Just be Mine [Sudah Terbit]

By beliawritingmarathon

7.1M 384K 16.1K

[Sudah Terbit - Tersedia di toko buku] Just be Mine "Kenapa juga gue harus suka sama lo?" a novel by PIT SAN... More

Prolog
[Part 1] Kita Perlu Bicara!
[Part 2] The Sassy Girl Adela
[Part 3] Sial Bertubi-tubi
[Part 4] Signature
[Part 5] No Choice
[Part 6] Saran Teman Baru
[Part 7] Semakin Kukejar Semakin Kau Jauh
[Part 8] Hide and Seek
[Special Part] 1 Bulan BWM
[Part 9] Perfect Escape
[Part 10] Berbalik Keadaan
[Part 11] Mengejarmu
[Part 12] Kupon yang Hilang
[Part 13] Kupon Misterius
[Part 14] Curiously
[Part 15] Sengatan Aneh
[Part 16] Arlov
[Part 17] You are Something
[Part 18] Keraguan
[Part 19] Menanti Pembuktian
[Part 20] Pembuktian
[Part 21] Adela Kupon
[Part 22] Ada yang Hilang
[Part 23] Manis
[Part 24] Bersaing
[Part 25] Tidak Biasa
[Part 26] Escape Together
[Part 27] The Real Competition
[Part 28] Patah Hati
[Part 29] Please Don't Leave Me!
[Part 30] Cewek Keras Kepala!
[Part 31] Tanya Hati
[Part 32] Not Special
[Part 33] Break
[Part 34] Memory
[Part 35] Perasaan Aneh
[Special Event] #TanyaPenulisBWM
[Part 36] Heartbeat
[Part 37] Kejutan Menyakitkan
[Part 38] First Meet
[Part 39] Confession
[Part 40] Jalan Bareng
[Part 41] Jarak
[Part 42] A Laugh
[Part 43] Janjian
[Part 44] Mercy
[Part 45] Always Beside You
[Part 46] Kejutan
[Part 47] Terbaik Untukmu
[Part 48] Kencan
[Part 49] Far Away
[Part 50] Missing You
[Part 51] Perasaan ini Masih Tetap Ada
[Part 52 - END] Berbuah Manis
Info Terbit + Extra Part + Novel Gratis "Just be Mine"
Pengumuman Testimoni & Side Story
Pengumuman Testimoni (Final) & Sekilas Side Story
[Wira's Side Story] [2] Hampa
[Wira's Side Story] [3] Jealous
[Info] Sebagian Cerita Akan Dihapus
Sneak Peek Novel "Just be Mine"
[Wira's Side Story] [4] Celaka
[Wira's Side Story] [5] Kemajuan Pesat
Open Pre Order
Pengumuman dari Bentang Belia Part I
Undangan Wattpad Gathering
Belia Writing Marathon Batch 2
Informasi Penting ;)

[Wira's Side Story] [1] Semakin Sulit Semakin Menarik

64.4K 2.5K 158
By beliawritingmarathon


"Ya ampuuuuun!!! Tuh cowok emang kurang kerjaan banget ya! Gue rasa, abis lulus SMA kemarin, dia jadi pengangguran sekarang!"

Pagi ini diawali dengan gerutuan Saras. Teman-teman sekelasnya sudah terbiasa dengan hal itu. Sampai-sampai, pagi hari akan terasa ada yang kurang bila tidak mendengar cewek itu berteriak kesal setiap kali melihat mejanya di pagi hari.

Saras meraih setangkai bunga matahari di atas mejanya tanpa minat, kemudian mengulurkannya pada Kiki yang kini menjadi teman sebangkunya di kelas dua belas. "Nih, buat lo aja!"

"Yang kemarin aja masih ada, Sar," ucap Kiki, namun tetap menyambut bunga itu.

"Kalo gitu, lo buang aja!"

"Yah, sayang dong. Bunganya cantik gini."

"Terserah mau lo apain tuh bunga! Gue nggak peduli!" Saras membanting tas ransel ke atas meja, lalu duduk di kursinya dengan emosi yang masih meluap.

"Kok lo sensi gitu sih, Sar? Harusnya lo bersyukur, ada yang ngasih lo bunga tiap hari. Itu artinya dia punya perasaan sama lo."

Saras masih cemberut. Ia enggan menoleh ke arah Kiki yang baru saja menasehatinya, dan memilih mengeluarkan buku-buku dari dalam tasnya. "Nggak level kalo ngasihnya cuma setangkai-setangkai. Satu kebun sekalian, kalo mau!" katanya asal. Sejujurnya, bukan alasan itu yang membuatnya kesal setengah mati pada cowok si pengirim bunga matahari. Tapi ada satu alasan lain yang membuatnya mati-matian menolak cowok agresif untuk masuk ke dalam hidupnya.

Kiki bangkit dari duduknya, kemudian berjalan ke depan kelas masih sambil mengeluarkan kata-kata bijaknya, "Ya kalo satu hari satu tangkai, lama-lama lo juga bisa punya kebun sendiri, Sar!" Ia lalu membiarkan setangkai bunga matahari yang dibawanya bergabung dengan teman-temannya di dalam vas bunga di meja guru.

Saras melirik Kiki di depan kelas. Cewek itu sedang memilih beberapa tangkai bunga matahari yang sudah layu di dalam vas, kemudian membuangnya.

Saras kemudian membuang napas berat. Ia tidak marah pada Kiki yang selalu saja menasehatinya seperti orang yang paling benar dan tahu segalanya. Kalau saja Adela masih di sini, ia pasti sudah menumpahkan semua keluh kesahnya tentang hal ini. Hanya Adela yang mengerti dirinya. Hanya Adela satu-satunya orang yang tahu ada apa antara dirinya dengan cowok agresif yang selalu dihindarinya mati-matian.

--<><>--

Aaaarrgggkkkhh!!! Rasanya Saras ingin berteriak sekeras-kerasnya sekarang juga. Seharian ini ia tidak konsen belajar. Tidak ada satu materi pun yang mampu ia serap ke dalam otaknya. Semuanya gara-gara bunga matahari dan si kumbang itu.

Gara-gara cowok yang menyebut dirinya sebagai kumbang itu, Saras jadi membenci bunga matahari-sesuatu yang selama ini ia sukai. Ia bahkan mempunyai koleksi lengkap tentang semua yang berkaitan dengan bunga cantik itu.

Saras mengeluarkan semua benda yang berhubungan dengan bunga matahari dari dalam tasnya. "Ini buat lo aja!" katanya pada Kiki sambil menyerahkan kotak pensil bergambar bunga matahari, lengkap dengan isinya yang juga bertema serupa.

"Lo serius?" tanya Kiki tak percaya.

"Seribu rius!" jawab Saras mantap. "Nana, ini buat lo!" Ia mencolek seseorang yang duduk di depannya, kemudian mengulurkan buku catatan baru miliknya. Saking barunya, Saras hanya sempat menamai sampul depannya, sebelum menggunakannya.

"Lo lagi bagi-bagi rezeki nih, ceritanya?" tanya Nana heran sambil meraih buku catatan itu.

"Anggap aja begitu!" sahut Saras asal. "Nih, gue tambahin rezeki buat lo." Ia melepaskan pin bunga matahari dari tasnya, dan memberikannya pada Nana.

Kiki dan Nana saling pandang dengan heran, kemudian sama-sama mengangkat bahu ketika menangkap pertanyaan dari tatapan satu sama lain.

"Itu tasnya nggak sekalian?" tanya Kiki, ketika melihat Saras sudah mengakhiri acara bagi-bagi rezeki dadakan. "Kan ada motif bunga mataharinya juga. Gue siap nampung, kok." Katanya sambil terkekeh.

Saras melirik Kiki dengan sebal. Dikasih hati, minta jantung. "Terus gue pakai apa?" katanya sewot.

"Yey, sewot amat, Neng. Gue bercanda kali."

Saras bangkit tanpa kata-kata. Ia terpaksa masih mempertahankan tas ranselnya walau memang ada motif bunga matahari di salah satu sisinya. Mungkin besok ia akan menutupi motif itu dengan sebuah pin bergambar lain.

"Eh, Sar, gue nebeng sampai lampu merah boleh ya? Gue mau ke toko buku yang ada di sana." Nana ikut bangkit setelah selesai merapikan buku-bukunya.

"Gue nggak dijemput bokap gue hari ini," jawab Saras.

"Loh kenapa? Tumben."

"Bokap lagi tugas ke luar kota."

"Terus lo pulang sama siapa?"

"Udah ada yang jemput dong!" jawab Saras sambil tersenyum misterius.

"Siapa?" tanya Nana dan Kiki bersamaan.

"Si cowok pengirim bunga matahari itu?" tebak Kiki.

Seketika ekspresi Saras berubah kesal. "Enak aja! Nggak akan!"

"Terus siapa?" Nana masih penasaran.

"Abang gojek! Udah ya, gue balik duluan. Kasihan abangnya udah nunggu lama. Bye!" Saras berlalu ke luar kelas, meninggalkan Nana da Kiki yang kini saling pandang sambil menggeleng kompak.

Belum sampai di gerbang, ponsel Saras bergetar. Si abang gojek menghubunginya.

"Iya, Pak? ... udah sampai di gerbang? ... pakai jaket biru? ... oh, ok. Saya sebentar lagi sampai sana." Saras memutuskan sambungan teleponnya, kemudian berjalan sedikit berlari menuju gerbang.

Sesampainya di gerbang, Saras dengan mudahnya bisa menemukan satu-satunya orang yang duduk di atas motor dengan menggunakan jaket biru. Motornya berada tidak jauh dari gerbang bersama dengan driver-driver ojek online lain yang mengenakan seragam warna hijau dan jingga.

"Sorry lama, Pak." Saras sudah sampai di depan bapak gojek.

Tanpa menanggapi, bapak gojek itu langsung mengulurkan helm putih. Sementara ia sendiri sudah mengenakan helm full face sedari tadi, seolah siap sedia untuk segera melajukan motornya.

