My Brother

By HanUCBaby

82.3K 7.3K 1.9K

Kyuhyun merasa dibuang. Namun dia mencoba bertahan karena Heechul menjanjikan sesuatu yang hanya akan bisa di... More

CH.1
CH.2
CH.3
CH.4
CH.6A
CH.6B
CH.7
CH.8 : Penggalan Masa Lalu
Ch.9
CH.10
CH.11
CH.12
CH.13
CH.14
CH.15
CH. 16
CH. 17

CH.5

7.5K 463 240
By HanUCBaby

Kyuhyun sedang sibuk mengemas buku dan alat tulisnya saat Ryeowook datang menepuk bahunya dan menunjuk ke arah pintu menggunakan dagu.

"Pacarmu sudah datang Kyu!" ujar sahabatnya itu dengan wajah jenaka yang membuat Kyuhyun kesal.

"Dia hyungku!!!" sungut Kyuhyun keras, membuat Ryewook terbahak puas.

Sejak tahu Kyuhyun dan Kibum berbaikan, Ryeowook atau pun Jonghyun jadi hobi menggoda Kyuhyun. Bukan tanpa sebab sebenarnya. Tapi karena tingkah Kyuhyun sendiri, yang selalu menempel pada Kibum. Bisa dibilang, keduanya berpisah saat jam pelajaran saja. Selebihnya, mau itu sebelum bel masuk berbunyi atau pun jam istirahat, kakak beradik itu betah berdua-duaan. Jadi jangan salahkan mereka kalau sampai menjuluki Kyuhyun pacar Kibum dan juga sebaliknya.

Ya, hanya sekedar untuk mengusili Kyuhyun saja sebenarnya.

"Sudah selesai?" Kibum sudah berdiri di hadapan mereka setelah memastikan kelas Kyuhyun benar-benar sepi, hanya menyisakan adiknya itu dan juga Ryeowook. Matanya menatap alat tulis Kyuhyun yang masih separuh berantakan. Dan tanpa menunggu jawaban Kyuhyun, lekas dibantunya adiknya itu merapikan barang-barangnya. Karena Kyuhyun sepertinya lebih sibuk mendelik pada Ryeowook saat ini.

"Kyunnie, kau tidak ingin pulang?" suara Kibum kembali terdengar. Dengan sabar memperlihatkan senyum lembut dan juga tatapan sayang bagi adiknya yang kini merengut dengan tatapan tak suka.

"Hyung! Mulai besok aku akan berangkat dan pulang sekolah sendiri!" Ryeowook lekas tertawa mendengar hal itu, berbeda dengan Kibum yang terdiam dengan wajah datar, dengan ekspresi itu Kibum jadi terlihat menyebalkan di mata Kyuhyun.

"Tidak. Sungmin hyung mewajibkanku untuk selalu mengawasimu. Aku tidak mau kau sakit lagi. Lagi pula, memangnya kenapa? Kita satu tujuan Kyuhyun."

"Mereka meledekku! Kau dibilang pacarku!!!"

Ryeowook pikir, Kibum akan terkejut mendengar kalimat itu keluar dari mulut Kyuhyun. Namun, kakak sahabatnya itu hanya menghela nafas pelan sebelum mengambil tas Kyuhyun dan menentengnya keluar kelas.

"Ayo pulang."

Hanya begitu, tidak ada kalimat lainnya. Ryeowook mengulum senyum melihat betapa ahlinya Kibum mengendalikan diri. Berbeda sekali dengan Kyuhyun yang meledak-ledak.

"Ish!!!" gerutuan Kyuhyun membuat Ryeowook gemas. Seandainya Jonghyun ada disini, bisa dipastikan kalau sahabatnya itu akan menarik habis pipi Kyuhyun yang kini sudah berisi lagi. Sayangnya, hari ini teman mereka itu pulang lebih dulu karena ada urusan keluarga.

"Hei, ayo pulang. Kelas sudah sepi Kyu, aku mulai takut!" Ryeowook bergidik ngeri menatapi sudut kelas. Mengabaikan Kyuhyun yang tampaknya masih merajuk, Ryeowook mengapit satu lengan temannya itu dan menariknya keluar kelas. Menyusul Kibum yang sudah berjalan sekitar tiga meter di depan mereka.

"Hei, kau marah?" Ryeowook bertanya pelan dan lantas menggelengkan kepalanya saat Kyuhyun mendelik dengan tatapan tajam ke arahnya.

Ok, baiklah. Kyuhyun jelas masih marah atau lebih tepatnya masih merajuk. Tapi, entah kenapa Ryeowook justru mengembangkan senyum dan hal itu membuat mata bulat Kyuhyun menghakiminya habis-habisan.

"Apa-apaan senyummu itu!!!"

Kim Ryeowook meringis saat Kyuhyun menghentak kuat lengannya hingga pelukannya pada lengan sahabatnya itu terlepas. Kyuhyun berjalan cepat, menyambar tasnya yang ditenteng Kibum dan melangkah lebar-lebar meninggalkan mereka. Kibum yang sempat terkejut hanya bisa menatap adiknya itu dalam diam. Membiarkan Kyuhyun berjalan lebih dahulu tanpa berniat mengejar.

"Hyung, dia jadi sensitif sekali sekarang. Apa terjadi sesuatu? Kalian sudah benar-benar berbaikan bukan?" Ryeowook lekas berkomentar setelah menyamakan langkahnya dengan Kibum. Dia lagi-lagi mendapati Kibum menghela nafas terlebih dahulu sebelum menatapnya.

"Jangan khawatir, hyung akan mencoba bicara dengannya. Dia sudah seperti itu sejak di rumah sakit." Ryeowook mengangguk pelan, tidak ingin banyak berkomentar karena wajah Kibum yang terlihat lelah. Dia dan Kibum kembali diam. Hanya berjalan berdampingan di koridor sambil mengawasi Kyuhyun yang sudah berjalan cukup jauh di depan mereka.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Maaf Kyu, mungkin besok? Hyung akan coba bicara lagi dengannya, bersabarlah..."

Kyuhyun menggulung tubuhnya ke dalam selimut. Menyisakan kepalanya saja yang menelungkup menghadap pintu kamar. Kata-kata Sungmin kembali berputar di kepalanya. Dan Kyuhyun sungguh jenuh karena lagi-lagi mendapat jawaban seperti itu tiap kali dia bertanya tentang Heechul, kakaknya.

Kyuhyun pikir, Heechul akan mendatanginya saat di rumah sakit waktu itu. Dia masih ingat kalau Heechul bilang akan datang ke kamar rawatnya setelah operasinya selesai. Yah, walaupun Heechul tidak mengatakan hal itu padanya melainkan pada Donghae, tapi Kyuhyun jelas mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Park Heechul, saudaranya.

Namun, nyatanya...sosok itu tidak juga muncul. Tidak kunjung terlihat walau dia sudah mencuri-curi kesempatan untuk mencarinya. Heechul seolah sengaja menghilang. Sengaja menghindarinya. Tapi, kenapa?

Dia sungguh tidak mengerti. Apakah perasaan Heechul tidak sama seperti dirinya? Apa Heechul tidak ingin melihatnya? Bukankah mereka saudara? Apa Heechul tidak seantusias dirinya? Atau, apa mungkin Heechul sudah menganggapnya beban bahkan sebelum mereka bertemu dan saling bicara? Mungkin saja, karena Heechul nyatanya bukanlah orang biasa-biasa saja seperti dirinya. Dirinya yang seperti ini mungkin hanya akan menyulitkan Heechul nanti.

Kyuhyun sudah mencaritahu, nama kakaknya itu terkenal sekali di internet. Iya, terkenal sebagai seorang pewaris tunggal rumah sakit swasta terbesar di Korea. Kyuhyun jelas merasa lega, hatinya tenang saat mengetahui kakaknya itu hidup dalam keluarga yang hebat seperti itu. Bahkan kakaknya sudah menyandang gelar di usia muda dan masih terus aktif meniti karir. Dia tidak berani membayangkan jika kakaknya harus hidup susah dan bekerja mati-matian agar bisa makan. Anggap saja Kyuhyun berlebihan kerena berpikir begitu, dia sudah teracuni pikiran penuh drama sahabatnya Kim Ryeowook.

Wajah pucat Kyuhyun akhir-akhir ini tampak lebih pucat dari biasanya. Anak itu pun sadar akan keadaan tubuhnya yang mudah terasa lemas dan lelah sekarang. Tapi Kyuhyun pikir itu karena pikirannya yang kacau. Dia sungguh tidak bisa fokus. Pikirannya selalu melayang begitu saja pada sosok Heechul tiap kali dia ada waktu untuk merenung. Dan sekedar informasi, Kyuhyun bisa merenung kapan saja. Yang mana artinya, dia pun bisa memikirkan Heechul kapan saja dan dimana saja.

Kyuhyun berguling, membuat selimut yang menggulungnya terbuka. Anak itu duduk di atas tempat tidurnya dan melirik jam di atas nakas. Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore dan itu artinya Kibum sudah satu jam lebih berada di luar rumah. Iya, Kyuhyun sendirian. Kibum harus mengerjakan tugas bersama teman-temannya. Kakak nya itu sudah pergi sejak mereka pulang sekolah tadi, tentunya setelah memastikan Kyuhyun makan siang dan memperingati Kyuhyun agar tidak keluyuran tanpa memberitahunya.

Ngomong-ngomong tentang teman Kibum, Kyuhyun jadi ingat Yunho. Karena itu, dengan tergesa anak itu turun dari tempat tidurnya dan berlari keluar kamar. Hanya untuk bergegas menuju kamar Kibum yang untungnya tidak di kunci sama sekali.

Kamar Kibum sebesar kamarnya, tentu saja. Bedanya hanya warna cat dan perkakasnya. Kibum jauh lebih sederhana. Kakaknya itu hanya mengisi kamarnya dengan barang-barang seperlunya saja. Tempat tidur, nakas, meja belajar, lemari dan satu rak buku mini. Berbeda dengan Kyuhyun, dia punya TV dan berbagai peralatan game yang terkadang dibiarkannya berantakan. Percuma di bereskan, toh bakalan disentuhnya lagi. Kyuhyun juga punya lemari kecil yang menempel di dinding, berisi obat-obatan dan inhaler khususnya. Yang jelas, kamarnya jadi tidak terlihat selapang dan sebersih kamar Kibum.

