Empress Kwon

Por ikedesyaaa

121K 6.4K 139

Sepasang bayi kembar perempuan dipisahkan oleh takdir yang berbeda. Jika takdir itu diibaratkan tali yang pan... Más

PROLOG
ISTANA GEMPAR
KEHAMILAN PERMAISURI DAN LAHIRNYA PUTRA MAHKOTA
GWEN = KWON
KWON DAN MILITER
KWON JATUH CINTA
CHANA MENDAPAT PEMBEKALAN PUTRI MAHKOTA
SELIR AGUNG DI FITNAH
KESEDIHAN CHANA
CHANA BERGURU
TERBUKANYA RAHASIA KWON
PUTRA MAHKOTA NAIK TAHTA
HIDUP BARU SI KEMBAR
KAISAR JATUH CINTA
FESTIVAL TOPENG MUSIM PANAS
CHANA DAN LANG
BULAN BARU
DOAKU UNTUK IBU
TERSENYUMLAH
BULAN YANG MEREDUP
AKHIR CERITA CHANA
HIDUP BAHAGIA
SELAMATNYA KWON
KWON HINGGA CHANA

CHANA MENYERANG

2.5K 184 1
Por ikedesyaaa

Senja sudah menyapa dari dalam peraduannya. Ini menandakan bahwa Kwon harus melakukan tugasnya untuk mengantar teh hijau kesukaan Kaisar ke ruangannya. Kaisar masih menatap beberapa kertas yang ada dihadapannya ketika Kwon masuk membawakan nampan. Seperti biasanya Kwon meletakkan nampan itu dipinggir meja Kaisar lalu duduk di sebelahnya. Kebiasaan itu sudah berlangsung hampir setahun lamanya. Selama itu pula Kwon makin tertarik pada Kaisar dan mulai melupakan masa lalunya. Tak dipungkiri hal favorit yang dilakukannya adalah memandangi Kaisar sedang menatap serius lembar demi lembar yang ada di depannya, seperti sekarang ini. Itu jauh lebih berkesan daripada ketika pria didepannya itu menggenggam pedang dan menghunuskannya pada seseorang. Ia sudah cukup lelah berurusan dengan senjata dan hunus menghunus maka dari itulah baginya ketika Kaisar sedang bekerja itu lebih jauh-jauh mempesona.

"Apakah ketampananku bertambah ketika aku serius menghadapi kertas-kertas ini? Ataukah.... Kau memang sudah tertarik padaku sejak awal kau di istana?". Kwon tersentak, lalu kikuk.
"Maaf, apakah aku mengganggu Yang Mulia?'
"Sudah ku bilang kan. Kalau kita sedang berdua jangan bicara formal padaku". Kwon terdiam kembali. Tan semakin larut dalam pekerjaannya. Tapi entah, mungkin rembulan tersenyum lebar malam itu, jadi ketampanan Tan makin menjadi saja.
"Maaf ya mengacuhkanmu sebentar. Aku sedang memeriksa pajak...".
"Kenapa harus minta maaf? Aku jadi tidak enak. Apakah baiknya aku meninggalkanmu agar kau lebih fokus?". Tan menoleh dan memberi tatapan kematiannya. Seperti kucing yang ketakutan, Kwon kembali menunduk di tempat duduknya.
"Ada seikit masalah disini. Oh ya, kau berasal dari Hainan kan?". "Ya, benar". "Ah tapi kau sudah lama meninggalkannya. Tapi biarlah, biarlah aku menjadikannya perbandingan. Seingatmu, bagaimana keadaan rakyat Hainan dalam memenuhi pajak ketika pemerintahan ayahku? Apakah mereka kesulitan?". Kwon terdiam sejenak mengingat sesuatu. "Yang aku ingat, semua orang sangat menderita dengan pajak yang ditetapkan mendiang raja sebelumnya. Itu karena daerah kami diserang hama dan paceklik beberapa kali sehingga kami kesusahan untuk memenuhi kebutuhan hidup sekaligus membayarkan pajak. Namun ada sekawanan rentenir yang memberikan pinjaman pada kami dengan bunga tinggi. Bunga itu direndahkan apabila orang yang meminjam memiliki penambangan emas perseorangan...".
"Aneh sekali. Kenapa rentenir-rentenir itu justru mengincar emas daripada uang?"
"Entahlah, aku juga tidak mengerti. Memangnya apakah ada masalah lagi dengan Hainan?"
"Hm. Sudah beberapa bulan itu pemasukan pajak dari Hainan tidak masuk kas negara..".

