengan terpaksa Erika mengiyakan. Memendam rasa aneh yang sedari tadi menutupi hatinya.

❇❇❇

"Hoy, Ciput!" panggil Victor dari atas motornya. Erika tidak menoleh, lebih memilih untuk terus bejalan. Keperluannya saat ini lebih penting dari pada meladeni anak itu.

"Woy, Ciput. Lo budeg ya!" Seru Victor lebih kencang membuat Erika terpaksa menoleh.

"APA?!"

"Oh ternyata lo ga budeg ya," Victor menggut-manggut. Membuat Erika berdecak sebal. Ia berniat untuk pergi, tapi tangan Victor lebih dulu meraih tangannya. "Wis ... tunggu dong. Mau main kabur aja lo."

"Aduh Victor, aku lagi buru-buru nih." Erika berusaha melepaskan cengkraman lengan Victor. Tapi cengkraman itu terlalu kuat, tidak bisa ia lepaskan. "Aduh Victor, lepasin tangan aku. Aku harus ikutin mereka."

"Mereka siapa? Lo mau nguntit orang?"

Setelah berdebat beberapa menit, akhirnya Victor mengalah. Ia melepaskan pergelangan tangan Erika dan mengikuti gadis di depannya itu. Erika berjalan pelan munuju halte yang terletak di ujung jalan. Sambil sesekali bersembunyi di balik pohon. Matanya masih fokus melihat ke arah Sheila yang sudah duduk manis di halte bus sendirian.

"Heh, lo ngapain ngintipin si Sheila?" tanya Victor cukup keras, membuat Erika langsung menutup mulut anak itu.

"Jangan kenceng-kenceng nanti dia denger."

Victor mengangguk. Dengan cepat ia melepaskan tangan Erika dari mulutnya. Mereka berdua kembali sibuk menatap ke depan.

Sela beberapa menit mobil berwarna putih datang. Seseorang keluar dari dalam sana. Erika kenal sekali mobil siapa itu. Sampai akhirnya pemilik mobil itu keluar dan membuat sekujur tubuhnya seketika terasa tersiram es. Itu Dimas, cowok itu turun dari mobil hanya untuk membukakan pintu untuk Sheila.

Dada Erika seketika terasa sesak. Menatap langsung pacarnya melakukan hal manis untuk wanita lain. Itu hal yang biasa Dimas lakukan untuknya, tapi kenapa sekarang Dimas juga melakukan hal itu pada Sheila?

"Heh Ciput, kita ngendap-ngendap kaya gini cuma buat liat Sheila dijemput sama anak kelas dua belas itu?" Victor mendengus kesal. Ternyata hal yang sedari tadi Erika katakan mendesak, ternyata hanya untuk melihat Sheila dijemput oleh Dimas.

Erika tidak mempedulikan ucapan Victor. Disaat seperti ini bisa-bisanya Victor mengatakan hal seperti itu. Bahkan dirinya tidak meminta anak itu mengikutinya untuk melihat Dimas dan SheIla. Tapi sekarang malah dia yang protes.

Beberapa menit setelah melihat kejadian itu mereka berdua langsung kembali ke sekolah. Mengambil motor Victor yang masih terparkir di sana.

Sepanjang jalan Erika hanya diam. Tidak meladeni kicauan Victor yang terus menggerutu sepanjang jalan. Hatinya seketika seperti dilempar batu. Membuatnya retak dan sakit. Erika mendekap wajahnya beberapa kali, memastikan dirinya agar tidak menangis.

Tapi sekuat tenaga Erika menahannya, akhirnya ia gagal juga. Satu tetes Air mata berhasil jatuh dari kelopak matanya. Dadanya terasa amat sangat sesak saat melihat pacarnya itu jalan bersama sahabatnya sendiri. Jadi yang ia lihat di tempat makan waktu itu benar-benar sungguhan? Tapi kenapa? Kenapa mereka berdua melakukan hal ini di belakangnya?

"Lo kenapa sih ngintipin Sheila sama senior songong itu? lo kan ga ada urusannya sama mereka. Tapi malah ngelakuin hal konyol kaya gitu? Buang-buang waktu gue aja tau ga sih."

Erika sudah tidak tahan. Dari tadi Victor terus mengoceh tanpa tahu kebenarannya. Ia pun menghentikan langkahnya. Berbalik, manatap Victor. Membuat anak laki-laki itu langsung menghentikan langkahnya sebelum menabrak Erika di depannya.

"Eh, kok lo?" Victor menunjuk-nujuk wajah Erika. "Kok lo nangis sih?"

Menyadari air matanya jatuh, Erika langsung menghapusnya.

"Aku mau tanya. Apa yang kamu lakuin saat kamu tau, pacar kamu sedang ada janji dengan laki-laki lain, di belakang kamu?"
"Ya ..." Victor menggantungkan ucapannya. Memilah jawaban yang tepat. "Ya gue dateng ke tempat ketemuan mereka lah, terus gue labrak. Enak aja dia selingkuh di belakang gue."

Erika menghela nafas. "Itu yang tadi aku lakukan."

"Lakukan apa?" tanya Victor bingung.

"Ngedatengin ke tempat janjian mereka berdua."

Victor diam sejenak. Mencerna ucapan Erika tadi. "Jadi lo diselingkuhin?!"


  ❇❇❇  

Yang masih setia, tungguin terus yaa:)

 

Continue Reading

You'll Also Like

3.4M 212K 45
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...
954K 67.2K 63
Namanya Camelia Anjani. Seorang mahasiswi fakultas psikologi yang sedang giat-giatnya menyelesaikan tugas akhir dalam masa perkuliahan. Siapa sangka...
520K 39.3K 45
"Seru juga. Udah selesai dramanya, sayang?" "You look so scared, baby. What's going on?" "Hai, Lui. Finally, we meet, yeah." "Calm down, L. Mereka cu...
2.6M 235K 63
⚠️ Ini cerita BL Askar Riendra. Seorang pemuda workaholic, yang mati karena terlalu lelah bekerja. Bukannya ke alam baka, dia malah terbangun ditubuh...