HARUSKAH?

Por zahirra

108K 8.5K 444

Haruskah aku berkorban untuk mereka? Posisi Sonda yang hanya anak angkat keluarga tidak mampu. Harus rela ban... Mais

part 1
part 2
part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18

Part 19

5.4K 400 66
Por zahirra

Kirana... Diam-diam Adnan Kusuma memperhatikan semua gerak-gerik gadis kecil yang di bawa Sonda itu, cara dia makan sambil menundukkan wajahnya mengingatkan ia pada wanitanya, wanita yang telah ia hancurkan masa depannya. Tapi sudah sangat jelas tes DNA menujukkan bahwa Kirana bukan putri kandungnya.

Sekali lagi Adnan menatap lekat Kirana yang begitu fokus menyantap makanan di depannya, Kirana mengunyahnya perlahan sampai tidak menimbulkan suara sedikitpun. Gadis yang baik dan terlalu berhati-hati, pikirnya. Kirana begitu anteng sampai Adnan tidak pernah mendengar suaranya sekalipun. Apa Kirana mempunyai suara selembut suara wanitanya saat berbicara? Entahlah, tidak pernah sekalipun ia mendengar gadis kecil itu berbicara apalagi berteriak dan setiap kali ia bertemu dengannya. Kirana selalu anteng dengan bonekanya tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

Setelah memperhatian sekelilingnya yaitu menatap istri yang dinikahinya secara sirri dan anak semata wayangnya. Adnan Kusuma bertanya, karena ia tidak menemukan menantunya di meja makan, "dimana Sonda, Nara?" Mereka memang tidak pernah setiap pagi sarapan bersama. Dan ketika Adnan ada waktu, menantunya tidak ada.

"Dari semalam belum pulang dan sepertinya banyak pekerjaan yang harus di selesaikannya." Nara menjawab heran, sejak kapan ayahnya peduli dengan menantu yang dipilihnya itu?

"Memangnya sebesar apa perusahaan yang di miliki Sonda sampai dia tidak sempat pulang!" Sedikit kesal itu yang Nara dengar dari nada suara ayahnya.

"Nara tidak tahu Pa, bukan kah Papa yang lebih tahu tentang siapa Sonda."

Mendengar nama Sonda di sebut Kirana diam dan menghentikan makannya, ia kemudian menatap Nara seolah meminta penjelasan kenapa orang yang sudah ia anggap sebagai ayahnya tidak ikut makan bersama kita. Tapi Nara jelas tidak menyadari hal itu, ia lebih fokus pada pertanyaan ayahnya.

"Mengelola perusahaan yang hanya mempunyai dua sampai tiga karyawan saja sudah lupa pulang kerumah. Bagaimana jika dia harus mengurus ratusan sampai ribuan karyawan!" Adnan mengambil air yang telah di tuang dalam gelas crystal, ia kemudian meneguknya sedikit hanya untuk membasahi tenggorokannya yang sedikit kering.

Ayahnya benar, ya. Bagaimana seandainya Sonda mempunyai perusahaan besar. Apakah ia akan menyempatkan diri pulang kerumah untuk bertemu anak istrinya? atau ia akan lebih sibuk lagi sehingga tidak punya waktu sedikitpun dan sekarangpun sudah sangat terlihat Sonda lebih suka pulang larut malam dimana para penghuni rumah sudah tertidur pulas.

"Semalam Sonda pulang, tapi tidak berapa lama pergi lagi." Mieke ikut menimpali dan menjawab pertanyaan suaminya. Ia kemudian melirik Nara yang tengah menatapnya tajam. "Sorry, tapi aku benar-benar melihatnya semalam. Sonda terlihat buru-buru sampai tidak menyadari kehadiranku... Dan ia terlihat sedikit rapi...ya, rapi... Kamu pasti tahu maksudku kan?"

