9b -Ending-

2.3K 74 1
                                    

Dengan langkah cepat Racha menuju ke ruangan yang telah di tunjukkan ke resepsionis. Pagi ini ia agak keteteran karena ia mengalami jet lag sejak kemarin. Mulai dari mandi, berbenah diri, sampai sarapan dilakukannya dengan serba kilat. Sampai-sampai pelayan hotel yang menyiapkan sarapannya tak luput dengan sindiran kilatnya dalam bahasa Perancis. Untung saja, semua dokumen dan keperluan meeting hari ini sudah ia siapkan menjadi satu file jadi penataan dokumen merupakan hal terkecuali dari kegiatan serba cepanya.

Tak membutuhkan waktu yang lama untuk menemukan ruangan bertuliskan meeting room. Ia cukup menaiki lift untuk menuju ke lantai teratas.

Lá Flore, France.” Ucapnya pada layar pendeteksi setelah memastikan kerapiannya. Dengan pelan, pintu terbuka dan menampilkan sosok yang tengah membungkuk kepadanya. Ia hanya membalas dengan senyuman sekilas sebelum akhirnya ia melangkahkan kaki untuk masuk ke ruang meeting dan duduk di tempat yang telah disediakan.

Excuzez moi, Mademoiselle.” Ucap seorang –entah siapa yang tengah duduk di sebelah kirinya.

Meski ia bingung karena ada yang memanggilnya dengan sebutan mademoiselle ia mencoba tersenyum dengan tulus dan menoleh kepada pemuda itu. Sebelum akhirnya senyuman di bibirnya hilang perlahan. Tubuhnya menegang. Nyaris membeku. Rasa senang sekaligus sakit yang menyayat membuncah dari rongga dadanya. Tanpa disadarinya kaki dan tangannya gemetaran.

“Kak… Sanders.” Lirihnya. Saking lirihnya ia nampak seperti orang yang memberi kode tanpa suara. Karena… Karena sosok itu tengah menatapnya. Tepat disamping kirinya. Dengan tatapan yang tak terartikan.

Sampai akhirnya ia mencoba untuk mengalihkan pandangan dan fokusnya kepada moderator rapat kali ini. Walaupun ia tahu bahwa pemuda disampingnya ini terus menatapnya dengan tatapan tajamnya.

Miss Devonne from Lá Flore, France, Please.” Dengan enggan, Racha mencoba untuk menyunggingkan sebuah senyuman dan menghela nafas yang sedari tadi ia tahan. Mencoba untuk fokus dalam mempresentasikan keunggulan yang perusahaannya suguhkan dalam menjajakan jasa mereka. Mencoba menghiraukan pemuda yang sedari tadi masih menatap dan membuat jantungnya berdetak abnormal seperti ini.

Okay thank you for the time, Sir. And now let’s…” Pelan tapi pasti Racha mulai menjelaskan detail dari keunggulan dan keprofesionalan perusahaannya. Ia mulai larut dalam presentasinya, walau tak bisa ia pungkiri bahwa ia masih dapat merasakan tatapan tajam pemuda itu. “Thank you.” Tambahnya di akhir presentasinya sebelum akhirnya ia duduk dengan gelisah –karena membuatnya tak bisa tenang dengan tatapan yang masih menyorotnya. Menanti waktu yang –entah mengapa menurutnya semakin melambat. Kontras dengan detak jantungnya yang semakin lama semakin cepat.

Okay thank you for your whole time and see you soon.” Dengan sigap ia mengemasi barangnya dan membungkuk untuk member hormat kemudian pergi. Pergi dari ruangan yang membuatnya susah bernafas. Pergi dari ruangan yang membuatnya sesak. Pergi sebelum ia menghambur ke pelukan sosok itu. Pergi dari sosok masa lalunya.

*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

“Astaga, Farascha !” Sontak Racha menutup telinganya dengan kedua tangannya. Ia tak ingin telinganya bermasalah karena teriakan kakak perempuannya serta bundanya ini. Benar-benar menggelegar.

