BULLY (Terror In School)√

By Mona_san

33.5K 1.4K 90

Jangan pernah menganggap remeh anak yang pendiam karena dibalik kediamannya itu tersimpan dendam yang sangat... More

Heartbreaker : 1
Heartbreaker : 2
The First Plan
Tragedy
Traitor
Destroyer
The Death Gift
Disclosed
A Biggest Bang
Between Love
Purpose
A Sign of
It's Time to Meet Him
Truth or Dare
Wake Up
Wake Up : 2 (Indigo)
Wake Up : 3 (Another World)
Wake Up : 4 (Ghostly)
Wake Up : 5 (Mystic Kingdom)
Wake Up : 6 (Final)
Gratefully
Go Home
Now or Never
Problematic
The Last Bloody Plan
Bad Feeling
A Last Message
Distressed
After The Wound [Ending]

Best Friend

393 28 0
By Mona_san


Author POV

Priskiyah telah menarik rambut Zifna hingga ikat rambutnya terlepas, Priskiyah juga menggores wajah Zifna menggunakan kukunya yang panjang dan tajam itu dan menyiksanya. Sany, selaku sahabat karib Priskiyah juga membantu rencana busuknya Priskiyah, menyiksa dengan membabi buta sampai beberapa jari Zifna terpotong, setelah Zifna tewas, mereka menukar meja dengan meja lain yang baru saja mereka pesan lalu meletekkan mayat Zifna ke dalamnya dan menuduh Ramona sebagai pelakunya

Itulah perkataan Efforst yang terus terngiang dipikiran Ramona, sampai-sampai bakso yang berada dihadapannya ia abaikan begitu saja, kalau bakso tersebut bisa berbicara mungkin sudah banyak ngedumel bahkan nangis minta dimakan segera

"oyy! Makan dong!" ucap Sany membuyarkan lamunan Ramona, tatapan sinis pun melekat di mata Ramona, "hello! Mona kamu kenapa sih?" tanya Maizi di hadapannya namun nasib Maizi sama seperti makanan yang dipesan Ramona tadi, dikacangin

Ramona segera bangkit dan meninggalkan kantin beserta teman-temannya itu, Priskiyah mengedikkan bahu, bingung. Maizi segera berdiri lalu mengejar Ramona tapi keburu ditahan sama Sany

Sany menggeleng pelan "mungkin dia butuh waktu buat sendiri" ucap Sany pelan, tidak seperti biasanya, yang tereak-tereak kaya toa konslet 'ngikk'
"kalian ngerasa ada yang aneh ngga sih sama Ramona?" tanya Priskiyah, Sany masih tetap memakan baksonya sedangkan Maizi hanya menatap tajam ke arah Priskiyah, dengan terpaksa Priskiyah harus mengakhiri percakapan "oh! Oke!"

Maizi menggeser gelas disampingnya dengan kasar, hingga isinya berceceran, untung saja tidak jatuh, Maizi terus menatap tajam ke Priskiyah, tak mau kalah Priskiyah pun begitu. Merasa terganggu, Priskiyah segera mengungkapkan perkataan yang sedari tadi udah ada di lubuk hatinya yang paling dalam

"Zi! Lo ko sinis gitu sih! Gue salah apa emang?!" ucap Priskiyah kalap, Maizi masih seperti semula, menatap tajam setajam....... *isi sendiri

"eh buset! Pris nyantai dong" kata Sany dengan nada manja, "dianya ajah gitu, salah aku apa emang!" Priskiyah berkata dengan matanya yang mulai berkaca-kaca

Priskiyah segera pergi meninggalkan Maizi dan Sany yang masih duduk itu, "eh Pris! Lo mau kemana?" teriak Sany namun Priskiyah tetap pergi menjauhi mereka, Maizi segera bangkit lalu mendekati meja yang berada dihadapannya

