Roulette 「COMPLETE」

By 24mcgn

40.3K 4.2K 307

1... 2... 3... 4... Bang!!! "Aku yang memilihmu, Jeonghan. Jadi ikutilah permainanku." - Seungcheol "Cih! Das... More

Prolog
Chapter 1 : It's Only The Beginning
Chapter 2 : Found Ya!
Chapter 3 : Two Different Purposes
Chapter 4 : He's Too Kind
Story's Explanation
Chapter 5 : Hidden Intent
Chapter 6 : Talk
Chapter 7 : Game Start
Chapter 8 : "4"
Chapter 9 : Trust
Chapter 10 : Bond Between Us
Chapter 11 : Secret
Chapter 12 : The Storm [nc-21]
Chapter 13 : Danger
Chapter 14 : Rouge
Chapter 15 : Bad Omen
Chapter 16 : Last Minutes
Chapter 18 : A Difficult Task
Finale : Decision
Epilogue 1
Epilogue 2

Chapter 17 : Weeping Night

1.1K 134 24
By 24mcgn

[TURN AUDIO ON 📣 TO FEEL MORE]

Preview

"Dimana Seungcheol!?"

Suara Jeonghan yang terdengar kesal tak membuat senyum Jisoo hilang. Ia masih terlihat santai seperti posisinya semula.

"Berbaliklah dan pergilah, Jeonghan. Aku tak ingin melukaimu."

Jisoo mengatakanya sambil menghisap rokoknya. Suasana yang remang-remang membuat Jeonghan tak dapat melihat ekspresinya saat ini. Tapi perkataan Jisoo saat ini terdengar sedikit sedih di telinga Jeonghan.

"Jangan berpura-pura baik, Jisoo! Aku disini bukan untuk beramah-tamah! Katakan dimana Seungcheol!"

Jeonghan mengabaikan rasionalitasnya dan keselamatannya. Mengabaikan peringatan Jisoo. Jisoo hanya tertawa kecil ketika ia mendengar pernyataan Jeonghan. Mengatakan bahwa Jeonghan masih saja keras kepala seperti dulu.

Jisoo pada akhirnya beranjak dari pilar yang ia sandari dari tadi. Tubuhnya berhadapan langsung dengan Jeonghan. Mengamati Jeonghan cukup lama sebelum ia kembali membuang rokoknya. Membuat Jeonghan geram karena suasana hening yang tercipta. Benci karena Jisoo terlihat bertingkah sangat santai. Tangan Jisoo mulai merogoh saku celananya, mengambil sepasang sarung tangan hitam dan memakainya satu per satu. Memantapkan loyalitas sebagai pegangannya saat ini.

"Well, well. Jika kau ingin mengetahui dimana pangeranmu itu, langkahi dulu mayatku, Sayang."

Kata-kata yang keluar dari mulut Jisoo membuat Jeonghan semakin geram. Emosinya tersulut. Jeonghan tau, kali ini mereka akan menggunakan tinju sebagai penentunya. Bersamaan dengan langkah kakinya dan senyuman maniak Jisoo sebagai permulaan.

***

Entah berapa lama mereka beradu tinju. Saling memukul satu sama lain tanpa ampun. Bahkan pisau yang tadi di genggam Jeonghan telah dibuang oleh Jisoo. Menyisakan tangan sebagai senjata. Beberapa kardus dan kayu lapuk di tempat itu ikut menjadi korban. Suara rentetan tembakan masih terdengar di luar gedung. Sirine mobil polisi juga masih terdengar. Suara-suara yang bagai alunan lagu yang mengiringi perkelahian mereka.

Pukulan Jeonghan yang keras ke perut Jisoo sedikit membuat tangannya sakit. Muntahan darah Jisoo keluarkan dari mulut. Membuat Jisoo sedikit terdiam sebelum terkikik pelan. Jisoo terlihat tak terima dengan pukulan Jeonghan. Ia segera menegakkan postur tubuhnya sebelum kembali menyerang Jeonghan. Memukul Jeonghan berkali-kali dan tepat sasaran. Tak memberikan ruang sedikit pun bagi Jeonghan. Entah sudah berapa pukulan yang ia daratkan pada tubuh Jeomghan hingga pukulan terakhir Jisoo yang keras mengenai pipi Jeonghan. Mematahkan beberapa giginya dan membuatnya terpelanting.

