Underground Rascal

De aileum

325K 58.8K 5.7K

Ingin hukum musuhmu tapi tak punya kekuatan? Jangan risau! Segeralah : 1. Buka website kami. 2. Tulis apa sa... Mai multe

Prolog-In
Fake Night
Member and Rival
Lovely Bro
Pembunuh Kesenangan
Skema
Amsyong
Drama
Super Dav dan Nona Es
Genting
Syarat
Motivasyong
FTV
Cara Eksekusi (a)
Cara Eksekusi (b)
Girl Crush
Tikus Busuk (a)
Tikus Busuk (b)
Monyet, Jerapah, Setan
Kebat-kebit
Tumbukan Kecil ke Besar
Drama Ala-Ala
Kesumat Tak Berkesudahan (a)
Kesumat Tak Berkesudahan (b)
Kulminasi
Tali yang Terputus
Delusi Ciptaan
Berlalunya Badai
Demi Davan
Membuka Tabir
Epilog-Out

Kausalitas

8.3K 1.6K 108
De aileum

Maminya Si Zian garang abis. Nenek sihir😨😈😧.

Jempol Brianda gemetaran ketika hendak menekan ikon send. Bolehkah ia mengumbar ini? Bolehkah ia mempermalukan Zian gara-gara ibunya seperti nenek sihir? Manusiawikah ia jika itu dilakukan?

Memang Si Perfeksionis itu menyebalkan, tapi Brianda tak tega kalau harus menjatuhkannya dengan berita tersebut.

Aldavan : hasil pelacakannya apa, Bri? Tell us!

AndroRR : woy, Briiii! Apa alasannya? Ada apa sama si kupret itu?

Brianda menelan ludah lalu menghapus ketikannya.

AndroRR : sianjay, Brianda nyahut kek. Read by 3 nih.

AndroRR : p

AndroRR : p

AndroRR : p

AndroRR : p

AilaElektrika : jangan nyampah!

AndroRR : eh mamih ail muncul. Mau tanggung jawab ama kaki gue, ya? Hehe

Brianda : iya tuh ail. Kakinya si andro pengkor gara2 lo tendang. Tanggung jawab lo

AndroRR : Lah, jangan ngalihin pembicaraan, Bri. Itu si zian kenape?

Si Zian ternyata.... Brianda memainkan jempol di benda pipihnya. Sixpack banget!

Setelah mengetik kalimat tersebut, Brianda langsungmemasukkan ponsel ke tas. Saat ini teman-temannya belum boleh tahu aib Zian. Palingtidak sampai kebenaranya terbukti.  

*
*
*

Beberapa saat yang lalu. Ketika Brianda melakukan pelacakan.

Cewek tomboi ini menendang ban sepeda dengan kesal. Di saat genting begini, kenapa roda dua ini malah kempes? Aih, padahal penguntitannya hampir sukses!

Gadis berambut pendek itu menoleh ke beberapa arah. Ah, sial! Di mana bengkel terdekat? erangnya sambil menggiring sepeda.

Karena kakinya capek, ditambah tempat tambal ban belum ketemu, maka Brianda membuat rencana lain. Ia istirahat sebentar. Isi perut dulu. Barulah meneruskan pelacakan. Lantas dihampirilah penjual es campur yang berada sepuluh meter dari posisinya.

"Es campur satu, Bang," kata Brianda yang diangguki sang penjual.

Dirasanya pembeli yang antre masih banyak, Brianda memutuskan untuk duduk di kursi yang tersedia. Sambil menunggu, ia menganalisa letak dirinya berada. Namun, ketika dirinya asyik membaca plang di komplek ini, matanya jatuh pada sosok yang memperhatikan sejak tadi. Bukan Brianda gede rasa, tapi instingnya memang kuat. Pria berdada bidang itu terus saja melihat ke arahnya.

Ketika mata mereka sempat bertemu, Brianda merasa tak asing. Dan sebelum ia menatap sekali lagi, kotak ingatannya langsung terbuka. Waduh! Itu kan guru olahraganya di SMP! Ah, pura-pura tak melihat saja kali, ya. Biar aman.

