Sweet Billionaire

Da rorapo_

7M 117K 2.8K

[DIHAPUS SEBAGIAN] Sekembalinya Olivia Johnson dari North Carolina, ia dikejutkan dengan kehadiran seorang pr... Altro

P r o l o g
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Baca Sweet Billionaire di Sini

Bagian 1

311K 14.8K 467
Da rorapo_

Aku membanting ponselku di atas kasur dengan kesal saat melihat nama mama kembali muncul di layar ponselku. Sudah lima kali dia meneleponku hari ini. Dan topik yang dibahasnya selalu saja mengenai uang dan uang. Demi Tuhan, aku baru saja dipecat dari kantorku karena menendang selangkangan atasanku saat pria mesum itu mencoba untuk menyentuh tubuhku.

Aku pengangguran sekarang. Dan mama tak ada habisnya memintaku untuk mengirimkan uang ke rekeningnya. Kepalaku benar-benar hampir pecah saat memikirkan semua hal gila yang kuhadapi belakangan ini. Mama yang tidak bisa hidup miskin dan ayah tiriku yang pecandu alkohol benar-benar membuatku seperti berada di dalam neraka. Mengerikan.

Sambil memijat keningku, aku mencoba untuk menghubungi sahabatku, Sasha, untuk menanyakan tentang pekerjaan yang sempat ditawarkannya kepadaku yang mungkin bisa mengisi waktuku selagi aku mencari pekerjaan yang gajinya cukup untuk membeli barang-barang mewah untuk mama dan membeli alkohol kualitas super untuk ayah tiriku.

"Ada apa, Ollie?"

"Tawaran yang kemarin, apa masih berlaku?"

"Bekerja sebagai karyawan di toko perhiasan? Tentu saja. Kenapa? Kau tertarik?"

"Ya. Tolong katakan kepada temanmu itu aku akan menjadi salah satu karyawan di sana."

"Tentu. Itu saja?"

"Ya. Terima kasih, Sha."

"Okey. Semoga harimu menyenangkan, Olivia. Lusa aku akan pulang. Bye."

Aku langsung mengakhiri panggilanku dengan Sasha setelah menyampaikan maksudku kepadanya. Setelahnya, aku memilih mematikan ponselku untuk menghindari panggilan masuk dari mama. Aku ingin istirahat sekarang. Hariku belakangan ini benar-benar melelahkan.

Pikiranku langsung melayang ke pekerjaan baruku setelah aku menjatuhkan tubuhku di atas kasur seraya memandang langit-langit kamarku yang berwarna putih polos. Sejujurnya aku tidak masalah bekerja di mana pun asal aku mendapatkan gaji yang besar. Dan toko perhiasan yang akan menjadi tempatku bekerja nanti bukanlah toko perhiasan sembarangan. Toko tersebut menjual perhiasan yang harganya cukup fantastis dan perhiasan yang hanya ada beberapa butir saja di dunia. Sudah bisa dipastikan jika aku akan mendapatkan gaji yang besar nantinya.

Yang menjadi masalahnya, aku akan bekerja di toko perhiasan. Toko perhiasan. Demi Tuhan, aku tidak yakin bisa menahan diri untuk tak mencuri salah satu perhiasan yang ada di sana. Aku penggila perhiasan, tetapi dulu, saat uangku masih banyak. Tetapi sialnya, rasa hausku akan perhiasan tidak pernah bisa hilang sampai sekarang walaupun aku sudah jatuh miskin. Dan bekerja di toko perhiasan adalah cobaan terberat di dalam hidupku.

Tetapi mau bagaimana lagi, aku sangat membutuhkan uang. Semoga saja iblis di dalam diriku memilih untuk liburan saat aku bekerja di toko perhiasan nanti agar salah satu dari perhiasan tersebut tidak masuk ke dalam tasku. Ya, semoga saja.

Aku menarik selimutku sampai ke dadaku lantas mematikan lampu kamarku dan membiarkan lampu tidur yang ada di sisi kanan dan kiriku tetap menyala. Ini sudah cukup malam dan aku memilih untuk tidur sesegera mungkin agar besok tidak terlambat datang ke tempat kerjaku yang baru.

Dan beberapa jam kemudian, telingaku menangkap suara keras dari jam beker yang ada di atas nakas. Aku meraihnya lantas mematikannya sebelum memutuskan untuk membantingnya karena suaranya begitu mengganggu pendengaranku dan tentu saja tidurku.

Waktu cepat sekali berlalu. Tidurku terasa nyenyak sekali karena aku tidak memimpikan apa pun. Hal tersebut membuat tubuhku terasa lebih segar. Dan aku berharap kalau itu merupakan pertanda bahwa hariku akan baik-baik saja.

Aku duduk sejenak di pinggir ranjang seraya meregangkan tubuhku lantas menghidupkan ponselku terlebih dahulu sebelum bergerak ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku.

Aku hanya membutuhkan waktu kurang lebih dua puluh menit untuk membersihkan tubuhku. Setelahnya, aku memilih untuk berdandan secantik mungkin dan sarapan seadanya.

Setelah semuanya selesai, aku meneliti sekali lagi penampilanku hari ini. Wajahku tampak sempurna dengan make up yang terpoles di sana. Dan itu sudah cukup. Menurutku, kecantikan adalah salah satu hal yang wajib ditonjolkan dalam diriku setelah aku jatuh miskin.

Kata-kata jatuh miskin selalu berhasil membuatku bergidik ngeri. Sialan.

Setelah aku memastikan membawa barang-barang yang perlu dibawa hari ini dan mengunci apartemenku, aku langsung bergegas ke bawah untuk mengambil mobilku lantas segera melajukannya ke tempat kerjaku yang baru, toko perhiasan sialan yang aku yakini akan membuat air liurku menetes sepanjang hari.

Sesampainya di toko perhiasan sialan ini, salah satu karyawan yang bekerja di sini langsung mengajakku untuk menemui sang pemilik toko ini. Dia membimbingku menuju ruangan yang ada di lantai atas. Dan sepanjang perjalanan, aku sibuk menggaruk-garuk telapak tanganku yang sudah gatal ingin mengambil salah satu perhiasan yang ada di sini.

Tahan, Ollie, tahan. Kau pasti bisa, bawah sadarku menyemangati diriku. Dan aku cukup terbantu dengan hal tersebut. Oke, aku akan menahannya.

"Ms. Johnson? Silakan duduk," sapa seorang wanita yang sudah cukup berumur yang aku yakini sebagai pemilik toko ini saat aku muncul di ambang pintu ruangannya.

"Ollie saja," sahutku seraya memasuki ruangan tersebut dengan senyum manisku.

Aku dan sang pemilik toko perhiasan ini berbincang-bincang selama beberapa menit. Wanita yang baru kutahu bernama Carol itu menanyakan berbagai macam hal kepadaku yang tentunya bisa kujawab dengan mudah. Selain mengandalkan kecantikanku, aku juga sering mengandalkan mulut pintarku ini setelah aku jatuh miskin.

Sekali berbincang saja, aku bisa tahu kalau Carol adalah wanita yang baik. Aku benar-benar iri dengan Sasha yang menjadi salah satu orang terdekat Carol. Jalang itu memang pandai mencari simpati dari orang lain. Aku bangga padanya.

Setelah puas menanyakan berbagai macam hal kepadaku dan menandatangi berkas-berkas yang memerlukan tanda tanganku, Carol mempersilakanku untuk mulai bekerja hari ini juga. Dia menyuruh salah satu karyawannya untuk membimbingku.

Dan kini, aku berada di balik kaca-kaca mewah yang di dalamnya terdapat berbagai macam cincin dengan harga yang tidak bisa dibilang murah dengan seragam yang sama dengan karyawan yang ada di sini. Dan sialnya, sepanjang hari ini aku akan melihat salah satu cincin idamanku yang baru dirilis bulan lalu. Cincin yang hanya dibuat beberapa butir saja di dunia yang sebagiannya sudah dibeli oleh kalangan artis.

Yang parahnya lagi, cincin ini hanya tersisa satu. Setelah ini, cincin ini tidak akan pernah lagi muncul di toko perhiasan mana pun. Aku harap tidak akan ada orang yang membeli cincin ini sampai aku kembali kaya dan sanggup untuk membelinya.

Tangan nakalku kembali berkedut, ingin segera menarik cincin tersebut dan memasukkannya ke dalam saku celanaku lantas membawanya pulang dan mengajaknya berkencan sepanjang malam. Sial, aku bisa gila kalau terus seperti ini.

Aku menarik napas panjang lantas mengembuskannya secara perlahan, mencoba untuk mengurangi rasa hausku akan cincin sialan itu.

"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanyaku saat seorang pelanggan mulai memerhatikan berbagai macam cincin yang ada di sini.

"Sayang, menurutmu mana yang bagus untukku?" tanya salah seorang wanita yang baru kusadari datang bersama seorang pria yang tadi sibuk memerhatikan cincin yang ada di sini.

"Semuanya bagus," jawab sang pria dengan wajah datarnya.

Setelahnya, sang wanita mulai menanyakan cincin-cincin tersebut kepadaku. Dan aku langsung menjelaskan tentang cincin yang ditanyakannya lewat tablet yang berisi informasi mengenai segala perhiasan yang ada di sini.