Jeonghan segera bangkit, mengusap darah yang mengalir dari sudut bibirnya. Di depannya terlihat Jisoo yang tengah terengah-engah. Keadaan mereka saat ini sama-sama buruk. Ya, Jeonghan telah babak belur dimana-mana. Sedangkan Jisoo masih dapat berdiri tegak walaupun ia sempat memuntahkan darah dari mulutnya. Tak ada yang ingin kalah pada saat ini. Jeonghan berdecih kesal. Mengatakan bahwa ia terlalu meremehkan Jisoo tadi. Walaupun sebenarnya Jeonghan hanya mengelabuhi pikirannya. Bukan meremehkan tapi karena ia masih kesal atas perlakuan Jisoo. Sebagian besar tindakan Jeonghan didasari oleh Jisoo.

"Jeonghan-ah..."

Jeonghan tersentak ketika ia mendengar namanya disebut. Suara Jisoo yang lembut membuatnya mendongak. Mereka bertatapan. Menghilangkan segala rasa kesal yang telah lama terkumpul.

"You've grown so much."

Pupil mata Jeonghan melebar. Tak percaya bahwa Jisoo tersenyum padanya. Senyuman manis dan tulus yang telah lama tak ia lihat. Senyuman yang terkadang ia rindukan. Hanya beberapa kata yang ia dengar dan membuat Jeonghan tak menyadari air matanya menetes.

"Sepertinya sudah cukup. Aku terlalu banyak melukaimu. Kubiarkan kau lewat. Kau-"

"Jisoo-ya!!"

Teriakan Jeonghan membuat Jisoo terkejut. Menghentikan setiap ucapannya. Menyadari sosok dihadapannya saat ini telah menangis. Batinnya sakit melihat Jeonghan. Tapi ada kelegaan tersendiri untuknya. Mengetahui Jeonghan masih memiliki perasaan untuknya.

"Ada yang ingin kau katakan, Hannie?"

Jeonghan terjatuh, bersimpuh. Ia menutup kedua matanya yang berair dengan tangannya. Meredam kekesalannya karena hatinya yang lemah. Hatinya yang mudah kembali ke masa lalu. Hanya karena beberapa kata.

"Kenapa!? Kenapa semua jadi seperti ini!? Kenapa kau tiba-tiba muncul dan membuatku ingat!?"

Jisoo tak menjawab pertanyaannya. Tapi ia terus mendekat. Melangkah menuju Jeonghan yang sedang terduduk. Jisoo benci melihatnya menangis. Terlebih ia yang membuat Jeonghan jadi seperti ini.

"Jangan mendekat, Brengsek!"

Teriakan Jeonghan tak di indahkan oleh Jisoo. Ia terus mendekat dengan tersenyum. Memaksa Jeonghan untuk terus tertunduk ketika ia tau bahwa Jisoo telah di hadapannya. Tak sedikitpun ia melihat ke arah Jisoo.

"Jeonghan-"

Kepala Jisoo yang tiba-tiba tertunduk lemas di bahu Jeonghan membuat Jeonghan terkaget. Ia tak mengerti situasinya saat ini.

"-ada banyak hal yang kusembunyikan darimu. Hal yang tak bisa kusampaikan secara langsung."

Suaranya yang sendu membuat Jeonghan berhenti dari isakannya. Ia tak mengerti mengapa Jisoo tiba-tiba menjadi seperti ini. Bahkan bisa dibilang ini bukan saatnya untuk itu.

