HARUSKAH?

By zahirra

108K 8.5K 444

Haruskah aku berkorban untuk mereka? Posisi Sonda yang hanya anak angkat keluarga tidak mampu. Harus rela ban... More

part 1
part 2
part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
part 9
Part 11
Part 12
Part 13
part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19

Part 10

5.4K 463 11
By zahirra

Perhatian dan kesabaran yang ditunjukan Sonda selama menjadi suami Nara, patut diacungi jempol. Sonda begitu baik meski terkadang sering membuat Nara marah, dia juga tahu bagaimana cara membuat semua orang bahagia. Semangatnya dalam menjalani hidup patut mendapatkan penghargaan tertinggi melebihi apapun. Sonda adalah figur seorang pria sejati yang selalu optimis menatap masa depannya.

Bagi Sonda, keluarga adalah semangat hidupnya, masa depannya dan segala-galanya, dia tidak akan seperti sekarang ini kalau tidak mendapatkan dukungan dari keluarganya, karena keluarganya pulalah dia bisa menikahi wanita cantik nan kaya bernama Kinara Asmarani, wanita rapuh yang tidak pernah bisa menerima kenyataan hidup, Tapi Sonda bertekad akan membuat wanita rapuh itu bisa melupakan masa lalunya termasuk melupakan Daniel meski mungkin akan sangat sulit. Entah perhatian macam apa yang diberikan Daniel untuk Nara sampai Nara begitu sulit lepas dari bayang-bayang Daniel.

Untuk membuat Nara bisa merelakan kepergian Daniel, Sonda harus lebih baik dari  Daniel dalam segi apapun.

***

Nara tidak mungkin melupakan Daniel, orang yang pernah memberinya kebahagian hidup, Nara juga tidak akan mungkin melupakan masa lalunya yang pahit, masa dimana dia benar-benar terpuruk dan merasa sendirian, tidak ada seorangpun yang berusaha menolongnya keluar dari penderitaan yang tidak berkesudahan, kebahagian seolah-olah tidak pernah berpihak padanya. Bahkan disaat dia memiliki orang yang menyayanginya dengan tulus, Tuhan merenggutnya dengan paksa. Ibunya pergi disaat dia sangat membutuhkan keberadaanya, kekasihnya yang baik dan pengertian memutuskan mengakhiri hidupnya tanpa sebab yang jelas. Takdir Tuhan memang kejam dan Tuhan sepertinya tidak akan pernah membiarkannya hidup bahagia.

Melihat kebaikan Sonda selama ini malah membuat Nara semakin tidak bisa melupakan Daniel, Sonda begitu mirip dengan Daniel, apapun yang dilakukan Sonda selalu mengingatkan Nara pada sosok Daniel. Kebaikannya, rasa sabarnya, dan perhatian yang ditunjukkannya tidak jauh berbeda dengan Daniel. Setiap kali Nara berada di dekat Daniel, selalu  rasa nyaman yang dirasakannya, sementara Sonda, Nara merasakan rasa aman dan terlindungi bila berada di dekatnya.

Sonda keras kepala dan tidak pernah mau mengalah, tapi tidak demikian dengan Daniel, dia selalu menuruti apapun keinginan Nara. Sonda selalu bersikap kasar dalam menunjukan perhatiannya dan dia tidak pandai membujuk. Daniel sebaliknya, dia begitu sabar dan selalu bisa mengambil hati Nara, Daniel juga selalu bisa mengembalikan mood Nara yang buruk tapi Sonda malah sering kali membuat mood Nara semakin buruk. Cara mereka menunjukkan sisi baiknya memang berbeda tapi pada dasarnya mereka berdua punya persamaan.

***

Nara duduk dengan punggung bersandar pada kepala ranjang, ia kemudian menghela napas panjang sambil mengusap perutnya yang masih rata karena memang kehamilannya baru menginjak beberapa minggu, ia belum merasakan adanya tanda-tanda kehidupan di dalam sana. Kehamilan yang tidak diinginkan Nara sebelumnya, kehamilan yang begitu mendadak tanpa persiapan apapun, ia sempat  shock ketika hasil tes kehamilan menunjukan dua garis merah, ia berencana mendatangi Dokter kandungan untuk menggugurkannya tapi Daniel datang dengan segala tanggungjawabnya membuat Nara tersentuh dan membatalkan niatnya.

Tapi kini, Daniel telah tiada, dia telah pergi meninggalkannya, meninggalkan dirinya dan bayinya, meninggalkan semua kenangan manis yang sempat dibangun bersamanya,  meninggalkan harapan-harapan masa depan mereka. Nara memejamkan matanya, jari jamarinya erat meremas gaun tidur yang dipakainya. Hidupnya sudah tidak sama lagi semenjak Daniel tiada, ia tidak akan sanggup membesarkan buah hatinya tanpa Daniel di sisinya, kematian Daniel terlalu menyakitkan.

Tanpa sadar Nara mulai meremas kulit perutnya, ia memukul-mukul perut dan menyalahkan janin yang bersemayam di dalamnya. Karena kehamilannya Daniel pergi, karena kehamilannya pula ia harus menikah dengan seorang pria yang tidak dikenalnya sama sekali. Semua gara-gara bayi yang dikandungnya! Bayi yang tidak pernah diinginkannya, bayi pembawa sial.

Nara bangun dari tempat tidurnya dan mencari sesuatu, suatu benda yang bisa ia gunakan untuk membunuh janin diperutnya, ia sudah tidak peduli lagi jikalau nyawanya ikut menghilang bersama janin pembawa bencana tersebut. Nara bangkit dari tempat tidurnya, ia mencari-cari sesuatu, suatu benda apapun itu yang bisa digunakannya untuk bunuh diri. Pertama yang dilakukan Nara adalah membuka semua laci yang di temuinya di dalam kamar, kosong tidak ada benda apapun yang bisa digunakan untuk mengakhiri hidupnya. Merasa tidak menemukan apapun di dalam kamarnya Nara berjalan menuju walk in closet yang cukup besar dan luas, berharap menemukan sesuatu. Mata Nara awas menatap pintu-pintu lemari yang tertutup rapat, ia menghampiri lemarinya dan  mengobrak-abrik isinya, dikeluarkan semua baju yang tersusun rapih di dalamnya, tidak ada benda apapun selain hanya pakaian dan gantungan baju yang terbuat dari kayu, tentu saja tidak bisa ia gunakan untuk bunuh diri. Merasa lelah dan frustasi akhirnya Nara terduduk diatas tumpukan pakaian miliknya, pupus sudah harapannya untuk mengakhiri hidupnya.

'Kenapa Tuhan tidak pernah membiarkannya mati saja? Kenapa Tuhan selalu menyelamatkan hidupnya? Apakah ini cara Tuhan untuk menghukumnya? Tapi atas dasar apa Tuhan memberikan cobaan bertubi-tubi seperti ini?

Nara menangis sejadi-jadinya, menangisi cobaan yang di berikan Tuhan untuknya.
Tatapan mata Nara berubah penuh harap ketika melihat enam buah laci di bawah wastafel yang belum dibukanya dengan cepat ia merangkak dan membuka laci-laci tersebut mengeluar isinya yang sebagian besar hanya handuk-handuk bersih. Nara putus asa, ia menangis dengan tangan berpegang erat pada sisi laci, ia menangis sejadi-jadinya, menangisi jalan hidupnya, menangisi penderitaannya, menangisi semua yang terjadi di dalam hidupnya. Nara menangis sampai airmatanya kering,  menangis sepuas-puasnya.

***

Sonda membayar argo taksi yang ia tumpangi untuk sampai kerumah. Digendongnya Kirana yang tertidur pulas, sudah sejak dari ruko Kirana tertidur sehingga Sonda tidak bisa pulang dengan membawa motornya. Setelah mengucapkan terima kasih dan menutup pintu taksi, Sonda berjalan menuju rumahnya. Rumah yang besar dan sepi, ia tidak pernah menemukan kehangatan didalamnya.

Dengan langkah gontai Sonda menaiki anak tangga satu persatu, seharian bekerja membuatnya lelah dan ingin  cepat sampai di kamarnya lalu merebahkan punggungnya yang pegal diatas sofa empuk tempat biasa ia tidur tapi bagaimana dengan Kirana? Sonda membuang jauh keinginannya, malam ini ia terpaksa harus kembali berbagi tempat tidur dengan Kirana. Kirana tidak akan pernah mau untuk tidur sendiri meski kamar di rumah ini banyak yang kosong.

