part 9

4.6K 467 10
                                    

Nara gelisah dalam tidurnya, kepalanya menggeleng ke kiri dan kanan, keringat dingin mulai bercucuran di sekujur tubuhnya, ia mengerang lirih seperti orang tercekik. Seketika ia terjaga dan mulai mengatur napasnya yang tersegal, ia duduk lalu mengusap wajahnya yang berkeringat. Mimpi buruk yang benar-benar menakutkan, gumamnya dalam hati, ia memegang lehernya lalu mengusap-usapkan tangannya di sana, masih terekam jelas seperti apa mimpi buruk yang hadir di dalam tidurnya, seseorang terus mengejarnya dengan membawa parang berusaha untuk membunuhnya tapi entah siapa.

Dengan tangan gemetar Nara berusaha meraih gelas yang ada di atas nakas, ia ingin minum untuk meredakan rasa paniknya tapi entah bagaimana gelas yang ia raih malah terlepas dari tangannya dan pecah berantakan. Spontan Nara memekik kecil lalu menatap pecahan gelas yang berserakan di lantai. Dia sama sekali tidak menyadari Sonda yang langsung terbangun dan menatap dirinya.

"Apa yang terjadi?" Sonda bertanya, kemudian berdiri dan menghampiri Nara  mengabaikan pecahan gelas dilantai, "apa kau terluka?" Diraihnya tangan Nara lalu di telitinya, Sonda menarik napas lega, tidak ada luka gores sedikitpun di tangan Nara.

Nara diam dan tetap membiarkan Sonda memegang tangannya, hanya pegangan tangan Sonda yang mampu membuat hatinya sedikit lebih baik, rasa aman dan nyaman mulai dirasakan setelah sebelumnya sangat ketakutan.

Tiba-tiba saja dengan kasar Sonda menghempaskan tangan Nara dan menatapnya tajam, "apa kau mencoba untuk bunuh diri kembali?" Tudingan Sonda membuat Nara marah, Sonda sama sekali tidak peka. Dia melihat bagaimana takut dan pucatnya wajah Nara.

"Siapa yang ingin bunuh diri!" Jawab Nara merasa tersinggung dengan kecurigaan Sonda.

"Lalu, apa artinya semua ini?" Sonda menunjuk pecahan gelas yang berserakan di lantai.

"Aku hanya ingin minum, itu saja!" Bela Nara.

"Pembohong. Kamu pikir aku akan percaya dengan apa yang kamu ucapkan?" Sonda tidak mempercayai ucapan Nara karena Nara pernah melakukannya beberapa kali.

"Kau..." Nara menunjukkan jari telunjuknya lalu di kepalkan tangannya penuh amarah. Ia begitu marah kepada semua orang yang selalu tidak mempercayai apapun yang dilakukannya, bukan hanya Sonda tapi ayahnyapun tidak pernah mempercayainya.

"Jangan kamu pikir aku tidak tahu rencanamu," lanjut Sonda,

"terserah kumu." Nara menarik selimutnya lalu berbaring memunggungi Sonda. Ia lelah kalau setiap saat harus berdebat dengan Sonda.

Sonda hanya bisa menarik napas panjang dan beringsut turun dari ranjang kemudian berjongkok memunguti pecahan gelas.

***

Hal pertama yang dilihat Nara ketika bangun tidur adalah Sonda dan Kirana yang tertidur pulas di sofa, Kirana tampak nyaman meringkuk di dekat Sonda sementara Sonda lebih memilih tidur terduduk. Dua orang yang tidak ada hubungan darah sedikitpun tapi mempunyai ikatan bathin yang kuat.

Nara memejamkan matanya sesaat, dia tidak mau mengakui kenyataan bahwa pemandangan di depannya membuat hatinya menghangat. Nara merindukan hal itu, merindukan keluarga yang harmonis dan hangat yang tidak pernah didapatkannya.

Ibunya memang selalu ada setiap saat untuknya, dia bahkan selalu memanjakannya, apapun keinginannya tidak pernah ditolaknya segala sesuatu yang menyangkut kebutuhan Nara selalu dipenuhinya, dalam segi materi Nara tidak pernah kekurangan apapun, tapi Nara tidak pernah mendapatkan kasih sayang itu, kasih sayang seorang Ayah untuk putrinya, kasih sayang yang di berikan Sonda untuk Kirana.

Ayahnya memang sangat menyayanginya tapi caranya menunjukan kasih sayang itu yang salah, dia berpikir limpahan materi akan membuat anak semata wayangnya bahagia. Nyatanya kehidupan Nara jauh dari kata bahagia, penderitaan datang bertubi-tubi. Ibunya yang selalu ada untuknya meninggal beberapa tahun silam, ayahnya yang tidak terlalu peduli padanya dan lebih memilih menikah lagi, sementara Daniel-Danielnya yang selalu memberi kebahagian untuknya memutuskan untuk bunuh diri.

HARUSKAH?Where stories live. Discover now