"lo pengecut banget sih! Banci lo ya! Dasar ba**sat! Lo beraninya sama cewe ya, oke! Gue bakalan habisin lo!" ucap Maizi kalut seraya mencengkeram kerah baju Efforst, "hey, bro. Nyantai dong!" jawab Efforst dengan tenang, "lo kenapa sih, Zi! Sensi banget, tadi ajah lo udah buat si Priskiyah ngambek dan sekarang lo mau cari gara-gara sama Efforst, dasar lo tuh...." ucapan Sany terpotong karena ia tidak tega menghina temannya sendiri walaupun saat ini temannya itu sudah membuatnya kesal, lalu Sany berlari menyusul Priskiyah

Semua anak-anak di kantin sempat panik dan kini hanya tinggalah Maizi yang ditatap oleh ribuan pasang mata di kantin. "lo kenapa, bro!" tanya Efforst sembari memegang bahu Maizi

Maizi segera menangkis tangan Efforst lalu menatapnya kesal dan betapa hancurnya hati Maizi, Efforst hanya menyeringai padanya, dengan hati yang remuk dan runtuh Maizi segera meninggalkan kantin

Priskiyah POV

"Ayolah Pris, lo jangan kaya anak SD gitu sih!" cakap Sany yang berdiri di sebelah ku berusaha menenangkan ku, mendadak sebuah tangan yang kekar dan bersih juga wangi menengadah di hadapan ku, saat mendongak aku mendapati cowo yang membuat ku kesal tadi

"maafin gue ya, gue ngga ada maksud buat lo kesel sampe nangis gini, lo jangan nangis lagi yah, smile please" tingkah Maizi membuat rasa kecewa ku hilang seketika, "nah, gitu dong!" ucap Maizi sambil tersenyum puas

Sany memukul bahu Maizi, "tadi ajah dia tuh mau ribut sama Efforst lo, Pris. Maizi kayanya mau jadi preman nih!" kata Sany dan ternyata aku baru sadar, bahwa tadi itu Maizi sedang menatap Efforst yang berada di belakang ku

Pandangan kami teralihkan ketika Ramona yang baru saja datang selepas pergi ke toilet tadi, poninya basah dan berantakan, matanya pun merah juga lebam seperti habis menangis, hidungnya berwarna merah. Pemandangan yang sangat langka sekali!

Ramona segera duduk di tempatnya yang berada di samping Maizi, aku dan Sany tak lupa dengan Maizi, saling menatap satu sama lain. Sany memberikan isyarat pada Maizi, tak berapa lama kemudian Maizi berjalan mendekati Ramona

"hay Mon? Pulangnya barengkan?" tanya Maizi ramah sekali, Ramona hanya tersenyum simpul dan mengangguk, sedari tadi Ramona menunduk tanpa ekspresi, jangan-jangan dia....

Bel pulang berdenting, aku dan Sany pulang duluan sedangkan Maizi masih menunggu Ramona yang saat ini berjalan sangat lambat kaya keong kelaparan

Maizi POV

Selama diperjalanan pulang kami terdiam, "Mon, kamu kenapa sih? Aku jadi khawatir, kalau ada masalah curhat ajah sih, ngga papa ko" kata ku panjang lebar

Betapa bahagianya aku ketika Ramona menoleh pada ku, tapi ekspresinya sangat aneh, seperti orang terkena depresi berat. "aku takut sama Priskiyah, Zi" ucapnya yang membuat ku terbelalak dan segera meminggirkan mobil

Aku menoleh kearahnya, namun Ramona masih tertunduk bahkan saat ini air mata mulai menuruni pipinya, "aku ngga nyangka kalau Priskiyah dan Sany yang melakukan semua ini" katanya sambil menggenggam rok selututnya dengan keras

Ramona menoleh ke arah ku dan mulai berbicara kembali "mereka udah ngebunuh Zifna dan menuduh ku sebagai pelakunya, tapi.. Tapi aku yakin ada kesalah pahaman dan aku ngga bisa kelarin masalah ini, Zi! Aku cape, Zi.." sambil menangis tersedu-sedu Ramona mengatakannya

Aku melepaskan sabuk pengaman ku dan duduk agak mendekat ke Ramona, ku peluk Ramona dan mengusap bahu juga belakang kepalanya, aku yakin bukan Sany dan Priskiyah pelakunya, pasti ada pelaku yang sesungguhnya yang sudah merencanakan semua ini! Batin ku

