The Name Of Love ( Feltson )

By dramionefeltson123

134K 13.5K 4.6K

Thomas Andrew Felton (Tom Felton) Aktor kelahiran Epsom, Surrey, Inggris. 22 September 1987. Dia memulai kari... More

Prolog
Chapter 1: Welcome to Canada
Chapter 2: About Last Night
The Casts
Chapter 3: Shooting
Chapter 5: New Beginning
Chapter 6: Who Knows?
Chapter 7: Begin
Chapter 8: Winter Wonderland
Chapter 9: Cherry and Tommy
Chapter 10: Instagram
Chapter 11: Deserve Each Other?
Chapter 12: A Little Secret?
Chapter 13: Where is Josh?
Chapter 14: Spain
Chapter 15: Without You
Chapter 16: So Grateful
GOOD NEWS!!
Chapter 17: Go Public!
Chapter 18: Life is Easy, right?
Chapter 19: The Wedding
Chapter 20: New Life
Chapter 21: The Premiere
Chapter 22: Start from now
Chapter 23: I Love You, Tom
Chapter 24: Hutcherson
Chapter 25: Caught You!
Chapter 26: Decision
Chapter 27: Apologize
Chapter 28: Prepare
Chapter 29: The Day
Chapter 30: Bali
Chapter 31: New Life
EPILOG Part 1 (?)

Chapter 4: Dilemma

4.7K 596 217
By dramionefeltson123

Hai semua aku balik lagi! Terima kasih semua yang udah komen dan Vote di chapter sebelumnya. Kalian memang yang terbaik :* Dan ini dia part 4 nyaa.. Jangan lupa vote dulu sebelum baca biar lebih ikhlas hahaha :D

-----------

"Aktingmu bagus sekali, Tom." Suara lembut Emma Watson menembus telinganya dan seketika Tom merasa rindu dengan sosok wanita ini.

Tom menggeser posisi duduknya dan mempersilahkan Emma untuk duduk disampingnya, "Thank you." Balas Tom yang tersenyum pada Emma. Matanya langsung tertuju pada pakaian perawat yang kini tengah melekat di tubuh Emma. Pakaian perawat berwarna putih dan rambutnya yang di gelung rapih sehingga memamerkan leher putihnya. Tom hampir kehilangan konsentrasi saat melihat leher jenjang Emma.

Tom mengubah kembali posisi duduknya agar lebih dekat ke Emma. Sedangkan Emma masih menatap lurus melihat ke sekelilingnya. Dimana Alfonso dan beberapa crewnya tengah menyiapkan tempat shooting untuk scene ketiga. Dimana ini adalah scene terakhir untuk hari ini.

"Kau pernah bermain film Action?" tanya Emma yang menoleh ke Tom. Tom Nampak berpikir, "Pernah. Tapi ini film Action pertamaku dimana aku jadi pemeran utama dan aku menjadi bagian dari Action itu. Menyenangkan namun sangat menegangkan." Jelas Tom. Emma sendiri hanya tersenyum dan menganggap.

Tom menghela nafasnya, "Emma. Aku minta maaf atas kejadian dikamarku dihari terakhir kita bertemu. Aku benar-benar tidak bisa menjaga ekspresiku. Kau tahu. Aku hanya terkejut kau masih ada di Apartement ku di pagi hari. Bahkan kau mau merawatku saat aku sakit sebelum aku yang membuatmu kesal." Tom menjelaskan dengan suara yang tercekat. Dia tidak tahu harus bagaimana meminta maaf kepada wanita cantik di hadapannya ini. Dia juga tidak tahu apakah permintaan maafnya akan diterima jika dia meminta maaf seperti ini.

Emma menatap wajah Tom yang terlihat gugup menyatakan permintaan maafnya, lalu dia tersenyum. "Ya kau benar-benar tidak bisa menjaga ekspresimu. Maafkan aku juga yang langsung marah begitu saja tanpa tahu apa alasanmu." Tom tersenyum mendengarnya lalu mengangguk pelan.

Tom mengulurkan tangannya kepada Emma, "Friends?" Emma menatap mata Tom sesaat sebelum dia menjabat tangan Tom lalu tersenyum, "Friends." Mereka berdua pun tertawa.