Nara menatap Mieke lebih tajam, "kalau kau berbicara omong kosong. Aku bisa merobek mulutmu!" Sejak kapan Sonda keluar rumah dengan pakaian rapi? Biasanya ia hanya memakai t-shirt dan jeans

"Tanyakan saja pada petugas keamanan di depan, dia pasti tahu Sonda datang jam berapa dan keluar lagi jam berapa."

"Sonda pasti punya urusan penting!" Nara berapi-api menjawab pertanyaan Mieke yang hanya ditanggapi sinis oleh Mieke.

"Tentu saja... kapan aku meragukan itu. Urusan Sonda jauh lebih penting sampai mereka harus bertemu malam-malam. Sebaiknya kamu merasa curiga dengan suami yang menikahimu hanya karena rasa tanggung jawab!"

"KAU..." Nara geram, ia tidak dapat melanjutkan kata-katanya. Karena apa yang diucapkan Mieke benar! Sonda pasti merasa tidak tahan karena harus terjebak dengan pernikahan yang menghancurkan harapan dan masa depannya, tentu saja Sonda menginginkan kehidupan normal seperti pria pada umumnya, ia menginginkan seorang istri dan wanita yang dicintainya dan mencintainya.

"Di dunia ini tidak ada yang namanya laki-laki setia," jelas sekali Mieke menyindir suaminya atau hanya memancing emosi Nara yang gampang sekali tersulut. "Semua sama saja, mana ada lelaki yang hanya puas dengan satu wanita. Pria yang terlihat baik seperti Sondapun ternyata menyimpan sebuah rahasia yang tidak ingin diketahui istrinya."

Nara menahan emosinya, ia mengepalkan jari tangannya memegang garfu erat. Sejak awal, sejak ayahnya datang dengan membawa gundiknya, Nara tidak pernah menyukainya terlebih lagi wanita yang ada di depannya ini adalah wanita yang membuat ibundanya tercinta mengakhiri hidupnya.

"Sonda tidak seperti itu!"

"Kau mana tahu kehidupan Sonda di luaran sana. Bukankah Nara kita tercinta ini baru mengenal suaminya di hari pernikahannya."

"Papa tidak mungkin melakukan kesalahan! Itulah sebabnya kenapa dia memilih Sonda."

"He-eh, naif sekali pikiranmu Nara. Semua sudah diatur dan ada perjanjian hitam diatas putih, jadi sekali lagi aku minta pik..." Mieke belum menyelesaikan kalimatnya, ia langsung terdiam ketika Adnan membentaknya.

"CUKUP! Dimana sopan santun kalian ketika berada di meja makan!" Adnan kemudian mengambil air putih yang telah dituang dalam gelas crystal, lalu meminumnya,"pertengkaran kalian membuat moodku semakin buruk saja." Ia berdiri dan meninggalkan meja makan tanpa basa-basi.

"Kalau kau kembali bicara jelek tentang Sonda, aku tidak akan segan-segan membunuhmu!" Mendengar ancaman Nara, Mieke hanya angkat bahu dan kembali melanjutkan serapannya seolah tidak terjadi apapun.

"Ayo, Kirana. Kita sudah selesai." Nara meraih lengan Kirana dan membawanya pergi menjauhi meja makan. Ia sudah sangat kesal dengan kelakuan gundik yang di bawa ayahnya itu, ia ingin sekali merobek mulutnya yang selalu membuatnya marah dengan sindiran-sindiran pedasnya.

***

Di dalam kamarnya yang hening Nara mulai merenungkan semua perkataan Mieke tentang Sonda. Tidak ada yang salah dari ucapannya itu, tapi kenapa ia tidak bisa menerimanya dengan berlapang dada, hatinya sakit dan kemarahan muncul begitu saja.