Ku peluk erat tubuh Ramona dan ku cium puncak kepalanya, Ramona segera mendongak dan menghentikan tangisannya, "aku akan membantu mu menemukan pelakunya!" ucap ku dan Ramona hanya tersenyum simpul lalu menutup kedua matanya, ku tangkup wajah Ramona dengan kedua telapak tangan ku, ku cium keningnya dengan lembut saat aku ingin mendekati bibir merah mudanya, Ramona membuka matanya dan tersenyum tulus lalu segera menjauhkan diri dari ku

Ku kendari mobil ku menuju rumah Ramona, "makasih ya, Zi" tukas Ramona dengan lemah lembut, aku hanya tersenyum lalu segera meninggalkan halaman rumah Ramona

Ramona POV

"Aku pulang!" ucap ku dan disambut oleh kakak, "dek! Kamu matanya ko kaya habis nangis satu abad gitu sih?" kakak rese banget sih! Aku hanya cemberut dan segera menuju ke kamar ku

Saat aku menaiki tangga, ku dapati beberapa serpihan guci yang waktu itu pecah entah karena ulah siapa, di serpihan itu terdapat setetes darah yang agak membeku, aku segera menyimpannya dan melanjutkan pergi ke kamar ku tercinta

Flashback

"sebenarnya waktu itu aku melihat Priskiyah dan Sany yang sedang menyiksa Zifna di toilet perempuan, Zifna masih memakai seragam sekolah dan membawa beberapa buku" ucap Efforst pada ku saat bertemu di perpustakaan beberapa waktu lalu

Flashback off

Sepertinya ada yang ganjil dengan perkataan yang Efforst ucapkan waktu itu, toilet perempuan, buku, dan serpihan kaca ini. Aku harus mencari tahu yang sebenarnya!

Setelah berganti pakaian dan mandi, aku segera pergi ke rumah sakit untuk melakukan serangkaian tes DNA. "eh, dek! Baru ajah pulang, udah mau pergi lagi. Mau kemana sih!" kakak ku mengaggetkan ku

"mau keluarlah, bosen di rumah terus" tukas ku berusaha menutupi tujuan utama ku, dengan kecepatan maksimum yang ghini miliki, aku pergi ke rumah sakit secepat kilat

"permisi saya mau tes DNA, emm maksud ku tes forensik dari darah yang aku bawa ini" ucap ku seraya menunjukkan plastik yang berisi serpihan guci, "ini darah dari mana, mba? Maaf saya tidak bisa melakukan serangkaian tes dengan sembarangan karena ini menyangkut hukum" jawab dokter itu

"please! Dok, saya akan membayar berapa pun yang anda minta, tapi tolong bantu saya karena saya sedang mengalami masalah besar sekarang!" mohon ku pada dokter ini, akhirnya dokter ini mengangguk dan mau membantu ku

"biar ku periksa dulu" dokter itu meminta plastik yang ada ditangan ku ini, "ini sepertinya sudah agak mengering" ucapnya, "iya dok, saya batu menemukannya sekarang, padahal darah itu sudah berada disana sejak beberapa hari yang lalu saat terjadi teror di rumah ku" ungkap ku dan dokter ini hanya menyernyit, tandanya bingung

"oke! Kalau boleh saya tahu, tes ini kapan selesainya? Dan tolong jangan beritahukan kepada siapa pun mengenai ini" ucap ku lagi, "paling cepat, sekitar 3 hari tapi mba harus membayar biaya sebesar 10 juta rupiah" mata ku hampir saja mau jatuh saat mendengar penjelasan dokter tadi, uang dari mana? Aku ajah jajan masih minta ke ayah, sekarang demi setetes darah ini aku harus bayar sebesar 10 juta! Mau makan apa aku, tidak apa! Ini demi diri ku dan Zifna!

"baiklah, saya akan membayarnya 3 hari kedepan" setelah berjabat tangan dengan dokter ini, aku berlalu meninggalkan rumah sakit dan pulang, "sial! Uang dari mana? Minta ke ayah terus bunda terus kakak gitu? Atau aku jual ghini ajah, eh janganlah inikan kenang-kenangan dari Thomas, terus mau gimana dong? Ngamen gitu? Aarrgghh! Menyebalkan sekali

Gubrak!

