Only Emerald

By queen_chigga

70.9K 2.2K 197

"Dasar Lelaki udik tampan sialan! Dia pikir dia siapa berani mengacuhkan ku seperti itu. Lihat saja nanti. Ak... More

Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29

Part 16

1.6K 60 0
By queen_chigga

"Emerald, kenalkan ini kak Reno. Kakaknya Raditya." Ucap Danny kepada Emerald yang tampak begitu cantik di sampingnya. Mereka tengah hadir di acara resepsi pernikahan sepupu Danny, Raditya. Dan Sedari tadi mereka berdua menjadi pusat perhatian semenjak memasuki ballroom megah ini. Mengalahkan pasangan mempelai yang duduk manis di pelaminan.
"Kak, aku bawa Emerald keliling dulu yah menyapa yang lain." Pamit Danny pada Reno. Danny tak melepaskan rangkulannya di pinggang Emma dan membawanya pergi dari hadapan Reno dan istrinya.
"Aku tidak pernah melihat mereka dulu sewaktu berkunjung di rumahmu saat acara keluarga." Kata Emma di samping Danny ketika mereka berjalan menuju meja katering.
"Dulu keluargaku dan keluarga kak Reno memang sempat bermasalah. Jadi mereka tidak pernah terlihat berkunjung ke rumah. Tapi sekarang semuanya sudah baik-baik saja." Jawab Danny tersenyum lembut pada Emma.
"Polemik keluarga kamu rumit juga yah?" Emma berkata lebih kepada dirinya sendiri sambil setengah menunduk.
"Kamu ingin makan apa?" Tanya Danny membuat Emma kembali memandang ke depan. Langkahnya terhenti. Tubuhnya menegang. Wajahnya tiba-tiba memucat. Danny menatapnya bingung kemudian ikut menatap kedepan untuk mengetahui apa yang membuat Emma begitu terkejut.

"Emma?" Suara yang begitu khas terdengar di telinga Emma. Suara yang berusaha dihapus Emma dari pikirannya. Wajah yang berusaha keras dia lupakan dalam ingatannya kini tepat dihadapannya.

Danny yang membaca situasi saat ini semakin mengeratkan rangkulannya di pinggang Emma. Walaupun dia tidak pernah melihat wajah Daffa, karena Emma selalu enggan membahasnya, namun dia yakin lelaki di depannya ini adalah Daffa. Sosok yang telah merubah Emma. Lelaki yang telah menghancurkan hati Emma.

Di seberang sanapun demikian. Emily mengamit lengan Daffa semakin menempel padanya. Tatapan Emma beralih pada lengan mereka. Matanya memanas, pandangannya mulai mengabur. Hatinya begitu sakit oleh pemandangan dihadapannya ini.

"Selamat malam. Apa kalian saling mengenal?" Tanya Danny pada akhirnya sambil tersenyum sopan memecah keheningan di antara mereka di tengah keramaian acara.

"Iya." Jawab Daffa tanpa mengalihkan pandangannya pada wajah Emma yang begitu ia rindukan. Emma tampak begitu cantik malam ini, seperti biasa. Hanya saja rona wajahnya sudah tak nampak lagi. Begitupun dengan senyum anggun yang selalu membuat Daffa jatuh hati. Hanya ekspresi kelam yang tersisa. Memikirkan sebegitu besar luka yang ia tinggalkan membuat hatinya perih.

"Hanya seseorang dari masa lalu, Dan." Jawab Emma pelan setelah berhasil mengumpulkan tenaganya untuk membuka suara. Berkali-kali dia meyakinkan diri dalam hati bahwa dia bisa melalui ini.

"Bisa kita bicara, Em?" Daffa melangkah maju sekali, namun terhenti karena Emily menahannya disamping. Emma menatap Emily tepat dimatanya. Mengirimkan sinyal kebencian dibalik tatapan angkuhnya. Kepercayaan dirinya kembali. Wanita jalang ini bukan apa-apa. Mereka bukan siapa-siapa.
Namun kalau dia pikir Emily akan kalah dengan tatapan angkuh itu, maka Emma salah besar. Karena Emily saat ini tengah menatapnya dengan tatapan sinis sambil tersenyum licik. Emma naik darah. Tangannya mencengkram pouch yang di genggamnya.

"Sepertinya WANITA ANDA tidak memberi izin untuk bicara padaku. Lagipula menurutku sudah tak ada lagi yang harus dibicarakan di antara kita sekalipun hanya sekedar basa-basi. Bukan begitu, Tuan Daffa?" Tekan Emma pada Daffa yang terlihat begitu muram di depannya namun tetap bungkam membuat Emma geram.
"Kalau tidak ada lagi yang ingin anda sampaikan, saya dan TUNANGAN saya mohon diri. Selamat malam" lanjut Emma kemudian memberi kode pada Danny disampingnya. Lalu mereka kembali berjalan melewati Daffa dan Emily yang terpaku di tempatnya.

Emily melihat Daffa dengan sedih. Sedih melihat Daffa yang begitu tersakiti saat ini. Sedih mengetahui Daffa masih begitu mencintai Emma dan terlihat begitu merindukannya. Sedih karena dia sadar bahwa dia tidak memiliki harapan untuk bisa berada di hati Daffa. Namun walau begitu, dia masih akan terus berjuang. Karena di lain sisi kini Emma telah bahagia dengan yang lain.

***

Semenjak pertemuan itu, Emma kembali pada dirinya lagi. Menjadi seorang pendiam. Terbersit penyesalan di hati Danny karena membawa Emma ke acara itu.
Karena walaupun mereka telah benar-benar resmi bertunangan, namun dia tahu bahwa Emma masih memikirkan lelaki itu. Dan bisa kapan saja kembali ke pelukannya. Itu sebabnya dia segera mengikat Emma agar tak bisa lagi lari darinya.
Namun hari ini, rasa takut itu muncul lagi. Rasa takut kehilangan Emma. Karena usaha Danny mengembalikan Emma seperti dahulu terhapus oleh pertemuan singkat tadi. Danny membiarkan Emma dengan pikirannya. Tak berniat mengganggu. Hingga mereka tiba di istana megah Emma.
"Kita sudah sampai, Emerald."
Danny turun pertama kali dari mobil dan membukakan pintu mobil untuk Emma. Emma akhirnya tersadar dari lamunannya dan langsung menatap Danny yang telah berdiri dihadapannya.

"Masuklah dulu, Dan. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu." Ucap Emma padanya. Jantung Danny berdegup kencang. Akhirnya hari dimana ia akan kehilangan Emma untuk kedua kalinya tiba. Danny begitu takut saat ini. Terlihat sekali kegugupan melanda dirinya saat ini.

"Lebih baik kamu beristirahat saat ini, Emerald. Kita bisa bicarakan hal lain besok." Jawab Danny tersenyum paksa. Emma menatapnya datar. Membuat Danny semakin gugup. Emma melangkahkan kakinya turun dari mobil dan menarik lengan Danny masuk ke rumah. Keringat dingin bercucuran disekujur tubuh Danny. Dia belum siap untuk hal ini. Dia belum siap melepaskan Emma. Dia masih ingin berusaha membuat Emma lupa pada Daffa.

Setibanya mereka di depan kamar Emma, Emma mendorong Danny masuk lalu mengunci pintu dibelakangnya. Danny membalikkan badan. Ekspresi Emma menggelap. Membuat Danny bingung. Mungkinkah Emma marah padanya? Untuk hal apa?

Emma setengah meloncat melingkarkan lengannya di leher Danny kemudian langsung melumat bibir Danny dengan keras. Danny hampir saja kehilangan keseimbangan ditempatnya. Emma menyerangnya secara tiba-tiba. Membuat Danny tidak bisa berfikir normal. Untuk pertama kalinya sejak mereka memutuskan bertunangan, mereka berciuman bibir. Karena selama ini Danny membiarkan Emma dan proses healingnya. Sehingga tak sekalipun Danny berani untuk menyentuhnya lebih dari sekedar rangkulan atau kecupan di kening dan pipi.

Ketika akal sehat Danny telah kembali dan mencerna apa yang terjadi, Danny mendorong bibir Emma menjauh.
"Apa yang kamu lakukan, Emerald?" Tanya Danny tertahan. Dia menatap wajah Emma menuntut penjelasan. Namun kemudian sadar, Emma tengah menangis dihadapannya kini. Diantara kegelapan dan kesunyian kamar besar ini, Emma menangis.

"Aku tidak ingin kau berfikir bahwa aku merindukannya, Dan. Sudah aku katakan berkali-kali bahwa aku membutuhkanmu. Aku tidak akan kembali padanya." Kata Emma sesenggukan. Danny mengusap pipi Emma yang basah dengan ibu jarinya.

"Aku tidak mengatakan apa-apa, Emerald." Ucap Danny. Ekspresinya kembali melembut.

"Kebungkamanmu menjelaskan semuanya, Danny. Kamu pasti berpikir bahwa aku ingin kembali padanya setelah pertemuan sialan tadi." Kata Emma menunjuk ke sembarang arah.

Danny meraih kepala Emma dan membenamkannya di dada. "Aku hanya membiarkanmu berpikir. Memang jujur, terbersit rasa takut karena hal itu. Tapi sekarang sudah tidak lagi. Aku hanya ingin kamu bahagia Emerald. Hanya itu. Entah itu denganku ataupun tidak." Jawab Danny. Walaupun tidak semuanya jujur dari hatinya namun dia benar-benar ingin Emma bahagia.

"Bahagiaku denganmu, Dan. Sekarang.. dan nanti." Kata Emma membuat hati Danny membuncah senang.

"Terima kasih, Putri Saljuku." Jawab Danny mengelus rambut Emma penuh sayang. Emma mendongakkan kepalanya menatap mata Danny diantara cahaya rembulan yang menembus jendela kamarnya. Emma berjinjit sambil menarik kepala Danny mendekat. Menyatukan bibir mereka lembut. Danny menikmati tiap sapuan bibir Emma di bibirnya. Ciuman mereka bergerak semakin intens. Tangan Danny turun mengusap punggung Emma dengan gerakan melingkar mengirim gelenyar aneh di tubuh Emma. Emma mendorong tubuh Danny berjalan mundur mendekati ranjang dan menjatuhkan tubuh Danny disana tanpa melepas pagutan mereka. Saat tubuh Emma merangkak naik, secara tak sengaja, paha Emma mengusap kejantanan Danny di balik celananya. Membuat Danny melenguh menahan nafsu yang kini memenuhi tubuhnya. Danny memundurkan wajahnya dan menatap Emma tepat di matanya. Tatapan Emma juga telah menggelap tertutup nafsu, membuat nafasnya memburu.

"Emerald, ada apa denganmu?" Tanya Danny pada Emma yang berada di atasnya. Emma diam. Hanya menatap bibir Danny yang sedikit membengkak kemerahan. Pikirannya sedang kalut. Bertemu Daffa mengacaukan semua usaha yang ia bangun dua bulan ini. Seluruh pengalihan yang ia lakukan pada satu-satunya cahaya hidupnya. Sirna dalam sekejap.
Danny memandang Emma, mengerti. Lantas bangun dari rebahannya. Membuat Emma berada di pangkuan Danny. Emma menatap Danny bingung.

"Aku pulang dulu, Emerald. Beristirahatlah." Danny mengangkat Emma perlahan dan mendudukannya disamping Danny. Ketika Danny hendak berdiri, Emma menahannya. Danny terdiam tanpa menoleh.

"Kamu kenapa, Dan? Apa aku melakukan kesalahan?" Tanya Emma tak mengerti dengan sikap Danny yang tiba-tiba seperti ini. Danny tetap bergeming membuat Emma semakin bertanya-tanya.

"Dan? Ada apa?" Danny akhirnya menoleh.

"Aku hanya ingin kamu beristirahat malam ini. Aku tidak ingin mengganggumu..." ucap Danny. "Dan kegalauanmu." Lanjutnya membuat Emma sontak terkejut. Danny menarik lengannya dari genggaman Emma kemudian mengusap kepala Emma lembut.

"Beristirahatlah. Aku mencintaimu." Kata Danny lalu mengecup kening Emma penuh sayang kemudian berjalan keluar kamar meninggalkan Emma sendirian. Emma merasa begitu bersalah pada Danny yang selalu mengerti perasaannya diatas perasaannya sendiri. Air matanya meluruh. Danny tidak pantas untuk ini. Danny berhak mendapatkan kebahagiaan. Danny selalu berkata bahwa kebahagiaannya adalah Emma.

"Aku akan membuatmu bahagia bersamaku, Dan. Aku berjanji. Malam ini adalah malam terakhir aku melakukan kesalahan. Malam terakhir aku memikirkan Daffa. Dan malam terakhir aku membuatmu terluka. Mulai detik ini aku akan berusaha membuka hatiku sepenuhnya untukmu, Dan. Aku berjanji." Lirih Emma pelan.

***
Oke. Fix. Gua bakal slow publish mulai sekarang soalnya skripsi ngejar-ngejar udah kyk rentenir😭

Makasih yang masih stay disini..

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 109K 53
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
5.5M 292K 56
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
1.1M 51.7K 66
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
1.3M 65.5K 51
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...