Wanita lain dalam hidup Sonda? Nara memegang dadanya yang mulai sedikit sesak, rasa pedih dan kecewa terlihat jelas di wajah cantiknya. Ia sama sekali tidak menyangka Sonda yang begitu baik dan perhatian tega melakukan hal tidak terpuji seperti itu! Dimana janji yang telah diucapkannya selama ini, ia berkoar-koar akan bertangung jawab dan melindunginya sampai bayi yang dikandungnya lahir. Tapi, kenyataannya Sonda malah memiliki wanita lain disaat usia kandungannya menginjak empat bulan. Sungguh, Nara tidak sanggup kalau setiap hari harus melihat Sonda yang berpura-pura baik demi rasa tanggung jawabnya!

Tanpa terasa air matanya menetes begitu saja, hatinya sakit melihat kenyataan bahwa tidak ada seorangpun yang benar-benar tulus menyayanginya, bahkan Sonda yang sudah ia percaya sepenuh hatinya tega membohonginya.

Tangisan Nara semakin deras ketika melihat Kirana menghampirinya dan berdiri di depannya dengan memegang boneka teddybear pemberian dirinya.

"Papa Son-da... Papamu..." Dengan berlinang air mata Nara balas menatap Kirana, "tidak... dia tidak akan melakukannya... dia pria baik..." Nara kembali menyakinkan dirinya, tapi perkataan Mieke tentang Sonda yang pergi dengan berpakaian rapi tadi malam tidak seperti biasanya, Nara kembali menangis dihadapan putri kecilnya.

Perlahan tangan Kirana terulur dengan jari jarinya yang mungil ia mengusap air mata yang membasahi pipi Nara, seolah ia mengerti apa yang dirasakan Nara.

Tangisan Nara semakin deras kala jari jari kecil Kirana menyentuh pipinya, "sayang, katakan sesuatu... katakan bahwa Papamu tidak akan meninggalkan kita demi orang lain!" Tangan Nara sedikit gemetar ketika menyentuh tangan halus Kirana yang ada di pipinya, ia kemudian meremasnya dengan lembut. Hatinya sedikit lebih tenang setelah melihat Kirana yang begitu peduli terhadap penderitaannya, Kirana dengan segala keterbatasannya... Ia begitu peka dan bisa merasakan kesedihan yang dialami Nara, tatapannya seolah membenarkan kata-kata Nara tentang pria yang sudah dianggapnya sebagai ayahnya. Bahwa ayahnya pria baik dan setia, ia tidak akan melakukan kesalahan apa lagi sampai menyakiti hati orang tedekatnya.

"Kita berdua... kita berdua... kamu dan aku... kita sama-sama membutuhkan Sonda. Kirana mengertikan maksudnya apa?" Gadis polos itu mengaggukkan kepalanya sedikit bingung, tapi ia cukup mengerti, "bagus sayang, kita tenangkan diri kita..." Nara mulai menggenggam jari mugil itu dengan kedua tangannya, ia menarik nafas dalam dan menghembuskannya beberapa kali sampai hatinya jauh lebih baik. Kemudian ia mendekatkan jari jemari mungil itu kemulutnya dan menciumnya penuh terima kasih.

Ia tidak menyangka bahwa ketenangan bathinnya bisa di dapatkan dari malaikat kecil yang di kirim Tuhan padanya melalui Sonda. Kirana begitu peka, begitu mengerti dan begitu memahami perasaan Nara, ia bahagia ketika melihat Nara bahagia, ia akan bersedih ketika melihat Nara sedih dan mengeluarkan air matanya.

"Kita akan cari tahu kebenarannya setelah papa pulang. Kirana setuju kan?" Tentu saja Nara tidak perlu meminta persetujuan Kirana, tapi Kirana sudah banyak membantunya.

***

Sonda terpaku di tempatnya berdiri melihat Nara yang hanya memakai badrobe dengan rambut dibungkus handuk, kehamilannya telah membuatnya jauh terlihat lebih berisi, lekukan tubuhnya terlihat sempurna dengan bokong yang indah dan bulat, kaki jenjangnya putih dan mulus tidak ada bekas luka sedikitpun. Nara membelakanginya, ia sama sekali tidak menyadari kehadiran Sonda yang diam mematung memperhatikan dirinya dengan jantung berdetak lebih cepat dari biasanya.