Aish! Apaan tuh? Aku segera keluar dan memeriksa keadaan, ternyata ada seseorang yang tertabrak, aku segera membantunya berdiri, "adek ngga papa?" tanya ku, anak ini hanya meringis kesakitan

"kakak bantu anterin pulang yah!" kata ku seramah mungkin, anak itu mengangguk dan menuruti ku, "adek namany siapa?" tanya ku seraya melirik kaca untuk melihat anak yang tengan duduk di belakang ku ini

"nama saya Aldo, ka!" jawabannya membuat aku tersentak akan sosok yang waktu itu ku temui, aku segera menuju ke rumahnya, "kakak kenapa tahu rumah Aldo?" waduh! Mau jawab apaan nih, "emm kakak kenal ko sama ibunya Aldo" jawab ku ngelantur tapi emang fakta sih, kalau aku pernah menemui ibunya Aldo

"terima kasih ya, nak! Kalau tidak ada kamu entah bagaimana nasib anak ku nanti" jelas ibu yang pernah ku temui saat aku sedang koma ini, "iya bu sama-sama, kebetulan saja saya bertemu dengan Aldo waktu di jalan karena Aldo sempat terserempet mobil saya tapi untungnya Aldo tidak kenapa-kenapa" ungkap ku

"kau.. Kamu selalu membantu keluarga ku, kamu ingin apa, nak? Adakah yang bisa saya bantu untuk mu sebagai rasa terima kasih?" kata ibu ini, "ngga pa pa, bu! Saya ikhlas ko membantu anak dan suami ibu" balas ku dengan ramah

Saat aku berpamitan ingin pulang tiba-tiba saja ibu ini memanggil ku dan memberikan sebuah amplop, sempat aku tolak tapi ibu ini bersih kukuh agar aku menerimanya sebab kalau tidak, ibu ini mengaku akan kecewa berat dengan saya, kebetulan sekali aku sedang membutuhkan uang, setelah ku lihat isinya uang sebesar 3 juta rupiah, tidak cukup untuk membayar tes forensik sih tapi aku bersyukur masih ada keringanan untuk ku

Saat aku memasuki halaman rumah, aku melihat kakak sedang mondar mandir di depan pintu, "oyy ka! Lagi ngapain disitu? Jadi satpam?" celoteh ku dari dalam ghini, "kamu dari tadi kemana sih, dek! Bikin khawatir ajah, inikan udah malem! Ngga baik anak perempuan malam-malam keluyuran" cakap kakak menasehati ku, aku tersenyum lalu membalas perkataan kakak "inikan masih jam 10, kak!" tukas ku santai, "terserah kamu, dek! Dibilangin bener-bener!" kakak ku cemberut dan ku rayu dia agar tidak ngambek terus

Author POV

Sampailah Ramona di kelas dan disusul oleh Maizi di belakangnya, tiba-tiba Efforst datang lalu mengajak Ramona ke perpustakaan, Ramona menurutinya walaupun ia tahu bahwa perpustakaan dibuka jam 07:00 dan sekarang masih pukul 06:30

"Eff, lo mau minjem buku ya?" tanya Ramona dan Efforst hanya tersenyum simpul lalu segera menarik Ramona agar bergegas menuju perpustakaan, sangat kebetulan sekali karena penjaga perpustakaan sudah datang dan segera membuka perpustakaan untuk seluruh siswa

"ayo, sini Mon!" ucap Efforst sambil menarik tangan Ramona, "eh..ehh iya Eff nyantai dong" jawab Ramona, Efforst berjalan mendekati sebuah rak buku yang berisikan buku psikologi, "Eff lo ko bacanya buku kaya ginian bukan buku pelajaran?" tanya Ramona lagi dan lagi, karena Ramona merasa aneh terhadap kelakuan Efforst pagi ini, ia terasa sangat friendly

"semua buku dapat bermanfaat jika kita membacanya, Mon" jawab Efforst singkat, saat sedang memilih dan memilah buku, tak sengaja lengan baju Efforst terbuka lalu Ramona melihat sebuah luka goresan yang lumayan dalam di lengan Efforst

