YOMIKOMI - Collection of Shor...

By nakazawaharuka13

4.4K 237 50

Seorang gadis bernama Nakashima Miki sangat tertarik dengan kakak seniornya Kimura Aoi. Dia tampan dan juga s... More

地球、月、太陽 (Earth, Moon, Sun)
親友との愛か。(Best friend or Love?)
マッチメイ キング (Matchmaking)
6 習慣 (The Six Habits)
オタクと人気 (The Nerd and The Popular)
私はあなたと一緒にいたいです (I want to be with you)
私は恋に落ちる (I Fall in Love)
ジャングルでロスト (Lost in the Jungle)
実際の生活の描画 (Real Life Drawing)
血の王 (The King of Blood)
私の罪のない彼氏 (My Innocent Boyfriend)
新しいパートナー (New Partner)
私だけです (Just Me)
ホーム スイート ホーム (Home Sweet Home)
私の最後の願い (My Last Wish)
消えました (Vanished)

理想的なカップル (Ideal Couple)

146 13 0
By nakazawaharuka13

*Disarankan sambil mendengarkan lagu berjudul Waltz for Two by Fujimoto Takako

Tap.. Tap.. Tap.. Kakiku terus melangkah ke tempat tujuanku. Tetapi ada sesuatu yang janggal sejak aku turun dari kereta, yaitu ada seseorang yang membuntutiku. Dari tadi, dia selalu berjalan dibelakangku. Dengan penampilannya yang aneh, yaitu kacamata hitam dengan jas hitam, semakin membuatku penasaran. Apa orang ini penjahat? Tidak, tidak, kau tidak boleh berprasangka buruk, Asami, batinku. Lalu kenapa dia selalu mengikuti kemana pun aku pergi? Akhirnya aku menghentikan langkahku, aku mengangkat kakiku, dan aku tendang lelaki itu. Tidak ku sangka, lelaki itu bisa menangkis tendanganku dengan sangat cepat. Dia punya refleksi yang hebat.

"Apa maksud anda melakukan ini?" katanya, akhirnya angkat bicara.

Aku langsung buru-buru menurunkan kakiku dan melemparkan wajah kesal ke arahnya. "Itu mestinya menjadi pertanyaan saya. Kenapa anda dari tadi mengikuti saya?"

Para pejalan kaki menatap kami dengan keheranan, dan aku cukup malu karena terlibat ke masalah yang gak jelas seperti ini.

"Saya, tidak mengikuti anda" katanya.

"Eh?"

"Kalau begitu saya permisi dulu. Selamat pagi" katanya, lalu lelaki itu berjalan pergi.

Aku pun menatapnya dengan aneh saat ia berjalan pergi. Apa maksudnya itu? Sudah jelas-jelas, dari awal turun kereta, dia terus mengikutiku dari belakang. Apa dia tidak mau mengakuinya? Mana ada maling yang mau ngaku, batinku.

"Asami-chan!" teriak salah satu teman kantorku dan dia datang menghampiri.

"Ada apa, Naomi-san?" kataku dengan nada sedikit bete. Saat ini aku sudah berada dikantorku, setelah kejadian tadi dan akhirnya aku tidak akan lagi bertemu pria itu, hatiku rada lega.

"Boss akan pulang hari ini!" katanya.

"Boss? Eh!? Maksudmu, Danno Hiroshi-san akan pulang hari ini!?" kataku, kaget.

"Benar! Oh, Danno-sama, dia tampan sekali" katanya, berlagak seperti seorang fangirl.

Danno Hiroshi. Aku penasaran, lelaki seperti apa dia itu. Sejak aku diterima kerja dikantor ini sampai sekarang, aku tidak pernah bertemu pria itu. Dia adalah orang yang super sibuk. Setiap tiga bulan, dia selalu keluar kota dan sekalinya dia sudah pulang dari luar kota, dia tidak pernah mampir untuk mengecek para pegawainya. Sekarang, akhirnya dia pulang dan dia sedang menuju ke ruangan ini. Aku penasaran, apa benar dia akan datang untuk mengecek kami?