Kemudian Nara melangkahkan kakinya mendekati lemari pakaian Kirana, ia diam sesaat seperti sedang berpikir, lalu diambilnya piama tidur berwarna babypink milik Kirana dan dihampirinya bocah yang sedang anteng duduk di atas tempat tidur sambil memainkan bonekanya.

"Kemarilah," digosokkannya handuk pada rambut Kirana yang masih basah sehabis keramas. Kirana tertawa geli, tapi ia tetap diam menikmatinya dan di saat itulah Nara menyadari kehadian seseorang di kamar putrinya, ia menatap Sonda sesaat dan kembali fokus pada Kirana.

Hatinya kembali sakit melihat Sonda yang sedang menatapnya lekat seolah memberitahu bahwa ada wanita lain yang jauh lebih baik dari pada dirinya, wanita yang sekarang dekat dengannya. Lihatlah cara berpakaian Sonda yang tidak seperti biasanya, lebih rapi dan masih terlihat rapi meskipun hari sudah sore. Nara jadi sangsi apa Sonda bekerja atau berduaan dengan wanitanya di sebuah hotel, tanpa sadar ia mengatupkan bibirnya dan menarik napas, berharap beban dihatinya sirna.

"Selamat sore," dengan kikuk Sonda menyapa mereka dan menghampirnya, ia duduk di sisi tempat tidur. Memcium puncak kepala Kirana lalu mengacak-acak rambutnya.

Nara menjauh, ia membuka laci meja rias kecil di samping tempat tidur dan mengeluarkan pengering rambut lalu mencolokkannya pada stop kontak, suara berdengung dari pengering rambut terdengar. "Kemarilah," dengan patuh Kirana turun dari tempat tidur dan menghampiri Nara, ia duduk di sebuah kursi kecil menghadap cermin, penuh konsentrasi Nara mengeringkan rambut Kirana tanpa membalas sapaan Sonda.

"Apa kau baik-baik saja?" Ada yang aneh dengan Nara hari ini, apa ini berkaitan dengan peristiwa semalam?

Nara menarik nafas seperti enggan menjawab pertanyaan Sonda, lama ia terdiam dan akhirnya balik bertanya, "aku dengar semalam kau pulang."

Sonda tersenyum tipis, rupanya Nara marah karena ia tidak memberinya kabar. "Ya, aku sempat pulang dan..."

"Lalu kenapa kau pergi lagi?" Dengan nada sedikit tinggi Nara memotong jabawan Sonda.  Sampai-sampai membuat Sonda heran dan mengerutkan dahinya.

"Ada sedikit urusan yang harus aku selesaikan... ada apa? Apa ada yang menyakitimu?" Sonda meneliti keadaan Nara dengan seksama. Kalau sesuatu terjadi padanya aku tidak akan pernah memaafkan diriku sendiri! Ucap Sonda dalam hati.

Nara mematikan pengering rambut, mencabutnya dari stop kontak dan menyisir rambut Kirana. "Katakan kau pergi kemana?" Berbohonglah, supaya hatiku tidak sakit. Ia berusaha menahan air matanya supaya tidak jatuh dan diketahui Sonda.

"Bekerja, memang apalagi yang aku lakukan?" Mendengar kebohongan Sonda, hatinya malah jauh lebih sakit.

Tidak ada kata-kata lagi yang ingin diucapkan Nara, ia hanya ingin Sonda cepat keluar dari kamar Kirana supaya amarahnya tidak meledak dihadapan Kirana. Tapi, Sonda seperti tidak menyadarinya ia masih duduk dan memperhatikannya.

"Nara bisa kita bicara sebentar?"

"Tidak ada yang perlu kita bicarakan sebaiknya kamu keluar dan mandi, lalu ganti bajumu! Terus terang bayiku tidak menyikai baumu!" Mendengar kata-kata pedas yang dilontarkan Nara padanya, Sonda hanya tersenyum lalu mencium kemejanya. Tidak ada bau sedikitpun karena sebelum pulang ke rumah ia sempat mandi dulu di ruko, kantornya selama ini.

