Mirror

By naznine_aonillah

29.1K 2K 212

Cesilya gadis berusia 16 tahun yang hidup bergelimang harta, namun ia tak seperti gadis lainya. More

Mirror - Prologue
Part 1 - I See You
Part 2-Affair
Part 3 - Missi???
Part 4 - Obsesion.
part 5 - Untrue
Part 6 - Smile
Part 8 - New Life
Part 9 - Say Hello.
Part 10 - Reality
Sorry..
NEXXXT

Part 7 - Lost

1.8K 155 12
By naznine_aonillah

"Semua karakter yang di mainkan hanyalah FIKSI! Tidak bermaksud meninggikan ataupun merendahkan, tak ada member Gb, hanya meminjam untuk pembuatan Covernya saja! "

Happy Reading....

👣👣👣

Cesilya menatap nanar bayangannya sendiri, begitu menyedihkan dengan kantung mata yang menghitam. Rambut hitam legam yang terlihat kusam, badan yang semakin tak terurus.

Ketukan sepatu membuatnya menoleh, bahkan ia enggan menanggapi sang bayangan yang terus mengoceh.

Cesilya bangkit, kaki polosnya berlari ke arah ranjang. Ia kembali berbaring, menarik selimut tebalnya yang baru di ganti oleh pelayan Lee.

Hanya pelayan Lee yang bisa masuk, makanan silih berganti saat pagi menjelang siang, begitupun berikutnya.

Ceklek...

Pintu terbuka, benar saja! Pelayan Lee membawakan makan malam, dengan menu seperti biasa. Meskipun, Cesi jarang sekali memakannya.

"Sayang, ku harap kau benar-benar tidur." ucap Pelayan Lee seraya menyimpan nampan di meja.

Pelayan Lee kemudian duduk di tepi ranjang, mengusap lembut rambut sang gadis kecilnya. Bibirnya tersenyum, sebelum merapihkan selimut Cesilya.

"Huh, ku harap keputusanku benar. Aku ingin sekali kau bahagia, kuharap Suga benar-benar melakukannya." Pelayan Lee tertegun.

Cesilya membulatkan matanya di balik selumut, Suga? Apa maksudnya? Ia ingin sekali bertanya, namun lidahnya sangatlah kelu.

"Pergilah bersamanya, aku yakin dia takan membiarkanmu dalam kesulitan. Meskipun dia brandalan, namun ada ketulusan di matanya."

Cesi semakin tak mengerti, tak lama isakan pun terdengar dari wanita paruh baya itu. Cesilya mengigit bibirnya, ia ingin sekali bangkit dan memeluk wanita yang yang telah merawatnya itu, namun ia sungguh di buat tak berdaya.

"Bersiaplah, saat para pelayan tidur. Pergilah bersama Suga, dan makanlah."

Pelayan Lee keluar bersama nampan yang masih utuh, Cesi kembali tak memakan makanannya.

Ia terduduk gelisah saat pelayan Lee keluar, sungguh ia di buat tak mengerti dengan apa yang Pelayan Lee ucapkan.

Cesi segera berlari kearah cermin hiasnya, menatap penuh keraguan dan keingin tauan.

"Waeyo? Kau merasa bingung?"

"Ya, apa kau tau maksud ucapannya?" Cesi menatap serius.

Shin Young Be, bayangan itu hanya mengedipkan bahunya acuh, seraya memakaikan kutek di kukunya.

"Bisakah kau serius! Aku sungguh ingin tau!" Marahnya.

"Ck, kenapa kau tak bertanya tadi. Eoh."

"Oh! Astaga!" Cesi terlihat prustasi.

"Jangan bicara padaku! Pergilah, menyingkir dari hadapanku." Ketusnya.

"Young Be!" Geramnya.

"Belajarlah menerima kenyataan, tuan putri! Tak selamanya apa yang kau mau harus kau dapatkan." Young Be menatap bengis.

"Huh." Cesi hanya membeku.

Cesi menatap nampan yang berisi sup ayam di mangkuknya, susu dan potongan buah kiwi kesukaannya.

Matanya menangkap bingkai fhoto yang terpajang di dinding, fhoto keluarganya. Senyuman miris menguasai wajah cantiknya, bahkan ini sudah hampir sebulan penuh.

Ia berpikir keras, apakah mereka benar-benar orang tuanya? Apakah dia memang putri mereka? Bukankah, ini terlihat menggelikan.

Satu bulan setelah kejadian, bahkan mereka tak berniat menanyai kabarnya? Apa mereka masih layak di sebut sebagai orang tua!.

Cesi membuang wajahnya, duduk di sofa dengan lemas. Perlahan di raihnya susu yang Pelayan Lee buatkan, memakan sup ayam yang begitu terasa lezat, pikirnya.

Untuk pertama kalinya, makanan itu tak tersisa. Namun tak membutuhkan waktu yang lama, ia merasakan kepalanya pusing, dan samar ia melihat seseorang masuk.

Cesi tergeletak tak berdaya, kesadarannya hilang.

Pelayan Lee, ia berjalan mendekati gadis itu. Ia tersenyum getir, di ciuminya wajah polos Cesilya.

"Mianhae, pergilah. Pergi yang jauh, hukum mereka, biarkan mereka mati dalam deritanya." Pelayan Lee memeluk penuh pilu.

Wanita paruh baya itu mengganti pakaian Cesilya, setelah rapih ia menyimpan barang-barang yang akan berguna untuknya.

Tas, buku tabungan atas nama 'Shin Young Be' ponsel dan identitas baru.

FlashbackOn*..

Malam itu, Pelayan Lee menguping pembicaraan Cesi. Dia begitu terpukul saat melihat putri kecilnya seperti orang tak waras, sungguh itu membuat hatinya nyeri.

Setelah memastikan Cesilya tidur, Pelayan Lee menyelinap masuk. Begitu terkejut, ia mendapatkan beberapa fhoto yang gadis itu ambil dengan bayangan dirinya sendiri dicermin belakangnya, layaknya ia 2 orang yang berbeda.

Sebuah catatan kecil, bahwa bayangan itu di yakini Cesi sebagai 'Shin Young Be' sisi lain dari imajinasinya.

Tak ingin berlanjut terlalu jauh, maka Pelayan Lee memutuskan menemui Suga. Dan mengurus semuanya, identitas baru yang akan Cesi sandang.

FlashbackOff*

"Mulai sekarang, dunia akan mengenalmu. Tidak ada Cesilya Ji, dunia baru akan menyambutmu sebagai 'Shin Young Be'." Gumam Pelayan Lee.

****

"Ayo, sudah saatnya." Hoseok menepuk pundak Suga.

Suga mengangguk, di ikuti Jiyeon. Mereka memakai jaketnya, menyambar kunci mobilnya.

Baru mereka keluar dari apartemen, Nam Joon dan Jimin sudah bersandar di dinding dengan raut wajah yang tak bisa di artikan.

Yang lainnya terkejut, apalagi Jiyeon. Pasalnya, ia bertugas membuat Nam Joon sibuk.

"Tsk! Kau akan pergi tanpa kami? Jahat sekali." Jimin menatap tajam sahabatnya.

"Kalian pikir kami bodoh! Apa aku bukan bagian dari kalian." Kini Nam Joon yang berseru.

"Ani! Kalian salah paham. Aku... Aku hanya tak i-" ucapan Suga terpotong.

"Tak ingin membebani kami? Tak ingin merepotkan? Atau kata lainya? Tapi kau melibatkan mereka! Yaaak! Kalian pikir kalian paling pintar, hah!" Pekik Nam Joon.

Semua menunduk, termasuk Jiyeon. Ia terus meremas jemarinya, menatap takut walau hanya sepatu Nam Joon yang mampu ia tatap.

"Dan kau! Aku akan menghukummu!" Nam Joon menatap tajam Jiyeon yang menunduk di belakang Suga.

"Ja! Jangan membuatnya menunggu." Seru Jimin di belakang.

Nam Joon mengikutinya dari belakang, sedangkan Suga dan yang lainnya hanya menganga.

"Yaaak! Cepat bodoh!"

Pekikan Nam Joon menyadarkan mereka, dan akhirnya mereka pun pergi.

****

Alunan musik klasik terdengar begitu indah, kumpulan para sosialita yang bergemuruh dengan berbagai topik pembicaraan.

Tuan dan Nyonya Ji terlihat begitu asyik dan begitu menikmati pesta yang begitu glamour.

Mereka terlihat tak punya beban, itu yang terlihat dari kasat mata.

"Aku akan menghubungi Pelayan Lee, Cesi pasti marah." Bisik Tuan Ji.

"Tsk, sudahlah! 2 pekan lagi kita pulang'kan." Nyonya Ji merampas ponsel sang suami.

Karna takut reputasinya hancur, beliau pun mau tak mau menurutinya.

"Mianhanida, Cesi-ah." Gumam Tuan Ji setengah berbisik.

****

Hyorin sejak pulang sekolah tak keluar dari kamarnya, bahkan ia melupakan makan malam mereka.

Pikirannya terus tertuju pada saat mendengar Suga menangis begitu lara, ia tak pernah tau kalau sahabatnya itu begitu menderita.

Ia menelusupkan kepalanya kedalam lututnya, menangis dalam diam. Bahkan, ia tak menggubris saat Tuan Jeon mengetuk pintu untuk mengajaknya makan.

"Eoma, mengapa menjadi sepahit ini." Lirihnya.

Sedangkan di ruang makan, Tuan dan Nyonya Jeon beserta Key tengah menikmati makan malamnya. Pria paruh baya yang berpropesi sebagai kepala polisi itu tampak angkuh, dan begitu realistis.

Tidak ada yang sempurna di dunia ini, itu sesuatu yang mutlak jika kita dapat menyadarinya. Sesuatu yang nampak bersinar dari jauh, belum tentu sama jika di lihat dari jerak yang dekat.

Key menatap lamat kedua orang tuanya, ada yang aneh dari tatapan itu. Seperti, rasa sesal yang mendalam.

"Habiskan makananmu! Dan, cepat pergi tidur." ucap Tuan Jeon tanpa menoleh kepada Key.

Key terkejut, namun ia hanya mengangguk patuh. Nyonya Jeon pun hanya menatap dari ekor matanya, hubungan yang dulu sudah tak ada lagi.

****

Seok Jin masih menemani Tuan Min, mereka sedang minum teh di salah satu cafe milik Seok Jin.

"Perkembangannya sungguh pesat, kau luar biasa. Nak." Tuan Min terkekeh.

Seok Jin tersenyum, seraya menuangkan tehnya.

"Ini semua, berkatmu. Paman." Seok Jin menyesap teh nya.

"Ah, kau terlalu berlebihan. Keluargamu tentu yang lebih berperan, jangan lupakan itu." Tuan Min kembali menyesap tehnya.

Jin hanya membuang wajahnya, tersenyum sinis.

"Apa dia menemuimu? Setidaknya, yang ku dengar seperti itu." Seok Jin ketus.

"Ya, kau benar. Namun, hanya sedikit berbincang. Tak ada yang spesial, kurasa seperti itu." Tuan Min tersenyum lembut.

Seharusnya, Yoongi dapat memperoleh sikap bijaksana Appanya.

"Aku tau dia pernah menyelamatkan nyawamu saat kecelakaan itu, namun jangan jadikan itu kelemahanmu. Paman." Seok Jin mulai serius.

Pria berusia 29 tahun itu nampak jenuh, dirinya begitu enggan membahas apapun tentang keluarganya. Lebih tepatnya, muak.

"Itu cerita masalalu, anak muda." Tuan Min masih menanggapi dengan cara yang elegant.

"Yang aku pikirkan hanyalah adik-adiku, aku sangat mengkhawatirkan mereka." Raut wajah Jin menyendu.

"Mereka baik-baik saja, setidaknya itu yang ku lihat. Pekan lalu, mereka pergi menonton."

Seok Jin mengerutkan dahinya, pasalnya sudah lama ia tak mendengar mereka pergi melakukan hal yang wajar.

"Jinja?"

"Ya, aku melihat sesuatu di mata putraku. Dan, itu karna gadis rumahan itu. Kuharap, semua akan kembali membaik."

Mendengar hal itu, Seok Jin langsung teringat akan kedatangan Pelayan Lee yang meminta bantuannya untuk melarikan Cesi.

Seperti ada jalan, maka ia mengatakan semuanya pada Tuan Min. Tak di duga pula, bahwa Tuan Min menanggapinya dengan respon yang positif.

"Lalu, apa kau memberikan tanggapan untuk hal ini? Kau harus ingat, Nak! Ini bukan masalah spele, dan gadis itu pun bukan gadis biasa. Kau harus menganalisa terlebih dahulu, sebelum mengambil keputusan." Terang Tuan Min.

"Apa maksud paman?"

"Pasti ada alasan lain, kenapa mereka menyembunyikannya. Tak mungkin ada sebab jika tak ada akibat, pasti ada sesuatu hal yang ingin mereka lindungi."

Seok Jin kembali tertegun, ia membenarkan semuanya. Namun Psikis dari gadis itu juga harus di pikirkan, maka dari itu ia belum memberikan jawaban.

"Ya, Paman benar. Kuharap, aku dapat melakukannya dengan benar."

*****

Mobil yang di kendarai Jimin sudah sampai, disana juga terlihat beberapa penjaga yang tertidur. Namun itu salah! Mereka, pingsan atau semacamnya.

Dari ujung rumah, pelayan Lee sudah melambaikan tangannya. Memberi isyarat jika mereka harus segera masuk, maka dengan sigap Jimin kembali memacu mobilnya.

Ciiiit.....

Suara ban berdecit begitu ngilu, hampir mereka semua terbentur, namun tak ada waktu untuk mengumpat Jimin saat ini.

Mereka keluar layaknya penjahat, tentu saja ini juga kejahatan. Tanpa babibu Pelayan Lee dan Suga masuk kedalam, di ikuti Jiyeon dan sisanya berjaga di luar.

"Bantu aku membopongnya." Titah Suga.

"Dan kau, bawa tas itu." Lanjutnya.

Pelayan Lee dan Jiyeon mengangguk patuh.

"Bagaimana dengan Cctvnya?" Panik Jiyeon.

"Jangan pikirkan hal itu, semua sudah aman. Dan, aku tak memberinya baju." ucap Pelayan Lee.

Suga menyerngitakn dahinya, pasalnya ia tak punya pakaian wanita.

"Itu terlalu beresiko! Cepatlah! Kalian harus segera keluar." Titah Pelayan Lee, jelas ia mengerti arti tatapan Suga.

"Itu benar, ayo cepat." Jiyeon celingukan.

Mereka pun bergegas turun ke bawah, setelah sampai Nam Joon turut membantu.

Dimasukannya Cesi, begitupun dengan mereka. Semua menatap kagum akan kecantikan gadis yang kini ada dalam pangkuan Suga, seolah kaku untuk berkedip.

Dan jangan lupakan kemeja yang kehilangan 2 kancingnya, tentu Suga belum menyadarinya. Dan itu, sukses membuat Jimin dan Nam Joon merasakan penisnya menegang.

"Yaaak! Cepat jalan! Apa yang kalian lihat, brengsek." Pekik Suga.

"Ck! Dasar tak tau diri! Oppa, tutup belahan dadanya, mereka seperti anjing yang kelaparan." Geram Jiyeon.

"Bajingan! Kuharap mata kalian membusuk." Umpat Suga, ia mengambil rambut panjang Cesi, untuk menutupinya.

Mendengar umpatan-umpatan kotor tersebut, Pelayan Lee kembali ragu. Saat mesin mobil di nyalakan, dan kaca hendak di tutup, Pelayaan Lee menahannya.

"Suga, tolong! Jaga Cesilya baik-baik, biarakan dia bahagia. Aku, mempercayakannya padamu, sembuhkan dia, kumohon." Lirihnya.

Semua kembali tertegun, mereka tentu iri karna seburuk apapun hubungan Cesi terhadap orang tuanya, namun Cesi memiliki Pelayan Lee yang memberikan segalanya untuk kebahagiaannya.

"Jalan."

Tanpa menoleh ataupun menjawab, Suga memerintahkan Hoseok yang kini mengambil alih kemudi. Suga hanya menatap kaca spion, melihat Pelayan Lee yang terus melambaikan tangannya, hingga mereka tak terlihat lagi.

Pelayan Lee menatap nanar kepergian Cesilya, namun ia berharap yang terbaik untuk putri kecilnya.

"Kini, giliranku." Gumamnya.

Wanita paruh baya itu membobol pintu utama, ia sengaja melakukannya supaya terlihat benar-benar terjadi perampokan. Setelah selsai dengan pintu utama, ia berlari ke kamar Cesi dan kamar Tuannya, membobol pintu mereka, lemari dan segala macam ia buat acak-acakan.

Pecahan guci, dan pada akhirnya rumah mewah itu percis seperti habis kerampokan. Selsai dengan pekerjaannya, ia berteriak di depan pintu kamarnya, ia minta tolong.

Ia terus berteriak, hingga satu persatu payan terbangun. Nampak seorang pelayan wanita terkejut melihat keadaan rumah begitu juga dengan pelayan Lee.

"Kepala Lee, apa yang terjadi?" Paniknya.

Lama kelamaan, semua berdatangan. Mereka terkejut saat melihat sekitarnya. Pelayan Lee menangis sejadi-jadinya, sungguh ia tak berpura-pura.

"Kepala Lee, bagaimana dengan Nona?" Seru yang lainnya.

"Ah, Ya. Cepat, cepat lihat dia!" Pekiknya panik.

"Aku akan menelpon Tuan dan Nyonya." Lanjutnya.

****

"Aaaaah, Yeaah. Terus, aaaah."

Desahan demi desahan terus menggema di kamar yang di isi oleh Tuan dan Nyonya Ji, sang Suami terus menguasai permainan.

"Aaaah, ra.... Rasanya ma..masih nikmat." Racaunya.

Drrrtt... Drrrtt
Drrrtt... Drrrrt

Suara ponsel tentu sangat mengganggu, padahal mereka akan mencapai klimaks. Namun seolah tak perduli, mereka tentu ingin mencapai kepuasannya terlebih dahulu.

Entah sudah berapa kali mereka mengabaikan panggilan itu, nafas mereka masih terengah. Sampai akhirnya, Tuan Ji meraih ponselnya.

Dahinya mengkerut, 20 panggilan tak terjawab 'Home' . Mungkin Cesilya, pikirnya.

"Nuguya?" Nyonya Ji menatap tak suka.

Sang Suami mengedipkan bahunya, kemudian menelpon balik.

"Mungkin, Cesi." ucapnya.

"Yeobseyo."

'Ah, Tuan. Syukurlah, Tuan segera menghubungi saya." ucap di sebrang sana panik.

"Ada apa? Apa Cesi baik-baik saja?"

"I-itu... No... Nona."

"Bicara yang jelas!"

"Sesuatu terjadi, Nona menghilang."

"APA MAKSUDMU!" Pekik Tuan Ji.

"Yeobo, apa yang terjadi?" Nyonya Ji beringsrut dari ranjangnya.

"Ada perampok! Dan Nona di culik."

Prang...

Ponsel itu terjatuh begitu saja, Tuan Ji terduduk dengan wajah penuh keterkejutan.

"Tuan, Tuan. Tuan masih disana? Tuan, apa yang harus saya lakukan."

Mendengar suara panik di telpon, Nyonya Ji langsung meraihnya.

"Halo. Apa yang terjadi?" Paniknya.

"Ah, Nyonya. Nona di culik, dan beberapa barang di rampok. Apa yang harus saya lakukan?"

"What! Bagaimana bisa, Lee Jungho!" Marah Nyonya Ji.

'S-saya juga tidak tau, Nyonya. Apa saya harus menghubungi polisi?'

Nyonya Ji diam, jika ia melaporkan kasus ini. Maka, halayak ramai akan tau kebohongannya, dan tentu reputasinya akan memburuk. Ia menggeleng cepat, itu tak boleh terjadi, pikirnya.

'Nyonya. Anda masih disana?'

"Ah, Ya. Biarkan saja! Nanti kami yang urus, jangan sampai berita ini bocor! Kalau tidak, kalian semua ku pecat."

Plip...

Nyonya Ji memutuskan sambungannya, duduk di samping sang suami. Ia memeluk lengan kekar suaminya, air matanya jatuh.

"Aku takut." ucapnya lirih.

"Apa Cesi baik-baik saja? Apa dia takan terluka?" Tuan Ji menunduk lemah.

"Aku yakin, Cesi pasti baik-baik saja. Kita urus nanti, setelah kembali." ucapnya tanpa beban.

"Ya, kita akan mengurusnya."

****

Hanya tinggal 3 menit lagi untuk mencapai apartemen milik Suga, namun Pria itu langsung terbangun saat kepala Cesi bergerak gelisah. Di tatapnya satu persatu sahabatnya, mereka sudah tertidur damai, hanya Hoseok yang masih terjaga. Tentu saja, dia yang mengemudi.

"Apa dia bangun?" ucap Hoseok.

"Sepertinya." Balas Suga seadanya.

"Emmmh."

Cesi perlan membuka matanya, ia merasakan sesuatu yang aneh. Dan, ia baru menyadari jika ia tidur di dada seseorang. Saking terkejutnya ia bangkit, di tatapnya Suga amat sangat lekat.

Tunggu, Suga? Pikirnya.

Suga hanya menatapnya datar, sedangkan Cesi menatapnya Shock, bagaimana tidak! Telinga yang memakai anting, kalung rantai, rambut yang acak-acakn.

Puas memandang Suga, ia melihat sekelilingnya. Pria di sampingnya, dengan seorang gadis yang berada dalam pelukannya. Penampilan mereka sama, dan perempuan itu hanya memakai hotpant super pendek dengan robekan hingga terlihat celana dalamnya, dan T-shirt yang kebesaran.

1 orang yang sedang mengemudi hanya melambaikan tangannya tanpa menoleh, dan yang satunya lagi tertidur pulas setengah menganga.

Keadaan ini membuatnya bingung, apa ini dalam mimpi? Pikirannya terus memikirkan hal-hal yang aneh.

Cesi bergerak gelisah hingga takut, Suga segera merengkuhnya kembali, mendekatkan bibirnya tepat di telinga Cesi.

"Jangan banyak bergerak! Kau akan menyesal, jika sisi liarku bangun." ucapnya dengan nada dingin namun sangat menakutkan.

Suga menyandarkan Cesi kembali, tanpa memberontak. Mereka pun sampai, Nam Joon dan yang lainnya menguap saat Hoseok memberhentikan mesin mobilnya.

"Ah, akhirnya." Jiyeon merenggangkan tangannya.

Nam Joon merasa tertantang saat melihat celana dalam berwarna merah yang ia lihat di balik robekan Hotpants itu, di tariknya Jiyeon dan langsung meraup bibir mungil yang sudah menjadi candu baginya.

Saling menghisap, melumat, meleguh dan berdesah bersama. Tangan nakal Nam Joon sudah masuk di balik kaos Jiyeon, mereka hilang kendali.

Melihat hal itu, Cesi hanya diam dan meremas Hodie yang Suga kenakan. Mengerti akan situasi tersebut, Suga segera keluar, ia membanting pintu dengan keras.

Namun sayangnya, itu tak menghentikan kegilaan Nam Joon.

Jimin dan Hoseok pun keluar dengan wajah muram.

"Bajingan!" umpat Hoseok.

"Bangsat! Mobil bergoyang lagi." Kini Jimin yang mengumpat.

Cesi yang masih dalam gendongan Suga semakin menunduk, dengan langkah santai Suga masuk terlebih dahulu, meninggalkan Hoseok dan Jimin.

Di bukanya Password apartemen, Suga dan Cesi tak ada yang saling bicara, hingga Suga menidurkan Cesi di ranjang King Sizenya.

Point penting!!!!!

Kamar Suga sangatlah rahasia, tak seorangpun bisa masuk! Sekalipun, sahabat mereka. Bahkan Suga selalu menguncinya, hanya dia yang bisa masuk dan tidur disana.

Untuk alasan apapun, Suga tak mengijinkan kamarnya tersentuh orang lain. Cesi beringsut, ia menggigit bibir tipisnya, membuat Suga menahan Hornynya.

Gadis itu duduk dengan wajah yang menunduk, ia ingin sekali bicara namun lidahnya terasa amat kelu.

"Kau di apartemenku. Mulai sekarang, kau akan tinggal disini."

Ucapan Suga membuat Cesi menaikan kepalanya, menatap tak mengerti.

"Pelayan Lee yang menyuruhku, kau akan sekolah di sekolah yang sama denganku. Aku akan mengurus semuanya, tenang saja."

Cesi terkejut! Sungguh.

"Shin Young Be, itu nama yang akan kau pakai. Flo."

Cesilya semakin terkejut, darimana Suga tau.

"Bicaralah padaku! Aku akan sangat marah, jika kau mengabaikanku. Aku tak main-main! Aku tak peduli, seperti apa kau memperlakukan orang lain."

"Aku tak ingin mendapat perlakuan yang sama." Lanjutnya.

Cesi menatap dua bola mata yang terlihat kelam itu dengan tatapan yang sulit di artikan, antara ingin menolak dan menerima.

"Masih berniat mengabaikanku, hmm." Suga semakin mendekat.

Cesi memundurkan pantatnya, namun sayangnya kepala ranjang menahannya.

Takut dan gelisah begitu kentara dari wajahnya, Suga menyeringai puas.

"Kau takan bisa lepas begitu saja, pintu kamar terkunci. Dan kamar ini, kedap suara, tak ada cermin yang bisa kau ajak bicara. Flo." Suga menyentuh lembut pipi Cesi, membuat gadis itu menatap tangan Suga yang kini di pipinya.

Tatapan Cesi kembali pada manik kelam milik Suga, entah sejak kapan! Semua kancing kemeja Cesi terlepas, tangan kiri Suga tak diam.

Mata Cesi melotot, saat Suga menempelkan bibirnya. Melumat, menghisap secara sepihak, kedua tangan Cesi menahan dada Suga suapaya tak menempel dengannya.

Namun Cesi salah jika itu dapat membantu, justru tangan kiri Suga sudah berada di punggungnya, matanya semakin melotot saat pengait branya terbuka.

Dadanya bergemuruh, darahnya berdesir. Rasa takut, bingung, gelisah dan panik menjadi sulit untuk di bedakan. Tangan kanan Suga meraih tengkuknya, Ciuman sepihak itu sangat menyiksa Suga.

Diremasnya payudara sintal yang belum tersentuh siapapun itu, Cesi menangis! Namun, apa peduli Suga?.

Di pilin puting yang sudah menegang minta untuk di hisap, Cesi tak tahan lagi, akhirnya ia kalah dan mendesah.

Kesempatan itu Suga gunakan untuk melesatkan lidahnya, menuntun lidah Cesi untuk mengikutinya.

Suga melepaskanya, membuat kecewa dan bahagia dalam waktu yang sama.

Dengan nafas terengah, Suga menyentuh bibir Cesilya.

"Bicara padaku. Atau, aku akan melakukan hal yang lebih dari pada ini! Aku tak pernah main-main dengan ucapanku." Ancam Suga.

Tbc....

Continue Reading

You'll Also Like

15.7M 990K 35
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...
542K 88.4K 30
✒ 노민 [ Completed ] Mereka nyata bukan hanya karangan fiksi, mereka diciptakan atau tercipta dengan sendirinya, hidup diluar nalar dan keluar dari huk...
1M 91.5K 29
Dark romance Jasmine Gloria, seperti bunga mawar di kebun yang rimbun, hidup dalam keluarga yang selalu menyirami kebahagiaan.Namun, takdir mengajark...
13.8M 1.1M 81
♠ 𝘼 𝙈𝘼𝙁𝙄𝘼 𝙍𝙊𝙈𝘼𝙉𝘾𝙀 ♠ "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, ps...