Saras menyambut helm itu tanpa banyak bicara. Kemudian duduk di atas motor dengan posisi menyamping. Tanpa ia duga, bapak gojek langsung melajukan motornya tanpa aba-aba, hingga membuatnya hampir saja terjatuh bila tidak buru-buru menarik jaket si bapak gojek.

Nggak sopan banget nih bapak gojek. Liat aja, nanti gue kasih bintang dua aja. Udah nggak sopan, nggak pakai seragam pula. Batin Saras, sambil menahan kesal.

"Kenapa nggak pakai seragam, Pak?" tanya Saras di tengah perjalanan. Mungkin saja kalau ia mendapatkan alasan yang masuk akal, ia bisa menambah satu bintang dari niat awalnya tadi.

"Dicuci," jawabnya singkat.

Saras tidak melanjutkan lagi pertanyaannya. Ia kini sedang sibuk mengimbangi posisi duduknya yang jadi tidak nyaman karena laju motor yang tidak bisa dibilang pelan.

"Rumah saya yang di depan itu, Pak. Yang pagarnya putih."

Motor berhenti tepat di depan rumah yang disebutkan Saras. Saras langsung melompat turun dan membuka helmnya. Kemudian ia sibuk mencari uang di dalam tasnya. Lalu ketika ia mengangkat kepalanya sambil mengulurkan helm dan uang untuk membayar ongkos, betapa terkejutnya ia ketika melihat bapak gojek itu sudah melepaskan helm full face-nya dan kini menatapnya dengan sebuah senyum yang menyerupai seringai di matanya.

Wajah bapak gojek itu berubah. Tidak sama seperti foto yang ditampilkan di aplikasi pesanannya.

"Lo-" Saras menunjuk cowok yang ia kira bapak gojek itu dengan ekspresi terkejut bercampur kesal.

"Akhirnya aku tahu di mana rumah kamu." Wira merespons santai keterkejutan Saras. Ia justru menikmati wajah cantik yang terus menatapnya itu.

"Jadi, yang bonceng gue dari tadi itu lo?"

Wira semakin mengembangkan senyumnya. "Mulai sekarang, nggak usah panggil abang-abang gojek yang lain, ya. Abang Kumbang siap jemput kapan aja."

Saras langsung bergidik ngeri mendengar kalimat menggelikan itu. "Sekarang mending lo pulang, deh! Dan nggak usah kirimin gue bunga matahari tiap pagi!" Ia menyodorkan helm dengan paksa kepada Wira, kemudian buru-buru berbalik setelah cowok itu menyambutnya.

Wira tertawa melihat tingkah Saras yang menurutnya sangat lucu. Cewek itu jadi semakin menarik di matanya. Jelas saja, baginya, semakin sulit didapat, akan semakin menyenangkan baginya. Ia jadi merasa lebih tertantang.

"Jangan lupa bintang lima, ya!" teriak Wira nyaring. "Kasihan abang gojeknya tadi aku suruh balik!" lanjutnya lagi.

Tidak ada respons dari Saras. Cewek itu baru saja menutup pintu utama dengan sedikit bantingan. Wira terkekeh pelan menyaksikan semua itu.

Bukan Wira namanya, bila tidak bisa membuat cewek itu berbalik menyukainya. Semua hanya butuh waktu.

TBC

Ini sebenernya side story-nya Wira atau Saras ya? Wkwk, gpp ya, anggap aja Wira bonus Saras. Sepaket.

Ini masih ada lanjutannya loh. Kamu lebih penasaran sama alasan Saras mati-matian nolak cowok agresif atau sama usaha Wira buat dapetin Saras?

Nah, buat yang nunggu update "Hello to My Ex", sabar ya. Ini lagi disusun ceritanya, biar bisa konsisten update Rabu & Sabtu.

Dan jangan lupa nantikan novel Just be Mine terbit bulan depan ya. Dijamin kalian bakal suka bangetttt sama extra part-nya :)) bisa follow IG-ku (@pitsansi) biar nggak ketinggalan info-info menarik atau GA-nya nanti.

Salam,
pitsansi

Continue Reading

You'll Also Like

1.8K 490 39
Selamat membaca, jangan lupa follow sebelum membacaπŸ€— Note: Baca hingga selesai jangan skip ya😁 π““π“Έπ“·βœπ“½ 𝓬𝓸𝓹𝔂 𝓢𝔂 𝓼𝓽𝓸𝓻𝔂 ~~~~ "Gausah ngel...
9.8M 636K 30
"Jadi gini rasanya di posesifin sama ketua genk?" -Naya Arlan dirgantara, ketua genk Pachinko yang suatu malam pernah menolong seorang gadis, sampai...
29.2M 2.5M 70
Heaven Higher Favian. Namanya berartikan surga, tampangnya juga sangat surgawi. Tapi sial, kelakuannya tak mencerminkan sebagai penghuni surga. Cowo...
3.6M 440K 63
[TAMAT - LENGKAP] Demeter Ceysa Crusader, seorang model juga ceo brand terkenal di kota A. ia mengalami kecelakaan hingga membuatnya koma 3 tahun. sa...