"Selamat pagi semuanya. Maaf, kalau saya jarang menemui kalian. Jadwal saya padat sekali" kata seseorang yang berdiri diambang pintu.

Suara itu... suara itu... aku pernah mendengarnya, tapi aku tidak bisa mengingat dimana aku mendengar suara itu. Saat aku melihat siapa yang berbicara dengan suara itu, ternyata... oh tidak. Jasnya, kacamatanya, sama persis dengan jas dan kacamata yang dipakai lelaki yang aku temui tadi pagi. Jangan panik, Asami, jangan panik, batinku.

Lelaki itu lalu langsung menatapku dengan tajam, sangat tajam bagaikan elang. Dia berjalan masuk ke ruang kantor lalu menghampiriku. "Kalau kau bagaimana? Kau baik-baik saja?" tanya nya. Ekspresi wajahnya dan suaranya, sangat berbeda. Wajahnya memperlihatkan kelicikan, tapi suaranya memperlihatkan bahwa dia sepertinya sedang menggoda ku.

"Sa-saya baik-baik saja, Pak" kataku, buru-buru.

"Baguslah kalau begitu" katanya sambil tersenyum. Lalu dia berjalan menuju pintu keluar setelah sebelumnya dia memberi beberapa arahan pada pegawainya.

Setelah ia pergi, aku langsung dikerubungi para teman-teman kantorku. Mereka semua bertanya pertanyaan yang aku sama sekali tidak bisa jawab. Mereka bertanya hubunganku dengannya, mereka bertanya kenapa dia bisa mengenalku dan sebagainya. Aku sebenarnya tidak tahu apa yang sedang terjadi, teriak batinku.

Setelah seharian bekerja, akhirnya aku bisa pulang ke rumah, tapi sebelum pulang ke rumah, aku membeli beberapa makanan cepat saji dari mini market. Sesampainya dirumah, tiba-tiba aku melihat ayahku dan adik laki-laki ku duduk diluar malam-malam.

"Ayah? Tetsuya? Sedang apa kalian berdua disini?" tanyaku keheranan.

"Nee-chan memang tidak lihat apa yang tertempel dipintu?" kata adikku sambil melirik ke pintu masuk rumah.

Yang tertempel dipintu? Batinku. Aku pun langsung melihat apa yang dikatakan Tetsuya. Tidak ku sangka, ternyata yang tertempel itu adalah sebuah kertas pemberitahuan dari pihak bank bahwa rumahku telah disita. Karena itu, ayah dan Tetsuya berada diluar. Bagaimana ini? Bukankah aku sudah membayar cicilannya? Jangan bilang kalau ayah meminjam lagi untuk bermain judi. Astaga, apa yang telah ayah lakukan? Batinku.

"Ini semua salah ayah! Ayah pasti minjam uang dari bank lagi, kan!?" kata Tetsuya, kesal dan marah.

"Kok jadi salah ayah, sih?" kata ayah, memasang ekspresi sedih.

"Malam-malam begini, apa yang kalian lakukan diluar?" kata seseorang yang berdiri didepan rumah kami. Orang itu ternyata, Danno Hiroshi. Dia datang menggunakan mobilnya yang mengkilap dan super mewah. Dia juga dengan gayanya yang keren, berdiri didepan mobilnya sambil memakai kacamata hitam. Bukannya tambah gak kelihatan ya kalau pakai kacamata hitam? Sudah gelap malah tambah gelap, batinku.

"Siapa laki-laki tampan itu, Asami-chan?" kata ayah, penasaran.

Aku pun langsung berjalan menghampiri Danno Hiroshi. "Ini bukan urusan anda. Silahkan anda pergi" kataku, dengan nada se-sopan mungkin.

"Jangan begitu, ah, panggil saja saya Hiroshi. Lagipula, saya kesini karena ada urusan penting denganmu. Urusan yang sangat penting" kata Hiroshi.

"Saya tidak mau ada urusan dengan anda" kataku, tegas. Saat aku membalikkan tubuhku dan ingin pergi menjauh darinya, tiba-tiba dia memegang pergelangan tanganku.

