Semerah Warna Cinta [TTS #3 |...

By Eria90

149K 10.6K 751

Takluk's The series #3 -Dihapus sebagian - Sudah tersedia di google play (yang mau ngoleksi cerita babang Ke... More

Prolog
1
2
5
6
7
9.b
11.a
11.b
13.b
14
15
16
17
18
19
20.
bukan update!
Promosi Ebook

10

4.3K 529 14
By Eria90

"Makanya, kalau jadi laki-laki tuh yang bertanggung jawab! Jangan semaunya sendiri, nggak pikirin perasaan orang lain. Cari masalah saja terus kerjaannya." dumel Arlita tanpa henti sambil menekan kapas yang telah dicelupkan ke dalam cairan antiseptik ke beberapa bagian wajah anaknya yang memar.

Tak perduli tekanan yang diberikan lebih keras dari yang seharusnya, Arlita malah merasa senang melihat anak bandelnya yang sudah tua itu meringis kesakitan.

"Untung bukan mama yang jadi Nara, kalau mama ada di posisi dia habis kamu, Kev!!! Mama bikin bonyok itu muka, sampai nggak berbentuk lagi kalau bisa, biar para wanita di luaran sana nggak lagi mau sama orang jelek kayak kamu," dumelan Arlita semakin menjadi, malahan saking kesalnya ia menambahkan sedikit lebih banyak tenaga untuk menekan luka memar di wajah anaknya yang tidak mengingat usianya. "Huuu... jadi anak kok ya kerjaannya nyusahin mulu. Bukannya bikin senang, bangga atau apalah. Ini yang ada sudah tua malah nggak sadar sama umur, buat mama yang sudah sepantasnya gendong cucu malah harus kembali merawat bayi besar nggak berguna kayak kamu. Kamu mau bikin mama mati berdiri ya?"

"Aduh ma... berhenti dong ngomelnya. Kevan ini lagi sakit loh, bukannya disayang, ini malah diomelin, trus ada tindakkan KDRT lagi. Nanti mama Kevan laporin ke... aduuuh ma... "

"KDRT ndasmu!" sergah Arlita yang kembali menekan memar anaknya lebih kuat dari yang tadi. "Mau jadi anak durhaka pakai ngancam laporin mama ke polisi segala? Berani kamu kayak gitu lagi, mama potong titit kamu!!"

Spontan Kevan melingkupi aset masa depannya dari tindakkan bringas sang mama. "Maaa... jangan gitu dong. Titit Kevan ini kan masih mau Kevan pakai buat nambah adik untuk Naya." ucap Kevan dengan wajah memelas.
Hermanu yang sedari tadi duduk di sofa yang terletak di sudut kamar terkekeh pelan menyaksikan suasana hangat yang tersaji di depan matanya. Andai Hermanu tidak seceroboh itu, pasti sekarang ia bisa ikut berbaur dalam obrolan hangat yang terjadi diantara mantan istri juga anaknya.


"Oh iya... ngomong-ngomong soal Naya, mama pengen dong liat mukanya." pinta Arlita yang keinginan ngomelnya teralihkan dengan cepat begitu diingatkan soal cucu yang ia miliki karena kesalahan anaknya yang penjahat kelamin itu. "Kamu punya fotonya kan?" lanjut Arlita.

Kevan terkekeh melihat antusias mama-nya yang ingin melihat malaikat kecilnya. Maka Kevanpun mengangguk pelan kemudian berkata, "Ada, tapi cuma pas dia lagi tidur. Waktu tidur tuh, dia lucu banget dan ngegemasin sampai pengen mandang dia terus nggak mau berhenti."

"Mana? Coba mama liat." Arlita mengangsurkan tangannya menerima ponsel Kevan yang walpapernya menampilkan wajah Naya saat tertidur pulas.

Betapa bangganya hati Kevan melihat binar bahagia di kedua bola mata mama-nya. Bisa Kevan tebak, setiap orang yang bertemu atau hanya sekedar memandang dari foto, pasti orang tersebut langsung jatuh hati kepada putri kecilnya itu.

Jangankan orang lain, Kevan saja yang awalnya belum mengetahui bahwa ia adalah ayah dari bocah kecil menggemaskan itu bisa langsung jatuh hati dibuatnya. Mulai dari cara bicaranya yang lancar tanpa ada kata yang kurang atau terselip, sampai perilaku baiknya yang Kevan sangat yakin didapatnya dari bidadari Kevan yang satunya lagi. Ah, betapa lengkap terasa hidup Kevan kini. Yang kurang hanyalah belum adanya pengikat yang sah yang bisa mengikat bidadarinya itu selamanya dengannya.

