Roulette 「COMPLETE」

24mcgn tarafından

40.2K 4.2K 307

1... 2... 3... 4... Bang!!! "Aku yang memilihmu, Jeonghan. Jadi ikutilah permainanku." - Seungcheol "Cih! Das... Daha Fazla

Prolog
Chapter 1 : It's Only The Beginning
Chapter 2 : Found Ya!
Chapter 3 : Two Different Purposes
Chapter 4 : He's Too Kind
Story's Explanation
Chapter 5 : Hidden Intent
Chapter 6 : Talk
Chapter 7 : Game Start
Chapter 9 : Trust
Chapter 10 : Bond Between Us
Chapter 11 : Secret
Chapter 12 : The Storm [nc-21]
Chapter 13 : Danger
Chapter 14 : Rouge
Chapter 15 : Bad Omen
Chapter 16 : Last Minutes
Chapter 17 : Weeping Night
Chapter 18 : A Difficult Task
Finale : Decision
Epilogue 1
Epilogue 2

Chapter 8 : "4"

1.5K 182 8
24mcgn tarafından

Preview
"Siapa namamu?"

"Ishihara. Lee Ishihara."

Jawaban yang cepat. Dan entah darimana Jeonghan mendapat nama itu, tapi nampaknya orang di depannya ini mudah sekali percaya. Terlihat dari cara ia menganggukkan kepalanya beberapa kali. Jeonghan sebenarnya berniat memesan minuman lagi sebelum ia menjalankan rencananya. Tapi ia terhenti ketika salah satu tangannya di tahan oleh Wonho.

"Kau lihat meja besar disana? Mau main sebentar?"

Tangan Wonho yang bebas menunjuk sebuah meja besar yang di kerubungi banyak orang. Sepertinya mereka sedang berjudi. Jeonghan pun dengan senang hati setuju. Ia merasa bahwa ini akan menjadi awal keakraban mereka. Bagaimana mungkin ia tak ingin memanfaatkan kesempatan ini? Bahkan dia tak perlu bersusah payah untuk mendapatkan hasil yang ia inginkan.

"Tentu."

Wonho hanya tersenyum ketika mendengarnya. Ia segera saja menarik Jeonghan menuju meja itu. Kedatangan mereka sepertinya membuat keterkagetan yang menyelimuti ruangan. Benar saja, seketika semua orang berhenti bermain dan menunduk hormat pada Wonho dan Jeonghan. Membuat Jeonghan sedikit tersenyum. Dia berpikir, tak ada salahnya kalau ia sedikit berkorban untuk mendapatkan banyak informasi atau setidaknya berusaha untuk menyusup dan memperoleh informasi. Yah... Jeonghan benar-benar beruntung kali ini. Sepertinya rencananya akan berjalan bagus.

Checklist pertama, mendekati Bos Besar Wonho, Sukses.

***

Jeonghan POV

Kulihat Wonho yang kini sedang bermain di meja itu. Jujur, aku tak paham apa yang di mainkannya. Dia dari tadi hanya meletakkan lempengan-lempengan di papan berisi angka itu, sedangkan sebuah bola terus berputar. Hanya saja jika papan putar atau apalah itu menunjukkan angka yang sama dengan tempat ia meletakkan lempeng, ia akan mendapatkan lempeng lagi. Ah... kuakui aku memang bodoh untuk hal seperti ini. Itu juga karena aku tak pernah bermain hal-hal seperti ini.

"Lee-ssi, kau mau mencoba bermain?"

Aku? Bermain? Hah! Yang ada aku hanya akan diam karena tak mengerti.

"Kenapa? Jangan bilang kau tak mengerti permainan ini."

Aku hanya mengangguk saja. Aku memang tak bermain permainan ini. Jika itu berjudi, aku hanya mengerti sebatas Poker, Blackjack ataupun Pachinko. Itupun karena terlalu sering mengikuti Jihoon, partner Jisoo, bertugas. Untuk permainan ini, aku tak mengerti sama sekali.

Wonho hanya tersenyum dan bangkit dari kursinya. Ia kemudian menyuruh salah seorang pengunjung bermain sebelum ia berdiri di sebelahku. Kali ini aku mencoba untuk meneliti jalannya permainan dengan tetap melihatnya. Bermain? Tidak. Tidak. Aku tak ingin mengorbankan uangku hanya untuk seperti ini.

"Permainan ini namanya Roulette. Asalnya dari Prancis dan ini permainan kasino. Aku tau ini sebuah bar dan aku tetap membelinya untuk bermain disini."

Ngelucu? Meh! Orang kaya itu bebas!

Aku hanya mengangguk saja. Apa peduliku? Mau kasino atau bukan aku tetap tak paham.

"Dan menurutku permainan ini hanya menggunakan keberuntungan saja. Tak terlalu menggunakan kecerdasan seperti bermain kartu. Itu sebabnya aku suka."

Itu artinya kau bodoh.

"Keberuntungan? Ah... seperti itu rupanya. Pantas saja, dari tadi seperti hanya menebak-nebak saja. Jadi memang keberuntungan ya."

"Mau mencoba?"

Aku hanya menggeleng dan tersenyum. Tujuanku kesini adalah mencari informasi. Bukan buang-buang uang. Mataku diam-diam memperhatikan sekeliling. Hingga akhirnya seseorang sedang melakukan barter barang sepertinya. Atau jual beli mungkin. Cukup mencurigakan.

"Hei... kau tau apa yang mereka lakukan?"

Wonho menoleh ke arah yang ku tunjuk dengan jemariku. Matanya sedikit mengeryit. Beberapa menit kemudian, ia tersenyum dan melihat ke arahku. Aku tau senyumannya ini bukan merupakan pertanda bagus. Seolah, dia sedang merencanakan sesuatu di balik senyumannya itu. Lebih mengerikan dari senyuman S.Coups menurutku.

"Akan kuberitahu kalau kau mau bermain Roulette dan memasang lempeng bernilai 100 pada angka 4, dan kau berhasil membuat bolanya berhenti pada angka 4 sekali dalam tiga kali kesempatan, akan kuberitahu semuanya."

Aku dapat merasakan sebuah firasat buruk dari perkataannya yang membuatku harus menelan ludah. Tapi ini demi apa yang ingin ku dapatkan. Memantapkan kepalaku untuk mengangguk tanpa ragu. Sepertinya memang harus begini. Semoga saja firasatku ini salah.

Wonho pun hanya mengangguk dan menarik sebuah kursi untukku duduk. Ya, dia mempersilahkan ku untuk bermain. Segera kuletakkan lempengan itu di angka 4. Tapi entah mengapa aku merasa ada sesuatu yang tak beres. Melihat reaksi orang-orang saat ini. Aku mencoba untuk tak menghiraukannya dan mencoba berfokus pada permainan di depanku ini. Kutunggu sedikit lama hingga akhirnya wheel diputar. Aku hanya memiliki tiga kesempatan untuk berhasil. Dan tepat saat bola berhenti, aku tau aku sudah kehilangan kesempatan pertamaku.

Sial! Ini benar-benar keberuntungan!

Tanpa basa basi aku kembali untuk bermain. Jantungku berdegup sedikit kencang karena aku takut nanti aku akan gagal. Yah, setidaknya aku bisa mendapatkan uangku kembali jika aku beruntung walaupun tak seberapa. Menunggu bola yang kembali berputar untuk berhenti terkesan sangat lama. Entahlah, mungkin seperti menunggu kepastian. Dan yang muncul kali ini adalah kepastian yang buruk.

Sial! Lagi-lagi tak beruntung!

Jujur, aku merasa... semua orang di tempat ini nengharapkanku untuk gagal. Bukan tanpa alasan, tapi aku sempat melirik ekspresi mereka ketika dua kali aku gagal. Bahkan dapat kurasakan ada seseorang yang sempat menghela nafas lega. Jujur, ini membuatku bingung sekaligus tak nyaman. Memangnya ada yang salah dengan menang dan permainan ini? Semoga saja, ini hanya perasaanku saja.

Aku kembali bermain dan mataku masih waswas melihat bola yang tak kunjung berhenti. Seharusnya aku tak begitu tegang. Tapi mungkin keteganganku terjadi karena apa yang kulakukan saat ini. Demi mendapatkan apa yang kuinginkan.

Mataku membelalak ketika aku melihat bola berhenti di angka 4. Ah.. akhirnya aku berhasil. Tapi anehnya tak ada sedikitpun perasaan senang dari orang yang menonton permainanku. Tatapan horror justru terlihat jelas di mata mereka. Jujur, ini membuatku semakin bertanya-tanya. Dan hanya Wonho yang saat ini tersenyum, menatapku. Sepertinya ada sesuatu yang salah.

"Bravo!! Kau benar-benar beruntung Tuan Lee. Ikutlah denganku. Akan kuberitahu semuanya."

***

Sudah beberapa menit sejak Wonho menceritakan semuanya padaku. Dan disinilah aku, berjalan menjauh dan mencoba kabur, sesuai perkataan S.Coups padaku. Setidaknya saat ini aku harus cepat mencapai keramaian. Karena entah mengapa, secara tiba-tiba suasana menjadi sangat sepi. Firasatku mengatakan ini sesuatu yang buruk dan berbagai pikiran aneh muncul di kepalaku. Aku tak ingin kepalaku terpenggal sia-sia malam ini.

Cepat Yoon Jeonghan! Cepat sampailah kau di keramaian!

Nafasku semakin memburu ketika aku mempercepat langkah kakiku. Firasatku saat ini semakin memburuk. Area 2 juga masih sedikit jauh dan aku merasa seseorang mengikutiku sejak tadi. Sial! Mungkin semua ini jebakan. Kau benar-benar tak bisa membaca situasi Yoon Jeonghan. Cih! Bodoh juga aku tak membawa pisau yang biasa kugunakan.

Kuberhentikan langkah kakiku untuk membenarkan firasatku. Semenit... masih terasa sunyi. Dua menit... tetap sunyi. Ah... sepertinya hanya firasatku saja. Tak ada yang perlu di khawatirkan.

Tap

Tap

Tap

Langkah kakiku kembali berhenti ketika aku mendengar sesuatu yang asing di telingaku. Sedikit ku tolehkan kepalaku ke belakang dan kudapati sesosok pria dengan pakaian serba hitam. Terlihat mencurigakan. Otakku memutar kembali ke perkataan S.Coups tadi sore. Hah... baiklah. Tenanglah Yoon Jeonghan. Kau bisa melewati ini dengan baik.

Kakiku kembali melangkah seolah tak terjadi apa-apa. Aku bahkan tak mempercepat langkahku sedikitpun. Walaupun langkah kaki itu semakin mendekat ke arahku. Aku hanya mencoba bersikap normal agar tak ada hal yang mencurigakan. Setidaknya, aku harus membuatnya percaya bahwa aku hanya warga sipil biasa.

Entah berapa lama aku berjalan tapi tetap saja aku merasa aku belum keluar dari area ini. Pesan taksi? Jangan gila. Ini sudah pagi dan jarang sekali ada taksi yang mau menerima panggilan. Apalagi, ini daerah yang berbahaya. Harapanku satu-satunya hanya segera sampai di area 2 secepat mungkin. Walaupun aku tak menjamin kalau jalanan di sana masih ramai saat ini.

Aku tak mengerti dan entah apa yang diinginkan orang ini. Ia masih tetap mengikutiku. Kurasa ini bukan kebetulan. Kakiku tetap saja berjalan dan kuputuskan untuk mengambil jalan pintas. Sebuah lorong gelap yang sunyi. Aku tau ini semakin berbahaya, mengingat mungkin banyak preman yang bersembunyi di sini. Tapi biarlah, setidaknya aku bisa melepaskan diri dari laki-laki ini dengan cepat.

Aku mulai kelelahan tapi lorong gelap ini masih saja seolah tak berujung. Aish... sampai kapan seperti ini? Kenapa terasa begitu lama? Aku benar-benar ingat jalan mana yang harus ku lewati. Tapi kenapa aku tak segera keluar? Aku tak salah jalan kan?

Cahaya putih kekuningan samar-samar terlihat dari lorong. Ah...  akhirnya. Kupercepat langkahku untuk keluar dari lorong yang gelap dan masih diikuti dengan suara langkah yang walaupun terasa agak menghilang. Mungkin dia tersesat. Beruntung, jalanan masih sedikit ramai dan aku tak kesulitan untuk berbaur dengan orang-orang yang masih bersenda gurau di jalanan. Tetap saja, mataku mengawasi lorong tempatku keluar tadi dan benar, seseorang keluar dari sana dalam keadaan bingung. Seseorang yang mengikutiku. Dari tempatku ini, aku tak dapat melihat wajahnya dengan jelas. Dan kurasa dia tak menyadari kalau aku sudah menjauh sejak tadi. Langkahku ku kembali kupercepat menuju sebuah tempat. Ya, apartemenku. Aku ingin segera kembali dan beristirahat. Karena tempat itu satu-satunya tempat yang kurasa aman.

Author POV

Gemerincing lonceng pintu terdengar di sebuah bar yang sudah sepi, menandakan seseorang yang baru saja masuk. Suara itu mengagetkan seseorang yang terlihat membereskan bekas-bekas tumpahan minuman di atas meja. Membuatnya menoleh dan mendapati seorang namja yang sedikit terengah-engah.

"Tuan..."

"Bisakah aku menginap disini? Sekarang?"

***

Hoshi baru saja menutup sambungan teleponnya ketika Jeonghan menggeram kesal. Hoshi tak mengira bahwa akan ada tamu yang datang selarut itu. Terlebih, tamunya saat ini terlihat kacau. Ya, Jeonghan baru saja berlari dari apartemennya setelah mendapati apartemennya berantakan. Tak ada barang yang hilang. Tak ada pesan ancaman. Tapi semua barangnya porak porandah dan engsel pintu apartemennya yang jelas di cungkil. Seseorang telah masuk ke apartemen Jeonghan secara paksa. Hoshi membiarkan Jeonghan mencurahkan kekesalnya dan ia hanya mampu berdiam diri sambil memberikan namja cantik itu segelas air putih dingin. Ia tau, apa yang di alami Jeonghan mungkin akan sangat sulit bagi dirinya.

Hoshi masih terus melihat jam tangannya. Ia tampak khawatir karena sudah beberapa menit berlalu namun orang yang di teleponnya masih belum muncul. Siapa lagi kalau bukan S.Coups. Orang yang bertanggung jawab atas keselamatan namja cantik di sebelahnya ini. Jujur jika boleh marah, Hoshi mungkin akan menampar S.Coups karena kebiasaan buruk S.Coups yang tak kunjung hilang. Kebiasaan yang selalu mengorbankan nyawa siapapun. Bahkan adiknya sendiri.

Gemerincing lonceng pintu kembali terdengar. Membuat Hoshi menoleh ke arah asal suara dan mendapati seseorang yang di tunggunya. Dia terlihat heran, baru kali ini temannya itu datang seorang diri. Walaupun ia tak serta merta menunjukkan wajahnya.

"Masuklah ke dalam bersamanya. Akan ku tutup bar sebelum ada yang curiga."

Hoshi berjalan menuju pintu masuk sedangkan S.Coups terus mendekati Jeonghan. Tangannya menarik paksa tangan Jeonghan untuk mengikutinya. S.Coups segera membawanya ke dalam sebuah ruangan yang cukup besar. Ruangan yang terlihat seperti sebuah ruang pertemuan. Tangannya melempar Jeonghan dengan kasar ke sofa, membuatnya meringis kesakitan. Di belakang S.Coups kini telah berdiri Hoshi yang sedang mengunci pintu masuk ruangan itu. Dalam keadaan ini, entah mengapa Jeonghan menjadi sangat takut. Terlebih tatapan S.Coups yang langsung mengarah kepadanya.

"Ceritakan kepadaku apa yang terjadi."

Jeonghan hanya mampu menelan ludahnya. Ia merasa tak mampu menceritakan kejadian yang baru saja menimpanya.

"Kau membuatnya takut, Coups."

"Jadi... sampai kapan aku harus menunggu disini kalau dia tak mau menceritakannya? Buang-buang waktu saja."

S.Coups masih tak menurunkan nada bicaranya, membuat Jeonghan sedikit tersentak mengingat nada bicara yang ia dengar saat ini bukanlah nada bicara yang biasa menyapanya. Tak ada lagi sapaan hangat yang ia terima saat ini. Jeonghan sebenarnya malas mengatakannya, tapi ia harus. Walaupun ia tak tau, mengapa ia menjadi tak berdaya di depan lelaki yang kelihatannya sebaya dengannya itu.

"Coups... kau bilang, jika seseorang mengikutiku... aku harus mencari keramaian kan? Lalu menghubungimu. Tadi setelah aku keluar dari tempat Wonho, kurasa seseorang mengikutiku. Aku berusaha tenang dan mencari keramaian. Setelah aku berhasil menghilang, aku berniat untuk pulang dan menghubungimu besoknya tapi... aku tak tau, siapa yang mengacak-acak apartemenku. Pintunya jelas dibuka paksa dan aku kira mungkin pencuri memasuki apartemenku. Namun... tak ada barangku yang hilang, hanya saja lemari tempatku mengarsip beberapa bukti sangat berantakan. Itu yang membuatku berlari ke sini."

Ekspresi yang di buat S.Coups kali ini sedikit terkaget. Begitu pula dengan Hoshi. Hoshi memang hanya tau sedikit tentang permasalahan Jeonghan, jadi ekspresi yang dibuatnya saat ini sedikit wajar. Walaupun ia bisa menduga, semua ini ada hubungannya dengan S.Coups. Mengingat reputasi S.Coups di matanya yang tak pernah bagus. Yah, Hoshi memang sudah tau bagaimana seorang S.Coups karena mereka berdua sudah saling mengenal sejak kecil.

"Jeonghan, apa kau... meninggalkan sesuatu?"

S.Coups menatapnya curiga. Bukan karena Jeonghan tak segera menghubunginya. Tapi ini baru permulaan dan semuanya terlihat berantakan. S.Coups pun tak pernah menyangka bahwa hal ini akan terjadi.

"Kau gila? Mana mungkin aku meninggalkan sesuatu! Aku tak sebodoh dan seceroboh itu!"

Jeonghan menggeram kesal ketika ia tau lelaki di hadapannya itu seolah menganggapnya bodoh. Tangannya mengusap wajah cantiknya dengan kasar. Ia tau, kali ini ia tak memiliki tempat untuk berlindung lagi. Selain di tempat dua orang di hadapannya ini dan sahabatnya. Walaupun, mereka juga tak menjamin keselamatannya.

Kedua lelaki itu masih mencoba berpikir, bagaimana mereka setidaknya menyembunyikan Jeonghan untuk saat ini. Yah, S.Coups memang sudah yakin kalau ini ulah Wonho. Karena ia tau, sejak dulu Wonho memang suka melakukan hal-hal yang diluar akal sehat. Hoshi yang mulai sadar akan situasi kali ini pun mulai menyeletuk. Walaupun hanya beberapa menit yang lalu ia paham, seseorang yang berurusan dengan mereka kali ini bukanlah seseorang yang biasa.