"Eits, tunggu. Kalau kau mau mendengar dulu, aku yakin kau pasti akan tertarik. Saya ingin... kamu menikah dengan saya" kata Hiroshi, dengan senyum tampannya yang licik.

Huh? Batinku, keheranan. "Apa?"

"Iya. Saya mau, kamu menikah dengan saya. Tidak hanya itu. Saya lihat, sepertinya kau sedang ada masalah dengan keuangan. Kalau saya bisa membantumu untuk menyelesaikan ini semua, bayangkan, ayahmu dan adikmu mereka tidak perlu duduk diluar seperti ini. Mereka bisa nonton tv, makan makanan enak, tanpa harus khawatir tentang hal apapun" kata Hiroshi.

Aku tidak langsung menjawab apa yang dikatakan Hiroshi. Pikiranku menjadi buyar saat ia mengatakan itu. Aku tidak bisa begitu saja menikah dengan orang yang hampir tidak ku kenal hanya karena dia bisa melunaskan hutang-hutang ayahku. Tidak hanya hutang-hutang ayahku yang harus aku lunasi, tapi juga bayaran sekolah adikku yang masih SMA. Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Batinku.

"Tidak. Saya tidak akan menikahi anda. Saya bisa atasi ini semua" kataku tegas. "Ayah, Tetsuya. Ayo kita pergi dari sini. Lebih baik kami tinggal ditempat lain dari pada saya harus menikah dengan anda"

"Tapi kamu mau tinggal dimana?" tanya nya.

Astaga, aku hampir lupa. Aku dan keluarga ku harus tinggal dimana? Kami tidak punya tempat lagi untuk tinggal. Kalau tinggal di hotel atau apartemen, uangku tidak akan cukup. Aduh, bagaimana ini? batinku.

"Baiklah, dari pada kau kedinginan diluar, bagaimana kalau kau dan keluargamu tinggal di apartemen ku saja?" katanya dengan nada yang ramah.

Apa maksudnya itu? Apa dia mencoba untuk baik padaku? batinku.

Akhirnya aku dan keluarga ku tinggal untuk sementara di apartemen Hiroshi sampai hutang-hutang ayahku lunas. Sesampainya di apartemen, ternyata ruang apartemennya sungguh besar dan minimalis. Danno Hiroshi benar-benar pria bisnis yang kaya raya, batinku. Aku melihat-lihat sekitar, adikku langsung mencoba sofa-sofa yang ada diruang tv karena itu pertama kalinya dia merasakan sebuah tempat duduk yang empuk dan ayahku, langsung mencoba sebuah kursi pijat yang ada diruang yang sama. Benar-benar tidak ku percaya, batinku.

Jam sudah menunjukkan jam dua malam dan keluargaku sudah tidur nyenyak. Saat aku sedang menuju kamar mandi, tiba-tiba aku melihat Hiroshi yang sedang sibuk dengan pekerjaannya. Kertas-kertas yang berserakan diatas meja, file-file yang menumpuk di sofa, membuatku sedikit bersimpati padanya. Danno-san, benar-benar pria yang bekerja keras... atau dia hanya seorang maniak kerja? Batinku, jengkel.

"Aihara? Sedang apa kau berdiri disitu?" kata Hiroshi tiba-tiba.

"A-aku tadi sedang mau ke kamar mandi" kataku, terbata-bata.

"Oh, begitu" katanya sambil tersenyum lalu ia kembali ke pekerjaannya.

Setelah melihat ia tersenyum, aku jadi berpikir. Aku berpikir, sesuatu yang membuat ku gelisah dan penasaran. Akhirnya aku tidak jadi ke kamar mandi. Aku menghampirinya dan duduk dikursi sebelah sofa yang ia duduki. "Anu, Danno-san. Aku ingin bertanya sesuatu padamu. Kenapa, kau ingin menikahiku?" tanyaku, akhirnya.

Hiroshi tidak langsung menjawab pertanyaanku. Dia hanya diam lalu menjawab: "Rahasia" sambil tersenyum meledek.

"Apa!?" kataku, kesal.

