Voice Later (Koe Adote) ✔

By inflakey

115K 9.4K 376

Voice Later : The voice that can't be heard ~ COMPLETE [18 Feb 2017] BOOK 1 -------- WARNING ------- ... More

Kata Pengantar
BAB 1 : PROLOG
BAB 2 : Tokyo
BAB 3 : School
BAB 4 : Blushing?!
BAB 5 : Suka?
BAB 6 : Cocok?
BAB 7 : Kiss?
BAB 8 : Date?!
BAB 9 : Going Out?
BAB 10 : Christmas Gifts
BAB 11 : What Happen With Rui?
BAB 12 : Who?!
BAB 13 : Hospitalization
BAB 14 : Fragments
BAB 15 : Chocolate Valentine
BAB 16 : Not a Date?
BAB 17 : Daiki Past~
BAB 18 : Daiki is a Monster?
BAB 19 : Take Care~
BAB 20 : Rival?
BAB 21 : Date with Mother In Law!!
BAB 22 : Kekasih?
BAB 23 : Game!
BAB 24 : Game Set!
BAB 25 : Beautiful Rui~
BAB 26 : Just Do Anything~
BAB 28 : Riku -san~
BAB 29 : End of the Beginning
Afterwords

BAB 27 : Sorry~

2.1K 259 13
By inflakey

Voice Later

Bab 27

==== presented by kimkey2305 ====

Rui mengapus air matanya dengan isakannya yang masih terdengar, dia mulai merogoh kantung celana Daiki mencari ponsel milik Daiki. Setelah menemukannya Rui dengan cepat menekan tombol nomor sakit pada ponsel tersebut.

"Halo? Ada yang bisa kami bantu?"suara dari sebrang telpon. Rui menggenggam kuat ponsel Daiki yang berada ditelinganya saat ini, menelan ludahnya.

"Halo?"kembali suara dari sebrang telpon, Rui memejamkan kuat matanya menahan isakannya kuat.

"Maaf?"ujar kembali dari sebrang telpon karna tak mendapatkan jawaban sama sekali.

"Sayakan akan matikan sambu-"

"Tolong"suara serak yang penuh dengan getaran akhirnya terdengar.

"Saya butuh bantuan"lanjut suara serak tersebut.

Setelah memberitahukan dimana keberadaannya sambungan telponpun terputus. Rui menatap kearah Daiki yang masih sama sekali tak bergerak dari tempatnya. Air mata Rui kembali mengalir menggenggam erat tangan Daiki.

"Aku mohon bertahanlah, Daiki"Rui yang terus dengan air matanya.

'Kalau saja aku mengikuti perkataan Daiki dari awal'

'Kalau saja aku berhasil bebas dari orang itu. Daiki...'

"Hiks... hiks..."

'Daiki tidak akan seperti ini. Aku-'

Ponsel ditangan Rui bergetar, Rui mengalihkan pandangannya menatap layar ponsel tersebut menampilkan panggilan masuk dari Fumio. Rui dengan cepat menjawab panggilan tersebut.

"Oi! Daiki dimana kau?!"suara kesal Fumio menyambut pangggilan tersebut.

"Oi! Daiki! Kenapa kau diam saja! Rui di-"

"Fu -chan... hiks.."suara lirih dengan isakan akhirnya terdengar.

Fumio begitu terkejut, saat mendengar suara yang begitu yang lirih dari sebrang telponnya. Suara serak yang bergetar sangat asing ditelingnya namun sebuah panggilan yang tekesan begitu dekat dan akrab baginya.

"Ru... rui?"ujar Fumio memastikan. Suara isakan yang semakin menjadi membuat fumio semakin panik.

"Daiki... hiks.."suara Rui tertahan dengan isakannya sendiri.

"Daiki? Apa yang dilakukan Daiki? Katakan yang jelas"ujar Fumio.

Suara sirene ambulan terdengar, Rui sedikit tersentak dan menatap kearah suara ambulan yang mulai mendekat. Fumio yang berada disebrang telponpun dapat mendengar sirene tersebut.

"Fu -chan aku akan ke M Hospital dengan ambulan"ujar Rui yang kemudian mengakhiri panggilan secara sepihak. Rui dengan cepat berdiri dan memberikan isyarat kepada ambulan yang melaju kedekatnya.

Fumio dengan cepat meraih jaketnya yang tergantung dibalik pintu pintunya, memakainya sembari berjalan keluar dari kamarnya menuruni tangga dengan terburu-buru. Youko yang baru saja balik dari tokonya melihat Fumio yang sangat terburu-buru.

"Aku akan keluar kaasan. Nanti akan kujelaskan"ujar Fumio yang berjalan mmelewati ibunya begitu saja kemudian mengenakan sepatunya dan keluar secepatnya dari rumah.

Daiki sudah diangkat kedalam ambulan dan beberapa petugas yang sedang melakukan pertolongan pertama terhadap Daiki. Rui berada sisi kanan ranjang memperhatikan Daiki yang sama sekali tidak ada pergerakan. Rui menggosok-gosok tangan kanan Daiki guna untuk meningkatkan suhu tubuh Daiki.

Petugas memasangkan oksigen pada hidung serta mulut Daiki yang disungkup untuk ventilasi, melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap tubuh Daiki.

"Denyut nadi melemah"ujar salah satu petugas, Rui menatap petugas itu lirih isakannya tak berhenti terdengar.

"Masih lama sampainya?"tanya Rui lagi.

"Sekitar 5 menit lagi"ujar salah satu petugas yang menatap arloji ditangannya.

"Tolong siapkan surat untuk segera melakukan operasi"ujar Rui. Petugas mengangguk dan mengambil ponsel menghubungi pihak rumah sakit untuk segera menyiapkan dokter.

Ambulan berhenti tepat didepan pintu otomatis pintu rumah sakit, abulan terbuka dan memperlihatkan seorang dokter muda yang telah menunggu kedatangan ambulan tersebut. Rui menatap kejut dokter tersebut begitupula dokter tersebut menatap Rui yang sangat berantakan.

"Cepat turunkan"ujar sang dokter menarik ujung ranjang dari dalam ambulan dimana Daiki yang terbaring. Ruipun turun dari ambulan dan mengikuti kemana ranjang Daiki digiring.

"Luka ditubuhnya karena berkelahi, setelah berkelahi dia terjatuh dari tangga dan tidak sadarkan diri. Denyut nadinya sedari tadi lemah, tidak ada luka luar saat jatuh kemungkinan cedera tulang atau pendarahan dalam tubuh"ujar Rui cepat masih mengikuti ranjang Daiki yang digiring. Dokter tersebut mengangguk mengerti.

"Kita akan melakukan Angiografi koroner dan siapkan peralatan bedah jantung"ujar sang dokter pada salah satu perawat yang ikut menggiring Daiki, perawat tersebut mengangguk.

Langkah kaki Rui terhenti saat ranjang Daiki mulai memasuki pintu besar operasi dan melihat Daiki yang semakin menghilang dalam pintu ruangan tersebut. Rui dengan cepat mearaihjubah putih khas seorang dokter dengan isakannya menahan langkah dokter tersebut.

"Aku mohon hiks... selamatkan Daiki hiks..."suara lirih Rui. Dokter tersebut memegang tangan Rui melepaskan cengkraman tangan Rui pada jubahnya.

"Pasti. Tenang dan tunggu"ujar sang Dokter menggenggam kuat tangan Rui. Rui mengangguk masih dengan isakannya, sang dokterpun melepaskan genggaman tanganya pada Rui dan masuk kedalam ruang operasi meninggalkan Rui yang berdiri mematung menatap pintu operasi yang semakin lama semakin menutup rapat.

Suara langkah lari mendekati Rui dimana yang masih berdiri mematung didepan pintu operasi. Fumio menghentikan langkahnya dengan napasnya yang terengah-engah saat mendapatkan punggung Rui yang nampak sangat lemah. Fumio berjalan pelan menuju Rui berdiri, namun menjadi sedikit berlari saat melihat Rui yang goyah dan akan terjatuh. Fumio dengan cepat menangkap tubuh Rui yang bergetar.