"Baiklah, aku mandi." Sonda menggosok-gosokan telapak tangannya ke pahanya yang di balut jeans.

"Satu hal lagi," kali ini Nara berbalik menatap Sonda, "jangan pernah sekalipun memakai kemeja itu lagi karena aku tidak menyukainya!"

"Ini..."Sonda menunjuk kemeja yang dipakainya, "padahal aku nyaman sekali pakai kemeja ini. Dan kau tahu banyak orang yang memujiku, kalau aku lebih tampan berpakaian seperti ini." Sonda balas menatap Nara geli  karena pemikirannya yang tidak masuk akal, mungkin saja bawaan bayi yang dikandungnya.

"Aku tidak menyukainya titik!"

"Apa karena Daniel?" Tanya Sonda hati-hati takut menyinggung perasaan Nara. Bukankah selama ini Daniel selalu tampil rapi dengan memakai kemeja dan jas.

"Tidak ada hubungannya dengan Daniel. Sebaiknya buka bajumu. Aku benci melihatnya!"

Sonda malah tersenyum dan mulai membuka kancing kemejanya satu persatu "dengan dengan senang hati." Ucapnya tulus.

"Apa yang kau lakukan!" Nada suara Nara semakin tinggi melihat Sonda yang dengan sengaja membuka kemeja di hadapannya. Nara sempat menahan napas ketika melihat dada bidang Sonda yang tampak keras dan kokoh. Kulit Sonda memang tidak seputih Daniel, tapi Sonda jelas mempunyai daya tarik tersendiri dengan kulit coklatnya itu.

"Bukankah kamu menyuruhku buka baju."

"Iya, tapi tidak di sini. Tidak dihadapanku dan juga Kirana!"

Seperti tidak mendengar apa yang diucapkan Nara, Sonda tidak hanya membuka kancing kemejanya tapi juga melepaskannya dan memamerkan tubuh shirtless nya. Nara sempat tertegun kaget, semua tampak jelas bahkan bekas luka di perut yang pernah di tunjukan Sonda padanya sangat kentara. Ditatapnya otot lengan Sonda yang terbentuk secara alami, lalu tatapannya beralih ke dadanya, perutnya dan ada bekas luka lain disana tepatnya di dekat ulu hati. Luka memanjang yang membutuhkan jahitan yang sangat banyak, Nara kembali menatap wajah Sonda.

"Kalau kamu mau, kamu bisa menemukan bekas luka seperti ini lebih banyak lagi ditubuhku." Tanpa diminta Sonda menjawab rasa penasan Nara.

"Aku tidak mau tahu!" Nara mengalihkan tatapannya dari badan Sonda, ia kembali berbalik dan menyisir rambut Kirana.

Sonda terlalu memuakkan! Setelah ia membiarkan tubuhnya dinikmati wanita lain, ia memamerkannya pada Nara dengan dalih bekas luka.

"Kapan-kapan aku akan menceritakan semua bekas luka ini padamu."

"Dan sepertinya Kirana yang lebih tertarik mendengar ceritamu bukan aku."

"Kalian berdua, maksudku... kalian bertiga harus tahu bagaimana seorang Sonda bisa bertahan hidup."

***

Continuar a ler

Também vai Gostar

202K 11.8K 36
Masalah besar menimpa Helena, ia yang sangat membenci bodyguard Ayahnya bernama Jason malah tak sengaja tidur dengan duda empat puluh empat tahun itu...
972K 47.5K 47
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
16.3M 608K 35
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
5.4M 451K 63
"Allahuakbar! Cowok siapa itu tadi, Mar?!" "Abang gue itu." "Sumpah demi apa?!" "Demi puja kerang ajaib." "SIALAN KENAPA LO GAK BILANG-BILANG KALO PU...