"Brianda, ya?"

"Eh, Pak Ferial." Brianda nyengir lalu mencium punggung tangan pria di hadapannya. "Bapak kok di sini?" tanyanya basa-basi. "Tinggal di sini, Pak?"

"Bapak ngajar les karate di komplek ini."

Brianda mengangguk. Selain menyandang status sebagai guru olahraga, Pak Ferial pun memang pembina eskul karate. Guru yang satu ini adalah incaran para siswi. Selain jago olahraga, mukanya juga ganteng. Dan yang paling utama, dia masih lajang.

"Mas, ini es campurnya." Wah, kurang asem! Masa Brianda dipanggil Mas?

"Kamu pakai celana olahraga, makanya orang-orang salah kira," Pak Ferial berkomentar tanpa diminta. Sambil tersenyum, sambil duduk di sebelah Brianda. "Gimana kabar kamu?"

Brianda tak langsung menjawab. Ia mengaduk-aduk esnya terlebih dahulu. Slurrppp. Mantap nian es ini! Susu kentalnya lumer, potongan buahnya warna-warni—ada nangka alpukat, serta kelapa—, dan sirupnya berciuman mesra dengan parutan es.

"Pak, saya makan, ya." Brianda menyendok es yang di atasnya tertata serutan es dan kolang-kaling. "Kalau Bapak mau, ngelihatin aja ya."

Pak Ferial menyungging geli. Aduhai, kalau saja es campur di tangan Brianda tak menggoda, pasti hatinya akan berdebar melihat gigi putih Pak Ferial yang rapi berkilau.

"Kamu ngapain di sini?" tanya Pak Ferial setelah memesan es campur.

"Cari alamat teman," jawab Brianda sambil menjilat bibirnya yang terkena tetesan sirup. "Omong-omong, Bapak atlet karate, kan? Nah, tahu Zian Ammar Pradipta nggak?"

"Tahu, dong. Dia kan pernah jadi murid saya."

Brianda nyaris tersedak. Matanya lekas dibuka lebar-lebar dan es campurnya dilupakan beberapa saat. "Bisakah Bapak kasih saya info soal Zian?"

"Memang dia siapa kamu?"

"Teman." Brianda benci mengatakannya. Tapi daripada Pak Ferial tahu Zian adalah tambang uang sekaligus musuh, lebih-baik Si Kupret itu disebut teman. "Dia pindah ke sekolah saya, Pak. Ajigile, anaknya songong banget!"

"Songong tapi jago," tambah Pak Ferial sembari menerima pesanannya. Sama seperti yang dilakukan Brianda, dia juga mengaduk es campurnya barulah menikmati kesegaran jajanan ini. "Anak itu punya fisik yang kuat. Ambisinya juga besar."

"Terus apa lagi, Pak?"

"Meski dilarang ibunya berkarate, Zian tetep keukeuh."

"Terus?"

"Zian takut banget sama cicak."

"Terus?"

"Rumahnya di daerah sini. D-55 kalau nggak salah."

"Terus?"

"Terus mulu dari tadi."

"Saya kepo, Pak. " Brianda menyeruput kuah es campurnya. "Insiden penyisihan PON. Bapak tahu itu, kan? Kira-kira alasannya apa, ya?"

Pak Ferial diam sebentar. Mungkin mengingat. "Katanya dia nggak terima dihina lawannya. Tapi nggak tahu juga. Waktu itu saya udah nggak jadi gurunya."

"Masa cuma karena dihina langsung nonjok?"

Pak Ferial angkat bahu. Dirasanya guru ini tak akan memberi petunjuk, Brianda pun beringsut dari tempat lalu membayar es campurnya.

"Pak, saya duluan."

"Eh, tunggu!" sergah Pak Ferial. "Kapan-kapan datang ke sanggar, ya. Kita latihan karate kayak waktu itu."

Brianda mengiyakan lalu menghampiri sepeda. Setelah pamit untuk kedua kali, ia pun menggiring lagi sepedanya. Meski tak terlalu signifikan, info dari gurunya ini lumayan oke. Si Zian takut cicak dan rumahnya di D-55. Hmmm, saatnya beraksi.