Perlahan Sonda membuka pintu, takut membangunkan Nara yang kemungkinan sudah tidur, ia masuk dan menutup pintunya dengan hati-hati. Betapa terkejutnya ia ketika berbalik dan mendapati kamar dalam keadaan berantakan, semua laci terbuka dan isinya berserakan di lantai, tempat tidur sudah tidak beraturan, sofa dan meja sudah tidak pada tempatnya lagi. Siapa yang melakukan semua ini? Pikir Sonda.

Nara. Dimana Nara? Sonda tidak menemukan keberadaan Nara di kamarnya, Sonda mulai panik dan berpikir seseorang telah masuk kekamarnya lalu menculiknya.

"NARA." Sonda meneriakkan nama Nara dengan sedikit panik, membuka pintu kaca yang menghubungkan kamar dan balkon. Pintunya masih tertutup rapat, si penculik tidak mungkin membawa Nara lewat balkon.

Sonda melupakan satu hal bahwa Kirana masih di dalam gendongannya. Merasa tidak nyaman Kirana menggeliat tanpa membuka matanya dan kembali menjatuhkan kepalanya dibahu Sonda. Dengan hati-hati Sonda membawa Kirana kedekat ranjang, menidurkannya di sana lalu ia mengambil selimut yang tergeletak dilantai dan menyelimutinya. Kirana sempat menggeliat, berbalik dan kembali tertidur.

Sonda berjalan mengitari ranjang menuju sebuah pintu yang sedikit terbuka, dengan kasar ia membuka pintu dan mendapati Nara sedang bersimpuh sambil menangis. "Nara..." Sonda tertegun dan berhenti di ambang pintu, "a-apa yang terjadi?" lanjutnya tanpa berani mendekati Nara.

Tidak sedikitpun Nara menoleh apa lagi menatap Sonda, dia terus menerus menangis dan mengabaikan kehadiran suaminya itu. Perlahan Sonda berjalan mendekati Nara, ia berjongkok di hadapan Nara dan mengedarkan pandangannya menatap ruangan yang porak porandak, ia tidak yakin Nara yang melakukannya. Pasti ada seseorang yang masuk dan mengacak-acak tempat ini.

"Apa kau baik-baik saja?" Ditatapnya Nara penuh kekhawatiran. "Kenapa kau ada disini? Apa seseorang masuk ke dalam sini?" Pertanyaan demi pertanyaan keluar dari mulut Sonda, "apa kau terluka?" Sonda memegang kedua sisi lengan Nara dan menatapnya penuh rasa ingin tahu.

Nara diam, meski air matanya tidak berhenti, perlahan Nara mengangkat wajahnya dan menatap Sonda, "biarkan aku menggugurkan kandungan ini." Ucapnya lirih. "Aku tidak sanggup kalau harus melihatnya tumbuh besar. Daniel sudah tiada, aku tidak ingin dia menjadi bayang-bayang Daniel dikemudian hari." Bukan jawaban seperti itu yang diinginkan Sonda, ia tidak berharap Nara memohon padanya untuk menghilangkan nyawa calon anaknya Daniel.

Perlahan Sonda duduk bersila dan memberanikan diri memegang kedua tangan Nara, ditatapnya bola mata Nara yang penuh air mata lalu tangan kanannya bergerak menghapus air mata itu dari pipi Nara. Beberapa kali Nara mengerjapkan matanya tidak percaya dengan apa yang telah dilakukan Sonda terhadap dirinya, Sonda tidak marah dan dia tidak berkata kasar seperti biasanya, dia malah tersenyum, senyum yang mampu membuat Nara membeku untuk beberapa saat.

"Kamu pasti sedang lelah, sebaiknya kamu istirahat dulu...besok kita bicarakan masalah ini." Ucapnya lembut.

"Tidak," jawab Nara tegas. "Aku tidak ingin menunggu besok. Keputusannya harus sekarang, malam ini. Kalau tidak aku yang akan melakukannya sendiri tanpa persetujuanmu!"

"Maafkan aku Nara," jawab Sonda lelah. Demi Tuhan, untuk malam ini dia tidak ingin mencari keributan dengan Nara. "Aku tidak akan memberikanmu ijin dalam bentuk apapun, sekali lagi maafkan aku." Dengan penuh penyesalan Sonda meminta maaf.

Nara menarik tangannya dari genggam Sonda, ia merasa kecewa dengan keputusan Sonda, Sonda tidak mengerti dengan penderitaannya dan dia sama sekali tidak memahami betapa sulitnya Nara menghadapi kehamilannya. "Kamu memang senang melihat aku menderita dan tersiksa."

