Semerah Warna Cinta [TTS #3 |...

By Eria90

149K 10.6K 751

Takluk's The series #3 -Dihapus sebagian - Sudah tersedia di google play (yang mau ngoleksi cerita babang Ke... More

Prolog
1
2
5
6
7
9.b
10
11.a
13.b
14
15
16
17
18
19
20.
bukan update!
Promosi Ebook

11.b

3.2K 498 24
By Eria90

Defara duduk dengan gelisah sambil meremas jemari tangannya. Sedari 20 menit yang lalu entah berapa kali Defara menghembuskan napas kasar sembari menatap pintu restoran yang siang ini ia datangi. Pasalnya, dalam hati kerap kali keraguan selalu mendominasi bahwa Kevan tidak akan datang untuk menemuinya.

Dari seberang tempat duduknya dengan jarak dua meja, Defara bisa melihat ada Sasa di sana yang memberikan senyum semangat sebagai bentuk dukungan.

Jika bukan karena dukungan juga saran dari Sasa, serta keinginan dari sudut hatinya yang terdalam, Defara tentu tidak akan berani untuk bertatap muka lagi dengan pria yang pernah mengisi kenangan di masa lalunya tersebut. Ya, walau dengan sangat terpaksa Defara mengakui bahwa kenangan yang ada bukanlah kenangan yang indah dan semua kenangan yang tidak indah tersebut tentu saja semuanya bersumber dari Defara sendiri.

Sambil menunggu dalam ketikpastian, Defara kembali mengingat lagi isi percakapannya dengan Sasa sehari setelah ia mendapat malu dari sosok pria yang entah bagaimana mengetahui dengan jelas seluk beluk kehidupannya.

Kilas balik;

Defara yang masih dalam keadaan sedikit linglung, menurut saja saat Sasa membawanya ke apartemen wanita itu. Sesampainya di sana, Defara masih bagaikan mayat hidup untuk beberapa waktu dan baru mulai terlihat membaik setelah ia bangun dari tidurnya yang tidak terlalu lelap.

Saat berjalan keluar dari satu-satunya kamar di apartemen Sasa, Defara bisa melihat seluruh lampu yang menyala yang menandakan jika tugas matahari telah digantikan oleh rembulan. Dari suara ribut yang berasal dari arah dapur, Defara menyakini jika temannya itu sedang berada di sana dan memutuskan ke sanalah arah kakinya melangkah. Benar saja, dilihatnya Sasa sedang sibuk entah memasak apa hingga tidak menyadari kehadirannya. Untuk wanita dengan bebas dan semaunya sendiri, Defara akui jika masakan temannya itu lumayan enak, malahan melebihi masakannya sendiri.

"Lagi masak apa, Sa?" tegur Defara.

Sontak saja spatula yang di pegang Sasa jatuh ke lantai yang menimbulkan suara keras saking kagetnya ia. Dengan kesal Sasa membalik badan sambil berkacak pinggang dan berkata, "Jangan ngagetin gitu, Def! Kalau aku mati jantungan kayak ibu kamu gimana?" tanya Sasa yang langsung disesalinya saat melihat wajah Defara yang berubah sendu.

"Maaf... " cicit Sasa tak enak hati.

Defara menggeleng pelan, "Nggak pa-pa, kamu nggak salah. Yang salah justru aku, anak nggak tau diri dan durhaka."

Sasa mematikan kompor lalu kemudian menghampiri Defara, mengajak temannya itu ke ruang tamu untuk duduk dan mengobrol di sana. "Yang lalu nggak usah lagi diingat."

"Aku tau," sahut Defara lirih yang entah mengapa saat sedang sangat sedih seperti ini air matanya enggan mengalir keluar dari kedua bola matanya. Terkadang Defara meyakini jika hatinya memang telah membatu.

Keheningan yang tidak menyenangkan sempat melingkupi mereka, sampai pertanyaan Sasa membuat Defara mengangkat kepalanya yang tertunduk demi menatap temannya itu.

"Eh Def... waktu kamu menjalin hubungan dengan Kevan, pernah nggak kamu merasakan sesuatu di hati kamu untuknya?"

"Maksud kamu apa, Sa?"

"Nggak mungkin kan selama lebih dari empat tahun, nggak ada rasa sedikitpun di hati kamu untuknya?" cerca Sasa lagi mengindahkan kebingungan Defara.

Meski bingung, Defara tetap menjawab, "Jujur, kalau rasa cinta sepertinya nggak ada. Tapi kalau rasa ketergantungan akan perhatian dia yang selalu manjain aku, aku memang merasakannya."

"Nah... kenapa nggak kamu coba aja lagi dekatin dia. Menurut kabar burung yang aku dengar, Kevan itu sampai sekarang belum menikah. Mungkin aja kan dia masih patah hati karena kamu, trus nungguin kamu kembali." saran Sasa yang ia sendiripun kurang yakin dengan perkataannya.

Kening berkerut, bingung akan arah pembicaraan Sasa. "Omongan kamu itu, maksudnya apa?"

Sasa mencibir kesal, temannya yang satu ini memang sangat keterlaluan kalau diajak berpikir untuk masa depan. Lemotnya bukan main, dan hanya akan pintar kalau si 'papa' sedang membutuhkan pelayanannya di atas ranjang. Sambil menarik napas sabar, Sasa menjelaskan, "Maksud aku, sebaiknya kamu dekatin aja itu si Kevan. Lalu kamu mutusin hubungan kamu sama si 'papa yang udah nggak sehat itu. Kalau Kevan udah jadi milik kamu lagi, kamu menjauh deh dari hubungan tanpa status yang jelas yang diberikan sama si tua bangka itu. Udah bau tanah, nggak ingat umur, mata keranjang, doyan lagi sama yang namanya olahraga ranjang. Mati pas telanjang bulat baru tau rasa dia nanti. Apa sih yang kamu suka dari itu orang selain duitnya?" dumel Sasa panjang lebar.

Wajah Defara tampak tidak senang saat nama sang pujaan hatinya dibawa dan dijelek-jelekkan, wajahnya memerah ketika berkata, "Jangan ngomongin dia kayak gitu, Sa! Aku nggak suka dengarnya!! Gitu-gitu dia itu ayahnya anakku."

Melihat perubahan di wajah Defara, Sasa mengangkat tangan seraya. "Oke... aku nggak akan bilang gitu lagi. Tapi coba deh kamu nurutin saran aku kalau memang kamu nggak ingin lagi dibilang barang bekas dan pasangan kumpul kebonya si 'papa'."

Defara menarik napas berulang kali untuk meredakan rasa panas di hatinya. "Gimana caranya? Trus kalau papa tau sama apa yang aku lakukan dan dia marah, gimana? Sumpah Sa, aku nggak bisa lepas dari dia. Bukan hanya karena kami memiliki anak, tapi juga hati dan tubuhku juga sudah terikat mati dengannya."

Sasa merangkul bahu temannya yang kembali menundukkan kepala dengan karena kebingungan. "Memangnya kamu mau begini terus? Nggak ada kejelasan sama sekali soal status kalian. Anakmu itu perlu sosok seorang ayah loh Def, meski dia tau kalau kalau kalian adalah orang tuanya, tapi baik kamu maupun pria itu nggak pernah mau berusaha memberikan kasih sayang yang sewajarnya anakmu dapatkan. Mumpung dia masih SD dan baru kelas dua, tapi nanti kalau udah besar dan baru mengetahui siapa jati dirinya, coba kamu bayangkan gimana perasaan anakmu itu?"

Defara menatap temannya nelangsa. "Lalu aku harus gimana, Sa? 'papa' sepertinya belum ada niatan untuk menikahiku."

"Nah itu... dicoba dulu saran aku."

"Aku sih bisa aja nyoba," Defara menjawab ragu, "Tapi aku rasa Kevannya yang nggak bakalan mau kembali lagi sama aku. Jangankan kembali, liat muka aku aja dia pasti nggak sudi."

Dahi Sasa mengernyit, terlihat jelas jika ia sedang mencarikan cara agar temannya ini bisa kembali lagi bersama pria masa lalu temannya itu. Dan senyum cerah langsung terbit di bibirnya saat satu ide melintas di kepala. "Aku punya ide... tapi semua tergantung sama kamu juga keadaan serta peluang yang harus kamu usahakan." ujar wanita yang sudah malang melintang dengan dunia yang dihuni para pria hidung belang tersebut.

"Apa?"

Sasa mendekatkan bibirnya ke telinga Sasa lalu membisikkan rencananya sejelas mungkin agar temannya itu paham dan tidak bertanya lagi.

Defara sendiri mendengarkan dengan seksama. Sesekali dahinya berkerut ketika apa yang diucapkan Sasa serasa mustahil untuk dilakukan. Namun setelah sekian detik berlalu, Sasa juga sudah selesai dengan idenya, Defara masih terdiam, sibuk mencerna setiap rencana yang dijabarkan oleh temannya itu.

"Gimana, bagus kan rencanaku?" tanya Sasa memecah kebisuan.

"Kamu yakin ini akan berhasil?"

"Yakin." Sasa mengangguk mantap.

Melihat anggukkan Sasa, Defarapun setuju untuk mengikuti rencana temannya itu. "Baik, aku ikut sama rencana kamu."

Kilas balik selesai.

🌸🌸🌸

"Cepat katakan, apa yang mau kau bicarakan."

Suara dengan nada tidak bersahabat tersebut menyentak Defara dari lamunan. Saat mengangkat kepala yang sedari tadi tertunduk menatap jari jemarinya yang saling berpilin erat, Defara melihat jika pria itu langsung duduk tanpa sungkan dan tidak meminta izin darinya.

Sungguh berbeda dengan yang dulu. Pria di depannya ini diingatannya adalah pria yang tahu sopan santun dan tata krama juga sangat menghormati wanita. Tapi lihatlah kini, pria itu terlihat berbeda, meski rupanya sudah menampakkan kedewasaan dari segi usia, tak ada perubahan yang berarti di diri pria itu selain badannya yang mungkin nampak semakin tegap. Dan yang paling Defara rasakan dari pria di depannya ini adalah aura kelam tidak bersahabat yang bisa membuat sebagian orang merinding hanya dengan melihat tatapan tajamnya.

"Mau bengong mandangin aku, atau mau ngomong sekarang?" lagi Kevan menyentak wanita di depannya itu dari lamunan dengan suara yang masih terkontrol dengan baik.

Tiba-tiba saja Defara dilanda kegugupan. Untuk menutupi rasa bahagia membuncah yang entah bagaimana bisa ia rasakan, Defara mengulas senyum semanis mungkin untuk menyamarkan apapun ekspresi yang nampak di wajahnya mulus karena polesan salon mahal. "Pesan dulu, Kev. Habis itu baru kita bicara." pintanya lembut.

Kevan mendengus kesal memandang wajah penuh kepalsuan wanita masa lalunya itu. Namun tak ayal tangannya terangkat untuk memanggil pelayan dan hanya memesan secangkir kopi untuk membuat matanya tetap segar saat perjalanan nanti.

Tak lama setelah pelayan berlalu sehabis mengantarkan pesanan Kevan, pria itu kembali berkata, "Jangan basa basi lagi, langsung saja ke pokoknya. Aku tidak punya waktu untuk berlama-lama di sini." tandas Kevan cepat.

"Aku mau minta maaf untuk semua kesalahanku." mulai Defara.

Kevan hanya mengangkat sebelah alisnya bingung karena tahu jika kata yang diucapkan oleh wanita itu sama sekali tulus. Namun dia memutuskan diam saja dan mendengarkan.

"Untuk semua peristiwa menyakitkan yang aku lakukan padamu, aku menyesalinya."

"Setelah lebih dari tujuh tahun? Kemana saja kau selama ini, ngumpet di dalam tanah? Masih muat nggak badan kau yang penuh dosa itu di dalam sana?"" sindir Kevan.

Defara tak menggubris nada suara Kevan yang terdengar sinis. Sebaliknya, wanita itu kembali berucap, "Juga untuk hancurnya pernikahan kedua orang tuamu, aku sangat menyesali perbuatanku yang tanpa berpikir panjang sudah masuk ke dalam hubungan mereka. Atas semua kesalahan serta kekhilafan yang aku lakukan, aku minta maaf." Defara menundukkan kepalanya dalam lalu menambahkan dengan suara lirih, "Aku bersedia menebus semua kesalahan aku itu dengan apapun. Bahkan dengan nyawaku sendiri."

Kevan mendengus kasar, tidak mempercayai satupun ucapan wanita di depannya ini. Kevan yang dulu mungkin saja bisa tertipu dengan permainan kata serta mata berkaca-kaca wanita itu. Tapi Kevan yang sekarang, jangan pernah mengharapkan jika ia akan terperdaya. "Sungguhan ini, hah? Atau ada permainan baru yang sedang coba kau mainkan lagi?" dengusnya mengejek.

Defara mengangkat kepala, matanya memerah dan tampak berair seakan menahan tangis, dilengkapi pula dengan wajah sendunya, memandang Kevan dengan tatapan memelas. "Sungguh Kev, aku benar-brnar minta maaf dan menyesali semua kesalahanku."

"Waw... " Kevan menggelengkan kepala. "Belajar akting dimana kau, sampai pintar gitu masang muka melasnya? Bilang saja, pasanganmu yang sekarang nggak bisa memuaskanmu atau biaya hidupmu yang mahal tidak sanggup dipenuhi olehnya, makanya kau datang padaku untuk kembali mencari persinggahan yang aman?"

Defara seolah menghembuskan napas lelah ketika berkata, "Aku tau kesalahan yang aku lakukan padamu memang nggak bisa dimaafkan. Tapi tidak bisakah kau melihat, jika aku benar-benar tulus meminta maaf?"

"Tau nggak Defara, aku sebenarnya muak ngeliat muka palsumu itu. Entah mengapa dulu aku begitu bodoh bisa begitu saja percaya dan jatuh cinta padamu?" Kevan berdecak kesal.

"Kev... " Defara memelas.

Kevan mendengus kasar sambil membuang pandangan, memandang sekitar restoran yang kini ia datangi hanya untuk menuntaskan rasa penasaran di hati akan isi pembicaraan yang ingin wanita itu katakan. Dan jujur saja, Kevan menyesal sudah datang ke restoran ini begitu isi pembicaraan yang dibdengarnya sangatlah tidak bermutu.

Untuk sedikit mengurangi penat di kepala, Kevan menggapai cangkir kopi dan mendekatkan cangkir tersebut ke bibir. Belum sampai pekatnya kopi menyentuh bibirnya, sesosok pria gagah berpakaian hitam berdiri di sisi kursi yang Kevan duduki. Sontak saja gerakkan tangan Kevan terhenti begitu melihat jika sosok pria gagah tersebut adalah orang yang menjadi bayangannya selama ini.

Bingung, Kevan meletakkan kembali cangkir kopinya. "Ada apa?" tanyanya.

Pria yang keseluruhan pakaiannya berwarna hitam tersebut menunduk, lalu kemudian berbisik dengan nada suara yang hanya Kevan sendiri yang bisa mendengarnya.

Seiring setiap kata yang tersaring masuk ke telinga, raut wajah Kevanpun berubah. Sampai kata terakhir yang diucapkan, wajah Kevan terlihat sangat murka, aura dingin yang mencekam menyelimutinya saat matanya yang tajam bersinggungan langsung dengan mata Defara yang menatapnya ingin tahu.

"Benar-benar perempuan murahan!" Desis Kevan seraya mengepalkan tangan agar tinjunya tidak melayang ke wajah penipu wanita itu. "Bahkan pe***ur pun lebih mulia darimu yang dengan liciknya ingin menjebakku. Sampah masyarakat sepertimu seharusnya dibuang, bila perlu dibakar agar bau busuknya tidak mencemari lingkungan." Kevan terengah menahan amarah.

"Kev, ak... "

"DIAM KAU!!!" telunjuk Kevan mengarah kepada sosok wanita licik di depannya. "Silahkan saja kau mengangkang untuk laki-laki lain karena aku tidak akan sudi bahkan hanya menyentuh sehelai rambutpun dari perempuan murahan sepertimu. Dasar ja**ng hina tidak tau diri, membusuklah kau bersama om-om si**anmu itu." tandas Kevan yang kemudian berlalu pergi diikuti sosok pria gagah di belakangnya meninggalkan Defara dengan tubuh kaku di tempatnya semula.


🌸🌸🌸


Saya post dua kali. Dan maaf, bukannya saya mau menganak-tirikan ceritanya Kevan-Vania, cuma terkadang mood saya suka naik turun.

Sebenarnya saya udah nulis cerita Kevan untuk beberapa bab ke depan, hanya masih dalam bentuk kasar dan mesti sedikit diperbaiki. Insya Allah saya nggak akan mengecewakan teman-teman sekalian dengan menunda coretan saya untuk waktu yg lama. Dan oh ya... perlu kalian tau, bukan untuk menuntut, tapi apresiasi kalian dalam bentuk vote dan komen bisa sangat membangun mood saya dalam menulis.

Segitu aja, selamat membaca dan semoga coretan saya bisa menemani kalian di waktu luang.

🍁🌸🍁
Salam, eria90 🐇
Pontianak,-21-06-2018

Continue Reading

You'll Also Like

191K 7K 18
Seorang laki-laki muda kaya yang sukses memiliki kehidupan malam yang liar dan penuh gairah Adam Lee, 27 tahun memiliki rambut cokelat gelap dan iris...
33.8K 1.5K 16
WARNING!!! 21+++ SILAHKAN DI FOLLOW DULU BARU BACA, YA. JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT-NYA. TERIMA KASIH. *** Zian Muharram. Anak kedua dari seorang K...
16.9M 747K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
2.5M 36.3K 28
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...