"Ini cincin yang baru dirilis bulan lalu?" tanya wanita itu dengan tatapan laparnya.

Sial. Jangan yang itu. "Hm," jawabku dengan enggan.

"Yang dibuat hanya beberapa butir saja?"

"Hm."

"Sayang, aku mau yang ini," ucap wanita itu kepada sang pria dengan matanya yang tampak berbinar seraya menunjuk cincin tersebut.

Tidak. Jangan yang itu.

"Tolong yang ini."

Sial. Itu cincinku!

Aku mengeluarkan cincin tersebut dengan enggan. Kalau saja aku belum jatuh miskin, aku bersumpah akan bertengkar dengan wanita itu untuk memperebutkan cincin tersebut.

Aku menahan napasku saat melihat wanita itu sibuk mengagumi cincin yang hanya tersisa satu di dunia itu. Pria yang bersamanya terlihat sangat kaya. Pasti dia sanggup membayar cincin itu jika wanita itu ingin membelinya.

Beberapa menit kemudian, aku melihat sang pria membisikkan sesuatu kepada wanita itu. Dan setelahnya, aku melihat wanita itu mengecup sekilas pipi sang pria sebelum meninggalkannya.

Sebentar... apa itu artinya wanita tadi tidak jadi membeli cincin tersebut? Bawah sadarku langsung bersorak di dalam sana. Masih ada kesempatan.

"Tolong bungkus cincin ini."

Wait... what?!

Sialan. Ternyata mereka benar-benar membeli cincin tersebut. Bawah sadarku langsung mengangkat kedua tangannya di udara, tanda menyerah.

Dengan tubuh yang terasa lemas luar biasa, aku membungkus cincin tersebut lantas membawanya ke kasir saat pria itu memberikan kartu kreditnya kepadaku.

"Ini barangnya, Tuan. Jangan lupa datang lagi ke toko kami," ucapku dengan senyum lemahku seraya menyerahkan cincin tersebut dengan enggan sembari mengembalikan kartu kreditnya.

"Cincin itu untukmu, Nona," katanya seraya mengambil kartu kreditnya.

Aku langsung menatapnya dengan mata yang membelalak lebar. Pria ini pasti bercanda.

"Aku tidak bercanda. Aku membelinya untukmu."

Aku masih tidak percaya. Mulutku sudah terbuka setengah dengan mata yang berkedip berulang kali. Aku tidak memerhatikan pria ini sejak tadi. Dan kini, aku baru sadar kalau dia terlihat sangat tampan dan sangat... kaya. Tentu saja dia kaya. Kalau tidak, dia tidak mungkin sanggup membeli cincin seharga 8 juta dolar ini. Jangan bodoh, Olivia.

"Anggap saja itu sebagai simbol dari pertemuan kita ini setelah sekian tahun lamanya kita tidak bertemu," ucapnya dengan senyumnya yang semakin menunjukkan ketampanannya.

Aku mengerutkan keningku. Rasa terkejutku sudah hilang digantikan dengan rasa bingungku. Ucapannya barusan mengartikan bahwa dulunya kami saling mengenal. Tetapi siapa dia? Aku benar-benar lupa dengan wajahnya.

"Aku Nate H. Semoga kau masih ingat denganku, Ollie," ucapnya yang menjawab semua kebingunganku sebelum dia berjalan meninggalkanku.

Nate H. Aku seperti tidak asing dengan nama tersebut.

Oh Tuhan! Aku ingat dia sekarang. Sialan, sepertinya aku sedang berada dalam masalah saat ini.

••••

Demi apa ini aku nulis pake sudut pandang orang pertama😂😂 semoga nggak aneh deh, ya. Aku udah lama nggak nulis pake pov 1 dan sekarang pengen nyoba lagi😆

28 September, 2016

Continua a leggere

Ti piacerΓ  anche

2.6M 125K 52
Triva Selena, cewek cantik yang punya sejuta ketenangan di dalam hidupnya. Dia memiliki kepribadian yang mengagumkan bagi semua orang, khususnya cowo...
1.4M 12.1K 23
(βš οΈπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žβš οΈ) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. β€’β€’β€’β€’ punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
12.5K 2K 79
NOVEL TERJEMAHAN || Novel di tl sendiri jadi harap maklum.
18.6M 890K 62
ISI MASIH LENGKAP! ROMANCE DEWASA Seri ke 1 dari trilogi Sean-Rayhan-Daniel/ Bastard Squad Series MENURUT SEAN : Perjodohannya dengan Jeanita Winat...