"Mungkin kau pun pada akhirnya tau sifatku yang sebenarnya. Aku bukan sebaik yang kau kira-"

Jisoo terus meracau. Membuat Jeonghan hanya bisa mengumpat karena masa lalu mereka yang tiba-tiba kembali muncul. Bukannya membenci masa lalunya. Tapi perasaannya saat ini pada Jisoo kembali menguat walaupun beberapa waktu yang lalu Jeonghan dapat dengan mudah melupakan perasaannya pada Jisoo dan beralih ke Seungcheol.

"-tapi ketika aku mengatakan aku sangat mencintaimu, aku jujur. Termasuk ketika aku ingin kita pulang ke Korea."

Tidak. Jeonghan tidak menangis. Setidaknya itulah yang Jeonghan katakan pada dirinya setelah mendengar pernyataan Jisoo. Ia teringat perkataan Jisoo saat itu. Dan air matanya kembali menetes karena kenangan yang mereka buat tak mudah dilupakan. Banyak pertanyaan yang ingin Jeonghan ajukan. Tapi hanya kata kenapa yang dapat keluar dari bibirnya.

"Karena aku selalu ingin bersamamu. Semua yang kulakukan sejak dulu bahkan sekarang pun untuk dirimu."

"Jisoo-ya... kenapa kau tak pernah mengatakannya padaku? Kenapa kau harus menanggung semua beban ini sendirian?"

"Aku tak bisa memperlihatkan kelemahanku di depan orang yang kucintai!"

Air mata Jisoo menetes. Bahunya bergetar. Jeonghan dapat merasakan segala beban Jisoo saat ini. Ia benci mengatakan bahwa ia terlihat baik-baik saja saat ini. Walaupun ia tentu tak melonggarkan perhatiannya, setelah mendengar bunyi rentetan tembakan yang semakin berkurang. Ia hanya berharap Wonwoo yang diluar tak mati saja. Perhatian Jeonghan kembali ketika ia mendengar suara Jisoo. Yang saat ini sedikit lebih tenang.

"Jadi... bisakah kau menyelamatkan Seungcheol, Hannie?"

"Jisoo-"

"Sst... waktumu tak banyak. Ambil ini dan pergilah. Akan kuatasi yang ada disini."

Jisoo menangkup wajah Jeonghan, mendekatkan wajah Jeonghan pada wajahnya. Memberi kecupan singkat pada bibir Jeonghan sebelum ia tersenyum. Derap langkah yang semakin terdengar membuat Jisoo terpaksa menarik Jeonghan berdiri. Jeonghan yang telah memegang kunci mobil milik Jisoo hanya mengangguk ketika Jisoo memberi tau dimana letak mobil miliknya.

"Go on, Jeonghan. Save him. Jangan mengkhawatirkanku. Aku akan baik-baik saja."

"Pastikan kau hidup agar kita bisa bertemu lagi. Ada banyak hal yang ingin kubicarakan denganmu, Jisoo-ya."

Anggukan Jisoo menjadi tanda untuk Jeonghan segera berlari. Walaupun dalam hatinya, Jeonghan terasa berat untuk meninggalkan Jisoo meskipun ia ingin menyelamatkan Seungcheol. Hatinya terbagi. Mungkin karena sosok Jisoo yang ia rindukan kembali muncul dan hilang kembali dalam waktu singkat.

Jeonghan terus menatap ke depan. Ia tak ingin menolehkan kepalanya untuk melihat ke belakang. Sedikitpun. Ia takut jika ia justru melupakan tujuan awalnya. Walaupun sesungguhnya hal itu membuatnya sedih.

Jisoo hanya tersenyum ketika Jeonghan pergi. Ia menunggu mereka sembari menyalakan rokoknya. Kepalanya yang mendongak memikirkan segala hal. Keputusannya sekarang dan dulu. Pada akhirnya ia akan selalu meninggalkan Jeonghan.

- flashback -

Jisoo kembali ke mobilnya. Kekesalannya masih sedikit terasa. Ia mengutuk dirinya sendiri yang telah kehilangan kesabaran. Membuat saat ini Jeonghan harus mengunci dirinya di kamar. Dia benar-benar menyesal telah melibatkan Jeonghan dalam urusannya. Mengutuk perbuatannya beberapa saat lalu yang lupa bahwa semua itu membahayakan Jeonghan.