"Eff bekas luka itu kenapa? Kayanya masih agak basah?" di kepala Ramona terbesit beribu-ribu pertanyaan mengenai Efforst, "owhh ini" Efforst langaung menutup bekas lukanya "kena pisau waktu pas bantui ibu masak, Mon" Ramona menjawab dengan ber 'oh' ria

Setelah lama memilih buku akhirnya Efforst sudah menemukan buku yang dicarinya, Ramona melihat buku yang sangat disukainya yang berkaitan tentang kesehatan rohani, karena letak buku itu agak tinggi, Ramona meminta bantuan pada Efdorst untuk mengambilkannya tapi buku-buku yang lain ikut terjatuh dan salah satu buku tebal itu mengenai lengan kanan Efforst yang ada lukanya itu

Ramona segera membawa Efforst ke ruang UKS untuk mengobati lukanya itu, Ramona mengambil beberapa obat luar dan beberapa perban, "Eff maafin gue ya, gara-gara gue lo jadi kaya gini" kata Ramona seraya mengoleskan alkohol ke luka Efforst, "tahan bentar ya, mungkin agak perih" Ramonapun mengoleskan kapas basah itu lalu Efforst mengerang pelan, "eh Eff ini ko ada benjolannya?" Ramona melihat ada yang aneh dengan bekas luka di tangan Efforst tersebut

Ramona mengambil sebuah penjepit dan mulai mengorek luka Efforst tersebut dan Efforst segera menyingkirkan tangannya, "kena serpihan gelas Mon"
"tapi tadi lo bilang kena pisau?" pertanyaan terus mengalir dari mulut Ramona

Boom!

Di bekas luka tangan Efforst, Ramona melihat ada serpihan benda pecah, hanya secuil sih tapi tidak bisa mengalihkan rasa keingintahuan Ramona yang kini sedang mencari pelaku pembunuh Zifna

"Eff ko ada ininya sih?" Ramona terus melihat setiap inci benda tersebut, Efforstpun menyingkirkan tangannya dari hadapan Ramona. "jadi gini Mon, kan gue tuh lagi bantuin mamah masak terus gue ngga sengaja kegores pisau dan tanpa disengaja mamah gue tuh mecahin gelas, niat gue mah mau bantuin mamah beresin pecahan gelas eh tau-taunya ada serpihan yang nyelip di luka bekas pisau yang gue dapet ini" jelas Efforst dengan berbelit-belit

"owhh ngga sengaja ya" sindir Ramona, setelah membersihkan lukanya Efforst, mereka segera kembali ke kelas dengan beberapa buku ditangan yang baru saja dipinjam dari perpustakaan

Ramona mengangguk sebentar dan teringat akan suatu hal, sungguh tidak dapat dipercaya ketika Ramona bertatap muka dengan kedua temannya yaitu Sany dan Priskiyah, "Mon, lo dari mana ajah sih? Biasanya kita datang lo udah di kelas" cerocos Sany membuat Ramona tertegun

Ramona POV

"maaf gue mau ngerjain tugas!" tukas ku cepat, mereka bertiga hanya menatap ku kosong, "eh kalian udah liat ini belum?" tanya Maizi sambil memberikan kami maksud ku aku, Priskiyah, Sany, dan juga Efforst sebuah koran baru

"polisi menemukan beberapa bukti baru tentang kasus ini loh, Ramona aku yakin sekali bukan kamu pembunuh Zifna" ucap Maizi lagi, "iyya gue juga yakin kalau lo itu bukan pelakunya" kata Efforst mendukung ku, Sany dan Priskiyah hanya mengangguk ria

Saatnya belajar dan beberapa kertas soal diberikan, ku lihat lebih rinci lagi ternyata soal ini milik kelas Social, "bu! Saya mau nuker soal, ini soal kelas Social" akupun segera menukarnya, yahh maklumlah mrs. Shanti mengajar di kelas Science sekaligus Social, "maaf ya neng, ibu tadi habis ngajar di kelas Social" jelas mrs. Sahanti dan ku jawab dengan senyuman

