Part 8

4.3K 431 18
                                    

Hampir saja Sonda melupakan Kirana yang bersembunyi di belakangnya, "kemarilah," dengan lembut ia menarik Kirana dan berusaha melepaskan jari yang digigitinya.

"Ini namanya Kirana." Sonda menarik kursi tunggal yang paling dekat dengan dirinya, ia duduk lalu memangku Kirana, "seseorang yang ingin aku perkenalkan padamu."

Nara tidak mengalihkan tatapannya sedikitpun dari Kirana sehingga membuat Kirana semakin menyembunyikan dirinya di pelukan Sonda.

"Apa dia anakmu?" Tanyanya ingin tahu.

Sonda tersenyum, lalu mengelus rambut Kirana untuk mengurangi ketakutannya. "Bukan, tapi sebentar lagi mungkin akan menjadi anak kita. Aku berencana mengadopsinya."

"Anak kita? Adopsi? Aku tidak menginginkannya!" Nara menjawab ketus.

Sonda cukup memaklumi penolakan Nara karena dia tidak pernah membicarakan masalah ini dengan Nara sebelumnya, jadi wajar kalau Nara langsung menolak tanpa mau mendengarkan alasan Sonda terlebih dahulu.

"Atau jangan-jangan dia anaknya Daniel?" Tatapan tajam dan dingin milik Nara membuat Kirana semakin mengkerut ketakutan.

Sonda sempat terperangah mendengar spekulasi Nara tentang Kirana. Sampai terbersit sebuah ide untuk sedikit menjahilinya, ia ingin tahu bagaimana reaksi Nara kalau seandainya Kirana adalah putrinya Daniel seperti yang dituduhkan. "Ternyata kamu pintar menebak. Daniel benar-benar punya gen yang baik untuk di wariskan. Ya, meskipun kelakuannya minus tapi setidaknya dia bisa mewariskan fisik yang sempurna untuk keturunannya, kamu lihat bentuk hidungnya, bibirnya, mat..."

"CUKUP! Bawa keluar anak itu, aku tidak ingin melihatnya lagi!" Nara membuang muka, ia tidak sanggup kalau harus menghadapi kenyataan yang dibawa Sonda. Sudah cukup ia menderita dengan perbuatan Daniel kenapa adik sialannya Daniel malah membawa anak yang akan menambah penderitaannya.

Sonda mengatupkan bibirnya menahan senyum, ia ingin terbahak melihat penolakan Nara terhadap Kirana. Sebegitu sakit hatinyakah Nara sampai-sampai ia menolak anak yang tidak berdosa ini.

"Ya... suka tidak suka kamu harus tetap menerima kenyataan ini. Berdamailah dengan masa lalu Daniel." Lanjutnya sambil tersenyum.

"Aku tidak sudi merawatnya, sebaiknya bawa dia ke panti asuhan dan tinggalkan dia disana!" Amarah Nara meledak, bukan hanya pada kabar yang dibawa Sonda tapi juga kepada orang yang membawa kabar buruk tersebut. Seharian dia menunggu, menunggu Sonda dibawah terik matahari berharap Sonda lebih memperhatikannya tapi kenyataannya Sonda malah membawa kabar yang membuat darahnya semakin naik.

Nara memegang kedua sisi kursi rodanya hendak pergi meninggalkan Sonda, tapi sialnya kursi roda yang ia duduki tidak bergerak sedikitpun. Akhirnya ia diam dengan wajah merah menahan amarah, ia menatap Sonda yang mulai tertawa. Tawa yang begitu lepas dan bebas, tidak semua orang bisa tertawa seperti itu apalagi ditengah masalah yang membelitnya tapi sepertinya Sonda tidak terpengaruh sedikitpun dengan masalah yang sedang dihadapinya saat ini. Dan... apakah ada hal lucu yang ditertawakan Sonda?

"Kamu begitu shock mendengar Kirana adalah putrinya Daniel tapi sayangnya mereka tidak ada hubungan darah sedikitpun. Kirana gadis yatim piatu, ibunya baru meninggal beberapa bulan lalu dan sekarang dia tinggal denganku." Tanpa sadar Nara menarik napas lega mendengar penjelasan singkat Sonda tapi tetap saja dia tidak seratus persen percaya, maka di telitinya kembali wajah Kirana kalau-kalau ada kemiripan dengan Daniel, tidak satupun dari bentuk wajah Kirana mirip Daniel seperti yang dikatakan Sonda. Kirana memang cantik tapi tatapan matanya menyiratkan penderitaan yang dalam persis seperti dirinya

"Jadi kamu... " Nara tidak melanjutkan ucapannya karena terlanjur kesal dengan apa yang telah dilakukan Sonda pada dirinya.