Sambil berlagak normal Brianda menyusuri komplek. Matahari semakin songong sehingga Brianda harus menyipit saking silaunya. Ketika plang bertuliskan blok D itu terlihat, maka semakin sabarlah ia menikmati sengatan raja siang.

Tak butuh waktu lama untuknya menemukan D-55. Rumah itu ada di paling ujung dan agak terasing dari rumah lain. Catnya warna orens dengan pagar hitam menjulang tinggi. Dari posisi sekarang, Brianda bisa melihat kolam ikan bersanding dengan taman bunga. Di sana ada si Zian bersama seorang gadis kecil. Adiknyakah?

Kampret! cibir Brianda sambil memperhatikannya. Di rumah berlagak seperti anak manis, tapi di sekolah berandalan. Dasar!

"Jangan pura-pura lemah, Kak! Ayo, lawan Nadin!"

Brianda masih memperhatikan mereka. Dari tadi Zian dan adiknya memang kelihatan main karate-karatean. Beberapa kali Zian pura-pura mengalah. Entah sengaja memukul ke bagian yang mudah ditangkis atau tak mengelak ketika adiknya melancarkan serangan.

Well, Brianda benci mengatakannya tapi ia tak memungkiri kalau Zian (mungkin) punya sisi baik. Karena kalau tidak, kenapa dia mau bermain dengan adiknya? Zaman sekarang jarang sekali anak SMA —apalagi kelas 3—mau meladeni adik perempuannya.

"Aduh, sakiiiit!"

Brianda mendengar anak perempuan itu menjerit setelah Zian tak sengaja memukul bibirnya. Berkali-kali Zian minta maaf, berkali-kali juga anak itu semakin tersedu.

"Kakak kan nggak sengaja, Dek. Udah, ya. Cupcupcup...." Zian mengusap-usap bibir adiknya. "Kamu boleh mukul balik, deh. Nih, pukul sekerasnya."

Plaakkkk! Mata Brianda melebar ketika Zian ditampar. Tapi bukan oleh adiknya, melainkan wanita yang mendadak muncul di antara mereka.

"Udah dibilangin jangan main karate-karatean!" bentaknya. "Lihat adik kamu! Kena pukul, kan?" Wanita itu lekas menarik Nadin yang masih shock lantaran kakaknya ditampar.

"Mi, Kak Zian nggak sengaja. Nadin juga cuma pura-pura nangis biar Kak Zian mau traktir es krim."

"Nadin, lebih baik kamu masuk ke rumah!" Wanita itu melotot. "Masuk, Nadin!"

Gadis berambut sebahu itu kabur ke dalam. Kalau Mami sudah melotot begitu, Papi saja bisa takut. Akan lebih lebih aman kalau Nadin nurut kata-kata Mami.

"Udah mukulin orang, sekarang malah nyerang adik sendiri."

Zian tidak membantah. Dia diam saja sambil menunduk. Mami adalah ketakutan terbesarnya di dunia ini. Mami pun tak segan-segan menampar kalau ia tak menurut.

Seperti halnya ketika Zian keukeuh masuk akademi karate dua tahun lalu. Padahal Mami tahu Zian berbakat di olahraga itu, tapi dia tetap tak setuju. Kalau bukan karena bujukan Papi dan Nadin, pasti Zian tak dibolehkan mengenal karate. Entah hanya perasaan atau apa, Zian merasa ibunya sangat membeci karate. Juga dirinya.

Masih teringat bagaimana kejamnya wanita itu memarahi Zian ketika insiden PON. "Anak kurang ajar! Bikin malu!" Mami mengatakannya sambil menampar berkali-kali hingga bibir Zian bengkak. Padahal saat itu teman-teman Zian ada di situ. Tapi Mami tak berhenti.

*
*
*

Besoknya, terburu-buru Naomi menghampiri seorang gadis. Meski kopaja ini tarik gas secara kurang ajar, syukurlah ia berhasil duduk di sebelah teman sekelasnya.

"Hei, Ail!" sapanya sambil tersenyum. Ia tak terlalu berharap cewek ini akan membalas sapaannya. Si Nona Es yang mau menolehpadahal ia sedang membaca bukusudah lebih dari cukup, kok. "Wah, Ail baca Dear Otan juga? Udah sampai mana?"

"Mamanya Si Otan mati," Ail menjawab sambil membalikkan halaman buku.

"Novel ini emang seru!" sahut Naomi sambil membuka seleting ranselnya. Sebuah kotak makan berwarna pink keluar dan aroma roti langsung menguar ketika ia membuka tutupnya. "Ail mau?"

Ail mengambil sepotong lalu berterimakasih dan melanjutkan aksi. Kemudian seorang kondektur menghampir lalu menagih ongkos. Ail dan Naomi menyerahkan selembar kertas yang digilai manusia lalu menerima kembaliannya.

"Aku suka banget sama tokoh Otan! Badboy ganteng nan gentle. Masalah Otan sama bapaknya juga ngena banget. Lebih-lebih banyak adegan kocaknya juga. Sumpah deh, ini novel emang pantes dapat titel best seller." Naomi bicara sambil mengunyah sandwich-nya.

Ail menutup novel lalu memasukkannya ke tas. Jangan sampai buku di tangannya terbakar lantaran kesal mendengar komentar Naomi. Bagaimanapun, semua yang dikatakan cewek di sebelahnya sangat kontra dengan penilainnya.

Tak lama, plang sekolah sudah kelihatan. Ail mengambil uang logam lalu mengetuk-ketuk kaca hingga kopaja berhenti. Lalu mereka turun dan melangkah berdampingan. Di sepenggal jalan ini hanya segelintir anak yang terlihat. Mereka adalah kasta merana, pastinya. Beberapa dari mereka tengah 'diserang'seperti diciprati air kubangan oleh ban mobil kaum borju, diberi klakson ketika kendaran melintas, atau dicibir 'huu, miskin! Emangnya enak jalan kaki?' Seperti halnya beberapa detik lalu. Cewek ngehits yang menyandang status sebagai ketua klub pemandu sorak baru saja memberi gertakan pada Ail.

"Naomi, jangan kebanyakan main sama Si Elektrika! Ntar duit lo dikorupsi."

Sudah biasa Ail dihina begitu. Kini ia mulai bisa menjaga hati jika seseorang menyinggung kasus ayahnya. Lagipula Ail yakin kalau Tuhan tak akan tinggal diam. Tuhan tak bisa disogok. Tuhan Maha Adil. Tuhan Maha Mendengar. Apa-apa yang tak diminta saja sudah Dia berikancontohnya bentuk hidung yang lubangnya berada di bawahapalagi yang diminta secara sungguh-sungguh.

"Ampun, Zian! Gue beneran nggak sengaja."

Naomi dan Ail menoleh ke sumber suara. Di lapangan, seorang cowok sedang dicegat Zian. Tubuh anak itu gemetar dan berkali-kali dirinya meminta belas kasih.

"Istirahat nanti gue tunggu di GOR," decih Zian."Kalau lo lapor atau kabur, lo abis!"    

-bersambung

Continuă lectura

O să-ți placă și

317K 32.9K 36
Season 2 hanya tersedia dalam bentuk PDF Semua orang terpesona sama kapten basket ganteng yang namanya Park Chanyeol. Tapi kayaknya itu ga berlaku bu...
The Ugly Truth [DITERBITKAN] De JUN

Ficțiune adolescenți

305K 7.5K 8
Sudah dibukukan. Tersedia di Gramedia dan seluruh toko buku Indonesia. Judul sebelumnya: "BABY STEPS" Terkadang, takdir tidak selalu sesuai dengan ha...
237K 13.6K 33
Apakah kau sadari ada orang lain yang sama-sama tulus mencintaimu dan selalu berada di sampingmu juga? Sayangnya, Lilo Greimas tidak. Dia tidak sadar...
97.3K 381 4
collection of short stories