"Hah... seharusnya aku tak memintanya melalukan semua ini."

Jisoo mengambil ponselnya. Mengetik permintaan maaf sangat banyak dan mengirimnya berulang kali. Ia harap Jeonghan dapat memaafkannya esok hari. Baru saja ia akan melajukan mobilnya, ponselnya berdering. Harapan akan Jeonghan yang mengangkatnya pupus ketika ia melihat nama yang tertera. Wonho menelponnya kembali setelah sekian lama. Membuatnya berdecak kesal.

"Ada apa lagi, Brengsek!? Sudah kukatakan aku keluar dari grupmu!"

Jisoo mengatakannya dengan kesal. Ia membenci ketika orang itu bertindak semaunya. Seolah yang ia miliki masih belum cukup.

[Oh ya? Aku tak ingat kau mengundurkan diri. Hahahaha! Datanglah ke tempatku. Aku menunggumu, Jisoo-ya.]

"Aku tak akan datang, Brengsek!"

[Kau yakin? Kurasa kau tak sayang dengan kekasihmu. Hahahaha!]

Jisoo tak bisa mengelak jika Jeonghan sudah terlibat, entah apa yang dimaksud Wonho. Membuatnya mengiyakan permintaan Wonho dengan cepat dan mematikan sambungannya dengan kesal. Jisoo segera melajukan mobilnya dengan kencang. Membenci betapa mudahnya ia dikendalikan Wonho.

Perjalanan yang cukup jauh membuatnya sedikit kelelahan. Tapi tak ada waktu istirahat baginya. Ia ingin segera menyelesaikan semuanya. Baru saja Jisoo menginjakkan kakinya, semua orang yang melihatnya langsung menunduk hormat. Sepertinya Wonho memang tak membiarkan Jisoo keluar. Langkahnya ia percepat menuju ruangan Wonho. Ia membuka paksa pintu dihadapannya ketika ia sampai. Memperlihatkan sosok Wonho yang tengah terduduk dan menikmati minumannya.

"Kukira kau tak akan datang secepat ini, Jisoo-ya."

"Katakan saja apa kemauanmu."

Wonho hanya tertawa mendengar pernyataan Jisoo. Mengatakan bahwa baru kali ini ia mengetahui Jisoo yang tersulut. Ia mengajak Jisoo untuk duduk, menikmati sore hari seperti dulu yang langsung ditolak oleh Jisoo. Membuat Wonho kembali bergumam betapa berubahnya Jisoo saat ini.

"Bisa kau katakan alasanmu memanggilku kesini?"

"Hahaha! Baiklah... Well, tentu saja aku memiliki kabar buruk dan baik untukmu. Kabar baiknya, kau kuperbolehkan meninggalkan organisasi kita. Tapi bawa Jeonghan sebagai saksinya. Dia harus menyaksikan siapa kau yang sebenarnya. Kuberi kau waktu satu minggu mulai sekarang. Dan kabar buruknya-"

Wonho terdiam sejenak. Mencoba mencari kata-kata yang pas untuk ia katakan saat ini. Tentu saja, ia harus menguntungkan dirinya sendiri.

"-jika kau tak membawanya dalam satu minggu, kau tetap jadi wakagashira. Dan tentu saja, misimu untuk membunuh Seungcheol tetap berlanjut."

Jisoo tau semua itu tentu sudah direncanakan oleh Wonho. Dan entah bagaimana Wonho akan menahan Jisoo agar tetap bersamanya. Tak ada pilihan baginya selain menuruti tantangan Wonho. Walaupun ia benci jika harus terlibat dengan dendam pribadi Wonho. Baginya kini, Jeonghan dan keluar dari organisasi adalah prioritasnya.

Tak butuh waktu lama bagi Jisoo untuk kembali menuju mobilnya dan melajukannya. Kembali ke apartemen Jeonghan sebelum ia menerima sebuah pesan dari Jihoon. Jihoon memintanya untuk membantu sebuah kasus yang tentu tak bisa ia tolak. Mengesampingkan urusan pribadinya dan berharap ia dapat dengan mudah menemui Jeonghan esok hari.