Ku ingat-ingat lagi soal itu, seperti ada yang tak asing dan aku yakin aku pernah melihat soal itu, yap! Soal yang pernah ku temui saat berjatuhan dari kolong meja ku, yang kemudian ditemukannya mayat Zifna di kolong ku, mungkinkah ini saling berkaitan

Selepas ulangan Sejarah tadi aku langsung berlari menuju kelas lama ku, menerobos garis polisi, dan beberapa penjaga disana. Tanpa disadari aku tersandung garis polisi dan ambruk ke lantai, lutut ku mendarat terlebih dahulu dibarengi dengan dentuman siku yang amat keras, sungguh nyeri sekali tapi ku tahan rasa sakit ini demi terselesainya kasus rumit ini

Ku ambil beberapa kertas soal di dekat kolong meja ku, membacanya pun butuh ketelitian ekstra karena sebagian kertas telah tertutupi oleh noda darah, ku ambil secara hati-hati dan mendadak sebuah tangan menarik lengan ku, sialan! Aku lagi sakit nih woy, habis jatoh tadi! Batin ku, "anda tidak boleh disini, ini adalah TKP utama dan anda termasuk tersangka" ucap seseorang yang menarik lengan ku ini, polisi-polisi ini bikin bad mood saja, harusnya kasus ini akan selesai jika mereka mendengarkan ku

"ada apa ini, pak? Bukankah lebih baik jika diselesaikan di kantor polisi saja, ini sekolah pak bukan hanya TKP saja!" ujar seorang cowo yang baru saja datang, mengapa dia menyuruh ku untuk pergi ke kantor polisi? Aneh sekali, ini terdengar seperti jebakan. Dua orang polisi itu langsung menenteng lengan ku, mengajak ku untuk segera ke kantor polisi, tanpa perlawanan aku segera mengikuti ajakan polisi labil ini

"anda telah dinyatakan tersangka dan kenapa anda malah berulah?" ucap detektif di hadapan ku dengan frustasi, "maaf pak, saya tidak merasa membunuh Zifna jadi saya akan menghilangkan tuduhannya dan menemukan pelaku sesungguhnya" kata ku penuh percaya diri, emang sih ini bukan ulah ku tapi karena semua tuduhan ini aku harus turun tangan menghadapi pelaku sebenarnya

"saudari Ramona, anda dinyatakan bebas karena pelaku sebenarnya sudah di temukan" salah satu detektif memegangi sandaran kursi yang ku duduki ini, mengejutkan sekaligus speechless sekali! Dengan tiba-tiba aku dinyatakan bebas

Ketika aku keluar dari kantor polisi betapa terkejutnya aku, demi krabby patty! Maizi, Priskiyah, dan Sany sudah menunggu ku, ku lirik polisi di sebelah ku ini dan dia hanya mengangguk, aku segera berlari memeluk mereka ber-tiga, aku sangat terharu sekali sampai menangis di pelukan mereka terutama Maizi

"kalian, terima kasih yaa" ucap ku setengah nangis, "ahh, udahlah Mona jangan nangis terus, cup cup cup" kata Sany seraya mengusap air mata di wajah ku, "lo ngga papa kan Mon?" tanya Priskiyah dan aku hanya tersenyum lalu mengangguk, "keep strong! My babe, apa gunanya kita disini kalo bukan untuk membantu sahabat sendiri yang lagi bersedih, hitam putih hidup akan dapat kita lewati apabila kita terus melangkah dan tidak menoleh ke belakang terlalu lama" ujar Maizi membuat ku melupakan semua kesedihan ini

Di taman kota kami berkumpul, duduk di rerumputan menghadap danau yang luas sejauh mata memandang, "kalian, bagaimana kalian tahu pelakunya?" tanya ku penuh rasa ingin tahu, mereka hanya tergelak "bener nih ngga ada yang mau jelasin?" tanya ku lagi dan lagi, "biar aku yang menjelaskannya" ucap salah seorang dari kami yang memiliki gender beda sendiri, sontak kami pun menengok "saat ku tahu ini adalah jebakan, aku memikirkan sebuah cara untuk menangkap pelakunya, di mulai dari kesaksian Sany yang melihat meja mu berada di depan rumah pelaku dan kesaksian Priskiyah yang melihat beberapa buku Zifna ada di tas pelaku, aku sendiri merasa ada kejanggalan dan segera menyusun sebuah rencana dan ku sadari jika aku sendirian maka aku akan kewalahan jadi aku mengajak Sany juga Priskiyah untuk berpartisipasi, pertama aku memutuskan untuk terus mengintai pelaku kemanapun ia pergi bahkan saat dia pulang Sany tetap mengintainya dari dalam mobilnya, kedua aku menemukan banyak sekali bukti darinya karena ku yakin dia itu tidak pandai menyembunyikan sesuatu, ketiga menjebaknya" aku melotot mendengar penjelasan Maizi tadi dan Priskiyah melanjutkan