 “Akhirnya kamu pulang, sayang !” Tambah bundanya yang membuatnya meringis.

Dengan pasti ia melangkah menuju ke tempat bunda dan Listy yang masih syok dengan kehadirannya sambil menyeret kopernya. Kemudian ia memeluk bunda dan kakak perempuannya bergantian.

I miss you, Kak.” Ucapnya pada kakak perempuan satu-satunya yang ia miliki.

Miss you too, baby girl. Tian nggak ikut kesini sekalian ?”

Racha hanya menggeleng pelan. “Kak Tian masih repot jadi dokter disana. Lagi pula aku kesini Cuma sebentar, habis ada rapat tender di Jakarta. Lusa udah balik ke sana mungkin.” Tambahnya. Kemudian ia mengulurkan tangannya untuk memeluk bundanya. “Miss you, Bunda.”

Miss you too, baby.” Ucap bundanya. Tanpa sadar, air matanya meluncur perlahan. Sepertinya ia benar-benar tak kuat menahan sakit yang menyesakkan. “Are you okay ?” Ia hanya bisa menggeleng perlahan. Ia yakin, bundanya sudah mendengar semuanya. Semuanya. Termasuk tentang dirinya dan juga Sanders.

“Aku ketemu dia, Bun. Tadi, waktu rapat di Jakarta.” Ucapnya lirih, bahkan ia yakin bahwa hanya bundanya dan Listy yang dapat mendengar dengan jelas. “Aku… Aku masih ada rasa sama dia, Bun. Masih ada...” Tambahnya masih dengan sesenggukan karena tangisnya. Ia menekan dadanya kuat-kuat dan menghembuskan nafasnya kasar berkali-kali. Berharap rasa rindu yang menyakitkannya itu hilang.

“Sstt… Dek, mending kamu ke kamar gih, istirahat. Kan capek habis rapat langsung flight ke Surabaya.” Ia hanya mengangguk kemudian tersenyum lelah.

Sesampainya dikamar, ia duduk di pinggiran kasurnya. Pikirannya menerawang jauh. Andai… Andai ia tak mengenal Sanders, ia pasti tak sekacau ini. Tapi ia juga tidak akan pernah menyesali pertemuan dan hubungannya dengan Sanders.

Tanpa terasa air matanya merembes turun lagi. Untuk kesekian kalinya, ia menekan dadanya kuat-kuat. Menekan rasa sakit karena rindunya. Ingin rasanya ia berlari untuk memeluk pemuda itu. Menumpahkan segala kerinduannya di pelukan hangat Sanders.

Astaga, kenapa cinta begitu sekaligus menyakitkan !? Dengan gontai, ia melangkah menuju balkon kamarnya. Menatap kolam renang yang dulu penuh kenangannya dengan Sanders. Ia meluruh ke lantai. Kakinya benar-benar sudah tak kuat menahan tubuhnya. Sama seperti hatinya yang sudah tak kuat menahan rindunya.

Ia menenggelamkan kepalanya di kedua tangannya yang bertopang pada lutut. Ia menangis. Menumpahkan semua air matanya. Ia benar-benar rindu pada sosok cinta pertamanya. Karena sosok itu masih tersimpan di relung hatinya tanpa pernah tergantikan oleh siapapun. Alexanders Revian Oliver.

I miss you. I miss you. I miss you, Sanders. I miss you, My Love.” Lirihnya sambil sesenggukan.

Tanpa disadarinya, beratus-ratus kilo meter dari tempatnya, sosok itu juga sama-sama melawan rasa sakit yang menyiksa karena rindunya yang mendalam. Rindu kepada gadis yang sampak detik ini masih tersimpan di seluruh relung hatinya dan tak akan pernah ada yang bisa menggantikannya. Farascha Jasmine Devonne.

*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*

LOVE STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang