LOVE STORY

By serafindaph

35.6K 862 36

Seandainya saja dirinya bisa berpaling, pasti ia akan berpaling pada Mario, pemuda tampan yang notabenenya se... More

1
2
3
4
5
6
7b
8
9a
9b -Ending-
Epilog (1)
Epilog (2)

7a

1.4K 52 1
By serafindaph

But… I know, loving you is painfull…

Dengan gerakan cepat, gadis ini menyambar tas dan berlari keluar dari kelasnya setelah sang dosen keluar. Jantungnya berderup kencang. Hanya satu yang ia pikirkan. Apakah pacarnya baik-baik saja ? Ataukah sebaliknya ?

Baru beberapan menit yang lalu ia dikabari Sanders bahwa mamanya –Yang menghilang selama bertahun-tahun dan baru seminggu bertemu dengannya– tengah kritis di rumah sakit karena kanker serviks yang sudah berada di stadium empat.

Ia melambaikan tangannya berharap ada taksi yang menghampirinya dengan cepat. “Rumah sakit Pribumi, Pak.” Ucapnya setelah menghempaskan tubuhnya di jok taksi. “Cepetan dikit ya, Pak. Lagi urgen.”

“Iya, Mbak.” Ia melirik jam tangannya cemas. Semoga saja jalanan tidak macet dan ia segera sampai di rumah sakit itu untuk menengok seorang wanita paruh baya yang beberapa hari ini menyunggingkan senyuman termanisnya saat dirinya datang menjenguk.

Teringat betapa bahagianya Sanders saat ia tengah berkunjung di rumah almarhumah neneknya –bersama dirinya tentunya. Ia menemukan seorang wanita paruh baya yang masih terlihat muda dii di depan pagar sembari menenteng dua buah koper.

Dengan gerakan cepat Sanders langsung melepaskan genggaman tangannya dan berlari memeluk wanita itu. Membuat si wanitanya itu menangis tanpa mau balik memeluk Sanders.

Ia melirik jam tangannya lagi. Masih separuh perjalanan. Sebenarnya jarak kampusnya dan rumah sakit tempat mama Sanders dirawat tidak terlalu jauh jika ditempuh dengan menggunakan sepeda motor. Hanya membutuhkan sekitar limabelas menit. Tapi entah mengapa waktu seperti berhenti berputar. Membuatnya mendesah pelan.

“Sudah sampai, Mbak.” Sontak ia melihat argo yang menunjukkan nominal sebesar tiga puluh ribu rupiah kemudian mengeluarkan selembar uang lima puluh ribuan.

“Kembaliannya ambil aja, Pak. Makasih.” Dengan gerakan cepat ia membuka pintu dan berlari sekencang mungkin ke ruangan tempat mama Sanders di rawat. Melati-25.

Dengan nafas terengah-engah ia menunduk memegang lututnya sambil mencoba mengatur nafasnya.

“Racha.” Terdengar suara yang benar-benar familiar di telinganya itu begitu lirih. Ia mendongak dan menatap Sanders yang tengah menatapnya. Sorot mata tajam yang selalu membuatnya berdebar itu hilang entah kemana berganti dengan tatapan yang menyorotkan kesedihan.

Belum sempat ia bertanya, Sanders sudah menariknya ke dalam pelukan eratnya. Begitu erat sampai membuatnya sesak napas. Ada apa ini? Sekelebat pikiran aneh yang sempat menyerang otaknya segera ditepisnya. Dengan pasti ia balas melingkarkan tangannya di pinggang Sanders dan mengelus punggung lebarnya lembut.

“Mama udah pergi ninggalin gue.” Kalimat yang sesingkat itu mampu membuat tubuhnya merasa dingin seketika.

“Kapan ?”

“Tepat waktu lo dateng di sini.” Suaranya begitu parau sembari mengeratkan pelukannya.

Tanpa sadar air matanya meleleh deras. Membuat Sanders merenggangkan pelukannya dan menatapnya sambil tersenyum simpul. Kemudian jari-jari kokoh Sanders berpindah menangkup pipinya dan menghapus air matanya pelan.

“Kok kamu nggak nangis ? Nangis aja kali, Kak.”

Lagi-lagi Sanders hanya menggeleng dan tersenyum. Kemudian pemuda itu menyandarkan keningnya ke bahu mungil Racha. “Nggak bisa nangis.”

“Loh ? Kenapa ?”

Racha bisa merasakan bahwa Sanders menggeleng kecil di bahunya. “Mungkin karena mama terlalu jauh dari gue, walaupun mama adalah perempuan yang udah ngelahirin gue.”

Lagi-lagi air matanya menetes deras. Mungkin, benar apa yang dikatakan Sanders tentang mamanya yang terlalu jauh. Mengingat sejak umur sepuluh tahun, Sanders hanya ditemani neneknya dan akhirnya neneknya meninggal saat usianya baru menginjak belas tahun.

“It’s okay, darl. We just need to be patient.”

“Tapi kamu aneh tau nggak ! Emang cowok kalo nangis kayak banci. Tapi kan ada saatnya buat nangis dan enggak.”

Sanders hanya tersenyum menanggapinya sambil menyeka air matanya dengan ibu jarinya. Kemudian merengkuhnya dan mencium keningnya lama.

“I want, but I don’t know why I can’t”

*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

Lama ia menatap gundukan tanah basah yang bertaburkan mawar. Baru sebentar ia merasakan pelukan mamanya setelah bertahun-tahun ditinggalkan. Namun, sepertinya sudah jalan takdirnya untuk tetap berpisah dengan mamanya, bahkan kali ini untuk selama-lamanya.

Ia mendesah pelan sambil melemparkan seulas senyuman untuk gadisnya yang sampai detik ini masih setia berada disampingnya.

Farascha.

Gadis berparas ayu ini mampu memikat hati mamanya dalam sekali jumpa. Bahkan, jika mereka menikah di hari saat ia mempertemukan mamanya dengan Racha, mamanya akan menjadi orang yang pertama kali memberikan restu. Lagi-lagi ia menghela nafas kasar katika mengingat-ingat mendiang sang mama.

“Maafin mama ya, Sanders… Mama belum bisa jadi… mama yang baik buat kamu sama adikmu…”

“Astaga, Mama ! Sudah, Ma. Sudah. Mama harus istirahat biar kondisi mama cepet stabil.”

Mamanya hanya menggeleng sambil tersenyum. “Mama Cuma mau minta maaf sama kamu… Mungkin, hanya itu yang bisa… buat mama merasa tenang…. “

“Ma !”

“Mama minta maaf sama kamu… sama adek kamu juga… Maaf…” Sanders tak akan pernah tahu mengenai kelanjutan kalimat mamanya. Karena mamanya langsung tak sadarkan diri. Kembali ke kondisi kritisnya.

Dengan sigap ia memencet tombol di sebelah ranjang untuk memanggil dokter atau perawat agar segera datang ke kamar inap mamanya ini. Dan ia hanya bisa menundukkan kepalanya pasrah ketika sang dokter masuk ke dalam kamar inap mamanya dengan segala peralatan aneh untuk menunjang nyawa mamanya.

Ia memejamkan matanya, memohon dengan tulus agar mamanya dapat selamat walaupun ia tahu bahwa umur mamanya tak akan sebanyak yang ia harapkan mengingat penyakit kanker serviks yang dideritanya.

Tubuhnya menegang saat mendengar decitan roda ranjang disusul dengan terbukanya pintu kamar inap mamanya.

“Maaf, kondisinya benar-benar kritis dan Ibu anda harus dibawa ke ICCU.”

Bagaikan dihipnotis. Kepalanya mengangguk lunglai dan kakinya melangkah berat mengikuti rombongan suster dan dokter yang membawa mamanya ke ruang ICCU untuk yang kesekian kali.

Dengan tangan gemetar, ia menekan beberapa digit nomor telepon yang sudah ia hapal sampai di luar kepala dan mengirim pesan mengingat gadisnya ada kelas pagi ini. Setelah itu, ia hanya mampu duduk dengan perasaan resah.

Ditepisnya pikiran-pikiran negatif yang mulai datang dan membuatnya gemetar. Ia meremas rambutnya kasar. Kemudian menenggelamkan wajahnya di kedua telapak tangannya. Aku mohon ! Aku mohon Ya Allah. Berikanlah kesempatan untuk mama. Sekali ini saja, biarkan hambamu merasakan pelukan mama sekali lagi.

Kepalanya mendongak cepat begitu mendengar suara decitan pintu ruang ICCU di buka. Ekspresi menyesal dokter di hadapannya langsung membuatnya sadar bahwa nyawa mamanya tak terselamatkan. Jantungnya berasa diremas. Membuat seluruh tubuhnya terasa dingin.

“Maafkan kami, kami sudah berusaha semaksimal mungkin…”

“I know it, mungkin jalan hidup mama saya sudah habis sampai disini. Dan terima kasih atas perjuangan dokter untuk menyelamatkan mama saya.”

Silakan kalau Anda ingin melihat.”

Ia hanya mampu tersenyum simpul. Dengan kaki gemetaran, ia melangkah untuk menatap wajah wanita yang telah melahirkannya ke dunia kini tengah terbujur kaku.

Ia merapatkan rahangnya, menahan sakit yang tiba-tiba hadir dilingkupi dengan perasaan dingin. Disentuhnya pipi mamanya. Dingin. Tak akan pernah ada rasa hangat seperti dulu lagi.

“Ma, makasih… Makasih udah lahirin Sanders sama Rio ke dunia ini. Semoga mama bahagia di sana.” Ucapnya sambil mengecup lama kening dingin mamanya. Sampai akhirnya ia mempersilakan perawa-perawat untuk menangani jenazah mamanya. Sedangkan ia mematung di depan pintu ruang ICCU.