"Tidurlah. Akan kubangunkan kalau shooting akan dimulai." Tom mengangguk lalu menyandarkan kepalanya di kepala kursi panjang itu dan memejamkan matanya. Beberapa menit kemudian suara dengkuran kecil sudah terdengar menandakan kalau Tom sudah tidur. Emma yang masih tetap pada posisinya pun menatap Tom. Wajahnya sangat damai ketika tertidur, membuat Emma ingin mengelus wajah tampannya. Dan itu pun yang dilakukannya.

Tangannya mengelus pipi Tom dan kemudian menyisir rambut Tom yang jatuh di keningnya dengan jari-jarinya. Diulanginya berulang kali sampai harum wangi rambut Tom menempel di sela-sela jarinya. Emma menyukainya.

*

Scene 3:

"Jess. Kau berhasil. Kau berhasil." David memeluk Jessica yang tengah mengatur nafasnya. Dadanya sungguh sesak karena telalu lelah berlari. Dia tidak pernah berlari seperti ini sebelumnya. Mata Jessica tertutup dan dia masih terus mengatur nafasnya sambil menahan rasa sakit di kakinya.

David melepas pelukannya lalu melihat ke arah kaki Jessica yang banyak mengeluarkan darah karena terkena plesetan peluru. David pun merobek kausnya yang bagian bawah lalu menutupi luka Jessica dengan kausnya. "Apakah itu sangat sakit?" tanya David. Jessica mengangguk pelan. Wajahnya sudah sangat pucat dan keringat dingin mulai membasahi wajahnya.

"Ayo kita cari bantuan." David bangkit dan berusaha membantu Jessica bangun. Ketika Jessica baru menapakkan kakinya, dirinya sudah tumbang dan jatuh pingsan. Jessica benar-benar tidak kuat menahan rasa sakit itu.

"Jess.." David pun membopong Jessica, ketika dirinya ingin berjalan menuju gerbong lain, seorang perawat datang dengan membawa kotak P3K.

"Dia tertembak." David memberitahu. Segera saja perawat itu menuntun David untuk menuju ruang kesehatan.

Sesampainya disana beberapa perawat lain sudah siaga. David pun meletakkan Jessica di tempat tidur ketiga. Dimana tepat disamping dua pasien lain yang mengalami hal yang sama. Salah satunya dikenali David karena dia adalah teman David di militer.

"Joshua tertembak di lengannya ketika dia melarikan diri." Jelas perawat yang tadi mengantarkan David ke ruang kesehatan itu. David melihat temannya itu dengan rasa iba. Joshua adalah temannya yang paling tangguh dan sulit untuk menembak atau menangkapnya, namun kini dia terbaring di ruangan ini karena lengannya tertembak. David pun kembali fokus ke Jessica. Jessica segera diberikan perawatan oleh beberapa perawat. Tas Jessica sudah ada di tangan David.

"Kau sebaiknya beristirahat, David. Nanti malam akan ada pertemuan di ruang mayor." Ujar perawat yang ada disamping David. "Dimana ruanganku?" tanya David. Perawat itu pun berjalan keluar ruang kesehatan dan menuntun jalan David menuju salah satu gerbong yang memang dikhususkan untuk kamar.

Mereka pun sampai di salah satu kamar yang bertuliskan 'Soldier Jared'. "Terima kasih, Patricia." Ujar David pada perawat itu. Patricia hanya tersenyum lalu dia melihat ada luka goresan di wajah David.

"Aku akan membersihkannya dengan air dingin." David tahu apa yang akan dikatakan oleh Patricia. Dia kenal betul bagaimana Patricia. Dan ini bukan sekali dua kali Patricia melihat wajah David yang terluka.

Mereka terdiam sesaat. Antara David dan Patricia tidak ada yang mengatakan sesuatu. Hanya ada keheningan yang mereka ciptakan. "Jika butuh apapun aku ada di ruang kesehatan." Ujar Patricia sebelum dia pergi meninggalkan David. Sedangkan David menatap kepergian Patricia sampai Patricia menghilang dari pandangannya.

"Ohh.. Patrice."

*

Patricia masuk kembali ke ruangannya dan meminta hasil pemeriksaan dari Jessica kepada asistennya. "Namanya Jessica Hudson. Usia 18 tahun. Tidak ada luka serius. Hanya terkena goresan peluru dan sudah dijahit." Ujar asistennya yang memberikan hasil pemeriksaan kepada Patricia.

"Baiklah kau masukkan ini ke arsip." Patricia memberikan kembali lembaran hasil pemeriksaan itu. Kemudian dia duduk tepat disamping Jessica yang mulai membuka matanya.

"Hello." Sapa Patricia kepada Jessica yang sedang menyesuaikan matanya. Jessica melihat ke arah Patricia yang tengah tersenyum kepadanya.

"Kau siapa?" tanya Jessica dengan tatapan awas kepada Patricia. Matanya menilik ke seluruh ruangan remang yang hanya diterangi 1 lampu neon. Disampingnya terdapat 2 pasien lainnya yang tengah terbaring seperti dirinya.

"Tenanglah. Aku Patricia Dalton. Aku kepala perawat disini." Jessica menoleh ke arah Patricia yang masih tersenyum padanya. Wajahnya benar-benar damai dilihat, membuat Jessica yang tadinya tegang menjadi lebih tenang melihat wajahnya dan mendengar suara lembutnya.

"Namamu Jessica Hudson?" tanya Patricia yang masih berusaha membuat Jessica fokus akan dirinya. Jessica mengangguk, baru dia akan menggerakan tubuhnya untuk duduk, rasa sakit di kakinya mulai terasa dan membuatnya menjerit.

"Jangan bangun dulu. Sebaiknya kau istirahat." Patricia membantu Jessica untuk tidur kembali dan merapihkan posisi bantal yang nyaman untuknya.

"Dimana Dave? Dimana sahabatku?" tanya Jessica dengan suara tercekat. Perubahan ekspresi Patricia pun terlihat. Tadinya wajahnya tersenyum ramah, namun kini senyumnya hilang dan ia memasang wajah penasaran.

"Soldier Jared sudah berada diruangannya. Jika kau sudah lebih baik, aku akan mengantarkanmu kesana." Terang Patricia. Jessica mengernyitkan matanya mendengar panggilan Patricia kepada David.

"Soldier Jared?"

"Ya. David Jared. Dia adalah salah satu soldier disini." Patricia melihat keterkejutan di wajah Jessica. Dia mulai berpikir apakah David tidak memberitahukan statusnya sebagai tentara kepada Jessica?

"Kau sahabat David?" tanya Patricia yang mengalihkan pembicaraan sekaligus menanyakan hal yang sedari tadi membuatnya penasaran.

Jessica mengangguk. "Apakah kau sahabat David yang sedari kecil itu?" Patricia kembali bertanya. Jessica melihat Jessica dengan tatapan heran lalu mengangguk.

"Bagaimana kau tahu?" Jessica berbalik menanyakan hal itu. Bagaimana seorang perawat disini bisa tahu tentang dirinya dan David?

"David sering menceritakanmu kepadaku. Baiklah beristirahatlah. Aku akan bangunkan kau untuk makan malam nanti." Patricia menaikkan selimut Jessica sampai dadanya lalu tersenyum sebelum pergi meninggalkan ruangan.

*

David baru saja selesai dari pertemuan di ruang mayor malam ini. Lalu dia akan makan malam bersama para soldier lainnya di camp saat mereka sampai nanti. Sekitar setengah jam lagi mereka akan sampai tempat tujuan.

"Soldier Jared." Panggil seseorang dari belakang tubuh David saat dirinya ingin kembali ke kamarnya.

"Mayor Dalton." David tertunduk ketika orang itu berdiri di hadapannya.

"Panggil aku Christian diluar masa bertugas."

"Dan panggil aku David kapanpun kau mau." Christian tertawa dan menepuk pundak David yang juga tertawa. Mereka pun berpelukan seperti teman lama. Diluar sikapnya yang dingin, Christian hanya bisa bersikap hangat di hadapan David dan adiknya Patricia.

"Kudengar kau bawa satu tambahan anggota?" mereka pun berjalan bersama menuju gerbong khusus kamar para soldier.

"Ya. Dia sahabatku, Jessica Hudson. Kurasa kau sudah tahu tentang dia."

"Sahabatmu yang sering kau ceritakan itu? Menurutmu apa gunanya dia disini?" Christian memang bukan tipekal orang yang suka berbasa-basi. Dia akan langsung bilang apapun kepada lawan bicaranya tanpa peduli apakah lawan bicaranya menyukai atau tidak.

David mengangkat kedua bahunya, "Aku tidak berniat membuatnya terlibat. Aku menyelamatkannya karena dialah satu-satunya harta yang kupunya." Langkah Christian terhenti mendengarnya.

"Kau mencintainya?" tanya Christian to the point. Mereka tidak pernah membicarakan hal ini. Cinta? Itu hanya isapan jempol bagi para tentara. Apalagi mereka adalah tentara tersembunyi.

"Jelas aku mencintainya. Dia sudah seperti saudara perempuan untukku. Kami saling menyayangi." Wajah David memerah. Dia tidak menyangka akan melakukan pembicaraan pribadi seperti ini kepada Christian. Tapi dia lebih tersipu memikirkan siapa wanita yang dia cintai.

Christian terkekeh melihat ekspresi David yang malu karena pertanyaannya, "Apakah ada wanita yang bisa membuatmu jatuh cinta?"

David menghentikkan langkahnya saat mendengar pertanyaan Christian. Dia menatap Christian dengan ragu lalu menggeleng, "Tidak. Belum ada yang wanita yang bisa membuatku jatuh cinta."

David menyeringai, "Bagaimana denganmu, Captain? Apa kau akan terus tidur bersama senapanmu selamanya atau akan mencari wanita untuk menjadi teman tidurmu?" tanya David yang diakhiri dengan tawa. Christian yang mendengarnya tertawa dan menggeleng pasrah.

"Entahlah. Mungkin aku tidak akan pernah jatuh cinta. Hidupku selamanya akan ku dedikasikan ke dunia militer." Christian menghela nafasnya memikirkan hidupnya. Dia sudah berusia 20 tahun, namun selama hidupnya dia tidak pernah mencintai seseorang. Hanya satu orang yang dicintainya seumur hidupnya, yaitu adiknya.

David menepuk pundak Christian, "Temukan wanita! Kau harus membagi duniamu dengan yang lain. Kau tampan, Cap. Siapapun pasti jatuh cinta padamu." Jelas David sebelum berjalan menuju kamarnya yang sudah didepan mata. Christian tampak diam dan berpikir.

Saat David ingin masuk ke kamarnya, Christian memanggilnya. "Dave.." David berbalik dan menoleh. "Aku tidak suka melihatmu terlalu dekat dengan adikku. Jadi kumohon menjauh darinya." Suara Christian benar-benar serius. Tatapannya mengintimidasi. Belum David menjawab, Christian sudah pergi menuju kamarnya yang ada di ujung gerbong.

David hanya diam terpaku ditempatnya. Tubuhnya kaku mendengar perkataan Christian barusan. Bagaimana dia bisa jauh dari Patricia?

"CUT!! WRAP!!" scene kali ini hanya menghabiskan 5x take. Terutama Emma Watson yang memang mudah dalam mengambil take.

"SELESAI UNTUK HARI INI!! WELL DONE GUYS!!" akhirnya Alfonso mengumumkan kalau shooting hari ini sudah selesai. Semua crew dan pemain pun bertepuk tangan mendengar hal itu. Hari sudah mulai malam dan para pemain dianjurkan menginap di lokasi.

Setelah beristirahat, makan malam, dan membicarakan tentang scene selanjutnya seluruh pemain dan crew dibebas tugaskan. Kecuali para editor dan Alfonso yang masih gencar bekerja untuk membicarakan scene hari ini yang sudah sangat sempurna dijalani.

Amanda dan Josh terlihat tengah berbincang di dekat lokasi. Mereka terlihat bahagia karena dapat berbincang bersama. Terutama Amanda yang memang nge-fans dengan Josh dan film-film yang dimainkannya.

Disatu sisi ada Tom yang tengah sendiri terduduk menatap bulan yang menderang di atas sana. Dia duduk di tanah dengan menyandar batu besar dan melipat satu kakinya. Dia awalnya memuji bagaimana indahnya bulan diatas sana, namun semuanya berubah ketika dia kembali mengingat Jade. Jadilah dia galau berat malam ini.

"Bulan yang indah." Suara seseorang disampingnya membuat Tom terkaget dari lamunannya. Dia pun menoleh dan melihat Emma tengah berdiri disampingnya dengan senyuman termanisnya. Entah bagaimana sekarang Tom menyukai senyumannya yang sejak dulu memang sudah manis. Tom menyukai dan menginginkan lebih banyak.

"Bulan selalu indah. Namun sangat sulit digapai." Tom kembali mengalihkan pandangannya pada bulan diatas sana. Emma pun memutuskan untuk duduk disamping Tom. Entah apa yang membuat dirinya kini ingin dekat dengan Tom. Mungkin dia ingin memperbaiki hubungannya yang dulu sempat renggang bersama Tom.

"Tom.."

Tom menoleh ke arah Emma dan berdehem.

"Boleh aku tanya sesuatu?" Emma berbicara lebih kecil daripada bisikan, namun Tom masih mendengarnya dan mengangguk tanda setuju.

"Kenapa kau menjauhiku, Tom?" Tom membulatkan matanya mendengar pertanyaan Emma. Emma masih menatap lurus kedepan tanpa melihat ekspresi Tom yang terkejut.

Emma pun menoleh dan melihat kembali wajah tampan Tom, "Kenapa setelah kau berpacaran dengan Jade, kau menjauhiku?" kini Emma memperjelas pertanyaannya. Tom menundukkan kepalanya dan lebih tertarik menatap sepatunya.

Setelah beberapa saat tertunduk dan diam, akhirnya Tom menggeleng. "Aku tidak tahu, Em. Saat itu yang aku tahu aku harus menjauhimu. Demi Jade." Tom mengangkat kepalanya tapi tidak menoleh ke arah Emma.

"Kenapa? Apa aku pernah mengganggumu ketika kau bersamanya? Apa aku pernah mengusik hidup kalian? Aku tidak pernah melakukan apapun. Tapi tiba-tiba saja kau menjauhiku." Emma meluapkan segala pertanyaan yang dipendamnya selama bertahun-tahun. Dia tidak menyangka akan menyatakannya dan bisa terbawa emosi seperti ini.

Tom menoleh dan kembali melihat Emma yang masih menatapnya. Air mata menggenang di pelupuk matanya. Entah kenapa Emma bisa menangis karena hal ini. Tom mulai berpikir, apakah Emma masih memiliki perasaan terhadapnya?

Tangan Tom ingin menyentuh pipi Emma namun diurungkan niatnya. "Aku tidak tahu, Em. Aku hanya berusaha melindungi Jade. Kau tahu berapa banyak orang yang menjodohkan kita pada saat itu? Dan mungkin kau tidak tahu berapa banyak orang yang mem-bully Jade. Aku tidak bisa biarkan itu, Em." Dengan mudahnya Tom mengatakan hal seperti itu di depan wajah Emma. Emma mulai berpikir penjelasan Tom ada benarnya.

"Beruntung saat di premiere Harry Potter and The Half-Blood Prince kau membawa kekasihmu dan mengumumkan kalau kau sudah punya kekasih. Dimulai dari situ para pem-bully Jade berkurang. Aku tidak bisa membiarkan orang-orang mem-bully nya pada saat itu, aku mencintainya." Dada Emma terasa sesak mendengarnya.

Baiklah dia akan jujur pada dirinya sendiri kalau dia masih mencintai Tom dan masih mengharapkannya. Dia masih mencintai Tom disegala bentuk, rupa, dan sifat Tom yang sangat dikenalinya. Cintanya tidak pernah berubah setelah 15 tahun. Tom adalah cinta pertamanya, dan cinta pertama tidak pernah mati.

Dan kini mendengar Tom mengatakan kalau dia mencintai Jade membuat hatinya kembali sakit. Setelah jauh dari Tom selama 7 tahun, inilah yang didapatnya. Dia masih mencintai Jade, dan itulah alasan Tom mengapa menjauhi dirinya. Emma hampir menangis seperti seorang gadis usia 10 tahun yang mencintai Tom. Namun dia tahu dia tidak akan menangis didepan Tom. Tidak akan pernah.

"Kalau begitu aku sudah dapat jawabannya. Selamat malam, Tom." Emma bangkit dan pergi tanpa melihat Tom lagi. Malamnya sudah terlalu buruk. Bahkan bulan malam itu sudah tak seindah sebelumnya.

"Maafkan aku, Em. Andai kau tahu apa alasanku yang sesungguhnya."

*

2 minggu kemudian

Set shooting scene ke 4 sudah siap. Kini masih bertempat di Seattle, namun tempat shooting kali ini benar-benar sudah di dalam hutan. Bukan lagi di pinggir kota seperti kemarin. Dan menurut Tom, Emma, Josh, dan Amanda ini adalah tempat shooting yang menakjubkan. Meskipun sebenarnya untuk Josh dan Emma tempat shooting seperti ini sudah tidak asing lagi bagi mereka yang sudah pernah bermain di film dengan latar tempat yang sama.

Scene 4:

Seluruh tentara yang dibawa dengan kereta menuju camp sudah sampai di tempat tujuan. Perjalanan yang cukup melelahkan, terutama bagi David yang di timpa dengan tekanan yang cukup besar selama satu hari ini. Sebelum turun, David meminta kepada Mayor Dalton untuk menempatkan sahabatnya dikamarnya nanti. Agar tidak perlu ada kamar tambahan untuk anggota tambahan. Dan Mayor Dalton menyetujuinya.

Camp ini berupa bangunan yang terlihat tua diluar namun sangat indah didalamnya. Memang sengaja camp ini dibuat seperti itu sebagai kamuflase yang bagus bagi para musuh. Siapa yang mau tinggal dibangunan yang terlihat kumuh dan seram selain hantu dan tikus? Dan itu semua adalah rencana dari Christian yang memang bagus dalam membuat strategi terutama kamuflase.

David baru saja selesai makan malam bersama para tentara dan berniat kembali ke kamarnya untuk memeriksa keadaan Jessica. Namun langkahnya terhenti saat melihat Patricia yang berjalan membawa nampan ke arah kamarnya.

Ketika Patricia mengetuk pintu kamar yang bertuliskan 'Soldier Jared', David sudah berada di sisinya dan hampir membuatnya terlonjak. "Dave..?"

David menatap Patricia dengan tatapan memuja. Entah apa yang dipikirkan oleh lelaki tampan yang handal dalam bermain senapan ini. Malam ini Patricia memang cantik, dia selalu cantik. Tapi malam ini berbeda, aura Patricia lebih terpancar malam ini.

"Aku ingin mengantarkan ini kepada Jessica. Bolehkah?" Patricia akhirnya bertanya saat David hanya menatapnya. Ini bukan pertama kalinya David menatap mata Patricia dengan tatapan memuja, namun malam ini berbeda. Seakan David tidak ingin jauh dari Patricia.

David membukakan pintu untuk Patricia dan Patricia masuk bersama David di belakangnya.

"Hello, Ms.Hudson. Bagaimana keadaanmu?" Patricia membawa nampan berisi makanan untuk Jessica dan menaruhnya di nakas di samping tempat tidur Jessica.

"Aku selalu baik. Hanya kakiku saja yang sulit digerakkan." Jessica sedikit menggerutu melihat kakinya yang masih di perban rapih.

"Tenanglah. Bila lukanya sudah lebih baik, kau tidak perlu memakai perban itu." Patricia mengambil kursi untuk duduk disamping tempat tidur Jessica dan dia mengambil makanan Jessica. Bermaksud ingin menyuapinya.

"Aku akan makan sendiri. Yang sakit kakiku, bukan tanganku." Jessica membalasnya dengan sinis namun ada nada canda didalamnya. Patricia pun hanya tersenyum dan membiarkan Jessica menghabiskan makanannya sendiri.

David terlihat berjalan ke arah lemari pakaian dan mengambil pakaiannya lalu berjalan ke arah kamar mandi. Sepertinya David ingin mandi setelah menjalani hari yang begitu melelahkan.

"Apa hubunganmu dengan David?" tanya Jessica sembari menyuapkan bubur ke dalam mulutnya.

"Siapa? Aku? Aku tidak ada hubungan apa-apa dengannya." Patricia gelagapan menjawab pertanyaan Jessica. Sedangkan Jessica memutar bola matanya.