Ibu Suri mendengar kekacauan keuangan negara karena provinsi Hainan nunggak kas negara selama delapan bulan. Ia tidak menduga jauh-jauh, pasti ini ulah orang-orang Hiryeo yang sudah berhasil menduduki Hainan berkat bantuannya. Ia bergegas menemui perwakilan Serikat Dagang Hitam disebuah gubuk pinggir ibu kota, tempat yang biasa ia temui apabila ia berurusan dengan mereka. Seperti biasanya, Ibu Suri mengenakan topeng dan keluar dari istana.
"Lihat, siapa ini yang datang. Betul-betul tamu agung! Hahahhaa", ucap pimpinan Serikat Dagang Hitam bernama Ki Hamyung.
"Ibu Suri nampaknya telah keluar dari persembunyiannya yang agung, kakak", celoteh adiknya Ki Hamyung yang merupakan sekretaris Serikat Dagang Hitam, Ki Haryung.
Ibu Suri tersenyum tipis mendengar celotehan kakak beradik itu. Tapi tidak dipungkiri kini dirinya terperangkap pada umpan yang ditebar orang-orang Hiryeo.
"Ku pikir urusanku dengan kalian sudah selesai, kenapa kalian berulah lagi?".
"Selesai? Itu pikiran anda, Yang Mulia Ibu Suri. Tapi bagi kami yang terus membangun dan membuat, hari esok tidak akan ada habisnya", ucap Hamyung.
"Lalu katakanlah sekarang apa yang kalian inginkan!".
"Selama ini kau memperlakukan kami seperti anjing. Membiarkan kami bermain-main dengan mainan kami tanpa memperhatikan kami. Hainan tidak sepenuhnya lepas dari negri ini. Aku ingin Hiryeo memiliki perwakilan di istana untuk memperjelas eksistensi kami dan memperlebar kekuasaan kami. Jadi kami meminta sekali bantuanmu Yang Mulia Ibu Suri..."
"Bukan emas tujuan kalian. Kalian berniat menjajah negri ini". Ki Hamyung tertawa keras mendengan ucapan Ibu Suri, "Syukurlah aku jadi tidak perlu repot-repot menjelaskannya padamu Yang Mulia".

Darah Ibu Suri mendidih mendengarnya. Tak ia sangka orang-orang Hiryeo akan menjadi serakah seperti ini. Diberi hati minta jantung. Benar-benar menyesakkan. Ibu Suri memang memberikan Hainan pada mereka, tapi tidak dengan negri ini. Negri ini sudah susah payah berdiri dan mengayomi rakyat bagaimana bisa begitu saja diambil oleh orang lain ditambah lagi dengan cara-cara yang kotor seperti itu. Ibu Suri benar-benar kecewa. Ia memutuskan untuk pergi dari ruangan itu dan tidak memberikan kesepakatan apapun dengan Serikat Dagang Hitam.

Chana menceritakan semuanya paman Paman Hong mengenai buku aneh yang ia salin tempo hari termasuk dengan Hok Bidam yang menerjemahkan tulisan-tulisan aneh itu. Paman Hong sama seperti Chana, hatinya begitu teriris mengetahui hal yang sebenarnya padahal ia selama ini yakin kebenaran akan datang meski berwujud sangat mengerikan. Namun nyatanya kenyataan itu tetaplah mengiris-iris relung jiwanya. Ia teringat kembali dengan kakaknya yang mati sia-sia karena dendam kesumat Ibu Suri. Pengikut dan keluarganya benar-benar menderita karena dianggap sebagai pengkhianat. Bahkan jazadnya sendiri tidak bisa dimakamkan secara layak. Tubuhnya dikarak diseluruh pasar dengan kepala terpisah dengan tubuhnya. Semuanya seperti mimpi yang lebih buruk dari mimpi buruk. Mengerikan. Menyesakkan.

"Paman, aku yakin pasti Kaisar belum tahu tentang ini semua. Menurutku ini adalah kesempatan kita untuk menyerang balik istana".

Paman Hong beranjak dari duduknya dan menuju keluar rumah. Lang menatap punggung Paman Hong lalu mengikutinya dari belakang.

"Untuk menyerang istana, berapa prajurit yang kau butuhkan?"
"Prajurit untuk menyerang istana?"
Tiba-tiba ratusan orang keluar dari semak-semak yang mengelilingi rumah Paman Hong dan memandang ke arah mereka. Begitu banyak orang, laki-laki dan perempuan, tua dan muda semuanya menatap Lang dan Paman Hong. Lang tersentak keheranan, darimana asalnya orang-orang ini?
"Berapa banyak yang kau butuhkan? Aku.. Cuma punya ini".
"Siapa orang-orang ini paman?".
"Mereka adalah orang-orang Hainan yang berhasil kabur dari Hainan dan setia mengikutiku. Mereka mendirkan rumah-rumah bawah tanah disekitar ini. Mereka bertani dan beternak untuk memenuhi kebutuhan mereka".

"Kami rakyat Hainan tidak bisa jauh dari Yang Mulia Gubernur!", ucap seseorang yang berasal dari kumpulan rakyat Hainan. "Betul! Kami sudah menunggu lama untuk penyerangan ini". Mereka bergumuruh dan bersorak untuk membakar semangat.

Lang merinding atas keberanian mereka. Semuanya bisa bersatu bahkan tanpa Paman Hong komandoi. Mereka lebih mencintai gubernur mereka daripada raja mereka. Penderitaan telah merubah mereka. Luar biasa.

Pagi itu di istana masih bersuasana tenang. Para Dayang, Kasim, dan penjaga dipagi hari sudah berkutat dengan pekerjaan mereka masing-masing. Kwon sendiri sudah berada di ruangan Kaisar untuk menyiapkan pagi. Mereka selalu sarapan bersama dipagi hari dan itulah penyebab rumor-rumor yang berkembang dipara biang gosip. Tan memberikan telur gulung pada Kwon sambil menyuruhnya untuk makan yang banyak. Kwon tersentuh dan tersipu malu. Mereka melanjutkan sarapan pagi mereka lagi. Tenang dan hangat suasananya.
"Aku ingin bisa selalu seperti ini bersamamu..".
"Kita akan terus selalu seperti ini. Aku kan dayangmu".
Tan membating sumpitnya membuat Kwon kaget.
"Kenapa kau tidak tahu maksudku?"
Kwon masih terdiam dan terbelalak. "Jika aku bilang ingin selalu seperti ini bersamamu, itu artinnya aku ingin kau menjadi Permaisuri, kau mengerti?".
Kwon tersenyum mendengar 'pinangan' Tan yang sama sekali tidak romantis itu.
"Kenapa kau tersenyum?"
"Apa kau sedang melamarku, Yang Mulia?". "Tentu saja!"
"Hmm bagaimana ya, apakah raja negri tercintaku ini tidak memiliki selera yang baik dalam memperlakukan wanitanya? Ah padahal aku sudah hampir mati selama ini".
"Kau jangan mati! Jangan juga terluka. Kau akan menjadi ibu negri ini".
"Sudahlah, jangan bercanda".
"Aku serius", ucap Tan sambil menarik tangan Kwon. "Yang Mulia....", ucap Kasim Jang yang datang terbirit-birit.
Tan melepaskan genggamannya pada Kwon lalu berkata, "Ada apa?". "Ada seorang laki-laki tua bisu yang memaksa masuk ingin bertemu dengan Yang Mulia..."

Chana, Paman Hong, Lang dan rombongannya bergerak menuju pusat ibu kota. Chana sudah mempersiapkan diri dengan menalin buku itu sebanyak-banyaknya menjadi sebuah selebaran, ia berniat menebar ultimatum tentang apa yang sebenarnya menimpa ibunya dan mengungkap siapa yang sebenarnya bersalah mengenai tragedi Hainan beberapa tahun yang lalu. Tak hanya dirinya yang kehilangan keluarga, ratusan orang tak bersalah juga menjadi korban kekejaman orang-orang yang menamai dirinya Serikat Dagang Hitam. Orang-orang itu, bersama Ibu Suri sudah melakukan kekejian yang tak termaafkan. Bahkan nyawa merekapun tidak cukup untuk membayar kepedihan yang ditanggung oleh rakyat Hainan yang kala itu menjadi saksi tragedi mengerikan. Mereka telah sampai di pasar di dekat ibu kota. Chana menyebarkan selebaran di tengah kerumunan orang. Beberapa dari orang-orang mengenali Chana dan meneriaki Chana adalah putri seorang pengkhianat. Chana sudah terbawa emosi, ia melemparkan selebaran itu ke arah muka orang-orang yang meneriakinya pengkhianat. Dan orang-orang itupun berbalik pada Chana setelah membaca selebaran itu. Perjalanan dilanjutkan menuju istana.

Kaisar menerima kedatangan pria tua yang berhasil membuat kehebohan di istana karena memaksa masuk. Kehebohan yang ia buat adalah mencuri senjata salah seorang penjaga pintu istana lalu menghunuskan ke sembarang tempat, bahkan menyandra salah seorang dayang yang sedang bertugas menjemur kain. Tidak ingin suasana di istana mencekam, maka Kaisar akhirnya menerima kehadiran pria tua itu, padahal Kaisar sangat benci apabila ada orang yang mengganggu waktu-waktunya yang berharga bersama Kwon. Pria tua itu adalah Hok Bidam, guru Balasara ibunya Kaisar semasa kecil. Kaisar ditemani Kwon duduk bersama Hok Bidam. Sementara Kasim Jang yang bertugas mendampingi Kiasar berjaga diluar atas perintah tuannya. Kaisar tidak suka ada pengganggu masuk ke singgasananya. Baginya itu adalah cara yang kekanakan apalagi yang melakukannya adalah seorang pria tua, itu lebih kekanakan lagi. Bahlan awalnya Kaisar ingin langsung memberikan Hok Bidam hukuman karena berani mengacau di istana. Tapi Kwon membujuknya dan akhirnya ia bersedia menerima kehadiran Hok Bidam.

"Jadi apa tujuanmu mengacaukan istana untuk bertemu denganku?", Kaisar membuka suara karena sedari tadi Hok Bidam hanya diam. Hok Bidam lalu membuka mulutnya memperlihatkan pada Kaisar bahwa ia tidak mampu berbicara karena lidahnya sudah hilang dipotong oleh seseorang. Kaisar dan Kwon terbelalak kaget melihatnya. Bagaimana bisa? Hok Bidam lalu mengeluarkan alat tulisnya agar bisa berkomunikasi dengan Kaisar.

'Hamba mohon maaf apabila cara hamba untuk meminta waktu anda tidak berkenan di hati Yang Mulia. Namun beginilah keadaan hamba Yang Mulia....'

"Ya. Aku mengerti. Siapa yang melakukan kekejaman itu?"

'Itu tidaklah penting Yang Mulia. Hamba kemari untuk mengungkap sebuah kebenaran. Lihatlah buku ini Yang Mulia...'

Kwon mengambil dua buah buku dari Hok Bidam dan menyerahkannya langsung pada Kaisar. Kaisar membuka buku itu, buku yang beraksara asing bahkan baginya tidak memiliki arti. Lalu ia membuka buku yang ke dua barulah ia paham karena beraksara huruf yang ia baca. Ia membaca sebuah pengakuan yang disana tertulis Balasara sebagai penulisnya, nama ibunya. Buku itu adalah sebuah pengakuan kejahatan yang dibuat ibunya sendiri. Kaisar terkejut dan berkaca-kaca matanya setelah membaca buku itu.
"Mustahil!!!", jerit Kaisar meluapkan kemarahannya sambil melempar buku itu kehadapan Hok Bidam kembali.
"Bagaimana bisa? Bagaimana bisa aku percaya dengan tulisan itu? Bagaimana bisa!?".
Kwon berlari kehadapan Hok Bidam untuk memungut buku itu dan membacanya. Kwon juga terkejut setelah membacanya. "Tidak mungkin...", lirih Kwon pelan.

"Buku itu kudapat dari seorang penulis dipasar. Wajahnya sama seperti perempuan yang ada disandingmu itu Yang Mulia. Ketika hamba tanya darimana ia mendapat buku ini, ia bilang ia mendapatkannya dari seseorang yang berasal dari istana"

"Chana...", gumam Kaisar.

"Yang Mulia, kebenaran tetaplah kebenaran. Sekalipun menyakitkan ini tetaplah kebenaran.."

"Tangkap Ibu Suri... Sekarang..."

Brak! Terbukalah pintu ruangan Kaisar. "Dayang Zho! Kau tidak boleh masuk!", ucap Kasim Jang. "Yang Mulia! Yang Mulia!!! Sungguh hambalah yang pantas dihukum mati Yang Mulia...".
"Ada apa ini? Dayang Zho!". "Hamba adalah saksi mutlak kejadian beberapa tahun itu... Kejadian yang menimpa Hainan....". "Jadi itu semua benar..?", tanya Kaisar pelan.
"Wanita tua itu! Dimana dia?!". Ibu Suri tiba-tiba masuk sesaat setelah Dayang Zho mengakui semua kebenarannya. "Zho! Kenapa kau ada disini? Putraku? Dan.... Kau.....", ucap Ibu Suri tertahan ketika menatap Hok Bidam, gurunya semasa kecil. "Guru.... Bidam...".
"Penjaga... Tangkap Ibu Suri.... Sekarang juga....". Kaisar mengucapkan kata-kata itu dengan menyatukan rahangnya untuk menahan emosinya yang akan meledak. Para penjagapun masuk dan menyeret Ibu Suri dari dalam ruangan Kaisar. Kaisar masih sulit menerima semua kenyataan ini, begitu juga Kwon. Semuanya, seperti mimpi.
"Apa ini? Kenapa aku diseret begini? Apa salahku? Kalian kurang ajar sekali! Putraku! Putraku! Apa yang terjadi? Kenapa mereka melakukan ini padaku?".
"Ibu Suri, bersalah atas kejadian Tragedi Hainan beberapa tahun lalu". "Apa? Kau becanda padaku putraku?". "Kau.. Sungguh menyedihkan ibu..". Hancur. Begitulah hati Tan sekarang. Ibu yang ia cintai, hargai, dan lindungi, malah dengan sengaja mengadakan kekacauan dan secara tidak langsung membunuh ayahnya. Memilukan. Ironis. Ibu negri ini, begitu serakah.

"Yang Mulia.. Gawat! Diluar, Putri Chana, Mantan Gubernur Hainan, dan Padawan Lang serta banyak masa sudah mengepung istana Yang Mulia...".
Kaisar bergegas keluar menemui mereka. Hok Bidam yang masih bersimpuh di lantai langsung memeluk kaki Kaisar begitu rajanya itu berjalanan melewatinya.

"Yang Mulia, sejatinya hamba kemari untuk memberikan kebenaran serta meninggikan kebajikan disini. Untuk itulah hamba mohon tolong jangan melukai siapapun. Mereka sudah cukup menderita..."

"Kau tidak perlu khawatir, Guru..", balas Kaisar yang berusaha menghormati guru ibunya itu.

Chana dan semua pengikutnya telah sampai di depan istana. Penjaga istana langsung menutup pintu untuk menjaga agar tidak adak musuh yang masuk, ya musuh. Dengan cara begini sebenarnya sama saja Chana secara tidak langsung mencoba untuk melakukan kudeta meskipun tujuan utamanya tidak demikian.

"Seraaaang!! Mereka akan menutup pintunya!!!". Namun tiba-tiba pintu itu terbuka dan menampakkan Kaisar. Kaisar menemui Chana dan pasukan yang ia bawa. Kwon juga membuntuti dibelakang Kaisar. Tersenyum. Itulah respon pertama kali yang Kaisar berikan pada Chana dan pasukan yang ia bawa.
"Aku tidak menghendaki ada pertumpahan darah di istana, untuk itulah aku meminta Putri Chana, Mantan Gubernur Hainan, dan juga Padawan Lang serta beberapa dari pasukan kalian untuk masuk ke balai utama istana...".
"Kaisar! Kami hanya ingin Ibu Suri dihukum seberat-beratnya atas perbuatan yang ia lakukan!". "Betuuuuuull!". Lagi. Kaisar memberikan senyumannya yang arif pada pasukan rakyat dari Hainan itu.
"Jangan khawatir, Ibu Suri sudah berada di tempat yang semestinya...".

Chana, Paman Hong, dan Lang memutuskan untuk masuk ke balai utama istana, tempat biasanya para raja terdahulu untuk menerima utusan, upacara, dan pertemuan dan urusan-urusan negara yang lain.
"Apa yang sebenarnya Yang Mulia inginkan?", tanya Paman Hong.
"Aku sudah tahu tujuan kalian datang kemari membawa ribuan massa. Akulah yang bersalah karena gagal melindungi orang-orang yang tidak bersalah dan membiarkan orang yang bertanggungjawab untuk hidup layak diatas penderitaan kalian. Aku memang raja yang tidak becus..". Kaisar menarik napas panjang lalu melanjutkan, "Tak perlu khawatir, aku akan menegakkan keadilan seadil-adilnya. Aku tidak akan memihak meski yang bersalah adalah ibuku sendiri...".
"Apa yang anda rencanakan Yang Mulia. Bagaimana bisa Yang Mulia membayar penderitaan kami? Aku.. Kehilangan anak, istri, dan saudaraku. Bagaimana... Bagaimana Yang Mulia membayarnya..?". Paman Hong histeris tak kuasa menahan rasa sakit yang ada didadanya. Pun juga dengan Kaisar. Setitik air mata meleleh membasahi pipinya. "Aku... Tidak akan pernah bisa membayar penderitaan kalian bahkan dengan nyawaku sendiri... Untuk itulah, yang bisa kulakukan hanyalah mengembalikan kalian ke asal kalian masing-masing...".

Chana keluar dari balai utama dengan mata sembab. Ia berjalan menyusuri lorong istana. Rasanya sudah lama ia tidak menikmati pemandangan istana seperti itu. Ia tak sengaja melihat punggung Hok Bidam yang berjalan menjauhi istana. Kini ia tahu kenapa Kaisar tidak mau ada pertumpahan darah di istana dan juga, pria tua itu akhirnya bisa hidup tenang tanpa terkungkung dosa.

Seguir leyendo

También te gustarán

480K 39.6K 33
Kehidupan Evelyn yang sempurna berubah setelah kematian kedua orang tuanya. Ia harus menjual harta dan kediamannya untuk membayar hutang keluarga. Se...
65K 4.7K 42
"Aku tidak pernah mencari masalah. Tapi masalah itu yang selalu mencariku dan sialnya, dia selalu bisa menemukanku"~~Yuzuru. ~"Hidup tak hanya untuk...
4.2M 576K 69
18+ HISTORICAL ROMANCE (VICTORIAN ERA/ENGLAND) Inggris pada masa Ratu Victoria Sebelum meninggal, ibu dari Kaytlin dan Lisette Stewart de Vere menyer...
2.9K 318 20
"Selamat datang di dunia Biru." -Pencipta dunia Biru "Sial. Aku sangat ingin membunuh orang gila yang telah mengirim kita ke dunia ini." -Ava yang me...