Ini ketiga kalinya ia merasa ditinggalkan.

Namun, untungnya kali ini ia tidak benar-benar ditinggalkan seorang diri. Masih ada gadisnya. Ia tersenyum simpul, saat indra penciumannya menangkap aroma lembut  yang menenangkan pikirannya. Aroma ini milik Racha.

Gadis itu adalah gadisnya yang mencintai dirinya dan sangat ia cintai. Ia mendongak. Menatap manik mata cokelat Racha yang tengah tersenyum manis kepadanya.

“You still have me, darl.” Ia hanya mengangguk pelan kemudian merengkuh tubuh Racha dan mencium keningnya lama.

“I love you.”

“Love you too.”

“Love you more.”

“Love you more than you love me.”

“I love you more than I love my self, Farascha.”

Racha hanya terkekeh pelan sambil mengangguk dalam pelukannya. “I believe that, Alexanders.”

Astaga ! Sampai kapanpun ia akan memertahankan gadis ini untuk terus disampingnya. Hanya Rachalah yang mampu membuatnya tersenyum saat duka tengah melandanya. Betapa bersyukurnya ia masih memiliki seorang Racha yang mengerti dirinya apa adanya.

*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

Racha terkesiap begitu mendapati sinar matahari yang menyorot melalui celah jendela kamar… Ia menatap kamar ini dengan tatapan bingung. Yang pasti ini bukanlah kamarnya. Kamarnya tidak semaskulin ini.

Astaga ! Ia menepuk keningnya pelan. Kemarin malam ia menemani Sanders yang tengah demam tinggi. Dan kenapa jadi dirinya yang tidur di kasur ?

Dengan gerakan cepat, ia menyikap selimut putih tulang yang benar-benar lembut dan hangat dari tubuhnya kemudian melangkah keluar kamar untuk mencari Sanders.

Rumah ini adalah rumah neneknya yang disulap Sanders  menjadi hunian minimalis dan akan digunakan untuk mereka berdua hidup setelah pernikahan. Astaga, memikirkannya saja sudah membuat seluruh sisi wajahnya panas. Rumah ini memang tak semewah rumah Ayahnya yang ada di Surabaya ataupun rumah saudara sepupunya yang ia tempati. Namun, disinilah dimana cintanya berada.

Ia menengok ruang kerja Sanders yang juga terdapat rak-rak yang berisi buku-buku mulai dari teknik sampai bisnis berharap bahwa Sanders akan duduk disana dan menyapanya. Namun, kenyataannya tidak.

Kemudian ia menengok ke dapur, tempat favoritnya bercengkrama dengan Sanders untuk membuat beberapa jenis masakan maupun dessert. Namun, pemuda itu juga tak ada disana.

Ia menghela nafasnya kasar. Dengan langkah berat, ia melangkah ke arah taman depan rumah Sanders berniat untuk menunggu Sanders yang mungkin sedang ke suatu tempat. Namun sepertinya dugaannya salah, baru beberapa langkah dari pintu utama yang ia buka, ia merasa jantungnya diremas saat melihat pemandangan di depannya.

Sanders tengah memeluk seorang gadis cantik di depan pagar rumahnya.

Siapa gadis itu ? Apakah… Apakah… Astaga ! Ia menggelengkan kepalanya kuat-kuat mencoba menepis semua pikiran negatifnya yang membuat dadanya terasa nyeri. Mungkin saja gadis cantik itu saudara sepupu Sanders. Ia menghela nafas tertahan, dan dengan hati-hati, ia kembali menutup pintu. Berusaha sepelan mungkin agar tidak merusak semuanya. Kemudian kembali ke kamar Sanders untuk berpura-pura tidur.

Astaga, ia sangat amat mencintai Sanders. Ia sangat belum merasa siap dalam menghadapi kebenaran dari dugaan-dugaan negatifnya tentang siapa gadis itu… Jadi ia memutuskan untuk seolah-olah tak melihat semua yang baru saja ia lihat. Ya lebih baik begitu daripada ia harus mengetahui kenyataan yang mungkin saja membenarkan salah satu pikiran negatifnya dan membuat dadanya semakin berdenyut nyeri. Semoga saja pikiran negatifnya tidak menjadi kenyataan.

*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

Continue Reading

You'll Also Like

4.8M 264K 52
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
555K 7.2K 29
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
2.4M 446K 32
was #1 in paranormal [part 5-end privated] ❝school and nct all unit, how mark lee manages his time? gampang, kamu cuma belum tau rahasianya.βžβ–«not an...
7.4M 227K 46
Beberapa kali #1 in horror #1 in thriller #1 in mystery Novelnya sudah terbit dan sudah difilmkan. Sebagian cerita sudah dihapus. Sinopsis : Siena...