"Jadi... karena kau bukan Taekyung ... akan kupanggil sesuai namamu saja. Hah... Jeonghan-ssi, kau bilang kau disuruh si bodoh ini untuk masuk ke bar Wonho kan?"

Jeonghan hanya dapat mengangguk. Ia tak menampik semua perkataan Hoshi.

"Jadi apa kau... bermain sesuatu dengannya?"

Pertanyaan Hoshi membuat Jeonghan mengingat rangkaian kejadian yang baru saja ia lewati. Permainan yang merupakan awal mula dari semua itu.

"Ya... kami bermain rou-lette? Kurasa itu nama permainannya."

"Jadi... bagaimana kalian memainkannya?"

Jeonghan mulai sadar kalau Hoshi saat ini sedang menyelidiki semuanya. Yah... Hoshi tak begitu bodoh untuk ukuran pemilik bar yang bekerja sama dengan para mafia. Dia juga kaki tangan S.Coups yang cukup handal. Terutama untuk urusan menyelidiki dan mengintrogasi seseorang.

Awalnya Jeonghan ragu untuk bercerita. Tapi ia benar-benar tak punya pilihan. Jeonghan pun mau tak mau membuka mulutnya. Ia menceritakan semuanya. Dimulai dari rasa penasarannya untuk memperoleh informasi mengenai obat-obat itu hingga tiga kali kesempatan permainan Roulette untuk mendapatkan angka 4. Semua perkataannya hanya dapat membuat Hoshi terdiam dan mengusap wajahnya kasar. Semua ini bencana, begitu batinnya.

"Dia menjanjikan untuk memberitahu semuanya. Walaupun pada akhirnya aku merasa tak semuanya ia katakan."

"Lalu, apa orang-orang yang melihatmu bermain tak menunjukkan ekspresi apapun ketika kau berhasil?"

...

"Mereka... terdiam dan menatap horror. Kecuali Wonho. Itu yang mereka berikan padaku ketika aku berhasil, Hoshi-ssi."

"Mereka tau bahwa kau akan mati. Angka 4 itu adalah mati."

Tak butuh waktu lama untuk Hoshi mengatakan hal itu. Perkataan Hoshi kali ini bukan hanya membuat Jeonghan terkejut. Tapi S.Coups yang sedari tadi diam akhirnya menolehkan wajahnya. Perkataan Hoshi kali ini pun bukan karena alasan. Ia sudah lama mendengar berita-berita "dunia belakang" yang tak banyak di ketahui orang lain. Termasuk para bos mafia. Bahkan ia pun sebenarnya tak terlalu kaget ketika Jeonghan mengatakan itu.

"Kukira kau sudah mempelajari sifat Wonho dengan baik Coups. Ternyata kau bahkan tak tau mengenai hal ini."

S.Coups hanya dapat menelan ludahnya. Kalau sudah seperti ini pun, jalan terakhirnya sedikit terasa jahat. Apalagi, Jeonghan mengatakan bahwa ia sama sekali tak memberitaukan identitas aslinya tapi wajahnya dapat dengan mudah dikenali. S.Coups mengusap wajahnya kasar karena sebenarnya pilihannya ini tak ingin dilakukannya. Bukan, bukan karena ia tak sanggup menjamin keselamatan Jeonghan. Tapi karena ia tak ingin Jeonghan mengetahui identitas aslinya dan membencinya.

"Jeonghan, bisa kau berikan seluruh identitasmu dan mencatat beberapa nomor yang penting?"

"Untuk apa aku harus mencatat nomor?"

S.Coups sedikit membuang nafasnya. Ia tau kalau Jeonghan pun pada akhirnya akan bertanya seperti itu.

"Menghapus jejakmu. Menghapus keberadaanmu untuk sementara."

Jeonghan hanya berdecih ketika S.Coups mengatakan itu padanya. Sebenarnya ia bisa mengatakan kalau ia akan tinggal bersama sahabatnya, tapi ia tau, keselamatannya pun tak akan terjamin. Jeonghan tak butuh waktu lama untuk memberikan dompetnya pada S.Coups dan mencatat beberapa nomor yang di butuhkannya. Jeonghan cukup terpaku lama pada layar handphonenya ketika ia melihat nomor kekasihnya tertera. Ya, ia bingung apakah ia akan tetap menulisnya atau tidak. Tangannya yang berhenti menulis pun menarik perhatian seseorang yang terus mengamatinya sejak tadi. S.Coups seolah dapat membaca isi pikiran Jeonghan hanya dengan melihat dari raut mukanya.

"Jangan kau tulis. Dia bisa menjadi penghambatmu bersembunyi."