"Fu -chan?"suara lirih Rui saat mendapatkan Fumio yang menangkap tubuhnya.

"Rui kau baik-baik saja?"tanya Fumio. Rui menggeleng.

"Da..i..ki di... dia"Rui menatap kearah ruang operasi. Fumio nampak terkejut.

"Fu -chan hiks..."tangis Rui meledak. Fumio dengan cepat memeluk Rui menepuk pelan punggung Rui serta mengelus kepala Rui untuk memberikan sedikit ketenangan pada Rui.

"Daiki akan baik-baik saja"ujar Fumio.

Isakan Rui semakin menjadi dalam pelukan Fumio, Rui mencengkram kuat jake yang kenakan oleh Fumio. Fumio masih terus berusaha menenangkan Rui, mengajaknya untuk duduk di kursi yang tersedia. Melihat Rui yang seperti ini membuatnya tak mampu untuk mampu untuk menanyakan apapun, lidahnya begitu keluh hanya karna suara isakan dari Rui.

Suara beberapa langkah kaki mendekat kerah Rui dan Fumio, Fumio mendongakkan kepalanya melihat orang-orang yang Ia kenali datang dengan wajah yang sangat cemas.

"Fumio -kun, ada apa dengan Daiki?"suara serak nampak sangat cemas.

"Masih diruang operasi aya -san"jawab Fumio, Aya yang merupakan Ibu Daiki nampak kaget menatap pintu operasi yang tertutup rapat dengan wajah yang sangat pucat.

"Apa yang terjadi?"tanya Ibu Daiki pada Fumio, Fumio menggeleng tak memiliki jawaban untuk pertanyaan tersebut. Wajah pucat Ibu Daiki semain menjadi.

"Ma... maaf i... ibu"suara lirih Rui yang sedaritadi menundukkan kepalanya dengan tangisannya.

"Ru... rui?"ujar Kaget Ibu Daiki menatap Rui yang masih menunduk, kemudian menatap Fumio yang mengangguk pelan.

"I... ini se... semua ka...karna ku hiks..."suara Rui kembali, air matanya jatuh keatas tangannya yang saling bertauatan kuat diatas pahanya.

Yoshio dan yang lainnya pun ikut kaget menatap Rui seakan tak percaya dengan apa yang baru mereka dengar. Sebuah suara yang tidak mereka bayangkan untuk mengerka dengarkan. Sebuah suara yang sama sekali belum pernah mereka dengar. Sebuah suara yang asing namun berasal dari seseorang yang sama amat mereka kenali.

"Hiks... Ka... kalau sa... saja hiks... a... aku ti ... tidak hiks..."Rui mengerahkan kedua telapak tangannya menutupi penuh wajahnya.

Suara isakannya terpendam oleh telaak tangannya sendiri, air mata Rui membasahi telapak tangannya berbaur dengan pipinya. Ibu Daiki menatap Rui yang saat ini sedang menunduk tak memperlihatkan sama sekali wajahnya hanya suara isakan yang terus terdengar. Ibu Daiki duduk pada bangku disebelah Rui, meraih tubuh Rui dan memeluknya dari samping sembari mengelus lembut rambut Rui.

"Ini bukan salah Rui. Semuanya akan baik-baik saja"ujar Ibu Daiki dengan tenang guna untuk menenangkan Rui juga.

Rui menarik tangannya yang menutupi wajahnya sedaritadi menatap pada Ibu Daiki yang tersenyum lembut dengan wajah pucatnya. Ibu Daiki mengarahkan jemarinya menghapus air mata milik Rui.

"Daiki anak yang kuat. Hal seperti ini bukan masalah untuknya"jelas Ibu Daiki pada Rui.

"Tapi dokter bilang dia akan melakukan pembedahan jantung ibu. Ba-"

"Shhttt-"Ibu Daiki memotong memotong perkataan Rui.

"Percaya pada dokter itu juga Daiki. Semuanya akan baik-baik saja"tambah Ibu Daiki.

Rui menatap Ibu Daiki dengan wajahnya yang lembab memejamkan matanya kasar kemudian mengangguk dengan air mata yang terus mengalir. Ibu Daiki menepuk-nepuk pelan bahu Rui sembari sesekali melirik kearah ruang operasi tak lupa menyakinkan dirinya sendiri juga.

"Rui"suara Jiro membuat Rui mendongakkan kepalanya menatap Jiro yang berdiri tak jauh dihadapannya.

"Chikafuji senpai akan baik-baik saja"ujar Jiro disertai dengan senyumannya. Rui dengan cepat mengangguk dan membalas senyuman Jiro dengan senyuman kecilnya.

"Terima kasih"ujar Rui menghapus air matanya. Rui merasakan sebuah tangan berada berada diatas kepalanya, mengacak rambutnya pelan.

"Jangan terus menangis. Daiki akan cemas melihatmu seperti ini"Junko yang berjongkok didepan Rui dengan tangannya yang masih mengacak lembut rambut Rui. Rui menatap wajah Junko yang saat ini sedikit lebih rendah darinya, Junko tersenyum lembut pada Rui. Rui kemudian menunduk dan kemali terisak.

"Eh?!"kaget Junko yang menarik tangannya dan menatap Rui panik, seketika itupun Ia juga mendapatkan tatapan membunuh dari Fumio. Begitupula pula yang lainnya langsung melihat Rui panik, namun segera kepanikan mereka terhenti oleh kekehan kecil dari Rui.

"Maaf-"Rui menahan kekehannya.

"Aku tidak menyangka Junko -san bisa mengatakan hal normal"ujar Rui.

"Eh?"pekik Junko kage mendapatkan eluhan dari Rui.

"Pfft-"tawa Jiro serta lainnya.

Setelah menunggu beberapa jam pintu operasi terbuka menampakkan seroang dokter muda yang keduar dengan pakaian serba birunya. Rui dan Ibu Daiki serta lainnyapun dengan cepat menghampiri dokter tersebut.

"Dokter bagaimana anak saya?"ujar Ibu Daiki. Sang dokter nampak kaget ketika disambut dengan sangat ramai. Dokter tersebut melepaskan kacamatanya menaruhnya kedalam saku baju birunya, kemudian melepaskan ikat rambut miliknya.

"Tidak perlu khawatir. Kami berhasil menangininya"ujar sang dokter dengan senyumannya.

"Pasien mengalami syok kardiogenik"ujar dokter tersebut.

"Hanya syok sampai harus di be-"

"Kau bodoh seperti biasanya ya, Fumio -kun"ujar sang dokter menekan kata terakhirnya yang memotong perkataan Fumio, membuat Junko dan lainnya terkekeh geli kecuali Rui dan Ibu Daiki. Fumio menatap kesal kearah dokter tersebut.

"Apa parah untuk jantungnya?"tanya Rui mengabaikan kekehan lainnya. Sang dokter menatap Rui.

'Bagimana dokter ini mengetahui nama Hayasi senpai?'pikir Jiro yang sudah menghetikan tawa kecilnya

"Memang sedikit kesusahan karena dia mengalami cedera pada tulang rusuknya, namun semuanya berjalan lancar"jelas sang Dokter, Rui menghela napasnya lega bersama dengan Ibu Daiki.

"Saya akan menjelaskan hal lainnya lagi nanti. Sebelumnya boleh saya pinjam anak ini?"dokter tersebut menunjuk Rui dengan senyumannya pada Ibu Daiki, Ibu Daiki menatap dokter tersebut dengan kaget.

"Kau juga harus menjalani pemeriksaan"ujar sang dokter dengan suaranya yang berubah serius pada Rui.

"Rui -chan apa kau juga terluka?"tanya Ibu Daiki panik. Rui menggeleng sebagai jawabannya.

"Aku ingin-"

"Tidak. Ikut aku. Aku akan memeriksamu"ujar dokter tersebut tegas pada Rui, Rui menatapnya kejut. Dokter tersebut menghela napasnya.

"Aku senang mendengar suaramu. Tapi biar bagimanapun kau harus melakukan pemeriksaan"ujar sang doker tersebut.

Rui menatap kaget dokter tersebut atas apa yang telah diucapkan dokter tersebut. Ia tidak menyadari sampai dokter itu mengatakannya.

Dirinya berbicara

Dirinya mengeluarkan suara

Itulah pikiran Rui saat ini. Sedaritadi Ia tak menyadari kenyataan tersebut, pikirannya hanya dipenuhi dengan Daiki sampai melupakan kenyataan yang sebelumnya kalau Ia tidak dapat berbicara.

"Pasien akan dipindah keruang rawat. Rui Ikutlah denganku"ulang sang dokter.

"Tapi-"

"Rui turuti saja Riku -san. Serahkan Daiki pada kami"ujar Fumio, Rui menatap Fumio tak setuju.

"Aku akan memaksamu Rui"ujar dokter tersebut yang meraih tangan Rui kemudian menggendong Rui dengan posisi memanggul Rui diatas bahanya dan berjalan menjauhi ruang operasi.

"Turukan aku. Aku tidak mau"berontak Rui yang tak dihiraukan oleh dokter tersebut yang terus berjalan.

"Tunggu. Rui -"

"Aya -san tidak apa"ujar Fumio yang menghentikan Ibu Daiki untuk mengejar Rui dan dokter tersebut.

"Tapi senpai, dokter itu mem-"

"Tentu saja dia membawa Rui"ujar Fumio yang juga memotong perkataan Jiro.

"Rui akan baik-baik saja"ujar Fumio.

"Dia memang membutuhkan pemeriksaan bukan?"tambah Fumio.

"Senpai tadi dokter itu memanggil nama senpai. Kalian saling mengenal?"tanya Jiro.

"Ah! Belum aku kasih tau?"tanya balik Fumio, mendapatkan gelengan kepala dari Jiro.

"Dia itu kakak kandungnya Rui"ujar Fumio santai dengan senyumannya.

"Heeeeeeeeh?~"pekik kaget mereka saat mendapatkan jawaban dari Fumio.

"Hal penting seperti itu seharusnya kau katakan sedari tadi"kesal Chio dengan tangannya yang berada diwajah Fumio, memegang kuat wajah Fumio kesal.

"Kmpliamp timhdmh brmhtanyamph (kalian tidak bertanya)"ujar Fumio dimana Ia berusaha untuk melepaskan tangan kecil Chio di wajahnya.

"Tidak akan kulepaskan"ujar Chio masih dengan kesalnya.

Tak seberapa lama pintu operasi kembali terbuka dan memperlihatkan Daiki yang masih belum sadarkan diri digiring diatas ranjang rawat dengan infus serta oksigen yang masih berada ditubuhnya.

= TO BE CONTINUE =

Rencananya In pengen buat dramatis bingits gitu, tapi ternyata sulit wkwkwkwk hanya segini yang In bisa >0<

Continue Reading

You'll Also Like

169K 2.9K 90
Curang? Perkataan itu pantang bagi semua isteri atas dunia ini. Begitu juga dengan Azlyn. Ketika di kemuncak bahagia, dia diuji dengan kecurangan sua...
5K 693 44
📑Setelah kematian Ibu bapanya. Umino Iruka ditarik untuk berlatih dibawah Shimura Danzo. Kakashi adalah Kakashi, yang penuh dengan rasa ingin tahu �...
10.3K 672 43
𝑲𝒂𝒓𝒚𝒂 𝑷𝒆𝒓𝒕𝒂𝒎𝒂 𝒀𝒂𝒏𝒈 𝑴𝒆𝒎𝒑𝒖𝒏𝒚𝒂𝒊 𝑩𝒂𝒏𝒚𝒂𝒌 𝑲𝒆𝒔𝒂𝒍𝒂𝒉𝒂𝒏~ [ʀᴇᴠᴀᴍᴘ][sʟᴏᴡ ᴜᴘᴅᴀᴛᴇ] 𝓣𝓮𝓷𝓰𝓴𝓾 𝓜𝓸𝓱𝓭 𝓕𝓪𝓱𝓲𝓶...
22.1K 1.6K 21
SAMBUNGAN BUNGA AZALEA 1 Start : Friday, 19 March 2021 Ini perjuangan Hadif. Perjuangan dia untuk berubah. Perjuangan dia untuk menerima diri. Perjua...