"Ayolah, Nurse Dalton. Siapapun bisa melihatnya kalau kau memiliki sesuatu terhadap Dave." Wajah Patricia menjadi memerah mendengarnya. Apakah sejelas itu terlihat kalau dia memiliki perasaan kepada David?

"Kini aku mengingatmu. Aku baru melihat wajahmu sepenuhnya di kamar yang terang ini. Kaulah gadis yang fotonya di simpan oleh David di lemari pakaiannya." Patricia menatap Jessica dengan penuh rasa penasaran. Bagaimana David bisa menyimpan foto dirinya?

"Beberapa hari lalu aku ingin mengambil sesuatu di lemari pakaian David, ada fotomu tertempel di pintu lemari David. Bukan hanya satu, tapi ada 10 foto dengan berbagai macam gaya dan sepertinya waktu yang berbeda. Mulai dari situ kalau David sepertinya tertarik padamu. Karena seumur hidup, dia tidak pernah menyimpan foto seorang gadis manapun kecuali foto bersamaku." Jelas Jessica yang semakin membuat Patricia tersenyum malu dan rona dipipinya semakin terlihat.

Dia tidak menyangka kalau David memiliki perasaan yang sama terhadapnya. Dia berpikir kalau selama ini hanya dia yang mencintai David, namun kini dia yakin kalau David memiliki perasaan yang sama terhadapnya. Hanya tinggal menunggu waktu kapan David akan menyatakan cinta padanya, dan yang pastinya akan diterimanya dengan sukarela.

"Aku akan membujuknya untuk menyatakan perasaannya padamu. Ini pertama kalinya dia mencintai seorang gadis, aku tidak akan membiarkan cintanya tidak tercapai. Terlebih gadis yang dicintainya adalah gadis yang baik sepertimu." Jessica tersenyum pada Patricia. Senyuman yang paling tulus yang pernah diberikannya kepada orang asing. Biasanya senyuman ini hanya untuk David.

Patricia membalas senyuman Jessica dan berusaha menahan tangisnya. Dia bahagia. Dia sangat bahagia mengetahui David mencintainya juga. Inilah impiannya.

"Thank you, Ms. Hudson."

"Panggil aku Jessica." Balas Jessica yang mengulurkan tangannya

"Dan panggil aku Patricia." Patricia menjabat tangan Jessica lalu mereka pun berpelukan.

David tengah berdiri didepan pintu kamar mandi. Mandinya sudah selesai daritadi, tapi pembicaraan kedua gadis yang disayanginya ini begitu menarik perhatiannya. Dia tidak menyangka kalau Patricia memiliki perasaan terhadapnya. Cintanya terbalaskan. Senyuman lega mengembang dibibir tipisnya. Namun dia mengingat perkataan Christian saat di kereta tadi. Apa yang harus dilakukannya? Melepas cinta pertamanya atau melawan pemimpinnya?

"CUT!! WRAP!! GOOD JOB, KIDS!!"

-----------

Terimakasih semua yang sudah baca :* Oh iya nanya dulu dong. Di ff ini kan ada 2 cerita, meskipun gaakan lama cerita shootingnya. Nah aku mau tanya, kalian nunggu cerita yang mana nih? Cerita Feltson kah, atau cerita The Rebellion Love kah, atau malah keduanya? Let me know what you think:D Jangan lupa Vote and comment! Thankyou.. Loveyouall!xoxo

Continue Reading

You'll Also Like

28K 3.5K 16
°° ORIGINAL PUBLISHED °° Start : 23 November 2020 Finish : 20 Desember 2020 ________________________ "Apa kau tau rasanya mendapatkan segalanya , t...
56.9K 5.8K 33
[COMPLETED] "Aku ingin kau membantuku," ucap Draco pada akhirnya. Draco menyingkap lengan kemeja sebelah kiri. Betapa terkejutnya Hermione mendapati...
33.8K 4.4K 31
[COMPLETED] Aku memang tidak mengenalmu dengan baik. Tapi yang aku tahu, ternyata mencintaimu bisa sangat menyakitkan - HJG
23.2K 1.6K 4
[ROMANCE-FAMILY-COMEDY] "Scorp, come here." "Yes, Dad?" "Bantu aku menyiapkan kejutan ulang tahun ibumu." "Hm, dengan satu syarat." Draco menaikkan s...