Sonda mengangguk sambil tersenyum geli. "Konon katanya sedikit shock terapi bisa mempercepat kesembuhanmu."

"Lelucon yang sangat tidak lucu, sebaiknya dorong aku kedalam, aku ingin istirahat." Ujar Nara ketus, mau tidak mau Nara sendiri mengakui kalau penjelasan Sonda membuat hatinya lega, ia tidak tahu akan seperti apa kebenciannya terhadap Kirana seandainya Kirana benar adalah putrinya Daniel.

"Tunggu sebentar," Sonda menahan kursi roda Nara, "ijinkan Kirana tinggal disini denganku, aku janji tidak akan menyusahkanmu apalagi merepotkanmu, segala sesuatu yang menyangkut Kirana aku yang akan mengurusnya."

Nara sempat ingin protes tapi ketika melihat kesungguhan di mata Sonda, dia mengurungkan niatnya dan sepertinya Kirana juga bukan anak yang nakal karena dari tadi Nara lihat Kirana begitu nurut pada Sonda.

"Terserah kamu." Akhirnya hanya kata itu yang terucap di bibir Nara.

"Terima kasih banyak."

***

Sonda mendorong kursi roda Nara menuju ruang makan, ia tahu Nara belum makan apapun selama menunggunya pulang.

"Aku ingin istirahat, kenapa malah di bawa kemari?" Nara protes ketika Sonda menempatkan kursi rodanya di meja makan.

"Aku yakin kamu belum makan apapun selama menungguku. Makanlah bersama kami... Kirana kemarilah." Sonda mengangkat badan Kirana dan  menempatkan Kirana diantara dirinya dan Nara, ia kemudian membuka makanan yang di bawanya dari rumah ibu. Makanan sederhana buatan ibunya, tidak terlalu banyak  hanya terdiri dari pepes ikan, sayur labu dan tempe goreng. Tapi makanan tersebut benar-benar menggugah selera makan Nara yang selama beberapa minggu ini tidak nafsu makan, bahkan Nara kuat berhari-hari tidak makan apapun.

"Ibu membuatkan ini untukmu, tapi kalau kamu tidak suka dan tidak ingin memakannya tidak apa-apa karena Marni telah menyiapkan makan siangmu."

"Pepes ikan, aku mau pepes ikannya." Ucap Nara lirih, ia jadi teringat masa kecilnya dulu sebelum ibunya menjadi gila dan akhirnya meninggal dunia, ibunya sering kali memasak makanan kesukaannya, termasuk pepes ikan.

"Bagus sekali, ikan sangat baik untuk perkembangan janinmu."

"Aku tidak peduli!" Jawaban Nara membuat Sonda ingin sekali membekap mulut istrinya itu.

"Aku peduli dan akan selalu seperti itu... sayur labu juga baik untuk kesehatanmu." Sonda tidak mengindahkan perkataan Nara, dia malah menambahkan sayur labu beberapa sendok keatas piring Nara tanpa mempedulikan penolakan Nara.

***

Nara menyuapkan makanannya dalam diam, sesekali ia melihat interaksi antara Sonda dan Kirana yang sudah seperti ayah dan putri. Tanpa canggung Sonda membantu Kirana memisahkan ikan dari durinya, Sonda juga membujuk Kirana untuk memakan sayurnya. Betul-betul figur seorang ayah yang sempurna, tanpa sadar Nara mengelus perutnya yang masih rata. Setidaknya dia tidak perlu khawatir dengan bayinya, bayi ini akan aman dibawah pengasuhan Sonda, pikirnya.

"Tambah lagi nasinya?" Sonda tersenyum dan menatap Nara yang sedang menatapnya sambil melamun.

"Tidak perlu." Jawab Nara mengalihkan tatapannya ke atas piring kosong di depannya, ia merasa malu karena kepergok Sonda sedang menatapnya.

"Aku... Aku ingin istirahat." Nara bersiap-siap mendorong kursi rodanya sendiri.

"Tunggu sebentar, biar aku membantumu," Sonda membersihkan mulutnya dengan tisu lalu berdiri.

"tidak perlu aku bisa sendiri, sebaiknya temani putrimu."

"Namanya Kirana, panggil dia Kirana."

Nara lebih memilih meninggalkan meja makan dibanding harus berdebat dengan Sonda yang tidak akan pernah ada ujungnya.

***

Akhirnya bisa update juga, padahal signal lemot...

HARUSKAH?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang