Sun Flowers [END Tersedia Ver...

Galing kay MitsukiHimeChan

173K 10.8K 602

Chapter lima ke atas di privat. Tidak pernah di perhatikan, selalu di anggap bodoh, nakal dan tidak bisa di a... Higit pa

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
NOVEL CETAK LAGI

Chapter 7

10.9K 723 36
Galing kay MitsukiHimeChan

Naruto duduk diam di atas atap gedung sambil memperhatikan bunga matahari yang ada didalam pot didepan matanya saat ini. Bunga itu tidak layu meski hari sudah malam. Naruto sangat ingat siapa yang memberikan bibit bunga matahari kepadanya untuk pertama kalinya. Awalnya Naruto tidak tahu mengapa pria itu memberikan bunga serta bibit bunga matahari kepada dirinya karena pria itu hanya mengatakan "Semoga kau selalu bahagia seperti bunga matahari." dan sekarang dia mengerti apa yang di maksud pria itu. Naruto tersenyum kecil mengingatnya.

Naruto menghela napas panjang lalu memeluk kedua lututunya, kemudian menaruh kepalanya diantara lipatan tangannya. Naruto tahu siapa pria itu saat pria itu datang kerumahnya bersama keluarga besarnya yang tak lain adalah kepala keluarga Uchiha.

Dialah Uchiha Fugaku ayah dari orang dia cintai. Orang yang selama ini dia kagumi dan selalu dia perhatikan melalui media masa yang ternyata adalah ayah Sasuke. Naruto tidak tahu sama sekali kalau pria itu adalah ayah Sasuke karena yang dia tahu Uchiha itu banyak dan pada malam itu Naruto sangat terkejut tapi dia berusaha untuk tidak membuat ayah dan ibunya malu dengan cara diam dan tak peduli padahal begitu banyak yang dia tanyakan kepada Uchiha Fugaku. Tapi kebohongan yang di buat ayah dan ibunya pada malam itu mengurungkan semua niatnya.

Pria tua itu adalah bangsawan yang menurut Naruto adalah bangsawan yang paling bijaksana diantara bangsawan yang lain. Fugaku ramah dan tidak memandang orang dari derajat. Menurutnya semua orang itu sama. Bukan karena kaya atau miskin, pintar atau bodoh. Miskin bukanlah keinginan mereka yang miskin dan yang bodoh bukan juga keinginan mereka.

Semua orang selalu ingin terlihat sempurna, baik dari penampilan dan juga kemampuan tapi kata bersyukur harus kita ingat setiap menit, manusia terkadang tidak mengenal kata puas, mereka selalu merasa haus tapi saat mereka bersyukur dengan apa yang mereka dapat saat ini maka mereka bisa mengatakan bahwa mereka sudah puas. Jangan terlalu sering melihat keatas tapi melihatlah kebawah sesekali agar kau selalu merasa bersyukur dengan apa yang kau miliki saat ini.

Yah, kalimat itulah yang Fugaku pernah katakan saat acara amal disebuah rumah sakit dan saat itu usia Naruto masih empat belas tahun. Naruto kagum dengan sosok seorang Uchiha Fugaku.

Tap!

Tap!

Tap!

Naruto hanya diam saja saat suara sepatu yang terbentur dengan lantai terus bergema dari belakang tubuhnya dan dia tidak menoleh saat sosok pria itu duduk disampingnya.

Naruto tahu siapa pria itu saat pria itu duduk disampingnya. Uchiha Fugaku. Baru saja dia memikirkan sosok pria paruh baya itu dan ternyata sosoknya datang juga dan duduk disampingnya. Naruto cukup terkejut awalnya tapi dia memilih diam dan menghela napas lagi.

"Ternyata benar dengan apa yang para tentara itu katakan, kalau kau sering duduk disini pada malam hari." ujarnya sambil menyunggingkan senyum kecil yang Naruto lihat dari sudut matanya.

"Terima kasih untuk bunga yang anda berikan padaku waktu itu." sahut Naruto sambil tersenyum kecil. "Jangan terlalu formal dengan ku." balas Fugaku ramah. Naruto mengangguk singkat.

"Aku senang bisa melihat mu lagi setelah sepuluh tahun berakhir." ujar Fugaku seraya memperhatikan bunga matahari yang ada didepannya sama seperti Naruto.

Angin gurun berhembus pelan membuat bunga itu melayang pelan mengikuti arah angin.

"Aku tidak tahu apa yang membuatku menyukai bunga matahari tapi saat aku melihat bunga itu, rasanya aku sangat senang. Mungkinkah karena filosofi dari bunga itu?" ujar Naruto.

"Mungkin." timpal Fugaku. Keduanya kembali terdiam cukup lama hingga suara Fugaku kembali terdengar. "Kau tahu kenapa malam itu aku datang kerumahmu?" Naruto menggeleng pelan karena yang dia tahu pada malam itu dirinya tidak di akui sebagai Namikaze oleh keluarganya sendiri.

"Melamarmu untuk Sasuke." Naruto menoleh cepat kearah Fugaku yang tampak tersenyum menatap bunga didepannya. Apa telinganya tidak salah dengar? Atau pria itu tua itu hanya membuat lelucon? Ini bukan bulan Aprilkan? Naruto mendengus geli seraya membuang mukanya kearah lain.

"Aku tidak berbohong." lanjut Fugaku yang tahu akan apa yang Nauto pikirkan saat ini. Naruto terdiam. "Di dalam keluarga bangasawan, perjodohan adalah hal yang biasa. Aku sudah menyelidiki dirimu saat kau sering bermain dengan Sasuke ditaman. Mikoto istriku selalu melarang Sasuke keluar tapi aku menyakinkannya bahwa Sasuke tidak akan apa-apa karena bodyguard selalu mengawasi Sasuke dari kejauhan. Dan selama itu aku tahu siapa dirimu.

"Malam itu, aku bahkan tidak memberitahu istriku perihal perjodohan karena aku hanya ingin berkunjung terlebih dahulu dan mengobrol banyak bersama kedua orang tuamu yang memang adalah sahabat baikku sejak masih sekolah tapi pernyataan yang keduanya beritahu pada malam itu cukup membuatku sangat terkejut. Dan kau tahu, istriku tidak menyukai orang yang tidak memiliki setetes darah bangsawan ditubuhnya."

Naruto mengangguk mengerti. Dia tahu kalau bangsawan hanya boleh menikah dengan bangsawan kalaupun tidak mau menikah dengan sesama bangsawan maka harus menikah dengan kalangan konglemerat. Contohnya saja Minato dan Kushina. Minato adalah kalangan konglemerat dan Kushina adalah bangsawan murni.

"Aku tidak suka hidup yang selalu di atur seperti boneka. Aku tidak suka bertingkah layaknya bangsawan karena aku ingin menjadi diriku sendiri. Apa aku salah?"

"Menjadi diri sendiri itu baik tapi ada batasannya mengingat darah bangsawan Uzumaki adalah didalam tubuhmu."

"Aku tahu." sahut Naruto lirih.

"Paman." panggil Naruto pelan sambil menoleh kesampingnya untuk melihat sosok laki-laki paruh baya itu. "Ya?" sahut Fugaku.

"Boleh aku pinjam bahu mu sebentar?" Fugaku tersenyum seraya mengangguk. Naruto menggeser tubuhnya untuk lebih dekat dan menyenderkan kepalanya ke bahu Fugaku. "Aku rindu ayah." lirihnya. Fugaku terdiam mendengarkan.

"Tapi aku benci saat dia mengatakan kalau aku bukan putrinya." air mata Naruto mengalir.

"Ku rasa kata maaf untuk saat ini lebih baik." sahut Fugaku memberi saran.

"Terlalu sulit bagiku." Naruto memandang bunga didepannya sendu.

"Mereka sudah tahu semuanya dari Kyuubi. Mereka menyesal."

"Menyesal selalu datang di akhirkan paman?" lirih Naruto pelan.

"Ya maka dari itu jangan sia-siakan kesempatan yang ada. Mungkin mereka melakukan kesalahan padamu di masa lalu tapi sekarang mereka sedang berusaha untuk meminta maaf padamu. Terimalah maaf mereka sebelum kau menyesal. Kau tahu penyesalan selalu datang di akhir acara, iya kan?" kata Fugaku dengan nada canda diakhir kalimatnya. Naruto tersenyum sendu.

"Ya, tapi mungkin tidak sekarang."

"Kapan?"

"Aku tidak tahu."

"Hn."

"Disini terlalu sakit." Naruto menunjuk dadanya tepat di bagian hati. Fugaku menghela napas.

"Kasih sayang dan kata maaf adalah obatnya Naruto."

"Mungkin."

"Naru–"

"Ini adalah duniaku yang sekarang paman. Aku tidak ingin masa lalu ku menganggu masa ku yang sekarang. Sudah cukup aku menderita dimasa lalu tapi tidak dengan masa depan karena aku juga manusia biasa yang ingin hidup bahagia."

"Aku tahu... Aku tahu apa yang kau inginkan Naruto." Naruto membenarkan posisi duduknya dan juga menyingkirkan kepalanya dari bahu Fugaku untuk menghapus air matanya yang mengalir.

"Aku mau kebawah." Fugaku mengangguk mengerti dan membiarkan wanita berambut pirang pendek itu pergi.

"Semoga kau bahagia selalu." gumamnya sambil memperhatikan bunga matahari didepannya.

Naruto baru saja turun dari anak tangga saat Ino hendak menaiki tangga yang dia lewati. "Aku mencarimu dan kata yang lain kalau kau mungkin ada diatas jadi–"

"Apa maumu?" potong Naruto cepat.

"Bicara." kedua sapphire Naruto menatap kedua aqua didepannya dingin lalu pergi begitu saja tidak peduli.

. Sun Flowers .

Kurama baru saja keluar dari gedung tua tempat dia menginap untuk menemui Naruto tapi dirinya malah melihat Hinata sedang duduk di atas batu karang berwarna putih yang cukup besar, sambil memandangi bunga matahari yang hidup didepan gedung.

Kurama terdiam sejenak lalu berjalan mendekati wanita bertubuh seksi itu, kemudian duduk disampingnya. "Sedang apa?" tanya Kurama basa-basi.

"Melihat bunga." jawab Hinata malas. Tidak seperti biasanya dia berkata seperti itu kepada Kurama karena biasanya wanita itu akan bertindak seperti wanita penggoda jika didekatnya tapi kali ini ada apa? Apa wanita itu sedang kerasukan hantu gurun yang tidak suka bicara?

"Ada apa?" Kurama kembali bertanya sambil menoleh kearah wajah Hinata yang memasang ekspresi cemberut.

"Adikku akan menikah." jawab Hinata ketus.

"Lalu?" Kurama mengeriyit heran mendengarnya. Kalau adiknya mau menikah harusnya dia merasa senang, kenapa sedih? Wanita aneh, pikir Kurama.

"Ck! Harusnya aku dulu yang nikah bukan adikku!" timpal Hinata satu oktaf lebih tinggi dengan wajah merah karena kesal.

"Memang kau sudah punya calon?" tanya Kurama dengan nada mengejek. Wanita itu kembali berdecih tak suka. "Tak punya." jawabnya acuh tak acuh. Kurama terkekeh pelan mendengarnya sedangkan Hinata semakin cemberut.

"Adikku juga menikah lebih dulu dariku." ujar Kurama santai dan melihat beberapa bunga didepannya dengan hati damai, entahlah dia tidak tahu mengapa setiap dia melihat bunga matahari selalu membuatnya merasa tenang. Apa mungkin karena Naruto yang menanamnya?

Hinata menoleh cepat kearah Kurama lalu sedetik kemudian dia menyeringai seksi, "Bagaimana kalau aku memperkosa pria yang ku suka saja lalu menghamilinya dan aku bisa menikah dengannnya?" Kurama menoleh cepat dan melihat wajah Hinata yang sudah berada lima senti didepan wajahnya.

Pria itu cukup sweatdrop mendengar perkataan Hinata barusan. Apa yang sebenarnya wanita itu pikirkan?! Tidak ada wanita memperkosa laki-laki bahkan menghamilinya. Catat laki-laki tidak hamil! Yang hamil itu wanita! Oh tuhan ingin rasanya Kurama memukul kepala cantik Hinata dengan keras agar wanita itu bisa berpikir jernih, dan sayangnya laki-laki sejati tidak memukul wanita dan Kurama tidak akan pernah melakukannya. Sementara itu, Hinata terdiam memandangi bibir Kurama yang terlihat begitu menggoda untuk dicium.

"Siapa pria yang kau suka?" tanya Kurama penasaran, ada rasa tak rela dihatinya jika pria yang disukai Hinata bukan dirinya.

"Dia bertubuh tinggi bahkan lebih tinggi dariku yang seorang tentara." Hinata berkata pelan sambil menyusuri dada bidang Kurama yang tertutupi oleh kemeja berwarna merah maron dengan jari-jari lentiknya. Kedua mata Hinata berkedip dua kali saat melihat wajah Kurama semakin dekat dengan wajahnya. Hinata bersorak senang didalam hati. Rencananya berhasil!!!

"Kalau kau ingin mendaptarkan diri sebagai calon pemilik hati, jiwa dan ragaku, kau harus menemui ayahku sayang." jari-jari lentik Hinata turun kebawah membuat tubuh Kurama berdesir penuh gairah merasakan jari-jari itu menari dengan indah menuruni perutnya hingga pinggang dan terus kebawah. Kurama meneguk ludahnya dengan susah payah saat jari-jari lentik itu berhenti bergerak tepat satu senti diatas adik kesayangannya.

"Semakin cepat kau menemui ayahku maka semakin cepat kau mendapatkannya sayang." Hinata beranjak pergi setelah mengatakannya membuat Kurama menggeram kesal. Sial! Hanya karena perkataan dan permainan jari Hinata adiknya hampir bangun. Fuck! teriaknya kesal dalam hati.

"Aku akan mendapatkanmu Hinata dan kau harus menyiapkan dirimu sendiri karena aku tidak akan berhenti ditengah jalan sampai aku puas." ucap Kurama pelan, kedua sapphirenya berkilat penuh nafsu dan untuk Minato bersiaplah kau akan segera mendapatkan menantu seorang wanita bersenjata ahli tempur dalam waktu dekat ini.

Hinata berjalan dengan tenang memasuki gedung kesehatan untuk menuju lantai tiga. Hari ini benar-benar lelah untuknya apalagi tadi dia baru saja menggoda Kurama. Khehehehe... Hinata terkekeh pelan mengingatnya lalu kedua ametystnya tidak sengaja melihat Naruto berdiri diam mendengarkan apa yang wanita bermata aqua katakan. Hinata berjalan mendekati Naruto dan wanita itu yang Hinata ketahui adalah salah satu dari dokter relawan.

"Hei Naruto aku mendapat kartu As Kurama mau dengar?" ujar Hinata semangat sambil merangkul pinggang Naruto mesra.

"Kartu As?" kedua alis Naruto bertaut tidak mengerti dengan apa yang wanita itu katakan.

"Sebentar lagi aku akan menjadi kakak ipar mu." Hinata menyeringai melihat wajah Naruto yang berubah masam seketika. "Menjijikan." komentar Naruto tajam dan langsung berlalu begitu saja mengabaikan apa yang Ino katakan barusan dengan susah payah dan malah tidak dia tanggapi.

Hinata menggedikan bahu tak peduli dan berjalan mengekor dibelakang Naruto.

"Hei kau dasar adik ipar durhaka kemari!" teriak Hinata lantang sepanjang lorong dan Naruto hanya diam sambil tersenyum kecil. Setidaknya jika dia tidak bahagia maka kakaknya harus bahagia.

Dengan bergabung dan bertempur bersama pasukannya digaris depan sudah cukup membuat Naruto senang. Dia sadar dan tahu bahwa dirinya tak pantas untuk dicintai. Dia hanyalah wanita biasa dan Naruto menyadarinya. Sadar diri itu lebih baikkan.

Naruto menghela napas sambil memandangi lorong didepannya lalu berbelok ke kiri. Dirinya tidak secantik Sakura, tidak seksi Ino, tidak seputih Hinata serta tidak memiliki wajah babyface seperti Hinata dan dia juga tidak sejenius Sasuke. Tubuhnya banyak luka gores bahkan ada luka tembak, dia tidak memiliki tubuh yang mulus seperti wanita yang lain. Dan inilah dirinya selalu merendahkan diri.

"Hei kau! Apa kau tahu Naruto, aku akan membuat anak yang banyak. Mari kita bersaing siapa yang paling banyak buat anak!" seru Hinata heboh. Naruto berhenti berjalan dengan perempatan muncul didahinya sedangkan Hinata terus berjalan dan menambrak tubuhnya dari belakang.

"Hei kenapa kau berhenti tiba-tiba?" sembur Hinata kesal karena sejak tadi dia sedang menghitung jumlah anak dengan jari-jarinya seperti orang bodoh dan Naruto menghalangi jalannya.

Naruto berbalik kebelakang dan melihat Hinata yang memasang wajah imutnya seperti wajah anak yang masih polos tanpa dosa. "Wajah mu polos seperti bayi tapi otak mu seperti kaset film blue." ujar Naruto sinis kemudian kembali berbalik untuk melanjutkan jalannya menuju kamarnya.

"Heeeeissss.... Kalau kau sudah menikah dan merasakannya. Aku pastikan kau akan selalu tergoda untuk melakukannya." Hinata terus mengoceh dibelakang Naruto.

"Up to you." Naruto melambaikan tangannya tak peduli.

"Kira-kira ukuran punya Sasuke berapa ya waaaaaaahh...."

"Hinata!"

"Iya! Iya!" Hinata tersenyum geli saat melihat Naruto berbalik dengan wajah merah padam. Wanita pemilik permata amethyst itu terkekeh pelan karena berhasil membuat wajah Naruto merah karena malu.

"Hayoooo berapa yaaaaa~" godanya lagi.

"Aku akan membunuhmu Hyuuga Hinata!" teriak Naruto kesal dan jadilah mereka main kejar-kejaran malam itu

...

Sebuah pesawat Boeng Ch 47 Chinook terlihat akan segera mendarat kesebuah lapangan luas yang tak jauh dari barak pasukan khusus, dimana satu pasukan sudah menunggu disana termasuk Naruto dan Hinata sedangkan Sasuke hanya melihat dari jendela kamar tempat dia menginap.

Siapa yang datang ketempat ini hingga satu pasukan menunggu kedatang pesawat tersebut. Sasuke mengeriyit heran melihatnya. Kapal dan pesawat angkut yang akan membawa properti akan datang besok, lalu pesawat itu? Mungkinkah jendral AD sedang berkunjung?

Pesawat itu berhasil mendarat dengan sempurna dan pintunya terbuka, lima orang berpakaian militer Amerika keluar dari sana dengan gagahnya. Salah satu dari mereka memakai kaca mata hitam yang membuatnya terlihat menawan, Naruto tersenyum dan mendekati pria itu. Sasuke tidak bisa melihat Naruto yang tersenyum apalagi pria itu yang juga tersenyum dan kedua matanya melebar saat dilihatnya Naruto berpelukan dengan pria tersebut.

"Cih!" Sasuke mengepal kedua tangannya keras dan beranjak keluar dari kamarnya untuk menemui Naruto.

"Sasuke." Sasuke menghentikan langkah kakinya dan menoleh kebelakang. Kurama berjalan mendekatinya, "Kita harus kembali kekota Suna beberapa menit lagi, kita akan kembali mengadakan rapat bersama mereka dan oh ya apa kau melihat Naruto?" ujarnya sekaligus bertanya dengan wajah yang terlihat bingung.

"Dilapangan heliped." jawab Sasuke dingin lalu kembali melanjutkan jalannnya.

Sementara itu, di lapangan heliped. Naruto tersenyum melihat pasukan khusus Amerika yang berkunjung setelah melaksanakan tugas mereka di perbatasan Oto dan Imo. Mereka akan pulang ke Amerika setelah berkunjung terlebih dahulu ke Suna.

Mereka semua berjabat tangan lalu berpelukan, pelukan antar sahabat tentunya.

"How are you Naruto?" sapa pria berkaca mata hitam dengan senyum lebarnya menampakan deretan gigi putihnya.

"I'am fine and you?"

"Seperti yang kau lihat." pria itu terkekeh pelan begitu juga dengan Naruto lalu mereka berjalan bersama menuju barak sambil bercanda tawa.

"Suna sudah aman dan sedang dalam pembangunan. Itu bagus." komentar Michael, ketua pasukan khusus Amerika yang tadi berpelukan dengan Naruto.

"Ya begitulah." sahut Naruto. Michael tersenyum tipis lalu menarik pinggang Naruto hingga merapat pada tubuhnya dan dilihat semua tentara, dokter relawan dan para pengusaha termasuk Sasuke yang hendak menghampirinya. Tubuh Sasuke seolah membeku ditempat apalagi saat Michael membisikan sesuatu ditelinga Naruto membuat wanita itu tersenyum dengan wajah tidak percaya, Michael melepaskan rangkulan pinggannya dan suara gigi Sasuke yang bergemelutuk mulai terdengar.

"Serius ni?" tanya Naruto dengan wajah sedikit terkejut.

"Serius." jawab Michael sambil membuka kaca mata hitamnya memperlihat kedua sapphire dan rambut hitam pendeknya. Wajah pria itu terlihat begitu tampan bahkan para kaum hawa dari kalangan dokter dan seketaris terperangah melihat ketampanan Michael.

Sasuke berdecih pelan. Dia mendapat saingan! Michael duduk dibatu tempat Hinata dan Kurama semalam duduk dengan santai.

"Kalau itu beneran serius aku dan Hinata harus membeli gaun huh?" tanya Naruto. Michael tertawa geli mendengarnya. "Akan menyenangkan kalau Diana di kawal oleh dua tentara cantik." celetuk Michael membuat Hinata dan tim ANBU terkekeh.

Pengawal? pikir Sasuke tak suka. Apa maksud pria itu? Dia tidak mengerti.

Sasuke berdecih pelan saat Naruto hendak duduk disamping Michael, dengan gesit dia menarik Naruto kedalam pelukannya membuat semua mata langsung tertuju kepada mereka berdua.

"Sasuke." gumam Naruto tidak mengerti memandangi wajah Sasuke didepannya.

Michael tersenyum misterius melihat Naruto dan Sasuke. Pria berkebangsaan Amerika itu berdiri dari duduknya dan menarik lengan Naruto hingga terlepas dari dekapan Sasuke. Pria bermata onyx itu menatap sapphire Michael tajam.

"Aku punya urusan dengannya." ujar Michael santai.

"Aku juga punya." Sasuke mendelik kesal dan menarik lengan Naruto dan Naruto cukup bingung saat Michael kembali menarik lengannya.

"Aku jauh lebih penting darimu." desisnya tajam. Naruto menggeram kesal lalu melepaskan tangan Sasuke dari lengannya. "Kau ini kenapa sih Sasuke?!" Naruto mendelik tak suka. "Aku ada urusan dengan Michael lagipula kami sudah sangat lama tidak bertemu kalau kau mau ke kota, sana sama yang lain." Naruto menarik lengan Michael pergi dari kerumanan orang-orang dan Michael menoleh kebelakang hanya untuk menampakan senyuman penuh kemenangan miliknya kepada Sasuke yang terlihat kesal.

"Ku rasa kalian lelah sebaiknya istirahat terlebih dahulu atau mau latgab?" tanya Obito kepada anggota tim elit Amerika yang sudah ditinggal kaptennya. "Kami akan menunggu kapten terlebih dahulu." jawab Jordan, wakil ketua tim elit.

Obito tersenyum, "Kalau begitu kami sudah menyiapkan minuman segar untuk di nikmati selama menunggu." Jordan terkekeh lalu keduanya adu tinju dan berjalan bersama menuju kantin.

...

Sasuke sama sekali tidak fokus dengan apa yang Minato jelaskan didepan para stap negara dan presiden Suna, karena saat ini nama Naruto dan Michael terus memenuhi otaknya. Pemikiran-pemikiran negatif membuatnya kepalanya serasa ingin meledak.

"Kalau begitu bagaimana dengan pendapat mu presedir Sasuke?" tanya Minato telak membuat Sasuke tersadar dari lamunannya dan menatap ayah dari Naruto dengan wajah sedikit bingung.

"Ya?" sahutnya.

"Kau tidak fokus Sasuke. Kalau kau memang percaya dengan Naruto maka kau tidak perlu khawatir hanya kerena pria itu." ujar Minato dalam bahasa Jepang yang tidak dimengerti orang Suna yang semuanya berbahasa Inggris kecuali orang-orang Jepang yang memang ada didalam ruangan ini, mereka hanya bisa mengulum senyum melihat wajah bodoh Sasuke yang terlihat sangat jelas.

"Aa.. i-iya." jawab Sasuke sedikit gagap dan mulai serius dengan apa yang dia hadapi saat ini. Awas kau Naruto, batin Sasuke.

...

Michael dan tim nya akan segera kembali ke Amerika sore ini setelah pertemuan mereka. Naruto memeluk para anggota tim elit Delta lalu beradu tinju. Minato, Kuram dan Sasuke jelas tak suka melihat Naruto asal peluk pria sana-sini.

"Jangan lupa mengerti?" ujar Michael. Naruto mengangguk mengerti. "Tentu saja, ingatan ku cukup kuat." timpal Naruto dengan senyum lima jarinya.

Kelimanya langsung masuk kedalam pesawat setelah obrolan mereka selesai. Tim ANBU melambaikan tangan mereka setelah pesawat Boeng CH 47 Chinook itu mengudara.

Naruto berjalan dengan santai hendak pergi tapi pergelangan tangannya dengan cepat ditarik oleh Sasuke. Naruto mengeriyit heran apalagi setelah dia sadar kalau Sasuke saat ini sedang menarik tangannya menjauh dari lapangan heliped.

"Hei kau kenapa?" seru Naruto kesal. Sasuke hanya diam saja dan masih melanjutkan jalannya.

Naruto mendengus sebal lalu menarik tangan Sasuke dengan kuat hingga pria itu berbalik dan ikut menarik tangannya kembali yang sukses membuat tubuh Naruto oleng dan jatuh kedalam pelukan Sasuke.

"Aku tidak suka melihat kau dipeluk pria lain!" desis Sasuke tajam tepat ditelinga Naruto. Naruto mendengus sebal lalu melepaskan diri dari Sasuke. "Kami hanya sahabat Sasuke. Jangan bilang kau cemburu. Michael itu sahabat baikku dan dia akan segera menikah dalam waktu dekat." ujar Naruto menjelaskan tapi amarah Sasuke belum surut hanya kerena penjelasan itu.

"Kalau sudah mau menikah kenapa memeluk mu?!" Sasuke menatap Naruto tajam tapi wanita itu tidak merasa takut sama sekali.

"Kau cemburu?" Sasuke terdiam.

"Kau sudah bertunangan dengan Sakura, Sasuke." ujar Naruto mengingatkan lalu melepaskan tangan Sasuke dari pergelangan tangannya. "Aku ada tugas." Sasuke berdecih tak suka melihat Naruto berjalan pergi meninggalkannya.

Naruto menyapa beberapa dokter relawan. Hari mereka semua akan berangkat ke daerah Araen yang jaraknya lima puluh kilometer dari Suna. Setelah semuanya selesai dan naik kedalam bis mereka semua langsung berangkat termasuk para pengusaha karena besok mereka akan pulang ke Jepang dan meninggalkan karyawan mereka seperti arsitek untuk merancang bangunan-bangunan yang akan dibangun termasuk tempat-tempat yang bisa dijadikan tempat pariwisata seperti pantai contohnya.

Seperti hari kemarin, para tim elit berada didalam bis para pengusaha, mereka duduk dibangku paling depan dan mereka cukup bersyukur karena Utakata membawa gitar kesayangannya karena dengan begitu mereka tidak akan merasa bosan selama perjalan menuju Araen.

Utakata dengan senang hati memaikan gitarnya lalu kelima rekannya bernyanyi ria. Mereka bertepuk tangan seraya bernyanyi dan para pengusaha serta karyawannya cukup terhibur dengan apa yang mereka lakukan saat ini. Setelah menyanyikan lagu Red, Utakata mulai memaikan nada baru yang langsung dikenali oleh semua orang yang ada didalam bis.

Kimigayo wa

Chiyo ni yachiyo ni

Sazare-ishi no

Iwao to narite

Koke no musu made

[Kimigayo – Lagu kebangsaan Jepang]

Mereka semua bernyanyi dengan senang hati bahkan para tentara menaruh tangan kanan mereka didada. Naruto tersenyum saat dia sudah selesai menyanyikan lagu tersebut.

"Sekarang aku yang nyanyi!" seru Naruto heboh sambil merampas gitar Utakata cepat hingga membuat pria berambut coklat itu terdiam tak bergeming. "Biasa saja kali." ujarnya sinis.

"Look how high we can fly." ujar Hinata memberi saran.

"Tentu." Naruto tersenyum dan mulai memaikan gitar.

I lost my self today

All work no time to play

I'm holding on to what i know

Then this discovery

Blindfolded, I could see

I'm catching on by letting go

And now I'm rising up

No coming down

So hang on for the ride

Look how high we can fly

Look how high we can fly

We can see everything

From up here in the sky

We've got the perfect view

Together me and you

Look how high we can fly

[Look how high we can fly – The Princess and The Popstar]

Naruto dan Hinata bernyanyi bergantian dan para rekan mereka diam mendengarkan sambil bertepuk tangan. Sasuke dan Kurama cukup terpesona mendengar suara wanita yang mereka cintai dan suka ternyata memiliki suara yang cukup bagus.

Look how high we can fly

Look how high we can fly

We can see everything

From up here in the sky

We've got the perfect view

Together me and you

Look how high we can fly

Oh yeah...

Naruto semakin semangat memainkan gitar dan Hinata semakin senang menyanyikan lirik lagu bersama Naruto tentunya karena memang lagu itu terdengar begitu semangat dan juga sesuai dengan apa yang mereka rasakan saat ini.

Look how high we can fly

Look how high we can fly

Look how high we can fly

Look how high we can fly

Perjalanan yang memang lama akhirnya sampai juga ketempat tujuan. Jika dilihat dari luar daerah ini terlihat seperti kota mati. Mereka semua disambut dengan baik di Araen apalagi tuan Kazakage yang ternyata telah sampai lebih dulu.

Para dokter langsung dipersilahkan untuk masuk kegedung yang sudah disiapkan untuk memeriksa warga. Sementara itu Naruto mengikuti rombongan pengusaha dan tuan Kazekage dari belakang bersama timnya.

Shikamaru menguap karena mengantuk sedangkan Kimimaro terlihat seperti orang yang hidup segan mati tak mau. Utakata terlihat biasa saja. Obito terlihat malas karena beberapa hari dia cukup kelelahan dan tidak bisa mengabiskan waktu bersama Rin. Naruto terlihat santai meski pikirannya entah kemana saat ini. Hinata? Jangan tanya! Dia sibuk memperhatikan Kurama dari belakang.

Kurama sangat tahu kalau dibelakangnya saat ini ada sepasang amethyst cantik yang terus menatap punggunya dengan kedua mata berbinar penuh dambaan. Sementara itu, Sasuke berjalan biasa saja sambil menghela napas lelah. Dia butuh bicara bersama Naruto sebelum dia pulang ke Jepang besok tapi entah kenapa dia tidak rela jika Naruto terus berada disini.

Sasuke kembali menghela napas untuk sekian kalinya. Baiklah sudah cukup karena nanti dia benar-benar harus bicara dengan Naruto sebelum dia memutuskan akan pulang atau tidak dan sekarang dia harus fokus dengan perkerjaannya.

...

Tak terasa sudah tiga hari para pengusaha dan dokter relawan berada di Suna dan tepatnya hari ini para pengusaha akan pulang ke negara asal mereka kecuali para dokter relawan dan juga para arsitek karena mereka harus berkerja membangun Suna apalagi para perkerja asal Konoha akan segera datang dalam hitungan jam bersama dengan bahan-bahan bangunan.

Sasuke menggeram kesal karena semalam Naruto bertugas jadi dia tidak bisa bicara tapi tidak dengan pagi ini, dia harus benar-benar bicara dengan Naruto.

Sasuke menghabiskan sarapannya dengan cepat lalu menghampiri Naruto yang masih mengobrol seru dengan anggota timnya.

"Cieeeeeeeee...." seru tim ANBU termasuk Hinata yang menyoraki Obito dan Rin yang kabarnya akan segera menikah di Konoha dalam waktu dekat ini.

"Naruto." panggil Sasuke datar. Naruto menoleh dan melihat Sasuke sudah berdiri didepannya. "Ada apa Sasuke?" tanya Naruto santai. Tidak ada embel-embel –kun. Sasuke menghela napas kecewa.

"Aku ingin bicara." jawabnya. Hinata menyeringai melihat Sasuke lalu dia berdiri. "Hei Sasuke-kun~" ujar Hinata manja membuat sepasang sapphire di sebrang sana mendelik tak suka tapi dia abaikan. "Cih!" Kurama memotong dagingnya kesal.

"Hn." sahut Sasuke datar.

"Kau tahuu... Narutooo.. suka sama ad–"

"Aku akan membunuhmu dalam waktu singkat Hinata!" seru Naruto kesal dengan wajah merah padam. Hinata terkekeh pelan lalu kembali duduk dikursinya. "Kau harus bertindak cepat Naruto. Contohlah diriku yang sekali tembak dor! Dapat." Hinata mengedipkan sebelah matanya dan rasanya ingin tertawa keras karena mengingat perkataan Naruto malam kemarin.

[Flashback On]

"Hahahahahahaha... Jangan bilang kau tidak tahu dasar bocah!" ejek Hinata dengan suara keras seraya menjulurkan lidahnya.

Naruto menggeram kesal. "Tentu saja suka baka! Setiap wanita yang sudah menikah pasti menyukai 'junior' suaminya memangnya kenapa?!" bentak Naruto keras.

"Waaaaaaaaaaa..." Hinata terkekeh geli melihat wajah Naruto yang semakin merah padam seperti tomat.

"Sugooooooiii... Naruto suka adiknya Sasuke!"

"Tutup mulutmu Hinata!"

Sementara itu, di ujung lorong Sasuke hanya mendesah pelan mendengar teriakan Hinata dan Naruto yang terdengar sangat vulgar. Awalnya dia ingin bicara dengan Naruto soal hubungan mereka tapi ya sudahlah mungkin besok saja, pikirnya.

Sasuke tertegun sebentar saat mendengar teriakan Hinata yang terakhir sebelum suara tawa Hinata dan teriakan Naruto yang kesal memenuhi lorong.

Naruto suka adiknya? Sasuke menggelengkan kepalanya seraya terkekeh geli. "Ternyata kau wanita nakal ya Naruto. Kau lebih suka adikku dari pada aku ternyata." Sasuke tersenyum kecil lalu beranjak pergi.

[Flashback Off]

"Cih!" Naruto berdiri dari duduknya. "Ayo ikut aku kalau ingin bicara. Dan abaikan apa yang Hinata katakan." Sasuke mengangguk mengerti seraya berusaha untuk menahan tawanya. Menahan tawa itu tidak enak iya kan Sasuke?

Naruto mengajak Sasuke keluar dari kantin. "Bisakah kau mengajak ku ke suatu tempat untuk refresing?" Naruto hanya mengangguk. "Ikut aku." Naruto berjalan menuju mobil jeep lalu menaikinya begitu juga dengan Sasuke yang langsung duduk disampingnya.

"Kita mau kemana?" tanya Sasuke.

"Kesuatu tempat." jawab Naruto seraya menghidupkan mesin mobilnya.

Naruto mengendari mobilnya menjauh dari area barak para tentara menuju ke arah hutan lebat dan mobilnya baru berhenti ditengah-tengah hutan. "Ayo turun." ajak Naruto.

Sasuke melepas sabuk pengamannya dan mengikuti kemana Naruto mengajaknya. Kedua onyxnya terbelalak melihat ada air terjun setinggi sepuluh meter dengan bawahnya ada anak sungai yang membentuk lingkaran.

"Anak sungai dari aliran air terjun ini adalah sungai kecil yang ada dibelakang barak." ujar Naruto menjelaskan lalu duduk di rerumputan hijau sambil melepaskan kedua sepatu botsnya lalu menenggelamkan kedua kakinya kedalam air.

"Rasanya segar." ujar Sasuke yang juga ikut memasukan kakinya kedalam air setelah melepas sneakersnya dan duduk disamping Naruto.

"Apa yang mau kau bicarakan?" tanya Naruto.

"Aku hanya ingin bersamamu." jawab Sasuke. Naruto terdiam sejenak, tentu dia tahu maksud Sasuke.

"Sasuke." Naruto memainkan kakinya sebentar.

"Hn." sahut Sasuke.

"Aku suka dengan diriku yang sekarang." kini Sasuke yang diam mendengarkan. "Aku memiliki orang-orang yang memang bisa ku sebut sahabat." Naruto menghela napas sejenak.

"Mereka juga tahu akan diriku yang tidak dianggap oleh Namikaze, tentu aku yang memberi tahukannya kepada mereka karena mereka mengancam ku kalau tidak jujur maka aku harus mentraktir mereka makan selama tiga tahun, bahkan Hinata mengancam akan memberikan aku suntikan yang menyakitkan." Naruto terkekeh pelan saat mengingat kejadian tiga tahun yang lalu saat Obito bertanya kenapa rambutnya berbeda dengan warna rambut Tsunade dan Jiraya bahkan matanya juga berbeda. Ciri-ciri Naruto mengarah ke keluarga Namikaze. Bahkan wajah Naruto sangat mirip dengan Minato yang membedakannya adalah Naruto perempuan dan Minato laki-laki.

"Mereka menerima aku apa adanya dan bukan apa yang ada. Mereka menganggap aku adalah saudara mereka sendiri. Di saat aku kesulitan mereka selalu ada, mereka tidak berkhianat seperti yang Ino dan yang lain lakukan padaku seperti dulu." Naruto tersenyum lembut.

Sasuke melirik kearah Naruto lewat ekor matanya. "Aku pernah di sandera oleh kelompok Zyn satu tahun yang lalu dan hampir mati." Sasuke menoleh cepat kearah Naruto. "Sandera?" kedua onyx nya terbelalak tidak percaya. Naruto mengangguk sambil tersenyum seolah tidak ada beban lalu kembali bercerita.

[Flasback On]

Suara dua buah helikopter yang terbang terus mengaum dari luar sebuah mansion yang sudah tidak terpakai, beberapa pria berpakaian tentara sambil membawa senjata laras panjang menyerbu mansion dan bersiap menyerang. Beberapa di antara mereka ada yang mengenakan topi berwarna merah yang menunjukan bahwa merekalah pasukan khusus yang dikirim untuk menyelamatkan sandera yang merupakan warga negara Jepang dan warga negara asing yang disekap oleh kelompok Zyn.

Tiga orang pria bertopi merah terus mengarah senjatanya kesegala arah untuk memastikan tidak ada anggota kelompok Zyn yang mengacungkan pistol kearah mereka.

Beberapa pria muncul dari balik pintu dan langsung menghujani para tentara dengan peluru panas. Baku tembak'pun tidak dapat dihindari dan seorang penembak jitu sudah siap diluar. Dia mengarahkan leser merah snipernya menuju sebuah jendela besar yang sedang memperlihatkan anggota Zyn baku hantam dengan tentara. Desingan peluru berhenti setelah anggota Zyn yang menyerang mati ditempat.

Braaakk...

Dengan keras pintu itu ditendang oleh salah satu dari mereka. Beberapa anak-anak terlihat ketakutan saat melihat para tentara menerobos masuk, mereka bersembunyi dengan menyembunyikan wajah.

"Selamatkan mereka dan aku akan berusaha untuk kelantai atas." ujar seorang pria dengan sorot mata yang tajam. Mereka yang diperintahkan mengangguk mengerti dan langsung mengerjakan tugasnya sementara itu pria yang memang menjadi kapten dalam tim ini, bergegas naik kelantai dua dimana tiga warga negara Jepang dan dua warga negara asing disekap beserta salah satu anggota pasukan khusus.

Sementara itu, ditempat penyekapan, seorang gadis berambut kuning pendek sebahu terus menyeringai, tak peduli dengan keadaan tubuhnya yang penuh luka ditambah dengan kedua tangannya yang terikat kebelakang tubuh. Enam orang sandera yang terdiri dari dua laki-laki dan tiga orang wanita tampak ketakutan, mereka duduk saling menempel satu sama lain kecuali gadis itu yang duduk didepan kelima orang itu.

"Kau tidak terlihat takut sama sekali, nona." ujar seorang pria yang duduk dengan santai diatas kursi kayu dengan menyilangkan kedua kaki.

"Didalam hidupku tidak ada kata takut apalagi jika menghadapi orang seperti kalian." timpalnya dengan senang hati. Pria itu terkekeh pelan.

"Kau tidak akan selamat nona manis, jika mereka tidak membawa uang maka tempat ini akan aku ledakan."

"Dan dengan begitu kita semua akan mati dan itu termasuk dirimu. Ck, kenapa kau bodoh sekali, kalau tempat ini meledak bagaimana bisa kau menikmati uang mu hm?" gadis itu semakin menyeringai sedangkan sang pria tampak terdiam dengan gigi bergemelutuk kesal melihat seringai gadis itu yang meremehkannya.

"Kau yang akan mat–"

Braaak...

"Dia datang juga." gumam sang gadis yang masih terlihat santai.

Lima orang pria yang ada didalam ruangan ini langsung menodongkan pistol mereka kearah dua tentara yang berhasil masuk kedalam ruangan.

"Sial! Kenapa mereka bisa masuk!" seru pria yang menjadi ketua di kelompok Zyn yang bertugas melalukan penyekapan. Salah satu anggota kelompok menarik gadis yang sejak tadi melawan kepada mereka dan mendekapnya erat sambil menodongkan senjata kedahi gadis itu.

"Jika kalian berani mendekat wanita ini akan mati." ucapnya.

"Khehehe... Kau pintar." ujar ketua Zyn melihat anak buahnya berhasil menyandra gadis itu.

"Siapkan kami helikopter dengan uang satu miliar maka gadis ini akan kami kembalikan. Aku beri waktu setengah jam untuk kalian menyiapkannya." ketua Zyn kembali berbicara dengan suara menantang.

"Aku matipun tidak akan ada yang menangisiku jadi percuma saja." timpal gadis itu enteng tak peduli delikan tajam dari ketua pasukan khusus yang diarahkan kepadanya dan terlihat mengerikan.

"Kitsune." ketua pasukan khusus mulai bersuara. Gadis yang disandera itu menoleh melihat kearah ketua. "Apa?" sahutnya.

"Jika kau mati aku akan menangis meraung seperti orang gila dan aku tidak akan melakukan hal gila itu seumur hidupku." gadis itu tertawa mendengar lelucon ketua yang menurutnya tidak lucu sama sekali tapi sesekali menggodanya mungkin menyenangkan apalagi kalau bisa melihat pria itu menangis meraung seperti orang gila karena selama ini dia hanya melihat ketuanya itu bertingkah sok cool dengan wajah bodoh.

"Baiklah." gadis yang dipanggil Kitsune itu mengangguk mengerti.

Kelima anggota Zyn termasuk ketua mereka mulai berjalan untuk keluar dari dalam ruangan sambil terus mengarahkan pistol mereka kearah tentara yang juga berjalan mundur untuk menyingkir dari pintu masuk.

Mereka berjalan dengan cepat sambil mendorong gadis berambut kuning pendek untuk berjalan didepan mereka sementara itu salah satu tentara terus mengejar dari belakang sedangkan yang satunya membawa lima sandera dengan berhati-hati.

"Bersiaplah, Rokubi." ujar ketua tim melalui microphone kecil yang terpasang ditelinga kanannya. Seseorang yang dipanggil Rokubi mulai fokus dengan sniper miliknya.

Dua orang tentara bertopi merah berdiri didepan mereka dengan menodongkan senjata api hingga perjalanan mereka terhambat. "Dia akan mati kalau kalian tidak menyingkir." ujarnya ketua Zyn dengan seringainya.

Desingan peluru terdengar dan langsung menembus kepala salah satu anak buahnya, hingga tumbang dan mereka berempat langsung waspada.

"Aku tidak main-main." teriaknya.

Gadis itu menghela napas bosan lalu setelah lama berusaha akhirnya ikatan ditangannya lepas dan sebuah ide muncul dikepalanya. Gadis itu menginjak kaki orang yang mendekapnya dan dengan menggunakan tangannya dia berbalik dan mendekap kepala orang yang mendekapnya tadi, gadis itu mendorong kepala pria itu kebawah dan menghantam kepala pria itu menggunakan lutut kemudian merampas senjata yang digunakan sang pria yang tampak kesakitan karena hidungnya patah.

Ketua Zyn cukup kaget melihatnya dan langsung mengarahkan pistolnya ke kepala Kitsune dan menembaknya tapi Kitsune dengan cepat merunduk dan menembak kaki ketua Zyn sebanyak dua kali.

Rokubi menyeringai dan kembali mengarahkan snipernya dan bersiap untuk menembak.

Ke empat anggota pasukan khusus termasuk Kitsune langsung menyerang anggota Zyn yang hanya bersisa tiga orang termasuk ketua mereka.

Suara desingan peluru terus terdengar dari dalam gedung berkali-kali. Salah satu anggota yang bertugas menjaga lima sandera terus waspada dan meminta mereka untuk tidak bersuara.

Dor!

"Aku menang." ucap Kitsune tepat didepan ketuaZyn yang tampak terengah-engah mengatur napasnya yang putus-putus. "KAU!" teriaknya kesal melihat kedua sapphire Kitsune yang terlihat tidak takut sama sekali.

Seorang tentara langsung berlalu tepat disamping mereka membawa lima sandera keluar dari tempat penyekapan sedangkan Kitsune hanya diam sambil menyeringai. "Kami adalah pasukan terlatih yang tidak akan takut mati. Kami adalah pasukan perdamaian dan bukan prajurit biasa."

"Arrrrgghhh..." pria itu meringis kesakitan saat peluru kembali bersarang dikakinya. Tobi menurunkan senjata apinya lalu menarik pergelangan Kitsune. "Ayo pergi." ujarnya.

"Kapten sebaiknya kita bergegas keluar dari tempat ini karena tempat ini sudah dipenuhi bom." lapor salah satu anggota pasukan khusus.

"Hahahahah... Kalian akan mati bersama denganku." ujar ketua Zyn lalu mengeluarkan sebuah benda pemicu bom.

"Kalian hanya punya waktu enam puluh detik untuk keluar dari sini." ujarnya dan menekan tombal yang ada dipemicu. Lantas ketiganya berlari keluar dari dalam mansion dengan sangat cepat apalagi mereka saat ini ada dilantai dua.

"CEPAT!" seru kapten mereka dan langsung meloncat dari anak tangga menuju lantai satu dan berlari, Kitsune terjatuh karena tersandung balok kayu. Kapten dengan cepat menolong Kitsune dan keluar bersama. Pintu mansion terbuka lebar dengan belasan tentara berdiri didepan pintu menunggu mereka.

"LARI TEMPAT INI AKAN MELADAK!" teriak kapten dang langsung saja semua tentara berlari menjauhi mansion.

Duaaaaaaarrr.....

Mansion itu dengan cepat meledak dan hancur terbakar beserta mayat anggota kelompak Zyn yang masih berada didalam.

Langit malam yang gelap seolah berwarna merah karena nyala api yang menjilat-jilat keatas membakar setiap benda yang bisa dijangkaunya.

Napas Kitsune memburu dengan tubuhnya yang bergetar hebat, di lihatnya tangan kananya yang memengang pistol, pistol itu jatuh dan memperlihatkan telapak tangannnya yang dilumuri darah.

"Yang melakukan penyekapan tadi adalah anak buah Zyn sedangkan ketua kelompok Zyn dan yang lainnya saat ini masih berada diwilayah Rouran." lapor seorang tentara kepada Tobi.

"Aku mengerti." sahut Tobi. Tentara itu memberi hormat lalu berjalan pergi. Tobi melihat kearah Kitsune yang terdiam memandangi kedua tangannya yang berlumuran darah.

Tobi menghela napas lalu menarik kedua tangan Kitsune. "Jangan dilihat terus. Sekarang kita harus kembali dan mengobati luka mu." Kitsune menganggukan kepalanya tanda mengerti.

[Flasback Off]

Sasuke terdiam mendengarkan cerita dari Naruto. Wanita yang duduk disampinya saat ini bukanlah Naruto yang dulu dia kenal tapi Naruto yang baru. Naruto yang tidak akan mati. Naruto yang lebih ceria dan terlihat lebih hidup dibanding yang dulu karena Naruto yang dulu adalah sosok yang kesepian.

Orang yang berteman dengan Naruto selama sekolah dulu hanyalah orang-orang yang melihatnya dirinya dari kalangan konglemerat bukan karena dirinya sendiri dan lihat saja saat Naruto dalam masa terperuk, mereka semua pergi meninggalkan Naruto karena Naruto hanya anak angkat membuat mereka semakin senang mengerjai Naruto apalagi gadis itu tidak menolak atau marah bahkan guru yang memang tidak menyukai dirinya semakin senang memberi gadis itu hukuman hanya karena masalah sepele.

Sasukelah yang menyaksikan semua itu terjadi dan dia hanya bersikap seperti seorang pengecut yang hanya melihat dari kejauhan dan sekarang gadis itu telah tumbuh menjadi wanita yang kuat.

Sasuke menghela napas. Naruto benar-benar telah melupakan masa lalunya termasuk dirinya sendiri. Sasuke tersenyum miris, ingin rasanya dia mentertawakan dirinya sendiri saat ini.

Dia telah mengkhianati Naruto padahal wanita itu hanya memintanya untuk menunggu hingga dia kembali tapi Sasuke telah berkhianat dengan bertunangan dengan Sakura dan sepertinya Naruto membenci orang yang sudah berkhinat padanya seperti orang-orang yang dulu mengaku sahabat baik Naruto.

"Baiklah aku mengerti." Sasuke mengeluarkan kakinya dari dalam air lalu mengeringkannya menggunakan sapu tangannya sendiri lalu membuang sapu tangan itu. Sasuke memakai sepatunya.

Naruto mengeluarkan kakinya dari dalam air lalu melihat Sasuke yang berjalan keluar dari dalam hutan menuju mobil jeep yang berada dipinggir jalan. Naruto melihat sapu tangan berwarna biru dongker yang tadi Sasuke buang.

Naruto mengambilnya dan melihat nama Uchiha Sasuke terukir disana dengan benang berwarna kuning keemasan mirip dengan warna rambutnya. Naruto menyimpan sapu tangan itu lalu memakai sepatunya kemudian mengejar Sasuke.

'Mungkin inilah yang terbaik.' batin Naruto. Ini adalah keputusannya, pergi menjauh dari masa lalu adalah hal yang terbaik untuk saat ini. Keputasan ini memang menyakiti dirinya tapi apa yang harus dia lakukan? Dia rindu ayahnya, ibunya, kakak dan juga adiknya tapi luka yang mereka buat masih menganga lebar didalam hati Naruto dan rasanya sangat sakit. Naruto mencintai Sasuke. Sangat mencintai tapi Mikoto tidak menyukai dirinya dan dia tidak mau Uchiha dan Namikaze berseteru karena dirinya. Cukup sudah. Masa lalunya harus dia lupakan sebelum dia jatuh ke lubang yang sama dan lukanya semakin melebar.

Naruto memejamkan matanya untuk sejenak sebelum dirinya benar-benar kembali ke tempat mobil jeep. Air matanya mengalir lalu dengan cepat dia hapus agar Sasuke tidak bisa melihatnya. Menarik napas lalu menghembuskannya pelan. Naruto berusaha untuk menenangakan dirinya sendiri agar tidak menangis dan berusaha kuat agar tidak ada lagi orang yang menganggapnya lemah.

...

Minato menoleh kebelakang sebelum dirinya benar-benar masuk kedalam pesawat dan meninggalkan Suna. Kedua sapphire mereka bertemu. Sapphire Minato terlihat menyendu memandang Naruto yang berdiri diam ditempatnya bersama timnya.

Minato sudah tidak bisa lagi menahan rasa rindunya kepada Naruto maka dari itu dia berlari kearah putrinya itu dan memeluknya erat. Air matanya mengalir tapi tidak dengan Naruto yang terdiam dengan apa yang Minato lakukan saat ini.

"Aku memang tidak pantas disebut ayah tapi aku mohon maafkan aku Naruto." Minato menaruh kepalanya dibahu Naruto dan memejamkan kedua matanya.

Naruto terdiam dengan pandangan dingin seperti es, dia tidak bergerak sama sekali. Sasuke hanya diam saja ditempatnya memandang keduanya dari tangga pesawat lalu berjalan masuk bersama ayahnya yang telah lebih dulu masuk.

Sementara itu Hinata masih bermanja-manja dengan Kurama yang hanya diam saja melihat ayah dan adiknya. Hinata menghela napas lalu bergelayut manja dilengan Kurama.

"Dia wanita yang kuat tapi berhati lemah. Dia menutupi kelemahannya dengan sangat baik." ujar Hinata. Kurama hanya diam tapi telinganya mendengarkan apa yang Hinata katakan.

"Dia merindukan kalian semua tapi luka yang kalian buat untuknya sudah terlalu dalam." Hinata tersenyum getir.

"Tapi aku yakin, dia akan memaafkan kalian suatu hari nanti meskipun bukan sekarang."

"Hinata." panggil Kurama.

"Hm?" sahut Hinata sambil mendongakan kepalanya untuk melihat wajah Kurama yang menunduk. Ugh astaga dia benar-benar tinggi padahal aku ingin menciumnya, sial kenapa aku terlihat pendek! batin Hinata kesal.

"Tolong jaga adikku." Hinata mengangguk mengerti. "Dan jaga dirimu baik-baik hingga aku berhasil mendapat restu dari ayahmu." kedua pipi Hinata merona bahkan niatnya tadi yang ingin mencium pipi Kurama tidak jadi dia lakukan, dia terlalu syok dengan apa yang dia dengar barusan.

Kurama melepaskan pelukan tangan Hinata dilengannya saat ayahnya sudah melepaskan adiknya dan berjalan mendekati anak tangga pesawat.

"Tunggu aku." ujar Kurama sambil menundukan dirinya untuk melihat pipi Hinata yang merona hebat.

Cup!

Wajah Hinata langsung merah padam saat bibir seksi Kurama mencium dahinya selama lima detik. Pria itu kembali menegakan dirinya lalu berjalan pergi dengan senyuman puas. Puas membuat Hinata yang terdiam seperti patung es dengan wajah merah. Wanita itu benar-benar menarik perhatiannya.

"Sial! Padahal aku lah yang seharusnya membuat wajah merah! Dan kenapa arrrrrrghh..." seru Hinata kesal saat pesawat yang membawa pengusaha asal Konoha itu mulai mengudara.

Sementara itu, Sasuke hanya diam saja duduk disamping jendela, tak peduli dengan sepasang sapphire yang melihat kearah dirinya dengan pandangan terluka lalu kedua sapphire itu melihat kearah Kurama yang sibuk melihat kearah Hinata sambil tersenyum kecil lalu melihat Minato dengan sedikit susah payah karena pria itu duduk disamping Kurama.

Pesawat mulai terbang dan meninggi meninggalkan Suna. Naruto menangis dengan napas yang memburu. Dia mulai melangkahkan kakinya mengejar pesawat itu.

"A-a-aku sa-sayang kalian." gumam Naruto disela tangisnya sambil terus berlari dan Hinata mengejarnya dari belakang.

Sasuke masih terus diam sambil memandangi padang pasir dibawahnya lalu bergantikan dengan kapas-kapas berwarna putih yang bergelantungan di atas langit.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Fugaku yang sejak tadi memperhatikan ekspresi Sasuke yang sangat dingin.

"Aku baik." jawab Sasuke lalu memakai headset ditelinganya untuk mendengarkan lagu kemudian menyenderkan tubuhnya ke kursi senyaman mungkin.

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

18.7K 1.2K 11
" Tou - chan tidak pernah peduli pada kami ! " uzumaki boruto . . . " Gomen ne boruto " uzumaki naruto . . . bagaimana cara Boruto dan Naruto menyele...
154K 15.4K 39
" Pada akhirnya akan selalu ada hal baik yang menerpa kita setiap harinya, biarlah takdir yang mengubah dan biarkan waktu yang menentukan , jangan ka...
9.1K 1K 34
ada apa dengan semua ini... ? Akhh aku sudah lelah dengan semua ini. Bercak darah dimana mana,makhluk aneh bertebaran disekitar ku.. bukan, "kami" 💝...
7.6K 887 39
Gimana jadinya kalo keluarga Abah Sihyuk dan 7 buntutnya yang minus akhlak tetanggaan sama keluarga Babeh Jinyoung yang punya 8 bocah prik?