"Saya... tidak ada niat jahat atau niat apapun itu padamu. Saya hanya ingin kamu menikah dengan saya, itu saja. Saya juga ingin membantu keluargamu, lepas dari masalah" katanya. Nada suaranya dan wajahnya, sangat berbeda dari yang sebelumnya. Tadi dia bersikap menjengkelkan dan licik, tetapi sekarang, dia berbicara seperti lelaki yang apa adanya.

Mendengar dia berbicara seperti itu, membuatku menjadi bingung. Di satu sisi, aku tidak bisa begitu saja menikah dengan lelaki yang tidak pernah ku kenal, tapi di sisi lain, aku juga harus menyelamatkan keluargaku, apalagi adikku. Aduh, kenapa aku harus terjebak di situasi seperti ini, sih? batinku, panik.

Keesokan paginya, jam sudah menunjukkan jam delapan pagi. Ketika aku ingin bergerak, tiba-tiba ada seseorang yang sedang memelukku dari belakang. Aku membuka mataku dan ternyata, tanpa ku sadari, aku tidur bersama Hiroshi disofa. Astaga, apa yang telah aku lakukan? Teriak batinku. Aku langsung buru-buru bangun dari sofa. Hiroshi juga ikut kaget karena pergerakan badanku yang tiba-tiba.

"Danno-san, apa yang telah kau lakukan!?" teriakku.

"Shtt. Pagi-pagi sudah teriak saja. Nanti kalau tetangga sebelah dengar bagaimana?" kata Hiroshi dengan santainya, sambil menguap. "Memangnya kau tidak ingat?"

"Huh?" kataku, heran.

"Kemarin malam kau jelas-jelas mengatakan bahwa kau mau menikah denganku. Lalu, aku mengajakmu untuk minum dan kau langsung tertidur pulas" kata Hiroshi.

Apa!? Apa aku benar-benar mengatakan itu? Batinku. "Ya-yang benar saja kamu! Tidak, tidak mungkin. Aku tidak percaya padamu!"

"Kau tidak percaya? Coba kau dengarkan ini" lalu Hiroshi mengambil hpnya dari atas meja dan memainkan suatu rekaman. Rekaman itu berisi pernyataan bahwa aku bersedia menikah dengan Hiroshi demi keluargaku.

Astaga, kenapa aku bisa ceroboh sekali, sih? Batinku, semakin panik.

Sepertinya, aku tidak punya pilihan lain lagi. Akhirnya aku menandatangani surat nikah dan tiga hari kemudian, Hiroshi mengadakan pesta pernikahan. Semua rekan-rekan bisnis Hiroshi juga datang pada pesta pernikahan, begitu juga mantan pacarnya. Pada penglihatanku, mantannya terlihat sangat cantik. Mungkin lebih cantik darikku, tapi saat aku tanya pada Hiroshi kenapa dia putus dengannya, Hiroshi hanya menjawab bahwa mantannya itu hanya ingin uangnya saja. Sungguh mengenaskan, batinku.

Akhirnya, aku, Aihara Asami sekarang sudah berubah menjadi Danno Asami. Ayah dan adikku juga akhirnya bisa kembali ke rumah karena Hiroshi sudah melunaskan hutang-hutang ayahku dengan cepat. Hiroshi juga menambah uang saku Tetsuya. Benar-benar banyak uang ya kau Hiroshi, batinku, jengkel.

- -

Tiga bulan pun berlalu, dan selama aku menjadi istrinya Hiroshi, benar-benar membuat diriku sangat kesusahan. Saat aku berada dikantor, rekan-rekan kerjaku selalu memujiku ataupun berfikiran negatif terhadapku. Beberapa dari mereka menyebut aku dan Hiroshi adalah pasangan yang ideal, tetapi tidak sedikit juga yang menyangka kalau aku hanya mengincar hartanya saja atau sebagainya. Sungguh menyusahkan, batinku.

Bagiku, selama aku menikah dengan Hiroshi, terkadang ia membuat hari-hariku menjadi lebih baik. Waktu itu, saat aku sedang sakit, Hiroshi bela-belain tidak bekerja selama seminggu. Dia merawatku dengan baik dan sabar. Dia menemaniku sepanjang hari.

Waktu itu juga, saat aku sedang berbelanja tas. Hiroshi tiba-tiba muncul didepan toko dan langsung memilihkan tas yang bagus untukku. Para pembeli dan penjaga toko keheranan melihat kami berdua. Mereka bisik-bisik kalau Hiroshi adalah sesosok lelaki idaman, pria yang romantis, dan sangat perhatian. Tapi bagiku, dia sepertinya sedang tebar pesona.

Dia juga selalu tahu apa yang aku pikirkan. Ketika aku sedang ingin makan takoyaki, saat pulang kerja, Hiroshi langsung membelikanku takoyaki. Ketika aku ingin baju baru, tiba-tiba saat aku masuk ke apartemen, Hiroshi mengagetkanku dengan baju yang aku inginkan. Dia seperti selalu melakukan telepati dengan pikiranku.

Hidupku benar-benar seperti diputar 180 derajat olehnya.

- -

"Aku pulang" kata Hiroshi saat ia masuk ke ruang apartemen.

Di dapur, aku sedang memasak makanan kesukaannya yang aku pelajari dari ibunya. Selama beberapa hari ini, aku jadi sering mampir ke rumah ibunya Hiroshi. Walaupun ibunya sudah kelihatan lemah tetapi ia masih bisa melakukan pekerjaan rumah. Ibunya Hiroshi, benar-benar sesosok wanita yang ramah dan sangat baik, tidak seperti anaknya.

"Oh, Hiroshi-san kau sudah pulang. Cepat mandi sana, hari ini aku memasak makanan kesukaanmu, tonkatsu" kataku sambil menyuci piring.

"Benarkah? Asik. Baiklah, aku mandi dulu, ya" katanya sambil tersenyum girang.

Beberapa menit kemudian...

"Wah, kayaknya enak sekali tuh" kata Hiroshi tiba-tiba. Saat aku sedang memotong daun bawang, tanpa ku sadari, dia sudah berdiri dibelakangku tanpa memakai baju. Dia malah menaruh handuk kecil diatas kepalanya karena habis keramas. Aku kaget setengah mati.

"Hi-Hiroshi-san! Kau jangan mengagetkanku seperti itu. Dan kenapa kau belum pakai baju!? Pakai bajunya sekarang" kataku sambil menutup mataku dengan tanganku. Aku juga menjaga jarak dari Hiroshi.

"Kenapa kau harus menutup matamu seperti itu? Kau tidak perlu malu-malu. Kita kan sudah menikah. Kita kan sudah... suami istri" katanya, sambil tersenyum licik.

Aku pun membuka mataku pelan-pelan, lalu dengan perlahan melihat ke arah Hiroshi. Astaga, itu, itu... roti sobek!!! teriak batinku. Wajahku langsung merah seperti tomat. Sudah ku duga, tidak seharusnya aku membuka mataku. Aku pun langsung mengalihkan pandanganku ke arah lain. Walaupun aku sudah hampir lima bulan menikah dengannya, tapi aku masih belum terbiasa melihat dia dalam kondisi seperti itu.

"Bu-bukan itu maksudku, tapi aku hanya takut kau masuk angin. Aku takut kalau kau sakit. Kalau kau sakit, aku kan yang jadi mengurusmu" kataku, terbata-bata dan dengan wajah yang semakin memerah.

"Ya, bagus dong. Kalau yang merawatku adalah kau, aku tidak perlu khawatir. Kalau bisa, aku akan sakit terus. Jadinya, aku akan dirawat terus oleh Asami-chan" kata Hiroshi, girang.

Astaga, dia seperti anak kecil saja, batinku.

"Hei, kenapa malah kau yang keenakkan?" kataku, kesal. "Pakai bajumu sekarang, kalau tidak, aku tidak akan sajikan makanan ini"

"Baiklah, baiklah" kata Hiroshi dengan pasrah. Akhirnya, Hiroshi masuk ke kamar dan memakai baju. Kami pun lalu makan malam bersama sambil menonton film.

Hiroshi benar-benar suka sekali menonton film. Setiap seminggu sekali, dia pasti setidaknya membeli tiga sampai lima kaset DVD. Dia senang sekali menonton film action, perang, kerajaan atau film-film yang berbau sci-fi dan juga detektif. Sedangkan aku, aku hanya suka menonton film horror. Hiroshi pernah bertanya padaku, kenapa setiap aku menonton film horror, aku tidak pernah berekspresi atau merasa ketakutan sedikit pun. Aku hanya bisa menjawab: "Mungkin, hantu nya kurang menyeramkan." Hiroshi hanya menanggapi jawabanku dengan ekspresi ketakutan. Dia mungkin mulai berpikir kalau dia ternyata menikah dengan sesuatu lebih seram dari pada hantu.

- -

"Oh, dia sedang sibuk sekarang?" kata Naomi.

Saat ini aku sedang berada dikantor, sedang membicarakan pekerjaan Hiroshi yang semakin hari semakin menumpuk. Aku saja sampai tidak tahan melihatnya. Kertas dan file-file yang berserakan diatas meja makan, matanya yang sudah lelah tapi tetap saja menatap ke layar laptop, aku benar-benar tidak tahan melihatnya.

"Iya. Aku jadi sedikit khawatir. Apa dia akan baik-baik saja?" kataku, khawatir.

"Jangan khawatir, Asami-chan. Danno-sama akan baik-baik saja. Percayalah padaku. Lagipula, ini Danno-sama loh yang kita bicarakan. Pasti semuanya bisa ia atasi" kata Naomi dengan senyum percaya diri.

Aku pun hanya mengangguk.

Jam sudah menunjukkan jam satu malam dan Hiroshi belum juga pulang. Nih anak kemana, sih? Sudah jam segini tapi belum pulang juga, batinku, kesal. Aku lalu masih menunggunya untuk beberapa menit. Ketika jam sudah menunjukkan jam setengah dua, aku akhirnya mendengar sebuah pintu terbuka. Hiroshi akhirnya pulang.

"Hiroshi-san, kau kemana saja? Kau kelayapan, ya? Aku sms tapi kau tidak membalasnya. Aku menelpon sekertarismu, dan katanya kau ada rapat penting. Tapi kok rapat sampai jam segini, sih?" kataku, marah-marah dan kesal.

Hiroshi tidak langsung menjawab. Dia hanya melepas sepatunya dan dia langsung memelukku. Aku pun menjaga keseimbangan tubuh Hiroshi agar tidak jatuh. Ia kelihatan lelah sekali.

"Maafkan aku" katanya dengan suara pelan. Dia lalu melepaskan pelukkannya dan langsung memberiku seikat bunga mawar. "Lihat, apa yang aku bawakan untukmu. Kamu, jangan marah lagi, ya"

"Hiroshi-san..." kataku, tidak percaya. Astaga, kau tidak perlu melakukan ini, batinku. Lalu, tanpa berpikir panjang, aku langsung memberikan tanda terima kasih ku berupa ciuman di pipinya. Ternyata, Hiroshi memang sesosok lelaki idaman, batinku lagi. Aku merasa beruntung sekali.

Keesokan paginya, aku tidak membangunkan Hiroshi untuk pergi kerja. Kemarin malam dia sudah bekerja sangat keras, setidaknya aku ingin memberikan waktu untuk ia istirahat. Lalu, aku pergi ke kantor sendirian menggunakan kereta. Sesampainya di kantor, keadaan terlihat biasa saja. Para rekan-rekan kerja ku masih saja memujiku karena aku adalah istri Danno Hiroshi yang hebat dan tampan. Bagi yang tidak suka padaku, aku terkadang mendengar bisikan mereka berbicara tidak baik tentangku. Itu mah masalah mereka, bukan masalahku, batinku.

Jam sudah menunjukkan jam dua belas dan itu tandanya istirahat makan siang. Saat aku sedang merapihkan semua berkas-berkas yang ada dimejaku, tiba-tiba seorang rekan kerjaku datang menghampiri.