"Huh? Dimana ya?" Kyuhyun berdiri di depan pintu kamar Kibum dengan kepala menengadah, menatap jauh pada satu fokus dengan leher yang berusaha dipanjangkan.

Menyerah, dia kemudian berdiri tegak. Mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari, memasang pose berfikir yang terlihat sok dewasa sekali. Dia meneliti kamar Kibum baik-baik. Setahun tidak pernah berkunjung ke kamar kakaknya, Kyuhyun sadar kalau Kibum sudah menata ulang letak barang-barang disana. Karena itu, buku bersampul merah yang biasanya dulu bisa langsung Kyuhyun lihat di atas rak buku Kibum yang tinggi, kini tidak ditemukannya lagi disana.

Kyuhyun ingat, Kibum punya catatan khusus miliknya sendiri yang berisi riwayat singkat teman-temannya-bahkan teman Kyuhyun juga-. Kibum memiliki kebiasaan itu sejak sekolah dasar. Buku bersampul merah itu berisi nama, alamat dan juga nomor telepon. Terkadang, Kibum juga menambahkan informasi-informasi umum lainnya. Seperti tanggal lahir, kota asal dan bahkan juga nama orangtua teman-temannya itu. Singkatnya, buku itu sejenis diari versi seorang Cho Kibum.

Dan sekarang Kyuhyun butuh buku itu untuk mencaritahu nomer telepon Yunho beserta alamatnya. Kalau bisa, dia ingin menemui Changmin. Karena ternyata apa yang dikatakan Jonghyun tentang Changmin yang berhenti sekolah dan akan melanjutkan keluar negeri itu tampaknya benar. Buktinya, Changmin tidak pernah masuk sekolah lagi. Kyuhyun merasa dia perlu berterimakasih atau mengucapkan salam perpisahan pada teman 'baru'nya itu.

"Ck, apa aku minta langsung pada Kibum hyung saja? Tidak. Kibum hyung bisa curiga. Di sekolah, aku juga tidak bisa menemui Yunho hyung karena Kibum hyung selalu di dekatku. Jika pun tidak bersamaku, sudah pasti Kibum hyung bersama Yunho hyung. Mereka kan sahabat!" bahu Kyuhyun lalu turun dengan lesu.

Dia sadar kalau menemui Yunho dan bicara dengannya bukanlah perkara mudah. Yunho itu teman Kibum dan selalu berada di sekitar Kibum. Jika pun Yunho tidak disekitar Kibum, disaat itulah Kibum justru disekitar Kyuhyun. Jadi, sama saja. Tidak ada celah baginya untuk bicara dengan Yunho tanpa membuat Kibum curiga. Bertanya pada teman-teman Kibum yang lain juga bukan ide bagus. Bagaimana jika mereka usil dan mengadu pada Kibum seperti ini...

'Hei Kibum, tadi adikmu menanyakan nomor telepon Yunho padaku. Kenapa tidak meminta padamu saja?'

Nah, bukannya jadi jauh lebih mencurigakan?

Kyuhyun menghela nafas keras dan kembali menatapi sekeliling kamar Kibum. Tangannya perlahan mengepal, menyemangati dirinya sendiri.

"Cari sekarang atau tidak sama sekali!"

Terserah.

Kyuhyu tahu Kibum pasti merasa heran mendapati kamarnya 'sedikit' berubah nanti. Kakaknya itu pasti langsung sadar kalau Kyuhyun masuk ke kamarnya walaupun Kyuhyun sudah merapikan kamar itu lagi. Entah bagaimana kakaknya itu bisa tahu, Kibum itu memang terlampau peka. Se-inchi saja letak barangnya berubah, Kibum bisa langsung tahu.

Yang perlu Kyuhyun pikirkan sekarang adalah alasan yang tepat untuk dikatakannya saat Kibum bertanya nanti. Iya, begitu saja. Dia bisa memikirkannya sambil mencari buku itu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Kibum pulang saat matahari baru saja terbenam. Menyisakan warna orange kemerahan diujung langit. Anak itu mengernyit mendapati keadaan rumah yang sepi. Biasanya suara ribut Kyuhyun yang bermain game atau rengekan adiknya yang mengaku lapar sudah menyambutnya begitu dia masuk. Tapi, hingga ke ruang tamu...justru keadaan rumah yang mulai gelap karena lampu yang belum dinyalakan justru menyambutnya pertama kali.

"Kyuhyun?" Kibum mencoba memanggil dengan suara agak keras. Sembari melepas jaket dan menaruh tasnya di sofa, dia bergegas menekan saklar lampu hingga pandangannya menjadi lebih terang.

"Kyunnie? Kau tidur?" Kibum berjalan menuju kamar Kyuhyun, lagi-lagi terheran mendapati lampu kamar adiknya tidak menyala. Tiba-tiba Kibum merasa panik, tergesa dia membuka pintu kamar Kyuhyun dan segera menekan saklar.

"Kyu?" mata Kibum melebar mendapati kamar itu kosong. Tanpa pikir panjang dia bergegas keluar, mengambil ponsel di saku jaketnya tadi dan segera menghubungi ponsel Kyuhyun.

Alunan lagu ballad yang sering dinyanyikan Kyuhyun samar-samar terdengar olehnya dan kenyataan itu jelas semakin membuat Kibum panik. Dia kembali ke kamar Kyuhyun dan mendapati ponsel adiknya tergeletak di atas meja belajar sang adik.

Kibum bergegas keluar lagi, kali ini dia bahkan sudah berkeringat karena khawatir. Dia mendial nomor Sungmin dan menjepit ponsel diantara bahu dan sisi kepalanya, mengenakan jaketnya kembali sambil berjalan ke kamarnya untuk mengambil kunci mobil peninggalan sang ayah. Dia harus mencari Kyuhyun.

"Yeoboseo? Hyung!!! Apa Kyuhyun menemuimu? Aku baru pulang dan Kyunnnie ti--"

Kibum terdiam begitu membuka pintu kamarnya. Dahinya berkerut-kerut dan mulutnya lekas mengatup.

"Lupakan hyung, nanti aku hubungi lagi."

Kibum mengabaikan seruan protes Sungmin diseberang sana. Dia segera memutuskan sambungan telepon mereka dan lekas menekan saklar.

"Haaah..." Kibum bersandar dengan lemas pada dinding dibelakangnya. Dia terlalu lega mendapati sosok yang sedari tadi dikhawatirkannya itu justru ada disini. Berbaring menyamping di tempat tidurnya dengan keadaan kamar yang berantakan. Tangan Kyuhyun terkulai di sisi tempat tidur Kibum. Bergerak sedikit saja, Kibum bisa pastikan adiknya itu akan terjatuh. Karena itu dia segera tersadar, meletakkan ponselnya di nakas lalu mendekati Kyuhyun.

"Kyunnie?" Kibum bergumam. Menepuk pipi Kyuhyun pelan namun adiknya tidak bergeming. Kibum menghela nafas lalu tersenyum lembut, diraihnya lengan Kyuhyun yang terkulai dan diangkatnya tubuh itu perlahan. Memindahkan posisi Kyuhyun lebih ke tengah agar aman.

"Apa yang kau lakukan disini hm?" Kibum berujar bingung lalu duduk di sisi ranjangnya setelah menyelimuti Kyuhyun.

Dia memperhatikan sekeliling, meneliti kamarnya yang cukup berantakan. Buku-buku yang seharusnya ada di rak, hampir sebagian sudah berpindah ke lantai. Laci-laci nakasnya ada yang dilepas dan juga dibiarkan tergeletak di lantai sementara isinya berhamburan. Satu daun pintu lemarinya terbuka, sepertinya lupa dikunci kembali. Dan kursi belajarnya berpindah tempat di depan lemarinya. Sepertinya sang adik menggunakan itu untuk menambah tinggi badannya agar bisa mencapai bagian atas lemari.

Kibum kembali memusatkan perhatiannya pada Kyuhyun. Dia mengulurkan tangan mengusap pipi adiknya. Dahinya berkerut, merasa kalau warna kulit Kyuhyun jadi jauh lebih pucat dari yang biasanya. Bibir adiknya juga turut tampak pucat dan nafas Kyuhyun terdengar berat. Tangannya menggenggam jemari Kyuhyun dan dia merasa telapak tangan itu dingin. Dia baru sadar kalau Kyuhyun berkeringat.

DEG

Mata Kibum melebar begitu menyadari sesuatu.

Bisa saja Kyuhyun tidak sedang tidurkan?

Mungkin adiknya itu sedang....pingsan?

"Kyu? Kyunhyun-ah? Kyunnie?"

Panik.

Kibum menepuk-nepuk pipi Kyuhyun dan mengguncang tubuh adiknya. Tangannya mulai gemetar saat Kyuhyun tidak bergeming sedikitpun. Mata Kibum memanas, dia kembali mencoba membangunkan Kyuhyun dengan menepuk-nepuk pipinya lebih keras.

"Kyu? Kyunnie bangun!!! Kyu??? Kyuhyun!!! Kyuhyun!!!"

Masih belum.

Kyuhyun bahkan tidak bergerak barang sejari pun.

"Kyu!!! Bangun!!! Hyung mohon!!! Kyuhyun!!! Kyuhyun! Jebal!!! BANGUN CHO KYUHYUN!!!"

"Haaahhh"

Tarikan nafas terkesiap terdengar. Mata Kyuhyun terbuka lebar-lebar dan dada adiknya naik turun dengan cepat. Kibum yang melihat adiknya bangun lantas terduduk lemas dengan perasaan lega luar biasa. Anak itu cepat meraih telapak tangan Kyuhyun dan menggenggamnya di depan dada.

"Kau kenapa? Kyunnie...kau..kau..kenapa seperti itu? Hyung takut sekali..."

Kyuhyun mengerjap pelan. Masih tampak linglung dan dia pun terlihat berusaha menarik nafas dengan bantuan mulutnya. Rasa sakit yang tajam terasa membebani dadanya tiap dia menarik nafas terlalu dalam. Lalu,tangannya yang digenggam Kibum tiba-tiba terasa hangat, membuat Kyuhyun tertarik untuk melirik Kibum yang ada di sampingnya.

"Hh..hyuu..ng?" Kyuhyun bingung mendapati Kibum yang tidak bergeming. Kakaknya itu semakin erat meremas tangannya, memeluk genggaman tangan mereka didepan dada dengan kepala yang menunduk dalam-dalam. Sementara rasa hangat itu kembali dirasakan Kyuhyun. Dia yakin, rasa hangat itu berasal dari air mata Kibum.

"..hyung..kau...mena..ngis?" Kyuhyun berujar hati-hati. Nafasnya sudah berangsur normal walau dia masih menarik nafas sesekali lewat mulutnya. Kakaknya itu masih diam sambil menunduk dan rasanya Kyuhyun mulai pegal karena tangannya semakin diremat erat.

'Apa aku membuat Kibum hyung khawatir?'

Kyuhyun menggigit bibirnya pelan, mencoba menarik tangannya yang digenggam Kibum dan dia merengut saat Kibum tidak membiarkannya memisahkan genggaman tangan mereka.

"Hyung, tanganku sakit..." rajuk Kyuhyun pelan.

Ajaib.

Kibum lekas melepas genggaman tangannya yang terlampau erat itu dan beralih mengusapi punggung tangan Kyuhyun dengan lembut. Kyuhyun melongo karena tingkah Kibum barusan. Namun detik berikutnya anak itu sudah mengulum senyum.

"Hyung kenapa? Aku hanya tidur, kenapa hyung secemas itu?"

DEG

Kyuhyun menahan nafas begitu Kibum mengangkat kepalanya dan menatapnya lekat-lekat. Mata merah kakaknya menatapnya tajam. Sangat tajam, hingga Kyuhyun merasa gugup.

"Jangan berbohong padaku! Aku tidak bodoh! Aku bisa membedakan orang tidur dan orang yang sekarat!" nada datar Kibum sangat kontras dengan suara beratnya yang serak. Kyuhyun jadi merasa bersalah. Dia sudah membuat Kibum begitu khawatir.

"Ma..maaf..." Kyuhyun bergumam pelan. Memalingkan wajahnya dari Kibum namun tidak sampai sedetik, tubuhnya sudah ditarik duduk dan Kyuhyun tidak bisa menahan matanya yang memanas saat tubuhnya tenggelam dalam pelukan Kibum.

"Jangan seperti itu lagi! Tolong...jangan begitu lagi, Kyunnie!"

Kyuhyun hanya mengangguk kecil menanggapi gumaman Kibum di sisi telinganya. Dia balas melingkarkan tangannya ke pinggang Kibum dan menyandarkan kepalanya yang sejujurnya masih terasa pusing pada bahu kakaknya. Membiarkan pelan-pelan, kagelapan kembali menelan kesadarannya begitu saja.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Heechul tidak jadi berbelok ketika dilihatnya Sungmin berjalan tergesa dengan ponsel di telinga. Dia menarik diri, merapat ke tembok dan menunggu Sungmin lewat tanpa membiarkan namja itu menyadari keberadaannya.

"...jangan panik Kibum! Pastikan kau meninggikan bantal tidurnya! Kyuhyun akan baik-baik saja! Aku segera kesana! Kibum!!! ASTAGA! AKU BILANG AKU SEGERA KESANA!!! JANGAN PANIK!"

Mata Heechul melebar, terkejut mendengar seruan Sungmin barusan. Dia mendengar semua itu dengan sangat jelas.

'Kenapa? Dia kenapa?'

Heechul menatap punggung Sungmin dengan cemas. Tangannya mengepal erat disisi tubuhnya. Tanpa sadar kakinya melangkah pelan mengikuti Sungmin dan entah mengapa semakin lama langkah pelan itu justru berubah menjadi langkah lebar, nyaris seperti berlari. Terlihat seperti dia sedang mengejar Sungmin. Tangannya sudah terulur,hendak meraih bahu Dokter muda itu sebelum.....

"Oh, Heenim?"

Satu panggilan dengan suara berat itu menggagalkannya.

Heechul terkesiap seketika. Mendadak menghentikan langkahnya dan mendapati Sungmin di depannya juga berhenti lalu sempat meliriknya ke belakang dengan tatapan terkejut. Namun Sungmin hanya membungkuk sebentar ke arahnya dan juga ke arah seseorang yang memanggilnya 'Heenim' tadi sebelum kembali melanjutkan langkah terburu-burunya.

Meninggalkan Heechul yang membeku, menatap punggung Sungmin hingga dokter itu menghilang di ujung belokan koridor.

"Heenim?" tepukan dibahunya membuat Heechul berjengit. Dengan gerakan cepat dia berbalik, menatap sosok yang memanggilnya itu sambil tersenyum.

"Ya Dad?" ujar Heechul pelan. Tak sadar kalau suaranya justru terdengar serak.

"Kau baik-baik saja?" Ayahnya, Park Cheol bertanya khawatir. Wajah Heechul yang tampak agak pucat itu sungguh mengganggunya.

"Ya,tentu. Aku baik-baik saja." Cheol tersenyum tipis. Lengannya lekas merangkul bahu Heechul dan menggiring putranya itu berjalan bersamanya.

"Heenim? Aku akan selalu mendukung apapun yang kau lakukan selama itu hal baik. Kau tahu itu kan?" Heechul sempat bingung saat ayahnya tiba-tiba berujar demikian namun dia mengangguk saja. Tanpa disadarinya, kepalanya menoleh begitu saja ke belakang. Menatap hingga ke ujung koridor, yang mana jika disusurinya tentu akan membawanya ke pintu keluar rumah sakit.

Park Cheol jelas tidak melewatkan hal itu. Dia memperhatikan tingkah Heechul dalam diam. Matanya meneliti raut kalut di wajah putranya dan menghela nafas pelan sembari meremas pelan bahu Heechul. Membuat putranya kembali menatapnya dan lagi-lagi memperlihatkan senyum yang justru tampak seperti ringisan sedih di matanya.

"Ayo makan malam. Aku juga menyarankanmu suntik vitamin. Son, kau terlihat pucat." Heechul sudah akan memprotes perintah itu, tapi deheman singkat sang ayah lekas memperingatinya untuk tidak membantah.

"Baiklah."

Park Cheol tersenyum tipis sekali lagi. Dia semakin mengeratkan rangkulannya hingga membuat Heechul menyandar pada bahunya. Heechul tidak menolak, bahkan kalau bisa...Heechul ingin ayahnya itu menggendongnya saja di punggung. Karena rasanya dia lelah sekali belakangan ini, lelah hati dan pikiran. Belum lagi pekerjaannya seolah tidak ada habisnya. Tapi Heechul masih cukup waras untuk tidak bertingkah manja lagi, Heechul sadar umur. Walaupun dia yakin ayahnya tidak akan menolak jika dia benar-benar minta digendong.

Tolong jangan katakan dia anak yang kurang ajar karena minta digendong oleh ayahnya yang sudah tidak lagi muda itu. Park Cheol mungkin tidak muda, tapi...seperti Ibunya yang masih pantas-pantas saja dikira sebagai pacarnya, ayahnya pun masih pantas dikira sebagai kakaknya. Bahkan tubuh padat penuh otot sang ayah jelas mengalahkan tubuh standar miliknya. Dia tidak serajin sang ayah dalam hal olahraga.

"Hei son, tumben sekali? Biasanya kau menolak aku rangkul seperti ini di tempat umum?"

Heechul nyaris mengupat. Seharusnya ayahnya tidak mengatakan kalimat itu. Seharusnya ayahnya diam saja dan pura-pura tidak sadar sehingga dia pun masih bisa bermanja lebih lama. Kapan lagi dia bisa bertingkah seperti itu? Padahal koridor yang sepi juga sudah mendukung tingkah out of character nya barusan.

"Dad!"

Jangan salah, meski dia terkenal sebagai pribadi yang dingin dan emosional. Park Heechul hanya seorang putra yang manja jika dihadapkan pada kedua orangtua angkatnya ini. Karena itu, desisan bernada merajuk itu disambut ayahnya dengan tawa geli.

"Sorrry, Son. Nah, nah, kemarilah!" Heechul mendengus ke arah ayahnya yang kembali menariknya dan kali ini tangan ayahnya ikut mengarahkan kepala Heechul untuk bersandar pada bahunya. Park Cheol terkekeh pelan melihat putranya menolak dan cepat-cepat melangkah meninggalkannya. Setidaknya dia lega, Heechul tidak lagi terlihat murung.

"Heenim, makan malam!" peringat Cheol cepat saat putranya itu tidak berbelok menuju kantin rumah sakit.

"I know Dad!" sahut Heechul jengkel. Profesor muda itu kemudian berbalik menuju ayahnya yang menunggu di belokan koridor dan dia tidak lagi menolak saat Park Cheol merangkulnya, kali ini dengan cara yang lebih dewasa. Park Cheol tentu tidak akan menjatuhkan wibawa putranya di depan staff rumah sakit yang lain. Tingkah kekanakan Heechul, cukup dia dan istrinya yang tahu.

Iya, cukup dia dan istrinya saja yang tahu segala tentang Park Heechul.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Kau tidak tidur?"

Sungmin bertanya pelan, mengangsurkan secangkir teh hangat pada Kibum yang duduk di sofa ruang tamu. Dokter itu tersenyum kecil saat Kibum menatapnya dengan pandangan bertanya.

"Untukmu, agar lebih tenang."

Tanpa menanggapi, Kibum menerima secangkir teh itu dalam diam. Sungmin mendudukkan diri di sisi Kibum. Memberi jarak sekitar setengah meter dari adik sepupunya yang masih tampak kalut itu. Dia diam-diam memperhatikan Kibum dari samping. Mata Kibum tampak redup, sayu dan lelah. Kedua telapak tangannya melingkari cangkir hangat itu tanpa berniat menyesap isinya. Dan sedari tadi, Kibum hanya sibuk menatapi jemari kakinya.

"Kau baik-baik saja?"

"Tidak"

Singkat dan jelas. Namun Sungmin takjub karena Kibum jujur kali ini.

"Kyuhyun tidak apa-apa Kibum. Dia hanya kelelahan dan stress ringan. Setelah cairan infusnya habis, dia akan lebih baik. Hyung juga menginap malam ini, jadi kau tidak perlu khawatir."

"Ya, aku mengerti."

Tanggapan Kibum membuat Sungmin mengerjap bingung. Dia menatap Kibum lama dan dahinya mengernyit heran saat mendapati Kibun menghela nafas beberapa kali.

"Hei, ada apa? Kau ada masalah?"

"Ya, maksudku...bukan aku yang ada masalah tapi, sepertinya Kyunnie yang ada masalah dan apa pun masalahnya itu jelas jadi masalah untukku karena dia sampai jatuh sakit seperti ini. Aku tidak sekuat saat Ayah dan Ibu masih ada, hyung! Melihatnya kesakitan seperti itu membuatku panik dan takut .Kau tidak selalu ada disini! Dan aku sama sekali tidak bisa berfikir cepat disaat-saat seperti tadi. Bagaimana jika aku tidak sanggup berbuat apa-apa dan akhirnya Kyunnie...eumm..maksudku, bagaimana jika dia..."

Sungmin hanya bisa meringis miris melihat Kibum lekas mengatupkan mulut rapat-rapat. Tanpa dilanjutkan pun, Sungmin tahu apa maksud perkataan Kibum barusan. Selanjutnya, Kibum tampak memejamkan mata sejenak sebelum akhirnya menatap Sungmin dengan pandangan putus asa dan kesedihan yang dalam.

"Bisa kita bicarakan lagi tentang keluarga yang akan mengadopsi Kyuhyun? Aku ingin tahu lebih banyak tentang mereka."

Mata Sungmin melebar tidak percaya, dia bahkan sempat mengerjap seperi orang bodoh saat Kibum berujar demikian.

"..i...iya, tentu saja."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Kyuhyun tidak tahu apa yang terjadi. Yang dia tahu, saat akhirnya dia bangun dengan kepala yang terasa sangat berat, waktu sudah menunjukkan pukul dua pagi. Terlihat jelas di jam dinding yang lekas menyambut pandangannya.

"Oh! Kyu? Kau bangun?"

Kyuhyun mengerjap pelan. Menatap Sungmin yang menghampirinya dan duduk di sisi kosong tempat tidurnya. Kakak sepupunya itu memeriksa kondisinya sebentar.

"Sudah lebih baik?" Kyuhyun mengangguk pelan. Rasa pusing di kepalanya sungguh membuatnya ingin memejamkan mata kembali. Karena itu, dia sudah akan bergelung membelakangi Sungmin saat tubuhnya justru berjengit kaget menerima rasa nyeri di punggung tangannya. Menyadari ada jarum infus yang menusuknya, anak itu mendelik kesal ke arah Sungmin.

"Kyunnie, kau pingsan. Hyung tidak punya pilihan lain selain menginfusmu agar kondisimu stabil." Sungmin betujar tenang. Dia hanya tersenyum kecil melihat Kyuhyun mulai menggerutu.

"Aku tidak sakit lagi! Hyung bisa lepas infusnya sekarang!" Sungmin menghela nafas. Dia menatap wajah Kyuhyun yang masih pucat.

"Tolong, jangan keras kepala lagi. Hyung akan melepas infusnya setelah keadaanmu jauh lebih baik. Apalagi Kibum jadi sangat khawatir, kau harus baik-baik saja agar tidak membebani pikirannya."

Sungmin tahu, kata-katanya bisa saja menyakiti perasaan Kyuhyun. Tapi dia ingin Kyuhyun bisa lebih bertanggungjawab pada dirinya sendiri. Hingga jika saja nanti Kyuhyun tidak lagi bersama mereka, mereka bisa merasa lebih tenang.

"...aku...beban?...."

Kyuhyun tersenyum miris. Bibirnya menyerukan suara dengusan yang terdengar mencibir. Tapi Sungmin tahu, Kyuhyun bukan sedang mencibirnya. Kyuhyun hanya sedang mencibir dirinya sendiri.

"Hyung, dimana Kibum hyung?"

"Tadinya dia bersikeras menungguimu sebelum hyung memaksanya pergi tidur. Tapi dia baru bisa tidur setelah minum obat."

"Kibum hyung sakit???" Sungmin tersenyum kecil melihat mata sayu Kyuhyun melotot lebar. Dia lekas mengusapi bahu Kyuhyun agar adiknya itu tenang.

"Bukan apa-apa. Kepalanya sedikit sakit karena kurang tidur, kau tahu kan kalau dia semakin sibuk? Ini tahun terakhirnya, dia punya banyak tugas akhir dan jam belajar tambahan."

Kyuhyun menghela nafas pelan. Sinar matanya yang meredup membuat Sungmin merasa iba. Dia tahu, bahkan sangat tahu sekali tentang apa yang sedang dipikirkan oleh anak itu. Tentang apa yang saat ini begitu mengganggu Kyuhyun hingga adik sepupunya ini stress.

"Heechul hyung mungkin butuh waktu Kyu..."

Kyuhyun menoleh mendengar gumaman itu, matanya bertemu dengan mata Sungmin yang sendu. Kyuhyun tersenyum miris, senyum yang membuat Sungmin merasa dadanya sakit.

"Ya, dia butuh waktu. Mungkin nanti...saat aku mati, hm?"

"Kyuhyun!" mata Sungmin berkilat tak suka saat kalimat itu lolos begitu mudah dati mulut Kyuhyun. Sebagai seorang dokter yang selama ini sudah dihadapkan dengan urusan hidup mati pasiennya, Sungmin merasa begitu emosional jika ada orang yang mudah sekali merasa putus asa. Terlebih, kali ini sosok adik yang disayanginya ini yang berujar demikian.

"Aku bilang mungkin hyung, jangan terlalu dianggap serius. Yah, walaupun mungkin juga dia tidak akan datang bahkan dihari pemakamanku."

Sungmin menggigit bibirnya antara sedih dan kesal mendengar kata-kata Kyuhyun. Ekspresi Kyuhyun saat mengucapkannya yang paling menohok perasaan Sungmin. Matanya sudah memerah saat dia merasa Kyuhyun menepuk-nepuk punggung tangannya.

"Sungmin hyung tidak perlu menemuinya untukku lagi. Aku rasa tidak akan ada gunanya. Aku tidak ingin dia merasa tak nyaman jika aku tetap memaksakan keinginanku ini. Seperti yang pernah hyung bilang, jika dia memang ingin menemuiku, sudah lama dia datang padaku. Aku bisa mengerti, aku tidak akan menuntut apa-apa lagi."

"Kyunnie maaf, hyung tidak bisa berbuat banyak untukmu." Sungmin menatap sedih wajah Kyuhyun yang berusaha menunjukkan senyum. Dia merasa sesak mendengar Kyuhyun bergumam 'tidak apa-apa' dengan pelan. Sangat pelan hingga Sungmin bisa merasakan betapa sesungguhnya Kyuhyun merasa tidak rela sudah mengucapkan kata-kata itu padanya.

"Aku...mengantuk hyung"

"Iya, tidurlah lagi. Hyung akan menemanimu disini."

Kyuhyun tidak menolak. Dia membiarkan Sungmin mengisi sisi kosong tempat tidur dan berbaring menghadapnya. Tangan Sungmin mengusap pelan kepalanya dan Kyuhyun merasa nyaman. Matanya perlahan terpejam dan dadanya naik turun dengan teratur menandakan kalau Kyuhyun sudah jatuh tertidur begitu cepat. Namun Sungmin jelas tidak melewatkan tetes air mata yang mengalir dari kelopak mata yang tertutup itu.

Sungmin mengusap air mata itu pelan. Pikirannya kembali melayang pada Heechul yang tadi sempat didapati tengah mengikutinya di koridor. Padahal selama ini profesor itu selalu menghindarinya. Jelas mengejutkan mendapati Heechul tepat berada dibelakangnya. Jika saja situasi tidak sedang mendesak, Sungmin pasti sudah menarik Heechul untuk bicara panjang lebar. Mengingat selama ini Sungmin hanya diizinkan Heechul untuk bertemu jika mereka membahas pekerjaan saja, begitu selesai, Heechul dengan cepat memintanya pergi dengan berbagai cara yang tidak bisa dibantahnya.

'Aku ada rapat.'

'Aku sibuk, banyak file yang harus aku periksa. Kita bicara lain kali.'

'Aku harus ke ruang operasi sekarang.'

'Maaf Dokter Cho, ini jam istirahatku dan aku sedang tidak ingin diganggu.'

Dan berbagai alasan lainnya.

"Hyung yakin Kyu, sebenarnya dia sangat peduli padamu..."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Hyung berangkat dulu Kyunnie." Kibum berujar tenang. Mencoba mengabaikan wajah Kyuhyun yang sedari tadi merengut. Adiknya itu sedang duduk di sofa yang membelakanginya, masih dengan keadaan sakit, lengkap dengan tiang infus yang menemani.

"Pergi saja!" nada ketus itu membuat Kibum mengulum senyum sebelum menghela nafas.

"Hei, jangan marah, eum? Kau akan semakin lama sembuh jika terus marah-marah."

"Ck, hyung pikir aku anak kecil? Aku tidak akan termakan bualan itu!"

Kibum tersenyum lagi. Dia melirik Sungmin yang sedang sibuk menelepon di dapur. Tengah berusaha meminta pertukaran shif. Kibum mengusap kepala Kyuhyun, dia terkekeh geli saat Kyuhyun menjauhkan kepalanya. Menolak disentuh. Kibum menyerah, jam masuk masih cukup lama, dia harus membujuk Kyuhyun dulu. Karena itu, Kibum memutari sofa dan duduk disebelah Kyuhyun. Lagi-lagi mendapati adiknya menyeret tubuhnya untuk menjauh. Namun Kibum lebih cepat, dia segera merangkul Kyuhyun dan menahan adiknya itu.

"Hyung tidak akan melarangmu sekolah jika kau sehat. Hanya hari ini ok? Kau masih pucat, Sungmin hyung juga bilang kalau kau harus istirahat hari ini. Lagipula, libur sehari tidak akan merugikanmu bukan?"

"Pertama, aku tidak sakit. Kedua, semalam aku sudah tidur sejak sore jadi aku sudah cukup istirahat. Ketiga, absenku sudah banyak dan kalian menambahnya lagi hari ini!!!"

"Pertama, kau masih pucat dan jelas kau sakit. Kedua, walaupun kau sudah tidur selama itu bukan berarti kau langsung sembuh. Ketiga, bukan absen Kyunnie, tapi izin sakit. Kita punya surat dokter yang mendudukung ketidakhadiranmu, jadi namanya bukan absen."

"Ck, sama saja! Pokoknya sama!!!"

Kibum agak terkejut mendengar Kyuhyun berteriak. Sungmin yang masih menelepon bahkan sempat melirik mereka sebentar sebelum kembali fokus pada ponselnya. Tiba-tiba saja Kibum teringat sesuatu, dia lekas menatap Kyuhyun lekat.

"Kyu, sebenarnya apa yang semalam kau lakukan dikamar hyung?"

Kibum bisa melihat Kyuhyun terkejut mendengar pertanyaannya. Mata Kyuhyun bergerak gelisah sebelum pandangannya jatuh pada jam yang melingkar di pergelangan Kibum.

"Hyung! Kau harus berangkat sekarang! Kau bisa terlambat!"

Alis Kibum bertaut curiga, namun dia merasa kasihan melihat wajah cemas Kyuhyun. Lagipula, situasi juga sedang tidak mendukung. Kyuhyun sedang sakit dan dia harus berangkat ke sekolah sekarang jika tidak ingin terlambat.

"Istirahatlah lagi, hyung akan usahakan pulang cepat nanti."

Kyuhyun mengangguk cepat-cepat membuat Kibum gemas. Dia mengecup cepat pipi Kyuhyun dan segera berlari menuju pintu sebelum adik manjanya itu berteriak.

"AISH!!!! HYUNG!!!!"

Sungmin yang terkejut segera menghampiri Kyuhyun. Dia mengabaikan seruan bertanya rekannya diseberang line telepon yang masih tersambung.

"Apa? Apa? Kenapa? Ada apa Kyunnie?"

Dengan wajah memerah, Kyuhyun mengabaikan kepanikan Sungmin dan berjalan menghentak menuju kamarnya. Melupakan pergelangan tangannya yang masih terhubung dengan infus, Sungmin jelas terpekik dan buru-buru mendorong tiang infus Kyuhyun untuk mengikuti anak itu agar tidak sempat tertarik atau bahkan terlepas dari punggung tangan adiknya.

"Astaga! Hati-hati Kyuhyun!!!" teriak Sungmin gemas. Namun dia lekas menutup rapat mulutnya saat Kyuhyun mendelik tajam ke arahnya.

"Hyung berisik!!! Aku sudah tidak butuh infus!!! Makanya dibuka saja!!!!"

"Iya, iya...nanti hyung buka. Maaf sudah cerewet, silahkan lanjutkan langkahmu." Sungmin memperlihatkan senyum lebarnya, mencoba membujuk Kyuhyun yang sejak pagi sudah bad mood karena tidak diizinkan masuk sekolah. Kyuhyun kembali berjalan setelah mendengus keras-keras melihat Sungmin yang meringis karena dilemparinya delikan tajam.

"Aku mau tidur!!!" ujar Kyuhyun kesal begitu Sungmin membantunya naik ke tempat tidur tapi tidak membiarkannya berbaring.

"Andwe! Makan dulu lalu minum obat Kyu..."

"Tidak mau! Aku mau tidur!!!"

"Tapi Ky..."

"Aku mau tidur!!!!"

Oh... Astaga.

Sepertinya Sungmin harus mengasuh bayi besar hari ini.

Good luck!
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Kyuhyun terbangun karena merasa haus. Dia mendapati selembar memo diatas nakas begitu berhasil menyandarkan punggung di kepala tempat tidur.

Maaf Kyunnie, hyung harus bekerja. Maaf karena meninggalkanmu begitu saja. Hyung tidak mau menggangu tidurmu. Tolong jangan melakukan apa-apa dulu ne? Istirahatlah, Hyung juga sudah meminta Kibum agar bisa pulang lebih awal. -Sungmin-

Kyuhyun menghela nafas lega begitu melirik punggung tangannya yang sudah terbebas dari infus. Hanya tertinggal plester yang menutupi bekas tusukan jarum infusnya. Dia melirik jam di nakas dan tanpa sadar merengut saat waktu menunjukkan pukul dua belas siang. Kibum masih harus berada disekolah hingga pukul dua, itupun jika kakaknya tidak ada pelajaran tambahan. Kyuhyun turun dati tempat tidur, merasa bosan. Begitu mendapati keadaan rumah yang sepi, dia menghela nafas pelan.

"Eomma... Appa.... "

Foto keluarga yang terpajang di dinding itu kini menjadi pusat perhatiannya. Kyuhyun merasa matanya memanas begitu mengingat sosok kedua orangtuanya itu. Sudah setahun dan Kyuhyun merasa luka di hatinya sama sekali belum kering. Masih basah dan perih. Kepergian keduanya membuat dirinya dan Kibum sangat terpukul. Namun, belum lagi dia berhasil mengatasi rasa sakit karena kepergian mereka, seolah masih tidak cukup, kenyataan kalau dia hanyalah anak angkat justru diterimanya dari sang paman, membuatnya merasa semakin sakit. Sangat sakit, hingga saat itu Kyuhyun pikir dia bisa mati karena merasa sesak.

Kyuhyun menatap sendu wajah Kibum yang tersenyum dalam potret itu. Dia kembali memikirkan kata-kata pamannya. Kyuhyun tahu, tidak ada gunanya lagi egois. Dia harus belajar menerima kenyataan dan membiarkan Kibum bebas darinya. Kibum tidak harus selalu berada di sisinya, Kibum punya dunianya sendiri. Kibum punya kehidupannya sendiri. Kyuhyun pun begitu. Mereka sudah cukup besar, walau belum bisa dikatakan dewasa. Setidaknya Kyuhyun berpikir kalau kehidupan Kibum akan lebih baik jika bersama pamannya. Walau bibinya yang baik hati itu sudah lama meninggal, setidaknya masih ada pamannya, Sungmin dan Sungjin. Ketiga orang itu sudah dewasa dan masa depan Kibum tentu lebih terjamin jika bersama mereka.

"Aku.....bukan siapa-siapa mu hyung-ah. Tapi kenapa justru hyung yang perduli padaku sementara dia bahkan tidak ingin melihatku barang sedetikpun."

Kyuhyun tersenyum miris, bergumam lirih menatap potret Kibum seolah kakaknya itu bisa mendengarnya. Rasa sesak kembali menghimpit dadanya hingga membuatnya meringis menahan sakit. Kyuhyun tertawa kecil ditengah rintih kesakitannya. Dia tidak bodoh untuk terus berpikir kalau penyakitnya hanyalah asma. Meski Sungmin bersikeras tidak memberitahunya, bukan berarti dia tidak bisa mencaritahu. Lagipula sebagai pasien, dia pun berhak untuk tahu. Dan saat akhirnya dia tahu, Kyuhyun merasa kalau Tuhan sangat 'menyukainya' hingga membuatnya menjalani semua takdir menyakitkan ini.

Saat akhirnya dia bisa mengatasi rasa sakit di dadanya, Kyuhyun memutuskan untuk keluar. Berada di rumah seorang diri tidak akan mengurangi sakit dihatinya. Dia butuh udara segar, walau nyatanya saat ini diluar sangat dingin.

Kyuhyun merapatkan long coat yang dipakainya. Memeluk dirinya sendiri ditengah keramaian orang-orang yang berlalu lalang. Dia tersenyum melihat keramaian itu, timing nya memutuskan keluar rumah pas sekali. Baru saja masuk jam makan siang, tentu banyak orang yang keluar untuk mengisi perut atau sekedar melepas penat setelah bekerja beberapa jam sebelum kembali melanjutkan pekerjaan mereka nanti.

Kyuhyun ikut membaur dalam keramaian itu, berjalan-jalan menikmati suasana yang jarang sekali dirasakannya karena biasanya jam segini dia masih ada di sekolah. Beberapa orang terkadang menatapnya lalu tersenyum dengan mata berbinar. Kyuhyun merengut mendengar mereka bergumam 'Asataga! Imutnyaaaa!!!' sambil berbisik-bisik begitu melewatinya. Kyuhyun lalu memutuskan untuk mendelik tiap kali ada yang meliriknya. Tapi anehnya, bukannya merasa takut, orang-orang itu malah makin memekik gemas melihat mata bulatnya yang dibesar-besarkan itu.

Kyuhyun menyerah, dia merutuki gumpalan bulat pipinya yang sudah seperti mochi. Belum lagi kulit putih pucatnya, mata bulatnya begitu jernih, tubuhnya yang mulai berisi dan cuaca dingin ini sukses membuat wajahnya memerah. Long coat coklat muda yang dipakainya juga sedikit kebesaran hingga kini penampilannya seperti manekin hidup yang aktif mengerjap-ngerjap.

Kyuhyun rasanya ingin berteriak, mengatakan kalau dia murid kelas dua SHS, bukannya anak TK. Padahal dia merasa kalau pertumbuhannya cukup pesat, dia sudah hampir menyaingi tinggi badan Kibum. Bahkan Kyuhyun yakin, beberapa tahun lagi dia pasti akan lebih tinggi dari Kibum.

Baiklah, sebenarnya dia hanya tidak terima dianggap imut. Dia akan lebih senang jika orang-orang itu bergumam 'Astaga! Tampannya!!!'.

Kyuhyun akhirnya berhenti di depan sebuah minimarket untuk membeli minuman hangat. Tangannya sudah terasa sangat dingin. Anak itu menatap penuh minat mesin minuman di depannya, saat jarinya hendak menekan tombol untuk memilih sekaleng kopi, suara seseorang membuatnya menoleh.

"Hyung, kau yakin ini saja? Dagingnya sudah cukup segini?"

Mata Kyuhyun tanpa sadar berbinar melihat sosok Donghae keluar dari minimarket. Mulutnya spontan bersuara.

"Hae hyung!"

Donghae menoleh cepat, tak ada bedanya dengan Kyuhyun, sosok yang tengah menenteng satu kantong putih besar itu langsung menampakkan raut senang begitu mengenali siapa yang memanggilnya.

"Kyunnie!!!"

Donghae berlari kecil, tanpa aba-aba menubruk Kyuhyun dan memeluk anak itu dengan tangannya yang bebas erat-erat. Dia lantas segera melepas pelukannya begitu teringat sesuatu.

"Kenapa kau disini?!! Sungmin hyung bilang kau sakit!!! Kanapa malah di luar?!! Astaga!!! Tanganmu dingin!!!" Kyuhyun memutar bola matanya jengah mendengar komentar panik Donghae.

"Aku sudah baik-baik saja. Ah, tunggu sebentar..." Kyuhyun lekas mengambil kaleng kopi hangatnya dan menggenggam kaleng itu dengan dua tangan agar merasa lebih baik. Dia meringis melihat Donghae masih menatapnya tak senang.

"Kau seharusnya memakai pakaian yang lebih tebal Kyu! Lihat! Kau kedinginan!"

"Aku tidak tahu kalau akan sedingin ini hyung! Sudah jangan ceramahi aku! Lagipula hyung tidak sadar kalau hanya pakai kemeja huh?"

"Aku pakai mobil bodoh! Sementara kau jalan kaki bukan?!!" Kyuhyun menyerah, dia tidak ingin berdebat karena khawatir bisa membuat Donghae semakin berlama-lama berada di luar hingga kedinginan.

"Ya ya ya, sudah pergi sana! Aku harus pulang!"

Donghae mendelik mendengar Kyuhyun mengusirnya. Namun dia segera sadar maksud Kyuhyun saat tatapan mata itu justru tampak khawatir. Dia tahu, Kyuhyun hanya tidak ingin membuatnya berlama-lama berada di luar. Tapi, dia tidak tenang jika harus meninggalkan Kyuhyun begitu saja.

"Ayo ikut hyung! Biar hyung antar kau pulang. Ah! Tapi sepertinya kita harus mengatar Hee...Oh! Astaga! Heechul hyung!??"

Awalnya Kyuhyun ingin tertawa melihat wajah bodoh Donghae yang baru sadar telah melupakan sesuatu, atau lebih tepatnya, seseorang. Namun begitu mendengar sekaligus mengikuti gerak kepala Donghae yang menoleh ke arah pintu minimarket, Kyuhyun membeku. Dia bahkan sampai menjatuhkan kaleng kopinya. Membuat Donghae kembali menatapnya karena terkejut.

Seseorang itu disana. Berdiri dalam balutan pakaian mahalnya dan menatapnya lurus-lurus dengan tatapan datar yang entah kenapa membuatnya merasa sangat tidak nyaman. Kyuhyun menelan ludahnya susah payah. Merutuki jantungnya yang berdebar keras saat untuk kedua kalinya bertemu dengan seorang Park Heechul. Seharusnya reaksinya tidak begini, seharusnya dia tidak gemetaran! Seharusnya dia lekas menghampiri sosok itu dan meminta waktu untuk bicara. Tapi, yang terjadi justru seperti sekarang ini. Dia panik. Terlalu takut bahkan untuk sekedar membalas tatapan mata Heechul yang jelas-jelas sedari tadi hanya berfokus padanya.

Bukankah ini salah? Bukan dia yang harusnya merasa tak nyaman melainkan kakaknya itu! Heechul yang selama ini menghindar! Tapi, kenapa justru dia yang merasa begitu buruk di mata tajam itu?

"..eumm... Hae hyung, a..a..aku..pulang dulu..." Kyuhyun mengerjap panik. Tangannya bergerak-gerak gelisah, saling meremat dan detik berikutnya dia membungkuk sopan sebelum cepat-cepat berbalik.

Tapi reaksi Donghae jauh lebih cepat lagi, dia segera merangkul bahu Kyuhyun. Menahan anak itu dengan hati-hati, takut kembali menyakitinya seperti dulu saat pertama mereka bertemu. Dia lega saat Kyuhyun tidak berontak, Kyuhyun justru mengerjap bingung menatapnya.

"Hyung sudah bilang kalau hyung akan mengantarmu pulang. Kau ikut hyung!"

"Tidak perlu hyung. Aku bisa pulang sendiri, lagipula tidak terlalu jauh!"

Donghae tidak mendengarkan Kyuhyun. Dia menyeret Kyuhyun untuk berjalan bersamanya menghampiri Heechul. Kyuhyun tidak bisa berbuat apa-apa karena dia merasa dadanya mulai terasa sakit lagi, dia tidak punya banyak tenaga untuk melawan.

"Hyung, tidak apa-apa kan kalau kita mengantar Kyuhyun pulang dulu? Atau hyung mau aku antar duluan agar bisa bersiap-siap?" Heechul menatap Donghae sebentar sebelum kembali menatap Kyuhyun yang menunduk dalam-dalam, tampak seperti menghindari tatapannya.

"Terserah kau saja." balasnya terdengar tidak perduli.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Kyuhyun rasa dia bisa mati beku. Dia tidak tahu kalau akhirnya akan jadi seperti ini. Donghae mengajaknya atau lebih tepatnya memaksanya ikut ke tempat Heechul. Kedua orang itu ternyata tengah libur dan mengadakan pesta barbeque di tempat Heechul. Bahkan Sungmin katanya juga akan datang saat jam kerjanya selesai. Tadi, keduanya hanya sedang mencari beberapa bumbu dan menambah beberapa kilo daging lagi karena yang mengatakan akan datang jadi bertambah banyak.

Maklum, Heechul jarang sekali membuat acara seperti ini. Walau nyatanya yang punya ide bukanlah Heechul melainkan kedua orangtuanya. Ayah dan Ibunya sengaja, katanya pesta ini diadakan dalam rangka perayaan kecil-kecilan atas diumumkannya Heechul sebagai pewaris rumah sakit mereka. Sementara acara penyambutan sesungguhnya baru akan diadakan tahun depan setelah Heechul dinyatakan pantas oleh petinggi lain yang juga berpengaruh.

Kembali lagi ke Kyuhyun. Dia tengah duduk kaku di kursi belakang, sesekali menatap Heechul yang duduk di kursi kemudi. Mereka berada di parkiran apartemen Donghae, menunggu dokter magang itu mengambil beberapa keperluannya karena tiba-tiba berpikir untuk menginap di tempat Heechul agar Profesor itu bisa membantunya menyelesaikan beberapa laporan. Kyuhyun lagi-lagi melirik Heechul, kali ini nyaris tersedak karena Heechul spontan menatapnya. Mata mereka bertemu sepersekian detik sebelum Heechul kembali sibuk dengan ponsel di tangannya. Kyuhyun merutuki dirinya yang hanya membawa dompet tapi melupakan benda persegi itu di atas meja belajarnya. Setidaknya jika dia bawa ponsel, dia bisa pura-pura sibuk dengan benda itu.

"Kau sudah memberitahu Kibum?" suara tenang itu tiba-tiba memecah kesunyian. Membuat Kyuhyun mengerjap panik.

"Hah?..aa...ee..ummm...ya? Maaf, aku tidak dengar. Bisa anda ulangi?"

Dahi Heechul tampak berkerut tak senang mendengar Kyuhyun memanggilnya seformal itu. Namun detik selanjutnya dia segera sadar kalau hubungan mereka tidaklah baik. Karena itu, dia hanya bisa menghela nafas pelan dan memutar tubuhnya untuk bisa lebih leluasa menatap Kyuhyun. Lagi-lagi Heechul bertambah tak senang saat Kyuhyun didapatinya berjengit kaget dan refleks menunduk dalam-dalam.

"Kanapa kau memanggilku seformal itu?" katakanlah kalau dia egois. Heechul merasa begitu marah mendengar Kyuhyun bicara begitu formal dan kaku padanya sementara anak itu justru bersikap cute -menurutHeechul- di depan Donghae. Padahal Kyuhyun sudah tahu mereka bersaudara, setidaknya Heechul pikir Kyuhyun akan memanggilnya 'hyung' seperti saat pertama Kyuhyun bertemu langsung dengannya ketika di rumah sakit waktu itu.

Sementara di sisi lain Kyuhyun terdiam mendengar suara penuh nada sarkas itu terdengar. Dia menggigit kuat bibirnya, menahan buncahan emosi yang entah kenapa tiba-tiba memenuhi dadanya.

Apakah Heechul bodoh bertanya begitu? Bukankah dia yang menolak Kyuhyun lebih dahulu dengan sikapnya, tapi apa sekarang? Kenapa Profesor muda itu justru terlihat tak senang menerima perlakuan Kyuhyun? Bukankah Heechul harusnya senang-senang saja jika Kyuhyun mengikuti keinginannya untuk tetap menganggap status mereka hanyalah 'orang asing'.

"Lalu, aku harus memanggil anda seperti apa?" sekiranya ini bukanlah pertanyaan menjebak. Tapi entah kenapa Heechul merasa terjebak. Nada suara Kyuhyun murni terdengar bingung dan hal itu menegaskan kalau anak itu benar-benar serius bertanya, benar-benar kebingungan. Namun Heechul justru terdiam kaku, tertampar oleh keegoisannya yang masih sangat berharap Kyuhyun 'miliknya' sementara dia terang-terangan sudah membuang dan menolak anak itu selama ini.

"Sudahlah, lupakan." mengabaikan hatinya yang marah tidak terima karena pembicaraan mereka terpaksa dia hentikan disana, Heechul kembali meluruskan duduknya. Menatap ke depan dengan pandangan kosong.

Kyuhyun mengangkat kepalanya sedikit, menatap Heechul yang tampak melamun. Dia tanpa sengaja melirik jam tangan Heechul, yang mana kebetulan profesor muda itu tengah meletakkan tangannya diatas kemudi. Pukul dua kurang sepuluh menit. Mata Kyuhyun melebar begitu teringat kalau dia belum mengabari Kibum. Kakaknya itu bisa panik saat pulang dan justru tidak menemukannya ada di rumah. Apalagi Kyuhyun baru saja sakit kemarin.

Kyuhyun melihat ke sekeliling parkiran, berharap sosok Donghae muncul namun tidak ada tanda-tanda kehidupan disana. Hanya mobil-mobil yang berjejeran. Heechul yang memperhatikan gerak gerik adiknya itu berinisiatif untuk memberitahu.

"Dia masih lama. Dia mengirim pesan padaku, mengatakan kalau akan mandi dulu karena ketumpahan bubuk susu." mata Kyuhyun melebar mendengar Heechul berujar demikian. Dia tidak habis pikir kalau Donghae mengatakan hal seperti itu. Ketumpahan bubuk susu? Hei yang benar saja! Namun lagi-lagi Heechul berhasil menangkap ekpresi Kyuhyun. Dia menghela nafas dan kembali bicara sambil mengutak-atik ponselnya, mencari pesan yang tadi diterimanya.

"Asal kau tahu saja, dia itu sangat ceroboh! Aku bahkan khawatir tiap kali mengizinkannya ikut masuk ke ruang operasi. Kalau kau sudah mengenalnya cukup lama, kau pasti tahu seberapa cerobohnya dia! Ini, kalau kau tidak percaya!" Kyuhyun yang sedari tadi mengerjap-ngerjap selama Heechul bicara jadi agak terkejut saat di kalimat terakhirnya Heechul justru menyodorkan ponselnya ke depan wajah Kyuhyun. Dia harus mendorong sedikit tangan Heechul agar dia bisa melihat apa yang ingin Heechul tunjukkan kepadanya.

Kyuhyun sama sekali tidak menyadari efek sentuhan jari-jarinya bagi profesor muda itu. Saat Kyuhyun sibuk membaca pesan yang Donghae kirimkan, jemarinya masih menahan pergelangan tangan Heechul agar tidak bergerak-gerak. Sebenarnya membaca pesan Donghae saja sudah selesai tapi Kyuhyun merasa tertarik membaca balasan tajam yang dikirimkan Heechul untuk dokter magang itu. Lucunya, Donghae kembali membalas hingga chat itu jadi panjang dan menarik bagi Kyuhyun. Apalagi dia memang sedang kebosanan.

Sementara Heechul merasa dia bisa saja menangis saat Kyuhyun kini memegangi lengannya. Dia menatap baik-baik jari-jari panjang adiknya penuh rasa haru. Bayangan betapa kecil dan mungilnya jari-jari itu dahulu kembali berputar dalam kenangannya. Begitu kecil, menggenggam telunjuknya dahulu. Dia mengalihkan tatapannya pada wajah Kyuhyun. Meneliti raut adiknya yang begitu antusias menatapi layar ponselnya. Heechul tersenyum, ada rasa senang memenuhi dadanya saat mendapati Kyuhyun sudah lebih rileks, tidak lagi sekaku beberapa menit yang lalu.

"Oh! Maaf..maaf...aku jadi membaca semuanya...maafkan aku sudah lancang..."

Namun Heechul harus kembali menelan kekecewaan lagi saat Kyuhyun membungkukkan tubuh ke arahnya berkali-kali dengan panik. Tampak merasa bersalah karena sudah keterusan membaca pesan-pesan di ponselnya. Heechul juga merasa kehilangan ketika Kyuhyun melepas pegangan pada tangannya. Heechul lekas menarik kembali ponselnya, hanya untuk menyembunyikan kepalan tangannya. Dia merasa begitu marah, tidak terima atas sikap Kyuhyun yang seolah memperjelas jarak di antara mereka.

"Aku kakak mu, kau sudah tahu itu bukan?"

Sekali lagi, katakanlah dia egois. Dia mendesak Kyuhyun untuk mengakuinya sementara dia tidak ingin mengakui anak itu. Dadanya terasa sangat sakit, dia tidak bisa menerima sikap Kyuhyun yang terang-terangan 'meng-orang-asing-kan-nya'. Sama sekali tidak suka atas sikap kaku Kyuhyun yang menurutnya sengaja dilakukan Kyuhyun untuk memancing emosinya.

"Kenapa kau diam saja? Kau tahu kalau aku kakakmu bukan?"

Kyuhyun merasa sangat tertekan sekarang. Dia tidak bisa menebak apa maksud Heechul bertanya seperti itu padanya. Karena itu dia tidak berani menjawab. Terlalu takut untuk menerima kemungkinan kalau Heechul hanya akan mempertegas penolakan atas keberadaannya. Sekarang dia tahu kenapa dia merasa begitu panik saat bertemu Heechul tadi. Alasannya tidak lain karena dirinya belum siap menerima penegasan Heechul atas status mereka. Sekalipun dia tahu kalau Heechul tidak akan menerimanya, tapi jika mendengar langsung kata-kata penolakan diucapkan oleh kakaknya itu jelas akan memperburuk suasana hatinya. Bukan hanya memperburuk, tapi menghancurkan perasaannya. Kyuhyun tidak siap. Sangat-sangat tidak siap jika harus dicampakkan lagi.

"...aa...aku..tidak tahu. Tolong jangan bertanya apapun lagi!"

Sekiranya bagi Kyuhyun itu jawaban yang aman. Namun bagi Heechul, jawaban itu semakin menyulut rasa tak senang memenuhi dadanya.

"Apa maksudmu dengan 'tidak tahu'? Kau sadar apa yang baru saja kau katakan? Kau bilang tidak tahu???"

Heechul tidak tahu kenapa dia merasa begitu marah. Dia sungguh merasa tengah dipermainkan. Dirinya yang pada dasarnya memang emosional itu semakin meradang saat lagi-lagi Kyuhyun menciptakan hening yang panjang. Sama sekali tidak tampak ingin menyahutinya.

"Kau mengabaikanku?!!"

Kyuhyun tersentak kaget saat nada suara Heechul naik beberapa oktaf. Dia spontan merapat ke pintu mobil, berusaha menarik diri sejauh mungkin dari sosok yang kini mengatupkan mulut rapat-rapat. Menahan gemeletuk giginya yang beradu kasar. Heechul bukanlah orang yang pandai mengontrol emosi. Dia pun tahu kalau dirinya mudah tersulut dan kerap meledak-ledak. Tapi reaksi takut Kyuhyun membuatnya sadar kalau seharusnya dia tidak menyamakan anak itu dengan jejeran orang-orang yang sudah dikenalnya dan juga mengenalnya. Dan dia juga seharusnya sadar diri. Sadar kalau sikap Kyuhyun pun balasan atas sikapnya selama ini.

"Maaf! Kalian jadi lama menunggu kuuuuuu..."

Suara kekanakan Donghae terdengar bersamaan dengan pintu mobil yang terbuka. Kyuhyun merasa lega luar biasa. Dia bisa merilekskan tubuhnya yang kaku. Sementara Heechul tanpa berujar apa-apa meluruskan kembali posisi duduknya, namun profesor muda itu tidak bisa melunakkan ekspresi wajahnya sama sekali.

"Hyungie, kau marah karena aku lama?" Donghae yang sudah duduk di kursi samping Heechul bertanya dengan nada suara yang sengaja dibuat begitu manis. Namun Dokter magang itu hanya bisa meringis saat Heechul justru menjawab dengan tajam.

"Diam Donghae."

Hanya begitu. Setelahnya mobil pun dinyalakan dan mereka pergi meninggalkan parkiran.

Awalnya Donghae masih merengut, namun dia segera tersenyum lebar sambil membongkar paper bag yang tadi dibawanya.

"Ini Kyu! Tadi minumanmu jatuh kan?"

Kyuhyun mengerjap agak terkejut saat Donghae mengangsurkan satu botol minuman berisi cairan berwarna coklat padanya. Dia menerima botol itu dan wangi khas susu menyambut penciumannya.

"Susu coklat?" tanya Kyuhyun ragu dan Donghae mengangguk membenarkan.

"Kau ketumpahan bubuk susu karena membuat itu?" tebak Heechul. Profesor muda itu berujar antara geram dan kesal. Lagi-lagi tidak habis pikir tentang tingkah laku seorang Lee Donghae.

"Iya hyung! Aku mandi bubuk susu! Untung saja tidak semuanya jatuh mengotoriku! Masih ada yang tersisa, cukup untuk satu botol ini!" jelas Donghae seperti bocah yang bercerita kalau dia menemukan uang koin dalam snack jajanan seribuan. Membuat Heechul makin meradang.

"Jangan diminum Kyuhyun!" kali ini suara Heechul terdengar memerintah. Membuat Kyuhyun yang awalnya sudah membuka tutup botol itu langsung mengehentikan pergerakannya.

"Hah? Kenapaaa??? Aku sudah susah payah membuatnya!!!" delikan tak senang dilayangkan Donghae. Heechul tampak memutar bola matanya malas, dia menjulurkan satu lengannya ke belakang, membuat Kyuhyun menatapnya tidak mengerti.

"Berikan padaku.." ujar Heechul tanpa melihatnya, kakaknya itu hanya fokus menatap jalan. Namun Kyuhyun menurut, meletakkan botol itu dalam genggaman Heechul.

"Jika rasanya sesuai perkiraanku, kau yang habiskan ini!"

Sebelum Donghae sempat memproses apa maksud Heechul, namja tertua di antara mereka itu sudah membuka tutup botol itu dan menyesap sedikit sekali cairan di dalamnya. Donghae dan Kyuhyun diam menunggu Heechul bicara atau menunjukkan sebuah ekspresi yang berarti. Namun, setelah tiga detik berlalu wajah itu tetap datar. Di detik berikutnya, Heechul menyodorkan botol itu tepat ke depan wajah Donghae.

"Ha.bis.kan!!!" desisnya.

Donghae menelan ludah susah payah mendengar nada penuh penekanan itu. Dia menatap Kyuhyun yang juga menatap ke arahnya dengan ekspresi bingung yang sangat lucu.

"Habiskan sampai tidak tersisa setetespun!" Heechul mengulangi perintahnya. Kali ini dia memaksa Donghae menerima botol itu dan Donghae menatapnya, memelas dengan wajah seperti anak kucing minta dipungut.

"Apa rasanya seaneh itu hyung? Maafkan aku!"ujar Donghae pelan, nada suaranya terdengar hampir menangis. Heechul tidak menjawab, dia hanya melempar tatapan jengahnya sebelum kembali menatap jalan.

"Kau! Orang paling ceroboh yang aku kenal! Bahkan di apartemenmu sendiri kau masih tidak bisa membedakan gula dan garam! Ck, yang benar saja! Ini kali ketiga kau melakukan kesalahan yang sama Lee Donghae!"

Alis Kyuhyun terangkat kaget, dia menatap botol yang ada dalam pegangan Donghae dengan horor. Dalam hati berujar syukur karena tidak langsung meminum susu itu tadi. Namun wajahnya lekas berubah murung. Dan Heechul cepat menangkap ekspresi itu.

.

.

.

.

.

Donghae dan Kyuhyun memandang bingung pada Heechul yang menghentikan mobil di depan sebuah cafe. Tanpa membiarkan keduanya bertanya, Heechul sudah mematikan mesin mobil dan melepas sabuk pengamannya lalu berlari keluar.

"Huh? Mau kemana dia?" tanya Donghae entah pada siapa karena Kyuhyun pun awalnya hendak menanyakan hal yang sama.

"Kyunnie? Kau masih kedinginan?" Kyuhyun menggelengkan kepalanya. Dia lekas teringat sesuatu.

"Hyung, boleh pinjam ponselmu? Aku harus mengabari Kibum hyung kalau aku pergi..."

"Tidak perlu. Hyung sudah mengatakannya pada Sungmin hyung, dia yang akan mengatakan pada Kibum. Kau tahu! Saat bertemu Sungmin nanti, kau pasti dimarahi! Kau yakin sudah tidak sakit lagi???"

Kyuhyun lekas menghindari gerakan tangan Donghae yang hendak menggapainya, dia tersenyum minta maaf saat Donghae mendelik kesal.

"Mendekat! Aku harus memeriksamu!" Donghae memaksa berpindah ke kursi belakang lewat celah yang ada diantara kursinya dan kursi pengemudi. Kyuhyun mengupat kesal dalam hati. Tidak habis pikir, kenapa Donghae jadi sama menyebalkannya seperti Kibum dan Sungmin? Apa susahnya percaya saja tiap dia mengucapkan kalau dia baik-baik saja?

"Kau panas Kyuhyun!" pekikan Donghae terdengar berbarengan dengan kembalinya Heechul dengan tiga cup cokelat hangat. Heechul yang mendengar kata-kata Donghae lekas meletakkan barang bawaannya dan menutup pintu. Selanjutnya profesor muda itu beralih membuka pintu di sisi Kyuhyun.

Kyuhyun tidak sempat bereaksi saat pegangan Donghae pada keningnya terlepas, tubuhnya dipaksa berbalik dan dia melotot kaget mendapati Heechul ada disampingnya. Pintu mobil dibiarkan terbuka dan Heechul yang berdiri disana menariknya hingga mendekat.

"Kau sakit?" tanya Heechul khawatir. Kyuhyun merasa bodoh saat dia justru mengangguk pelan ketika Heechul menangkup wajahnya. Entah kenapa dia merasa nyaman dan senang.

"Kau demam, disini sakit?" Kyuhyun tidak bisa menahan ringisannya saat Heechul tiba-tiba menekan pelan dadanya. Dia lekas menutup mulut dengan tangan saat kelepasan merintih sakit.

"Bodoh! Seharusnya kau bilang kalau kau sakit!" Heechul cepat mengambil tangan Kyuhyun itu untuk di lihatnya, ujung jari-jari Kyuhyun sudah memutih pertanda adiknya itu kekurangan suplay oksigen.

"Tidak bisa begini! Kita ke rumah sakit!!!"

"Tidak! Aku baik-baik saja!"

"Apa maksudmu dengan baik-baik saja?!! Kau tidak sadar kalau jeda nafasmu sudah pendek???" nada sarkas yang digunakan Heechul membuat Kyuhyun terdiam. Dia merasa satu bagian dirinya senang karena Heechul tampak begitu khawatir tapi begitu mengingat bagaimana tingkah Heechul sebelum hari ini, Kyuhyun merasa kesabarannya sedang diuji. Tingkah Heechul yang tidak jelas apa maunya ini sungguh membuatnya sakit hati.

"Kenapa anda tiba-tiba baik padaku?" ujarnya, membuat Heechul dan Donghae terkejut.

Kyuhyun tidak dapat menahan kata-kata itu keluar dari mulutnya. Donghae yang sejujurnya paham maksud Kyuhyun, ikut memandang Heechul yang terdiam. Donghae yang juga menjadi saksi bagaimana Heechul selalu menghindari Sungmin dan menolak membahas Kyuhyun jelas sudah dibuat bingung sejak saat pertama Heechul tidak menolak permintaannya mengantar Kyuhyun pulang. Ditambah lagi dia juga takjub saat Heechul mengiyakan usulannya untuk turut mengundang Kyuhyun ke pesta mereka. Selanjutnya tentang cokelat hangat yang dibelikan Heechul, berikut wajah cemas Heechul saat ini. Semua jelas membuat Donghae bingung. Jika dirinya saja bingung menerka tingkah tak jelas Heechul, bagaimana dengan Kyuhyun? Pikiran anak itu pasti jadi kacau sekali.

"Anda tidak seharusnya seperti ini. Bersikaplah seperti yang sebelumnya, aku tidak tahu harus menanggapi bagaimana sikap anda yang begini. Tolong jangan buat aku bingung dan berharap!"

Heechul tampak akan membuka mulutnya untuk menjawab namun akhirnya yang terdengar hanya helaan nafas yang gusar. Donghae yang merasa suasana disana berubah buruk berinisiatif menenangkan Kyuhyun yang tampak hampir menangis. Namun, belum sempat dia meraih bahu Kyuhyun, Heechul sudah menarik kedua bahu Kyuhyun lebih dahulu dengan gusar dan tampak mencengkramnya kuat.

"Kau selama ini ingin bicara denganku bukan? Fine! Kita akan bicara! Tapi sebelum itu kita ke rumah sakit! Kau mulai pucat Kyuhyun!"

"Aku tidak mau ke rumah sakit!!!" Kyuhyun menepis kasar cengkraman Heechul pada bahunya. Anak itu beringsut mundur dan berbalik, memeluk Donghae yang ada disisinya erat-erat. Sementara Donghae yang terkejut hanya bisa mengusap punggung Kyuhyun agar anak itu tenang.

Heechul lagi-lagi merasa dadanya sesak. Melihat Kyuhyun yang lebih nyaman bersama dengan Donghae dibandingkan dirinya jelas bukan pemandangan yang baik bagi emosinya.

"Hyung, bukankah di rumahmu ada klinik?"

Sejenak Heechul menatap Donghae, alisnya bertaut bingung mencerna apa yang Donghae maksud dengan klinik karena tidak ada tempat seperti itu di rumahnya. Namun bayangan ruang kerja miliknya tiba-tiba muncul, membuat Heechul merasa bodoh. Baiklah, di rumahnya bukan hanya ada klinik tapi rumah sakit mini. Semua bisa dilakukan disana, bahkan operasi kecil. Ruang kerja itu sudah lama berubah jadi ruang kesehatan. Karena itu, tanpa banyak bicara dia segera menempati kursi pengemudi lagi. Membiarkan Kyuhyun yang masih bersembunyi dalam pelukan Donghae. Entah menangis atau apa, dia tidak tahu tapi dia penasaran. Namun saat ini toleransinya masih tersisa hingga dia memutuskan untuk menekan dalam-dalam emosinya dan lebih mengutamakan perihal Kyuhyun yang perlu untuk ditangani.

"Ini, biarkan dia minum..."

Donghae menerima cokelat hangat yang diberikan Heechul namun saat mencoba mendorong Kyuhyun untuk melepaskan pelukannya, anak itu menolak. Heechul menahan diri untuk tidak memukul stir mobil, dia berusaha mengabaikan tingkah Kyuhyun dan berfokus pada jalanan saja.

'Ternyata diabaikan itu sesakit ini...'

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

TBC

Kalau nemu typo atau kesalahan lainnya, tandai dan beritahu yaa, terimakasih banyak!

Oiya, ini revisi yaa, jadi jgn ada yang bilang "Loh, inikan udah pernah aku baca, kok balik kesini lagi ya?"

Kalo masih ada yang begitu, uc gigit!!!

Terakhir,

Cuma mau bilang...

Sabar ya~

Continue Reading

You'll Also Like

80.7K 14.2K 22
Kecelakaan pesawat membuat Jennie dan Lisa harus bertahan hidup di hutan antah berantah dengan segala keterbatasan yang ada, keduanya berpikir, merek...
64.9K 12.5K 22
Lisa adalah segalanya untuk Jennie, Jennie adalah segalanya untuk Lisa. Kehidupan pernikahan mereka tidak berjalan seperti yang mereka ekspektasikan...
273K 23.4K 35
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
267K 21.2K 100
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...