"gue lihat dari CCTV Zifna pulang sekolah pergi ke perpustakaan dan saat keluar perpustakaan dia bertemu dengan sang pelaku, meja lo ditukar saat itu juga oleh pelaku, sangat mudahnya sekali pada waktu itu tepat sekali setelah ulangan sejarah di kelas Social 5" aku hanya menyimak penjelasan yang diberikan Priskiyah

"dia beraksi menggunakan sesuatu dari rumah lo, licik tapi dungu itulah sebutan untuknya, setelah berhasil menghabisi Zifna dia meletakkan mayatnya di kolong meja lo, ada satu lagi ke apesannya! Dia tidak pandai membersihkan sidik jari dan beberapa pecahan guci itu menusuk ke dalam lengannya, bersyukurlah lo punya sahabat kaya kita!" penjelasan akhir dari Sany sangat membuat ku terharu, "makasih banyak yah kalian" aku memeluk mereka ber-tiga dan air mata tak dapat terbendung lagi

Kalian pasti bertanya-tanya siapa pelakunya? Dan aku yakin kalian tahu siapa pelakunya! Sangat tidak disangka bukan?

Seorang perawat rumah sakit menelfon bahwa dokter yang membantu ku melakukan tes forensik telah meninggal dunia dan aku membatalkan tesnya sebab pelakunya sudah tertangkap, "simpan saja uangnya" ucap Maizi yang sedari tadi menguping pembicaraan ku di telefon, aku mengangguk yakin dan segera pulang meninggalkan taman kota yang semakin lama semakin diselimuti oleh kegelapan langit mendung

Pelaku sebenarnya telah di hukum pasal 340 KUHP dengan ditahan selama seumur hidup, kenapa hukumannya lebih kejam dari hukuman yang ku dapatkan sewaktu membunuh teman sekelas ku? Karena umur ku 4 tahun lebih muda dari pelaku saat ini dan aku melakukan sebuah terapi sekaligus rehabilitasi karena suatu penyakit kejiwaan yang tak sengaja menempel pada ku, tidak kah lebih baik membicarakan sebuah konflik secara damai agar tidak ada korban berjatuhan? Yakinlah! Semua masalah pasti ada solusinya, hindarilah amarah jika kau tidak ingin terjebak didalam jurang kehancuran seperti yang dialami oleh 'Efforst' saat ini





Hoammm... Ngebosenin? Pastilah
Btw makasih bagi yang udah voment, untuk silent reader dimohon tinggalkan jejaknya yaa.. Disini aku butuh bantuan kalian para reader tercinta😊 big hug guys ☺

Continue Reading

You'll Also Like

9.4K 819 26
Murid baru itu bernama Harum Areta. Gadis super aneh yang sempat mencoretkan crayon penuh warna dalam lembaran hidup Yazar. Gadis yang selalu menempa...
1M 63.5K 64
[WAJIB FOLLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA] ~ADA INFO TAMBAHAN NIH. KALAU KALIAN NGERASA SEPANJANG CERITA ADA YANG BERANTAKAN, WAJAR AJA YA. KAREN...
568 247 14
ON-GOING 📍 ⚠️ Cerita ini hanya imajinasi sang penulis, diharapkan jangan mengcopy cerita sang penulis ⚠️ "maybe its the last time but i just want yo...
1.2K 208 14
"Mama aku punya hadiah buat mama"Kata gadis kecil itu " Saya tidak butuh hadiah seperti ini,barang seperti ini tidak ada apa-apanya di mata saya" �...