"Asami-chan, bisa kau antarkan berkas ini pada, Danno-san?" katanya.

"Huh? Danno-san kan tidak datang ke kantor hari ini" kataku.

"Benarkah? Tapi tadi aku melihatnya dilorong. Ku mohon, ini pertama kalinya aku akan makan siang bersama pacarku dan dia sudah menungguku di restoran. Aku hanya tidak ingin ia menunggu lama. Tolong lah aku" katanya sambil memohon-mohon.

"Baiklah, baiklah" kataku, pasrah.

"Aku sungguh berterima kasih, Asami-chan! Ini berkasnya. Baiklah, aku duluan ya" katanya sambil memberikan berkas itu padaku dan langsung pergi makan siang bersama pacarnya.

Ah, kenapa harus aku yang mengantarkannya, sih? Aku tahu semua orang pasti sudah tahu kalau aku sudah menikah dengan Hiroshi tapi tetap saja. Kalau urusan pekerjaan, aku tetap takut untuk menghadapi bossku, batinku. Dan kenapa, tuh anak malah datang ke kantor? Disuruh istirahat, malah masuk ke kantor. Bandel banget sih, bantinku lagi, jengkel. Lalu, akhirnya aku pergi ke ruangan Hiroshi yang ada dilantai dua puluh empat.

Aku naik lift dan akhirnya sampailah aku di lantai dimana Hiroshi bekerja. Aku berjalan menyelusuri koridor dan ketika aku sudah hampir sampai diruangan Hiroshi, aku keheranan. Kenapa pintunya terbuka? Apa Hiroshi sedang bertemu dengan klien? Aku lalu mengintip sedikit ke dalam. Didalam, aku melihat Hiroshi sedang berbincang dengan seorang wanita. Wanita itu terlihat, lebih cantik dan lebih seksi dariku. Apa yang Hiroshi lakukan dengannya? Tanya batinku.

"Kau sedang sibuk apa sekarang?" tanya Hiroshi.

"Seperti biasa, harus berhadapan dengan klien-klien, dan sekarang ayahku sudah ingin mengangkat ku menjadi pemilik perusahaan. Ayah ingin pensiun lebih awal, katanya agar ia bisa menikmati waktunya bersama keluarga" kata wanita itu.

"Bagus dong kalau begitu. Aku akan siap untuk memberi bantuan apapun yang kau butuhkan" kata Hiroshi sambil tersenyum.

"Terima kasih" kata wanita itu sambil tertawa kecil.

"Lalu bagaimana dengan pasangan? Kau sudah menemukan yang cocok?"

"Semua pria di dunia ini sama saja. Mereka hanya mengincar harta dan kekayaan. Jadi, mungkin untuk menemukan yang cocok dan tepat, akan butuh waktu yang lama. Tapi beda denganmu, kau tidak seperti laki-laki lain diluar sana"

"Oh ya? Benarkah itu?" kata Hiroshi.

"Bagimana denganmu? Apa kau masih berkencan dengan wanita yang lebih muda dari dirimu?"

Apa? Hiroshi suka berkencan dengan wanita yang lebih muda darinya? Anak SMA maksudnya? Batinku, keheranan. Untuk beberapa saat, aku berpikir untuk masuk ke dalam dan memarahinya.

"Tidak. Kau tahu sendiri kalau aku sudah lama tidak melakukan hal itu. Lagipula, aku sudah menikah sekarang" kata Hiroshi dengan percaya diri.

"Oh, benarkah? Kenapa aku tidak mendengar kabarnya, ya?" kata wanita itu sambil menunjukkan ekspresi kaget yang disembunyikan.

"Eh? Tapi sepertinya aku sempat mengirimmu undangan"

"Benarkah? Sepertinya aku melupakannya. Maaf, waktu itu aku sangat sibuk sekali. Selamat, ya. Ngomong-ngomong, apa aku boleh tahu siapa wanita beruntung itu?" kata wanita itu sambil meminum teh.

"Dia adalah, seorang karyawan disini. Posisinya diperusahaan ini juga tidak tinggi tapi dia punya semangat yang tinggi untuk bisa bertahan hidup. Awalnya, aku hanya melihat CVnya saja sejak aku tidak sering berada dikantor. Aku juga tidak sempat datang ke kantor untuk melihat ia diwawancara. Tapi, tanpa ku sadari, aku mulai tertarik padanya. Dia terlihat sangat gigih dalam mengerjakan pekerjaannya dan dia juga terlihat selalu penuh dengan semangat. Lalu, aku memutuskan untuk melihat ia dikesehariannya,"

Jadi itu sebabnya, kenapa selalu ada mobil mewah yang terparkir didepan rumahku. Diam-diam Hiroshi selama ini, dia memperhatikanku, batinku.

"Aku selalu mencoba untuk menghampiri dan berbicara langsung dengannya tapi waktunya selalu saja tidak tepat. Sampai akhirnya, saat aku mengikutinya dari rumahnya menuju kantor, dia mengira bahwa aku adalah seorang stalker dan dia hampir saja menendangku" kata Hiroshi sambil tertawa kecil.

"Dia hampir menendangmu?" kata wanita itu, tidak percaya.

"Iya benar, tapi aku berhasil menangkisnya" kata Hiroshi dengan percaya diri. "Saat itu, aku sadar, bahwa itulah kesempatanku untuk mendekatinya. Tanpa perlu waktu panjang, aku akhirnya berhasil menikah dengannya"

"Lalu, bagaimana hidupmu setelah menikah dengannya?" kata wanita itu sambil meminum tehnya lagi.

"Menyenangkan. Sungguh menyenangkan. Aku belum pernah se-bahagia ini sebelumnya," kata Hiroshi.

Selama ini, aku selalu mengira kalau Hiroshi menikah denganku hanya karena ada maksud tertentu. Dengan caranya ia membayar semua hutang ayahku dan membantu adikku dengan bayaran sekolahnya, pasti dia ingin membuatku berhutang budi padanya. Tetapi, setelah mendengar semua yang ia katakan tadi, aku mengubah pikiranku. Hiroshi, kau benar-benar pria yang baik. Aku benar-benar merasa menjadi wanita yang paling beruntung didunia. Dan aku juga sangat bahagia, karena bisa menikah denganmu, batinku.

"Dan dia namanya... Asami" kata Hiroshi lagi, menyelesaikan kalimatnya.

"Permisi" kataku sambil mengetuk pintu.

"Ya, silahkan masuk" kata Hiroshi.

"Danno-san, saya mengantarkan beberapa berkas yang anda minta" kataku sambil memberikan berkas-berkas itu pada Hiroshi.

"Terima kasih. Ah, Emi. Kenalkan, ini istriku, Asami" kata Hiroshi, memperkenalkan diriku ke wanita yang dari tadi mengobrol dengannya.

"Ah, yang ini wanitamu? Hallo, saya Kazuki Emi. Senang berkenalan denganmu, Asami-san" katanya dengan senyuman.

"Sama, aku juga" kataku sambil tersenyum juga.

"Emi adalah temanku sejak diperkuliahan dan perusahannya juga bekerja sama dengan perusahaan kita" kata Hiroshi menjelaskan.

Teman sejak kuliah? Berarti, dia sudah mengenal Hiroshi lebih lama dariku? Kenapa, perasaanku jadi tidak enak begini, ya? Tenang. Tenang Asami, tenang. Mereka hanya teman kok. Yap, hanya teman. Maksudku, tidak ada sesuatu yang buruk akan terjadi, kan? Batinku, khawatir.

THE END













Continue Reading

You'll Also Like

136K 624 8
📌 AREA DEWASA📌
7.4M 227K 46
Beberapa kali #1 in horror #1 in thriller #1 in mystery Novelnya sudah terbit dan sudah difilmkan. Sebagian cerita sudah dihapus. Sinopsis : Siena...
1M 66.6K 39
SLOW UPDATE [END] Kisah tentang seorang bocah 4 tahun yang nampak seperti seorang bocah berumur 2 tahun dengan tubuh kecil, pipi chubby, bulu mata le...