Jeonghan hanya mengangguk saja, setuju dengan perkataan S.Coups yang masih mengamatinya. Tangannya kembali berhenti bekerja ketika ia selesai menuliskan nomor-nomor yang dianggapnya penting dan menyerahkan ponselnya pada S.Coups. Ia tau kali ini ia harus mengganti nomornya karena saat ini SIM card miliknya telah dipatahkan menjadi dua oleh S.Coups. Sedikit bagus pikirnya karena ia tak perlu repot-repot menghubungi kekasihnya ataupun sebaliknya. Setidaknya ia bisa berpikiran lebih tenang kali ini.

Jeonghan sudah tau kalau kali ini ia akan tinggal bersama orang yang mempekerjakannya, S.Coups. Yah... inipun karena usulan Hoshi juga. Karena Hoshi juga harus lebih berhati-hati kali ini. Bisa saja, ada yang melihat mereka berdua di tempatnya ini dan membuat kekacauan nantinya. Ini akan merepotkan Hoshi juga. Mereka berdua sebetulnya ingin segera pulang, tapi Hoshi menahannya dan menyuruh mereka untuk pulang ketika fajar. Seperti kebiasaannya tiap hari dan untuk menghindari kecurigaan. Jeonghan pun di persilahkan untuk tidur di sofa walaupun Hoshi tau, itu hal yang tak sopan mempersilakan tamu seperti itu.

***

Suara hening menyelimuti ruangan itu. Hanya Jeonghan yang tertidur sedangkan dua laki-laki lainnya yang terbaring di karpet sedang sibuk dengan pikiran mereka sendiri. Terutama Hoshi. Sebenarnya ia tak habis pikir dengan ulah sahabatnya itu. Terlebih, kali ini ia melibatkan orang asing. Menurutnya, sahabatnya ini sudah mulai gila. Berbagai pertanyaan muncul di pikirannya seiring dengan sunyinya ruangan. Hoshi pun akhirnya menatap punggung sahabatnya yang terbaring di sebelahnya. Bisikan kecil ia ucapkan untuk memanggil sahabatnya itu dan berhasil membuat sahabatnya menoleh. Berbaring berhadapan dengannya.

"Apa kau gila? Melibatkan orang asing untuk urusan yang bukan urusanmu."

S.Coups hanya terdiam sebelum ia menjawab dengan jawaban yang tak di harapkan Hoshi. Ia hanya menjawab mungkin ia sudah gila.

"Kau tak bermaksud untuk menyelesaikan peredaran ilegal ini kan? Sebenarnya apa yang kau cari? Kau tak seperti biasanya Coups."

"Benar. Aku tak bermaksud untuk menyelesaikan peredaran ilegal itu. Itu bukanlah urusanku. Dan... haruskah aku mengatakannya lagi? Bukankah kau sudah mengetahuinya sejak lama?"

Hoshi pun hanya terdiam mendengar perkataan sahabatnya itu. Ia masih mengingat beberapa kejadian lalu yang mengubah hidup sahabatnya. Mengubahnya menjadi seseorang yang pemarah dan tak terkontrol. Yang menyebabkan ia dan Seokmin akan selalu berada di sampingnya. Sepintas ingatan itulah yang membuat Hoshi semakin was-was. Ia takut, sahabatnya ini akan lepas kendali dan berulah diluar nalarnya lagi. Apalagi saat ini ia membawa seseorang yang benar-benar asing. Walaupun Hoshi yakin, orang itu bukanlah orang yang tak familiar dengan dunia seperti ini.

"Seung-ah, pastikan kau tak ceroboh dan membahayakan namja disana. Kali ini akan benar-benar merepotkan jika kau bertindak bodoh lagi."

S.Coups yang mengerti maksud sahabatnya hanya bisa mengangguk. Bagaimana mungkin ia bisa melupakan tindakan bodohnya yang hampir menghilangkan nyawanya sendiri. Dan walaupun Hoshi tak mengatakannya pun, ia akan tetap melindungi Jeonghan. Apapun yang terjadi. Meskipun ia harus mengorbankan seluruhnya untuk melindungi Jeonghan. Termasuk nyawanya.

Jeonghan POV

Kurasa sudah sekitar satu minggu aku menyembunyikan diriku dibawah pengawasan S.Coups. Jangan kau kira enak. Ini semua melelahkan. Aku bahkan tak bisa keluar seenaknya. Ataupun menghubungi siapapun. Perbaikan apartemenku sebenarnya juga sudah selesai, tapi S.Coups masih belum mengijinkanku kembali. Hah... mungkin dia pikir aku akan kabur setelah kejadian ini. Walaupun jujur, yang kulakukan saat ini menyeramkan tapi ini benar-benar menarik.

"Tapi juga sangat membosankan."

"Apanya yang membosankan?"

Tubuhku yang bersandar di sofa sontak terkaget mendengar suaranya. Ya, dia yang mulai membuatku terbiasa dengan semua ini. Aku hanya menyambutnya dengan ucapan selamat datang. Sepertinya tinggal disini sangat membuatku terasa nyaman. Well, seperti rumah sendiri tepatnya. S.Coups yang tersenyum pun akhirnya duduk di sebelahku dan menyandarkan kepalanya di bahuku. Sepertinya ini menjadi kebiasaannya akhir-akhir ini. Matanya yang terpejam memperlihatkan seakan dia benar-benar nyaman.

"Hannie-ya, kau bosan kan terkurung seperti ini?"

Bibirnya bergerak, mengatakan hal itu di tengah matanya yang terpejam. Sepertinya ia memang mengerti situasiku. Aku tak tau apa yang ada di pikiranku sehingga bibirku tanpa sadar menyetujui ucapannya. Membuatnya terbangun dari rasa nyamannya.

"Kalau kau ingin keluar bermain, bermainlah. Aku tak melarang. Tapi cepatlah kembali."

Perkataannya kali ini terdengar sedikit khawatir. Tapi itu juga membuatku sedikit senang. Terlebih akhirnya aku bisa keluar dari tempat ini. Ah.. setidaknya aku bisa membuang semua rasa bosanku dengan sedikit berjalan-jalan. Dan lelaki di depanku ini juga tak sedikitpun terlihat marah.

"Baiklah, kurasa aku akan sedikit berjalan-jalan. Ah... dan aku akan segera kembali. Kau juga harus sabar menungguku karena kau bahkan belum memberiku nomor yang baru."

Kukatakan dengan penuh semangat seraya bangkit dari sofa yang nyaman, bersiap untuk pergi. S.Coups hanya tertawa kecil mendengar ucapanku dan mengangguk. Well, tentu saja ia harus menunggu. Aku bahkan tak bisa menghubungi siapapun karena tak memiliki nomor telepon baru. Tangannya yang kekar menahan tanganku sebelum aku melangkah pergi, menarikku pelan dan memberikanku kecupan kecil. Kecupan kecil yang lagi-lagi mendarat di dahiku. Membuatku sedikit memerah, kuakui.

Langkah kakiku yang pertama kali keluar dari pintu apartemen terasa ringan. Sedikit udara segar benar-benar membuatku merasa nyaman. Kuputuskan untuk pergi ke supermarket di sekitar apartemen sebagai tujuan pertamaku. Lagipula, beberapa bahan makanan kami pun hampir habis. Jadi, apa salahnya? Setidaknya aku bisa membeli beberapa kebutuhan sebelum aku kembali ke apartemen.

"Jeonghan..."

Sebuah suara dari kejauhan membuatku menoleh. Kudapati sahabatku yang terdiam dan tak lain merupakan asal suara itu. Wonwoo tanpa basa-basi berlari dan menerjangku. Memelukku erat. Ah... betapa nyamannya bertemu dengan sahabatku lagi.

"Ya ampun, ku kira kau sudah mati. Aku bahkan tak bisa menghubungimu. Kau benar-benar membuatku khawatir."

"Hahaha... kau kira aku semudah itu mati? Kau tau Wonwoo-ya, ceritanya sangat panjang. Kau mungkin tak akan percaya dengan ceritaku."

Wonwoo seperti biasa, hanya tertawa lantang. Sifatnya benar-benar tak berubah walaupun kami sudah lama tak bertemu.

"Coba ceritakan padaku. Aku masih punya banyak waktu untuk mendengarkanmu."

***

Disinilah kami, di sebuah cafe tempat Wonwoo bekerja. Tentu saja dia punya banyak waktu karena kami berada di tempat ini dan dia bisa dengan mudah bekerja saat shiftnya nanti. Dan disinilah aku yang menceritakan berbagai hal sejak seminggu yang lalu padanya. Wonwoo pun beberapa kali mengubah ekspresinya ketika mendengarku bercerita. Bahkan ia mengatakan bahwa aku terlalu berani mengambil semua resiko ini. Ya, bahkan aku sendiri tak mengerti. Mengapa aku mau saja menjalani semua ini.

"Tapi, kau terlihat berubah. Kau tak dingin lagi seperti dulu. Apa efek tinggal bersama pria itu membuatmu hangat?"

Wonwoo sedikit tertawa setelah mengatakan hal itu. Jujur perkataan Wonwoo membuatku kaget. Memangnya aku sebegitu berubahnya? Maksudku, kurasa aku masih sama saja.

"Tidak, aku masih sama saja dengan yang dulu."

"Hmm... kurasa kau belum sadar. Tapi ini perubahan yang bagus. Jangan di tangkis terus kalau nantinya merasa nyaman bersama laki-laki itu."

Wonwoo kembali tertawa. Yah terserah kaulah. Kalaupun aku berubah karena dia, kurasa aku harus berterima kasih padanya. Dan, aku tak menyangkal jika bersamanya terasa nyaman. Mungkin karena sifat kami yang mirip. Beberapa menit berlalu dalam diam dan Wonwoo kali ini terlihat sedikit serius setelah ia meminum kopi pesanannya. Seolah-olah ia ingin mengatakan banyak hal padaku. Ya, dalam satu minggu tentunya telah terjadi banyak hal.

"Kau tau Jeonghan, beberapa hari yang lalu, kekasihmu mendatangiku. Dia mencarimu dan wajahnya terlihat panik."

Wow... tumben sekali Tuan Arogan mencariku. Bukankah dia sendiri yang memutuskan untuk tak mengkontakku sekian lama.

"Apa ada yang disampaikannya?"

"Tidak. Ia hanya bertanya keberadaanmu dan pergi. Tapi dia mendatangiku selama beberapa hari."

Ya ampun... sebegitunyakah ia ingin menemuiku? Jangan kau buat harapanku naik kembali, Jisoo-ya.

"Anehnya, sebelum ia pergi dan masuk ke mobilnya, ia selalu terlihat menelpon seseorang. Aku tak tau itu siapa. Tapi dia terlihat mencurigakan saat itu. Kurasa kau harus menghindarinya untuk saat ini, Jeonghan-ah."

Wonwoo melanjutkan perkataannya yang kali ini terdengar lebih serius. Terutama pesannya untuk aku yang harus menghindarinya. Tapi, mungkin saja saat itu dia menelpon atasannya. Aku hanya menerima dan mengangguk mendengar ucapan Wonwoo. Kurasa tak ada salahnya juga menghindari para polisi untuk beberapa saat. Hingga semuanya tenang kembali.

***

Sudah beberapa menit yang lalu sejak aku keluar dari cafe dan berjalan pulang. Aku tak mau merepotkan Wonwoo yang sudah harus bekerja. Lagipula, aku harus segera pulang karena janjiku pada S.Coups. Kakiku terus melangkah karena well, tempatnya ternyata juga tak begitu jauh. Jadi tak ada salahnya sambil menikmati suasana kota.

Hari pun sudah mulai gelap tapi jalanan semakin ramai. Kau tau, aku merindukan saat-saat ini. Ah... melihat suasana ini membuatku ingin ke bar milik Hoshi sebelum pulang dan tentunya, S.Coups pasti ada disana. Kurasa kami bisa pulang bersama setelah itu.

Pikiranku terhenyak ketika mataku menangkap sebuah mobil yang tak asing lagi bagiku. Mobil yang dulu sangat sering ku tumpangi. Siapa lagi kalau bukan milik Jisoo. Mobil itu terparkir rapi di depan sebuah gang kecil yang asing bagiku. Dan dari mobil itu keluarlah sosok yang pernah kurindukan. Ya, Jisoo. Aneh, dia tak memakai pakaian dinasnya saat ini. Dan aku tau ini juga bukan hari liburnya. Rasa penasaranku membuat kakiku tanpa sadar mengendap-endap mengikutinya. Kurasa ia juga tak sadar dengan keberadaanku. Aku terus mengikutinya melewati lorong-lorong yang sedikit penerangan dan sepi ini. Hingga kami akhirnya sampai pada sebuah bangunan yang cukup tua, rasanya. Aku tetap terdiam di tempatku saat kulihat Jisoo memasuki bangunan itu tanpa ragu. Ada yang aneh menurutku karena jika ia nenyusup, ia tak perlu melakukan semua ini sendirian. Masih ada Jihoon yang lebih ahli darinya.

Apa yang dilakukannya di tempat seperti ini?

Rasa penasaranku membawaku semakin dekat dan membulatkan tekadku untuk menyusup. Aku ingin tau semuanya. Walaupun kurasa ini ide yang sangat buruk.

***

Halooo~ saya kembali!!
It takes longer than I thought. Seharusnya chapter ini di upload beberapa waktu lalu tapi saya harus susun ulang cerita. Jadi revisi semua hahaha
Chapter kali ini very longggg... karena sebenernya ini dua chapter yang dijadiin satu.
Saya minta maaf buat keterlambatan updatenya. Semoga kedepan bisa tepat lagi ... dan gak terlalu sibuk juga. Semoga chapter ini mengobati penasaran kalian.

Selamat menikmati chapter kali ini :))
Please vomment and thanks for reading :)))

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

1M 84.3K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
79.9K 8.9K 26
Siapa yang menyangka jika orang yang selama ini kamu kagumi ternyata diam-diam juga mengagumimu. Tapi, apakah dia benar-benar takdirmu? ○ ○ ○ -Boy x...
10.3K 1K 12
Cuma kisah absurd cewek dan cowok penghuni home sharing bernama Hyper Home. Sesuai namanya, para penghuni rumah tersebut memiliki kelakuan yang tijel...
140K 19.4K 28
Kisah antara artis dan manager barunya. ---------------------------------------- Disclaimer : Semua kru yang bertugas hanya milik Pledis Ent. Jadila...