"Bukan seperti itu, tidak begitu. Aku juga tidak suka melihatmu menderita."

"Lantas kenapa kamu malah melarangku melakukannya?"

"Karena aku tidak ingin melihatmu lebih menderita lagi, aku tidak ingin melihatmu  menyesalinya dan aku tidak ingin melihat hidupmu hancur gara-gara ini semua... Percayalah padaku, aku janji akan menjagamu dan bayimu semampuku. Pegang janjiku."

"Omong kosong, yang kamu berikan hanya janji dan janji tanpa pernah bisa membuatku merasa lebih baik... kamu memang tidak pernah mengerti dengan penderitaanku selama ini!"

"Yang kamu ucapkan itu salah Nara. Aku disini, sekarang ini karena aku cukup mengerti dengan penderitaanmu, dengan masalah yang sedang kamu hadapi dengan apapun yang menimpamu saat ini."

"Tidak, kamu jelas tidak mengerti apapun. Kamu hanya melakukan tanggungjawabmu sebagai adiknya Daniel. Melakukan apa yang telah disepakati Daniel bersama mereka!" Bentak Nara penuh emosi.

Sonda terhenyak, dia diam dan menatap Nara lekat. Nara sudah mengetahuinya, Nara mengetahui kesepakatan itu? Kesepakatan antara dirinya, ayahnya dan Dito Arinto,SH sang pengacara keluarga. "Jadi kamu sudah mengetahuinya? Mengetahui semuanya?"

"Tentu saja aku tahu," Nara melembut, "aku sangat tahu apa yang direncanakan Papa dan Om Dito setelah Daniel tiada. Papa yang mendesak Om Dito untuk mencarimu? Dan Papa pula yang menyuruhmu menggantikan Daniel demi nama baik keluarganya. Iya kan?... Papa yang gila hormat dan kekuasaan tidak pernah memikirkan perasaanku sama sekali... Pria egois." Nara diam sesaat, ia tersenyum pahit mengenang semua yang pernah dilaluinya dalam hidupnya.

Tanpa sadar Sonda menarik napas lega, ternyata dugaannya salah. Nara tidak tahu sama sekali tentang rencana Dito dan dirinya, yang ia tahu hanya rencana ayahnya dan Dito.

"Sejak awal Papa memang tidak terlalu peduli padaku, Papa bahkan tidak pernah menganggap keberadaanku," Nara diam sesaat dan kembali melanjutkannya. "Dia tidak pernah tahu apa yang aku lakukan, dengan siapa aku berteman, pekerjaan apa yang aku ambil setelah lulus kuliah, dia tidak tahu sama sekali... Dan dia tidak akan pernah melihat  hubunganku dengan Daniel seandainya Daniel tidak menghamiliku. Kehamilanku yang tanpa suami berdampak pada nama baiknya, itu sebabnya dia mencarimu."

Sonda paham sangat paham dengan apa yang dirasakan Nara. Tapi apa yang bisa dilakukan Sonda untuk mengurangi beban Nara? Yang bisa dilakukannya hanya  kembali memegang jari jemari Nara dan menyuruh Nara menumpahkan kesedihannya.

Dengan sabar Sonda mendengarkan keluh kesah Nara tentang keadaannya setelah ditinggal Daniel, tentang kondisi keluarga, tentang semua masalah yang dihadapinya saat ini. Sonda menunggu-menunggu Nara selesai menumpahkan semua isi hatinya.

Nara kembali terisak dan air matanya tumpah seketika, beban yang selama ini menghimpitnya perlahan mulai terangkat setelah ia menceritakansemuanya pada Sonda. Nara jauh merasa lebih baik.

Sonda tersenyum tulus setelah Nara diam dan selesai menumpahkan semuanya. Tangannya bergerak menyentuh pipi Nara yang sehalus poselen, ia lalu mengusap air mata Nara dengan ujung jarinya, "Semoga ini air mata terakhir. Untuk besok dan kedepannya aku harap tidak akan ada lagi air mata kesedihan. Kalaupun ada air mata, aku berharap itu air mata kebahagian."

***

Tanpa baca ulang langsung upload... Maaf-maaf kata nih seandainya banyak typo :-)

Continue Reading

You'll Also Like

6.9M 341K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
1.5M 13.1K 23
(βš οΈπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žβš οΈ) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. β€’β€’β€’β€’ punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
822K 126K 45
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
1.2M 58K 67
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...