Roulette 「COMPLETE」

By 24mcgn

40.2K 4.2K 307

1... 2... 3... 4... Bang!!! "Aku yang memilihmu, Jeonghan. Jadi ikutilah permainanku." - Seungcheol "Cih! Das... More

Prolog
Chapter 1 : It's Only The Beginning
Chapter 3 : Two Different Purposes
Chapter 4 : He's Too Kind
Story's Explanation
Chapter 5 : Hidden Intent
Chapter 6 : Talk
Chapter 7 : Game Start
Chapter 8 : "4"
Chapter 9 : Trust
Chapter 10 : Bond Between Us
Chapter 11 : Secret
Chapter 12 : The Storm [nc-21]
Chapter 13 : Danger
Chapter 14 : Rouge
Chapter 15 : Bad Omen
Chapter 16 : Last Minutes
Chapter 17 : Weeping Night
Chapter 18 : A Difficult Task
Finale : Decision
Epilogue 1
Epilogue 2

Chapter 2 : Found Ya!

2.7K 271 28
By 24mcgn

WARNING!
Fanfiction ini mengandung banyak kata-kata kotor dan adegan kekerasan.

***

Preview

"Dia cantik seperti malaikat. Tapi dia malaikat kematian. Aku yakin itu."

Gumamnya lirih saat kembali mengamati laba-laba yang tengah memangsa buruannya di jaringnya yang terletak di antara tangkai bunga. Semenit kemudian perhatiannya teralihkan pada pelayannya yang memasuki taman belakang rumahnya. Mengatakan bahwa dia telah di tunggu oleh salah satu temannya. Dia mengerti dan langsung mengikuti pelayannya itu. Menuju ruang tamu rumahnya. Ketika sampai pun, dia mendapati beberapa orang telah duduk disitu dan menatap kedatangannya.

"Selamat sore, bedebah. Kau membuatku menunggu."

Pemilik tuan rumah itu segera duduk menghadap tamunya. Bawahnya berdiri di sampingnya. Seolah-olah dia sedang melindungi tuannya.

"Cih! Kau benar-benar tak tau tata krama bertamu rupanya."

***

Tokyo, 24 September 2015

Jeonghan POV

Malam ini kuputuskan menyusuri jalanan malam area 2. Kalau kau kira ini jalanan sepi, kau salah. Jalanan disini sangatlah ramai walaupun ini hampir tengah malam. Tapi disinilah sarang mereka. Sangat bagus untuk menjaring tikus-tikus itu. Memasuki dunia mafia juga tak mudah, setidaknya aku harus mengenal siapa bosnya.

Salah satu tempat mereka biasa berkumpul akhirnya kutemukan. Sebuah bar yang cukup ramai. Aku jarang sekali minum, jadi kupastikan aku tak menenggak terlalu banyak malam ini. Aku harus tetap waspada. Apalagi malam ini, hanya polisi patroli yang menyamar saja yang mengawasiku. Benar, bahkan polisi pun takut masuk ke area ini. Area ini terlalu berbahaya. Sudah banyak polisi yang menjadi korban dari kekejaman para mafia.

Kumasuki bar dan segera memesan minuman. Pelayannya memiliki mata sipit dan berpipi gembul. Wajahnya lucu. Tak kusangka dia mengelola tempat seperti ini.

"Kau pelanggan baru ya? Warga sipil?"

"Hm? Ya."

Kujawab pertanyaanya dengan mengeryitkan alisku. Apa itu aneh? Walaupun aku bukan seorang warga sipil biasa.

"Aneh saja. Biasanya warga sipil tak mau ke tempat ini. Kau tau kan ini tempat siapa. Di wilayah siapa. Mereka cenderung menghindari tempat ini. Mereka takut."

Pelayan itu terus membuatkan minumanku. Dan ucapannya membuatku tertawa. Kalau untuk mencari mangsa pun aku tak takut jika harus masuk ke tempat seperti ini. Walaupun sebenarnya aku tak suka dengan tempat semacam ini. Apalagi ini sarang mafia. Menjijikan.

"Hoshi. Panggil saja aku Hoshi. Aku pemilik bar ini. Jika butuh sesuatu tinggal panggil saja."

Gelas minumanku pun di letakkannya. Segera ku tenggak habis minuman yang ku pesan. Tak buruk juga rasanya. Padahal aku asal memilih. Sejauh pengamatanku, tak ada yang aneh. Tak ada transaksi obat atau apa pun di dalam bar ini. Sepertinya bar ini bersih. Atau... mereka melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Suatu hal yang ku benci. Aku tak ingin berkeliling mencari obat itu. Mereka bisa curiga nantinya.

"Kau tak apa? Tuan..."

"Taekyung. Namaku Taekyung. Kau tau Hoshi-ya... hidup itu berat. Dan aku sudah tak tahan lagi."

Apa yang ku katakan!? Aktingku tak buruk kan? Dan apa-apaan nama yang kusebutkan tadi!?

"Kau ada masalah? Kau... mencari obat?"

Kuanggukkan kepalaku. Berlagak frustrasi dan depresi. Aku tak tau apakah aktingku ini meyakinkan. Hoshi kelihatan bukan seperti orang bodoh yang biasa kutangani.

"Kalau kau mencari obat, sepertinya di bar seberang ada. Semua bar bernama italia disini tak menjual obat."

Hoshi mengatakannya sambil tersenyum. Hah. Ternyata tak semua bar di area 2 menjualnya. Berarti peredaran mereka lewat orang tertentu. Sepertinya mafia yang mengontrol tempat ini juga bebas dari pengedarnya. Urusanku disini sudah selesai. Saatnya berpindah ke bar lain.

Segera kubayar pesananku. Seolah-olah aku memang akan mengikuti saran dari Hoshi. Hingga sebuah tangan menempel tepat di bahuku.

"Kau sudah akan pergi, Nona?"

Nona? Minta bogem mentah rupanya. Kutoleh untuk melihat siapa yang memanggilku dengan sebutan Nona. Wajah yang kulihat kali ini sangat tampan, manik mata hitamnya menatapku lekat. Senyumannya indah. Sayang dia brengsek. Berani-beraninya dia memanggilku dengan sebutan Nona. Sudah jelas postur tubuhku postur laki-laki.

"Maaf, tapi aku laki-laki."

Kukatakan dengan senyum yang kupaksakan. Walaupun rasanya ingin sekali kuhajar orang ini. Kali ini dia menampakkan seringainya yang benar-benar membuatku waswas. Melihat reaksi orang-orang yang berada disini, sepertinya namja didepanku ini bukan orang biasa.

"Kau menarik."

Seringainya semakin membuatku ngeri. Segera ku lepaskan tangannya yang sedari tadi menempel di bahuku. Kulangkahkan kakiku keluar bar dan menuju bar di seberang. Mataku menangkap sesuatu yang mencurigakan ketika seseorang dengan pakaian serba hitam masuk ke gang yang berjarak dua bangunan dari tempatku berdiri. Mengurungkan niatku untuk melangkah masuk ke bar rekomendasi Hoshi dan memilih mengikuti orang itu. Aku masih terus waspada mengingat dimana sekarang aku berada. Salah perhitungan sedikit, nyawaku akan melayang dengan indahnya.

Kuikuti dia sampai kulihat dia memberi sesuatu terbungkus plastik. Sesuatu yang benar-benar kuinginkan. Malam ini sepertinya tak sia-sia juga aku berburu.

Normal POV

Hujaman metal menembus daging terdengar jelas di dalam lorong yang gelap. Jeonghan masih saja menghujamkan pisau ditangannya dengan pandangan yang kosong. Tak menghiraukan bahwa yang dihujamnya telah tergeletak tak bernyawa. Keringatnya kini tercampur dengan setiap cipratan darah yang menempel di tubuhnya. Pandangan kosongnya tak mengalihkan bahwa dia terlihat marah. Lintasan kejadian yang baru saja terjadi masih tertera jelas di otaknya. Dimana orang yang yang kini telah tergeletak itu hanya ingin menikmati tubuhnya dan menyebutnya jalang. Tak ada informasi yang di dapatkan Jeonghan kali ini.

Tangannya berhenti menghujam ketika tubuhnya sudah terlalu lelah. Tubuhnya terduduk dan tak melepaskan pisaunya. Jeonghan tertawa lirih ketika dia menyadari betapa bodohnya dia. Betapa emosi dapat dengan mudah menyulutnya dan mendorongnya untuk melakukan hal bodoh itu. Tak ada yang dapat membantunya disini. Dia tau, menelpon kekasihnya akan semakin membuat kericuhan di tempat ini.

"Hahaha... matilah aku kali ini"

Gumamannya terdengar lirih namun depresi. Ingin rasanya ia menangis, tapi air mata itu sudah lama kering. Sebuah tepuk tangan terdengar dari lorong gelap itu. Membuat Jeonghan mengalihkan pandangannya ke asal suara itu. Matanya menajam, pisaunya semakin tergenggam erat menunggu seseorang yang bertepuk tangan itu muncul.

Sejenak kemudian orang tersebut muncul. Gelapnya lorong membuat jantungnya berdebar semakin kencang. Matanya membulat ketika akhirnya orang itu semakin mendekat. Menampakkan sosoknya yang sebenarnya. Orang yang memanggilnya dengan sebutan Nona tadi berjalan dengan santai disertai seringainya yang mengerikan.

"Kau benar-benar hebat. Membunuh anggota mafia di sarang mereka. Kelihatannya kau bukan orang sembarangan. Informan?"

Jeonghan masih terdiam. Perasaannya benar. Orang itu bukan orang yang sembarangan. Kini ia yakin, yang dihadapinya mungkin seorang bos mafia. Apalagi tebakan orang itu benar mengenai ia seorang informan.

"Bunuh saja aku."

Baru kali ini Jeonghan merasa takut. Bukan karena ia takut mati. Tapi karena wajahnya sudah terlihat oleh orang yang kemungkinan seorang bos mafia. Ia hanya takut keluarganya dan kekasihnya menjadi bahan teror. Entah mengapa Jeonghan malah memikirkan hal itu dan tak memikirkan cara untuk menyelamatkan dirinya.

"Menarik. Kau ingin aku menyelamatkanmu? Jika ya, anggukkan kepalamu."

Jeonghan berpikir cukup lama. Walaupun ini menjatuhkan martabatnya, ia menganggukkan kepalanya dengan sedikit ragu. Ia masih memikirkan tugas yang di berikan kekasihnya. Jika instingnya benar, lelaki ini adalah bos mafia dan mengikutinya berarti memudahkan ia menjalankan tugasnya. Lelaki itu terlihat tersenyum. Dan mensejajarkan dirinya dengan Jeonghan.

"Ikutlah denganku, Sayang. Orang-orangku akan membereskan sisa perbuatanmu."

Sekali lagi Jeonghan menemui manik matanya. Membuatnya terdiam membisu.

***

Tokyo, 25 September 2015

Sinar matahari menembus jendela kamar. Membuat seorang laki-laki mengerjapkan matanya. Jeonghan yang tadi tidur nyenyak kini terbangun. Ia terdiam saat kesadarannya mulai pulih. Jeonghan mengedarkan pandangannya dan menemukan dirinya di tempat yang asing. Awalnya dia merasa aneh, tapi tempatnya kini terlalu nyaman dan membuatnya lupa diri. Uapan cantik di keluarkannya saat ia hendak turun dari kasurnya. Matanya membulat ketika ia sadar ia tak lagi mengenakan pakaiannya kemarin malam. Melainkan hanya sehelai kemeja putih kebesaran yang melekat di tubuhnya.

Pintu kaca balkon terbuka ketika Jeonghan mencoba menahan amarahnya. Membuat Jeonghan menoleh ke asal suara tersebut. Sosok itu berjalan dengan santai, hanya mengenakan celana jeans dan menampilkan tubuh atletisnya. Pipi Jeonghan serasa memanas melihat pemandangan di depannya. Pikiran liar nan negatif berlari-lari di otaknya.

"BYEONTAEEEE~!!"

Jeonghan melemparkan bantal di sampingnya dan sukses mendarat di muka laki-laki itu.

Jeonghan POV

Ya ampun! Harusnya aku tak terlalu emosi tadi. Ingatanku benar-benar kacau. Seharusnya aku tak minum terlalu banyak semalam. Dan orang ini, masih saja berlaku baik kepadaku.

"Maaf."

Suaraku membuatnya menoleh dan menaruh makanan yang disiapkannya dari tadi di depanku. Aku masih tak berani menatapnya. Karena semenjak lemparanku itu dia terus diam.

"Makanlah."

Hanya nada suara dingin yang keluar dari bibirnya. Kami makan dalam suasana hening dan canggung. Kau tau, aku tak mengenal siapa orang di depanku saat ini. Dan pakaian yang kupakai saat ini jelas-jelas pakaiannya.

"Dimana ini?"

"Apartemenku. Mabukmu sungguh parah kemarin."

Laki-laki di depanku ini masih menyantap makanannya dengan lahap seolah tak terjadi apa-apa. Sekilas ingatan semalam terlintas begitu saja. Setelah kejadian itu, kami pergi untuk minum di suatu bar. Entah apa yang kupesan saat itu. Aku merasa pusing setelah meminumnya. Kurasa kadar alkoholnya terlalu tinggi karena aku tak sadar setelah itu. Laki-laki ini bilang kalau aku memuntahkan seluruh isi perutku di bajuku dan dia yang mencucinya. Aku harusnya berterima kasih, bukan melemparnya dengan bantal.

"Kenapa kau baik kepadaku? Kau tau kan yang kulakukan semalam."

"Tentu. Karena kau menarik. Aku ingin tau reaksimu ketika kau sudah sadar. Semalam kau benar-benar sadis dan pagi ini kau cukup normal. Termasuk lemparan bantalmu."

Jawabannya benar-benar tak memuaskan diriku. Kudongakkan kepalaku untuk melihat lagi dirinya. Entah mengapa, seseorang ini mirip dengan salah satu teman kampusku.

"Kau mirip..."

"Mirip siapa?"

Dia mendongakkan kepalanya. Dan disaat itu, seringainya yang mengerikan keluar. Rasanya aku tak bisa berkata-kata. Orang itu terlihat mengerti jalan pikiranku. Membuatku menunduk kembali.

"Tidak. Lupakan saja."

Aku tak tau ekspresi apa yang ia buat. Tapi sepertinya ia menyeringai. Aku benar-benar ingin pergi saat ini.

"Taekyung... ah bukan. Yoon Jeonghan..."

Suaranya yang memanggil namaku membuatku mendongak. Shit! Bagaimana dia bisa tau namaku!? Matilah aku saat ini. Haruskah kubunuh dia sekarang?

"Aku melihat identitasmu dari dompetmu. Tak akan kukatakan pada siapapun. Jangan khawatir. Kurasa pakaianmu belum kering. Kau bisa meminjam pakaianku jika kau mau."

Aku hanya mengangguk. Lagipula aku memang butuh pakaian saat ini. Mana mungkin aku pulang dengan telanjang atau menginap disini lagi. Walaupun jujur, menginap disini berarti aku bisa tau apa pekerjaannya. Tapi kalau aku gegabah dan tak memiliki informasi tentangnya, tentu aku tak dapat mengantisipasi apapun.

Niatku kali ini untuk berpamit pergi setelah aku membersihkan tubuhku. Aneh sebenarnya. Kami tak mengenal satu sama lain tapi dia sebaik ini kepadaku. Sepertinya nyawaku memamg menjadi taruhan jika berdekatan dengan orang ini. Kuambil dompetku dan berpamitan dengannya. Aku butuh menemui Jisoo saat ini. Setidaknya aku ingin dia mengetahui situasiku saat ini dan sedikit menolongku.

"Jeonghan-ah... aku tak tau apa motifmu. Aku tak tau kenapa kau membunuh mereka. Tapi jika kau ingin mencari informasi, kau bisa temui aku di bar Hoshi. Sekalian saja mengambil pakaianmu. Mengerti?"

Kuanggukkan kepalaku tanda mengerti. Laki-laki itu berjalan mendekat dan mengacak rambutku. Entah hanya ilusi mataku tapi melihatnya sedekat ini, rasanya aku mengenalnya. Setidaknya aku harus tau namanya. Itu akan memudahkan tugasku.

"Siapa... namamu?"

Dia mengeluarkan senyuman yang bagiku itu sangat manis. Dia lagi-lagi mengacak rambutku pelan dan mengecup tipis keningku. Aku tak tau kenapa dia melakukannya tapi aku tak menolaknya. Ada sedikit rasa hangat yang kuterima ketika aku di dekatnya.

"Kau nanti akan tau, Jeonghan-ah. Ah ya, kau mau pulang kan? Atau kau tak ingin pulang dan terus bersamaku?"

Laki-laki itu menatap mataku lekat dan mendekatkan wajahnya. Aku dapat merasakan pipiku memanas. Refleks, kumundurkan wajahku dan berlari meninggalkannya. Aku tak tau mengapa, tapi matanya itu bisa mengerikan atau lembut kapan saja. Dan tatapannya barusan yang membuatku tak dapat menyembunyikan rasa gugup ku.

***

Jisoo tak memandangku dari tadi. Aku tau dia khawatir setelah aku menghilang kemarin. Aku tau ini salahku. Tapi setidaknya dia memarahiku. Bukannya diam saja.

"Jisoo-ya... mianhae."

Helaan nafas dapat ku dengar. Jisoo akhirnya melihatku. Masih dengan tatapan tak percaya. Ia berulangkali menggelengkan kepalanya yang dilanjutkan dengan memijit pelipisnya. Aku tau, ulahku kemarin dapat membunuhku.

"Kau benar-benar ceroboh, Han-ah. Aku tak tau siapa yang membersihkan sisa perbuatanmu, tapi tindakanmu sangat bodoh. Kau seharusnya bisa memanggil polisi-polisi itu kan. Yang lebih penting, identitasmu sudah ketauan. Kalau dia menyebarkannya, habislah kepolisian."

"Jisoo-ya, dia mengatakan tak akan memberitahu identitasku pada siapapun."

Aku terkaget ketika Jisoo menggebrak mejanya. Baru kali ini kulihat dia semarah ini. Jisoo mendekatiku dan menarik kerah bajuku. Aku tak mengenal dia yang seperti ini. Bahkan aku tak tau alasannya semarah ini.

"Apa kau sebodoh itu hingga kau percaya ucapannya? Kau tak tau siapa dia. Bisa saja kau justru dibunuhnya! Memangnya orang seperti apa dia hingga kau percaya dengan mudahnya, huh?"

Awalnya aku ragu mengatakannya. Tapi aku ingin tau, siapa identitas orang itu sebenarnya.

"Dia... tak lebih tinggi dariku. Seumuranku juga sepertinya. Rambutnya hitam dan memiliki mata yang indah. Tapi yang paling kuingat adalah tatonya. Satu tato di sepanjang dadanya bertuliskan la famiglia della mafia dan satu tato harimau yang memenuhi punggungnya."

Dapat kulihat mata Jisoo membulat. Seolah perkataanku barusan menyadarkannya akan sesuatu. Sedetik kemudian dia melepas tangannya dari kerah bajuku. Dia mengusap wajahnya seperti orang frustasi. Well, mungkin dia memang frustasi.

"Jeonghan, kumohon. Jangan pernah bertemu dia lagi. Dia orang yang berbahaya. Aku tak ingin kau dilukainya."

Suara Jisoo yang memohon membuatku bersalah. Tapi aku hanya menjalankan tugasku. Bukankah seharusnya dia sudah tau resikoku? Bukankah dia juga yang memaksaku menjalankan tugas ini?

"Jisoo-ya, kau tau kan, dunia ini dunia yang pernah kuselami. Yah, walaupun sudah dulu sekali. Kau tak perlu khawatir."

Jisoo menampar tanganku ketika aku berusaha menenangkannya. Ayolah, kau tak perlu semarah itu. Lagipula resiko tugas ini memang tak sembarangan. Kalaupun benar dia seorang bos, aku bisa memanfaatkannya mendapatkan banyak informasi kan? Seharusnya dia berterima kasih padaku karena aku sudah mau mengorbankan nyawaku sendiri untuknya.

"Jangan pernah temui dia atau kubunuh kau, Yoon Jeonghan."

Jisoo mengatakannya dan meninggalkanku di ruangannya. Pintu ruangannya di banting keras. Membuatku sedikit berjingkat. Ah... ini sesuatu yang lucu. Tak kusangka dia bisa se-drama ini. Membuatku sangat ingin tertawa melihat ekspresinya ketika ia tau pakaian siapa yang ku kenakan dan bagaimana jika aku memang menjadi anggota mafia. Ini menarik. Entah mengapa ini membuatku menyeringai tanpa henti.

"Bunuh aku kalau kau bisa, Hong Jisoo"

Normal POV

Lagi-lagi, laki-laki itu berjalan di sepanjang tamannya yang indah. Tersenyum dan menyusuri setiap bunganya. Membelai lembut tiap-tiap kelopaknya. Tak menyadari bawahannya yang sudah berdiri sedikit jauh dari nya.

"Tuan muda, jadi Tuan bertemu dengan Jeonghan?"

"Bukan bertemu. Tapi menemukannya. Tak kusangka dia benar-benar malaikat kematian."

Laki-laki itu tak mengalihkan pandangannya walaupun saat berbicara. Senyumnya juga tak sedikitpun hilang.

"Tuan, ini akan berbahaya jika dia benar-benar informan. Walaupun kita bisa memanfaatkannya."

"Kau benar, dia bisa menjadi kelemahan kita. Tapi aku yang akan menjaganya. Lagipula, targetnya sepertinya sama dengan kita."

Bawahannya hanya bisa berdecak dan menggelengkan kepalanya. Dia sudah hafal betul, bagaimana jika Tuannya ini sedang jatuh cinta. Apapun yang ia katakan tak akan di dengarkan oleh Tuannya itu.

"Tuan terkena efek tak berkekasih selama 22 tahun"

Ucapannya berhasil membuat Tuannya menoleh ke arahnya. Memberikan pandangan yang tajam. Benar, dia paling tidak suka jika sudah disindir seperti itu. Baginya sifatnya yang seperti itu adalah sifat wajar orang yang sedang jatuh cinta.

"Ah, ya... Junhui baru saja berkunjung dan menyampaikan bahwa Tuan muda Kim setuju dengan perjanjian kita kemarin."

Ekspresi wajah Tuan muda kali ini melembut. Ia tersenyum senang. Diikuti dengan seringainya dan ledakan tawanya. Rencana yang ia inginkan berjalan sesuai keinginannya. Ada satu hal yang sebenarnya ia benci di dunia yang ia geluti ini. Dan ia ingin menghilangkannya. Itu sebabnya ia mencari banyak teman untuk menjalankan semua rencananya.

"Ketika permainan dimulai, ini akan menyenangkan, Kawan."

Perkataannya terdengar jelas. Menunjukkan bahwa rencananya akan dimulai.

***

SPOILER :
Yang di prolog bukan Jisoo

Tebak siapa tuan muda ini :333

Sepertinya otak saya twisted karena menghayati -___-

Stay tune and please vomment
Thanks for reading :)

Continue Reading

You'll Also Like

107K 8.5K 23
Tentang kebohongan rumah tangga Sehun dan Luhan. . . Cast: Hunhan (GS) dan akan bertambah seiring jalan cerita. Tentuin sendiri semuanya. Ranking ter...
15.6K 1.8K 16
[END] Cerita Tentang mereka dibalik layar yang sangat berbanding terbalik dengan yang kita lihat di TV sebagai Tomorrow X Together. Cerita yang meng...
21.8K 2.1K 13
[TAMAT] Yoon Jeong Han adalah anak seorang pemberontak, ia dan ibunya harus berpindah-pindah untuk menghindari kejaran prajurit kerajaan yang ingin m...
79.9K 8.9K 26
Siapa yang menyangka jika orang yang selama ini kamu kagumi ternyata diam-diam juga mengagumimu. Tapi, apakah dia benar-benar takdirmu? ○ ○ ○ -Boy x...