- end -

Jisoo mengenang bagaimana saat-saat itu. Dimana ia harus terikat lebih erat pada organisasinya dan dirundung dilema. Bahkan saat ia melihat Jeonghan yang tertangkap di tempat persembunyiannya pun, ia tak bisa melakukan apa-apa. Perkataan Wonho adalah absolut. Ketika ia menyuruh Jisoo untuk diam dan melihat bagaimana Jeonghan disetubuhi banyak orang, Jisoo pun hanya bisa menurut. Walaupun sebenarnya ia ingin membunuh semua orang disitu saat itu. Termasuk Wonho.

Bahkan kau masih memikirkanku, Hannie-ya. Walaupun aku hanya seseorang yang brengsek dan selalu berbohong. Padamu dan pada semua orang.

Jisoo hanya bisa mengatakan dalam hatinya. Menyesali segala perbuatannya. Berandai-andai apabila ia lebih berani untuk melawan Wonho. Jisoo merasa muak dengan dirinya sendiri. Mengingat apa yang dulu dan baru saja ia lakukan. Ia menyadari tanpa Jeonghan adalah kelemahannya. Emosi dan kekecewaan yang bercampur. Jisoo tak dapat menahannya.

Derap langkah yang semakin kencang tiba-tiba berhenti. Memperlihatkan segerombolan orang yang terluka parah. Mereka adalah anak buah Wonho. Benar saja, sepertinya para polisi kalah atau mengalah. Disana mereka melihat Jisoo yang masih bersandar di tiang. Memegang rokoknya dan terkikik pelan.

"Wakagashira-sama! Katakan dimana wanita itu!"

"Heh... Wanita? Maksudmu laki-laki cantik? Tentu saja kubiarkan lewat."

Jisoo meberikan tawa kencang. Membuat geram bawahannya. Mereka terus mengancam akan membunuh Jisoo jika ia tak segera memberitahukan lokasi Jeonghan. Jisoo hanya tertawa mendengar semua ocehan mereka. Bahkan ia sadar mereka terlalu banyak untuk ia lawan sendiri. Walaupun jika Jeonghan bersamanya.

"Wakagashira-sama! Cepat katakan! Kalau tidak-"

"Kalian akan membunuhku?"

Jisoo tertawa terkekeh. Ia membuang rokoknya dan menginjaknya. Memberikan hawa intimidasi bagi mereka.

"Aku tak akan memberi tau kalian, Brengsek. Jadi ... Come and kill me, Motherfucker!"

Derap langkah cepat dan kencang menerjang ke arah Jisoo. Disaat Jisoo berusaha tersenyum melihat mereka yang dihadapannya. Mengumpulkan sisa tenaga yang ia miliki. Dan mengingat bagaimana manisnya senyum Jeonghan untuk terakhir kalinya.

I truly love you Jeonghan. Maaf jika sampai saat ini pun aku masih berbohong padamu. Be safe, Jeonghan. May we meet in the next life.

***

Wonwoo menahan rasa sakit di perut dan lengannya. Ia mati-matian membentengi Jeonghan agar bisa masuk tadi. Walaupun semuanya sia-sia dan ia tak tau dimana Jeonghan. Polisi yang datang pun tak membantu banyak dan justru terbunuh. Dan disinilah Wonwoo, meringkuk di dalam gang sempit untuk berlindung.

Rasa sakit pada lengannya tak menghentikan ia untuk merobek kemeja yang ia kenakan. Berusaha menahan perdarahan dari perutnya. Tentu ia harus segera meninggalkan tempat itu. Ia sadar darah yang menetes dari perutnya mungkin meninggalkan jejak bagi mereka.

Jangan tertidur, Wonwoo-ya!

Hanya batinnya yang bisa bersuara. Meminimalisir agar ia tak memberitahukan posisinya dengan sengaja. Tangannya terus menekan luka di perut miliknya saat langkah beberapa orang terdengar dari tempatnya. Membuat ia waswas. Suara yang makin kencang berasal dari salah satu sudut gang. Meyakinkannya mereka datang untuknya.

Brengsek! Mereka masih mengejarku!

Tak ada waktu bersantai bagi Wonwoo. Ia segera bangkit dari tempatnya duduk. Membuang kemeja yang berlumuran darah sembarangan. Wonwoo mulai berjalan dengan cepat walaupun langkahnya tertatih. Ia tau bahwa kakinya mungkin tak akan sanggup menahan tubuhnya lebih lama. Rasa sakit dan kelelahan menjadi kendala. Meskipun itu tak membuat Wonwoo menyerah begitu saja.

Entah seberapa jauh Wonwoo telah berjalan. Tapi suara langkah yang mengikutinya tak kunjung menghilang. Membuatnya harus memutar akalnya. Bangunan tua tak berpenghuni menjadi pilihannya ketika ia tak kuat lagi berjalan. Beruntung bangunan yang sepertinya dulu sebuah bar itu tak terkunci. Membuatnya dengan mudah masuk dan bersembunyi.

Persetan dengan hantu, batinnya. Wonwoo hanya butuh tempat berlindung sementara sampai pagi datang. Ponselnya yang tertinggal di mobil mengharuskan ia untuk berdiam dulu. Langkah lari dan suara beberapa orang melewati bengunan tua yang ia tempati. Pintu yang sedikit ia buka membuatnya dapat dengan jelas melihat mereka. Tentu mereka adalah orang-orang yang sama dengan orang yang mengejarnya, hanya jumlah mereka lebih sedikit. Wonwoo merasa sedikit lega setidaknya mereka melewatinya.

Wonwoo masih terduduk dan tersandar di dinding. Menatap langit-langit yang lapuk. Ia berpikir bagaimana dengan keadaan Jeonghan kali ini. Kelelahan dan kedinginan, membuatnya hanya bisa memikirkan kejadian beberapa waktu lalu. Wonwoo hanya tersenyum memngingat semuanya. Walaupun setengahnya ia berpikir bahwa ia telah melakukan hal bodoh.

Well, sepertinya tak buruk juga.

Batinnya berkata untuk yang terakhir. Sebelum matanya terpejam ditengah deru mesin-mesin mobil dan rentetan tembakan yang datang dari jalan raya.

***

3 lagi kali ya :/
Akhir-akhir ini emg lagi sakit jadi bikin lama update. Ditambah... chapter ini aslinya tinggal post tapi sengaja dihapus semua terus bikin dari awal 😂😂😂
Gampangan di manga in tapi rempong(?)  juga... hmm

Pernah bilang kalo Jisoo Vergo yang aslinya gak gitu amat. Campuran Joker kali ya. Vergo sama Joker itu nama karakter cuma beda tipis. Vergo itu emg aslinya jahat, dia loyal sama Doffy. Sampe rela masuk Marine demi tujuannya Doffy. Joker itu aslinya baik, tapi karena dia loyal sama Baron Kevin dia mah disuruh bunuh oke oke aja. Yang sama dari mereka, mereka rela mati buat orang yang disayangi. Sama kayak Agni 😢😢

Selamat menikmati dan please vomment :)
Thanks for reading :)

Continue Reading

You'll Also Like

8.5K 1.1K 25
Seungmin yang hanya bekerja sebagai pegawai perusahaan travelling yang tiba² mendapatkan tugas untuk mengajar dan mengurus Chan yang berasal dari seb...
111K 10.8K 42
Buku ini, adalah otak cadangan gue. Tanpa ini gue gak akan ingat apapun. Termasuk siapa diri gue sendiri. [End]
79.9K 8.9K 26
Siapa yang menyangka jika orang yang selama ini kamu kagumi ternyata diam-diam juga mengagumimu. Tapi, apakah dia benar-benar takdirmu? ○ ○ ○ -Boy x...
26.5K 3.3K 11
Huang Zi Tao adalah sekretaris Wu Yi Fan