Sedang asyik menghayal, Kevan kembali disadarkan saat suara dengan nada sedih yang berasal dari ibunya terdengar menyapa gendang telinga. Dan dilihatnya wanita yang telah mendedikasikan masa tua yang seharusnya tenang untuk mengomelinya itu berwajah murung. Ada genangan air di kedua bola matanya.

"Sayang ya, Kev, Naya hadir karena perilaku ayahnya yang brengsek... " Kevan meringis ketika kata brengsek kembali disematkan padanya yang entah untuk ke berapa kalinya hari ini. "Coba kalau dia hadir pas kamunya sudah menikahi Vania, pasti mama bisa melimpahi dia dengan kasih sayang yang seharusnya didapatkan dari seorang nenek. Trus Vanianya juga nggak harus susah-susah jadi orang tua tunggal untuk anak kalian."

"Maaf, ma." kepala Kevan tertunduk dalam karena merasakan penyesalan yang jauh lebih besar. Saat dikira penyiksaan terhadap dirinya sudah berhenti, ternyata Kevan salah besar. Karena sesaat kemudian ia merasa sakit akibat rambutnya yang ditarik paksa. Walau hanya sebentar, tetap saja rasanya sakit sekali.

"Maa... kok mama main anarkis lagi sih sama anaknya sendiri?" ucapnya nelangsa sambil mengusap bekas jambakkan di kepalanya yang menyisakan rasa nyut-nyutan.

"Rasakan!!!"Arlita menatap puas sejumput rambut di dalam genggaman tangannya. "Anggap saja mama mewakili Vania untuk memberikan pelajaran sama kamu yang brengsek, penjahat kelamin yang lebih nggak bermoral dari yang pernah ada."

Hermanu terkekeh pelan, takut mengganggu suasana hangat yang kini sedang melingkupinya. Asalkan sang anak kesayangan tidak lagi pergi saat berada dalam satu ruangan dengannya sudah sangat cukup bagi Hermanu. Dalam hatinya yang sangat berharap, akan tiba masanya mereka bisa berkumpul lagi suatu hari kelak dan Arlita kembali menjadi bidadari surganya yang sah.

Saat itu tiba, Hermanu berjanji akan melakukan yang terbaik yang ia bisa untuk melindungi keluarganya dari orang-orang yang berniat jahat kepada mereka.

Untuk permasalahan di masa lalu, Hermanu sudah mengambil langkah yang dulu tidak pernah terpikirkan olehnya, yaitu meminta orang terpercaya untuk menyelidiki sekaligus membersihkan namanya dari skandal menjijikkan yang dulu menjadikan ia sebagai tersangka utamanya. Skandal yang tidak hanya menyebabkan keluarganya hancur berantakan juga usahanya pun hampir gulung tikar jika saja Hermanu tidak segera bangkit dari keterpurukkan. Tentu saja semua tindakkannya itu diambil berdasarkan saran Arlita yang dikatakan wanita itu saat pertemuan mereka tempo hari.

Arlita memang wanita yang berbeda. Selain pintar wanita itu juga memiliki hati yang besar untuk memaafkan semua kesalahannya meski belum memberikan jawaban dari kata rujuk yang Hermanu utarakan.

"Tapi Kev... mama agak sangsi kalau Nara bersedia menjawab niat baik kamu," perhatian Kevan dan Hermanu kembali terfokus kepada satu sosok wanita yang berada di antara mereka. "Kalau Nara nolak niat baik kamu, trus jadinya gimana dong? Mama pasti nggak bisa kumpul sama cucu mama kan? Lalu, batal juga dapat menantu kayak Vania yang udah lama mama idamkan sebagai menantu."

Nada sedih di suara Arlita membuat kedua pria yang menempati posisi teratas di hatinya tersebut juga ikut menundukkan kepala lesu. Pasalnya mereka juga ikut khawatir kalau-kalau niat baik yang diutarakan Kevan tadi pagi bisa saja ditolak oleh Nara selaku wali dari wanita yang di pinang oleh Kevan.

Jika mengingat seberapa besar kesalahan yang sudah Kevan lakukan, maka besar kemungkinan niatnya untuk menikahi Vania akan kandas di tengah jalan. Bukan hanya tidak bisa merengkuh sang bidadari, malaikat kecilnya pun juga pasti terlepas dari genggaman. Tapi, sekali lagi masih ada secuil kesempatan, baik Kevan dan kedua orang tuanya sama-sama berharap juga berdoa semoga ada satu saja kesempatan yang diberikan untuk memperbaiki keadaan.


🌸🌸🌸

"Wah... kebetulan kita ketemu lagi ya?"

Pria yang sedang menatap layar ponselnya tersebut seketika mengangkat kepala. Begitu melihat siapa orang yang menyapa, pria itu kembali menundukkan kepala, seakan tak menganggap ada orang yang kini berdiri di depan meja di sebuah kafe yang ia datangi untuk istirahat makan siang.

Biarpun seseorang itu adalah wanita cantik yang dengan jujur ia akui kecantikannya walaupun wanita itu tampak lebih tua darinya. Namun bagi pria itu sendiri tidak ada yang lebih cantik daripada bidadari penghuni hatinya, yang baru saja pria itu ikat dengan tali pertunangan setelah bidadarinya itu menamatkan sekolah. Ya, bidadarinya itu memang baru lulus SMA, dan masih menyisakan sisi kekanakkan yang sangat pria itu sukai.

"Aku nggak ditawarin duduk nih?" kembali Defa mencoba menarik perhatian dengan nada suara yang dibuat sedikit mendesah dan terkesan menggoda.

Tapi rupanya umpan yang ditabur oleh Defa tak lebih hanya dianggap angin lalu. Karena orang yang diajak bicara sangat enggan bahkan untuk sekedar mengangkat kepalanya. Maka dengan membuang semua rasa malu dan ego, Defa mendudukkan dirinya sendiri tanpa dipersilahkan. Dan kursi yang dipilih tentu saja di samping pria yang tidak merespon setiap godaan yang Defa lancarkan.

Belum juga bokong seksi Defa mendarat dengan mulus di kursi, pria itu mengangkat kepala dan menatap tajam dirinya. Tak ayal untuk pertama kali dalam hidup Defa mendapat malu saat pria itu dengan sopan berkata, "Maaf... mbak ini tidak pernah belajar yang namanya sopan santun ya? Kalau seseorang tidak mempersilahkan mbak duduk, berarti mbak tidak dpersilahkan duduk di sana. Sebenarnya, mbak ini punya rasa malu atau tidak?"

Belum juga bisa mengatasi rasa malunya yang berimbas dengan wajahnya yang memerah parah, hati Defa kembali disentil dengan perkataan pria itu yang tepat menancap ke uluh hatinya serta meruntuhkan harga dirinya sedemikian rupa.

"Maaf lagi sebelumnya, mbak. Bukannya saya tidak sopan sama orang yang lebih tua. Tapi saya sangat menyayangkan sikap mbak yang mirip wanita di pinggir jalan itu, setidaknya mereka mencari nafkah dengan alasan yang jelas. Kalau mbak sendiri, apa motif mbak mendekati saya? Apapun alasan yang mendasarinya sebaiknya mbak hentikan saja. Dan tolong sampaikan kepada om-om pasangan kumpul kebonya mbak itu, bahwa saya tidak berminat dengan apapun yang dijanjikan olehnya. Meski mbak yang saya akui kecantikannya dijadikan sebagai imbalan, saya tetap tidak berminat. Apalagi wanita yang disuguhkan seperti mbak ini modelnya, maaf saja, mbak sudah seperti barang bekas," pria itu berdiri dari kursi yang didudukinya. Namun sebelum berlalu pria itu kembali berkata, "Sangat disayangkan, hidup mbak dihabiskan untuk hal-hal yang tidak berguna. Mengkhianati ibu mbak sendiri dengan menjadi selingkuhan suaminya hingga ibu mbak meninggal. Bahkan mbak mencoba merusak nama tuan Artayudha dengan mengatakan bahwa anak yang mbak kandung adalah anak beliau meski bukan itu kenyataannya. Hati-hati loh mbak, karma itu berlaku. Walau bukan sekarang dan bukan mbak yang menerima, bisa saja di masa depan anak perempuan mbak yang menerima karma untuk menebus semua kesalahan ibunya. Saya bukan orang yang ahli, tapi saya tahu mana barang yang berkualitas. Dan mbak adalah barang yang sudah tidak layak pakai." ucapnya sadis lalu kemudian berlalu pergi meninggalkan Defa yang termangu.

Sampai beberapa menit waktu berlalu, Defa masih di posisi yang sama. Wajah yang tadinya merah karena malu dan marah, kini berubah pucat bagaikan tanpa darah yang mengaliri. Jika tidak ada yang menepuk bahunya pelan dari belakang bisa di pastikan Defa tidak akan sadar jika kini dirinya telah menjadi tontonan. Ada yang menatap jijik, mencemooh, sampai ada juga tatapan iba dari beberapa pengunjung kafe.

Defa bahkan diam saja ketika dipapah oleh orang yang sangat ia kenali. Karena dengan orang inilah ia datang ke kafe tersebut. Satu-satunya orang yang tidak meninggalkannya meski tahu semua yang dijalaninya adalah kesalahan. Seorang wanita yang menjalani kehidupan hampir sama dengannya, namun setidaknya wanita itu jauh lebih memiliki harga diri karena hanya mengumpankan tubuh kepada pria hidung belang yang memang sudah terbukti kebrengsekkannya. Tidak seperti dirinya yang jauh lebih hina seperti yang dikatakan pria bermulut tajam yang tadi mengatakan yang sebenarnya tentang dirinya.
"Minum dulu, Def." Sasa mengangsur sebotol kecil air mineral dan menaruhnya dalam genggaman jemari Defara yang gemetar.

Dengan tangan yang masih gemetar hebat Defa meneguk air minum sedikit demi sedikit, yang hanya sedikit yang sanggup ditampung oleh lambungnya. Setelah merasa sedikit tenang, Defara menatap nanar sosok Sasa dengan mata berkaca-kaca. "Laki-laki itu tau, Sa." adunya tercekat.

"Tau apa?" tanya Sasa bingung.


Bibir Defara yang sudah tidak terlihat pucat kembali berucap, "Dia tau kalau aku jadi selingkuhan suami ibuku. Trus apa yang menyebabkan ibuku meninggal. Bahkan dia juga tau kalau aku berusaha menjebak Artayudha. Bagaimana... bagaimana kalau dia melapor pada polisi dan mengatakan jika akulah penyebab kematian ibuku. Kalau aku dipenjara, lalu nasib anakku, gimana? Kalau karma memang ada, dan anakku yang harus membayar semua kesalahanku, bukankah aku ibu paling jahat sedunia? Mana ada ibu yang menjadikan anaknya sebagai tameng."

Melihat teman seperjuangannya dalam keadaan kacau begini, sisi hati Sasa yang masih menyimpan rasa kasih juga ikut tidak tega melihatnya. Pasalnya, sesalah apapun yang dilakukan seorang Defara, seseorang seperti dirinya tidak pantas ikut menghakimi. Karena pekerjaan yang dilakoni seorang Sasa juga menghancurkan banyak kehidupan wanita lainnya. Meski yang menjadi target bukanlah pria baik-baik.

Hanya satu itu saja yang bisa meringankan beban di pundak Sasa. Dan sebagai seorang sahabat, jika boleh Sasa berdoa agar Defa segera menemukan jalan yang terbaik untuknya.


🌸🌸🌸

Untuk bab ini nggak ada Vanianya. Tapi tenang aja, bab selanjutnya mudah-mudahan Vanianya udah kembali. Jadi, ditungguin aja ya.

🍁🌸🍁
Salam, eria90 🐇
Pontianak,-11-06-2018

Continue Reading

You'll Also Like

3.3M 244K 30
Rajen dan Abel bersepakat untuk merahasiakan status pernikahan dari semua orang. *** Selama dua bulan menikah, Rajen dan Abel berhasil mengelabui sem...
1.4M 6.4K 14
Area panas di larang mendekat 🔞🔞 "Mphhh ahhh..." Walaupun hatinya begitu saling membenci tetapi ketika ber cinta mereka tetap saling menikmati. "...
102K 4.1K 19
Demi rumah warisan keluarga yang hampir disita bank, Tinneke mau kawin kontrak dengan bossnya - Aditya - minimal selama dua tahun sampai ia melahirka...
33.4K 815 22
Kana Mirasih tak pernah menyangka harus menggantikan posisi Kemala Murti, kakak kandungnya yang telah meninggal untuk menikah dengan Satria Utama. S...