My Perfect CEO

By Talinaa_

17M 725K 10.2K

Dihianati dan ditinggal nikah. Dua hal yang membuat Celin terpuruk dan tidak mau mengenal lagi kata Cinta. Te... More

Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
????
Bab 27
Bab 28
Bab 29
Bab 30
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Bab 35
Bab 36 - The End
Extra part-1
Extra part-2 (END)
SEQUEL

Bab 31

416K 17.2K 309
By Talinaa_

"Hai, apa yang sedang kamu buat?" Vano melingkarkan tangannya ke perut Celin sambil menumpukan dagunya pada bahu wanita itu.

"Puding, mau mencoba?" Celin memfokuskan diri pada saus fla yang sedang dituangnya, sementara di belakangnya Vano sedang mengendus endus lehernya yang terekspor karena rambutnya yang diikat kuda.

"Aku ingin memakanmu saja."

"Van serius." Vano terkekeh, lelaki itu mengangkat kepalanya dan ikut melihat hasil buatan tangan Celin yang terlihat menggiurkan.

"Sepertinya aku memang lapar. Oh ya mengenai pernikahan kita ... berjanji padaku untuk tidak berteriak atau tidak protes. Jika tidak aku akan menciummu." Celin mengerutkan dahinya mendengarkan penjelasan Vano yang tak dimengerti oleh akalnya.

"Langsung saja. Kenapa memang?"

Vano mendekatkan mulutnya ke arah telinga Celin sambil berbisik lirih "Pernikahan kita satu minggu lagi."

"Apa?" Satu ciuman singkat mendarat ke bibir Celin yang terbuka, membuat wanita itu menatap Vano tajam.

"Van kau gila? Sehar ...." Lagi lagi Vano menciumnya, membuat dirinya tidak bisa menyelesaikan kata kata yang ingin dilontarkan.

"Jangan menciumku" Celin menutup mulutnya dengan kedua tangannya, membuat Vano memandang wanita itu geli.

"Sudah aku bilang bukan? Tidak ada teriakan dan tidak ada protes."

"Tapi ini tidak masuk akal, kau ..." Celin terpekik saat Vano menarik tangannya yang sedang berada dibibirnya, dan dengan cepat lelaki itu mencium bibir Celin lagi, kali ini Vano berlama lama memainkan salah satu bagian tubuh Celin yang menjadi candunya itu.

"Mommy Daddy, sampai kapan kalian akan berciuman seperti itu?" Suara serak anak kecil membuat Vano melepas pagutan mereka dan mengalihkan pandangan ke arah Rupert yang berdiri di ambang pintu sambil mengucek matanya.

Celin sedikit kikuk, ini baru pertama kalinya dia kepergok berciuman oleh anaknya sendiri dan seakan akan berasa dia ketahuan selingkuh oleh kekasihnya sendiri.

Berbeda dengan Vano, lelaki itu malah tersenyum dan berjalan ke arah Rupert. Mengangkat tubuhnya dan menggendongnya dengan pas pada tubuh kekarnya.

"Mau puding?" Vano menunjukkan puding yang telah dibuat Celin yang langsung disambut tatapan berbinar oleh Rupert.

Dengan cekatan Vano mengambil piring dan memotong dengan potongan yang cukup besar untuk anak itu.

Betapa pintarnya laki laki itu mengalihkan keadaan hanya dalam beberapa detik.

Celin menahan diri untuk tidak membahas masalah pernikahannya di depan Rupert, karena pasti dirinya tidak bisa terhindarkan dari volume yang sangat keras jika berhadapan dengan Vano yang juga kolot.

"Jadi sampai dimana kita tadi?" Vano mendekat ke arahnya dan mengukir senyum jail yang mendapat pelototan tajam Celin. Pasalnya, Rupert bisa saja mendengar apa pun yang diucapkan Vano mengingat jarak mereka yang sangat dekat.

"Terserah, aku mau mandi."

"Aku ikut."

"Jangan coba coba."

***

Sedari tadi wanita itu berusaha mengukir senyumnya, membalas setiap perkataan orang yang menghampirinya dan terkadang terkekeh bersama. Tapi siapa yang sangka jika wanita yang tidak lain adalah Celin ternyata sedang menahan amarah dan rasa kesalnya pada lelaki yang berdiri tepat di sampingnya. Lelaki yang beberapa jam yang lalu sudah sah menjadi suaminya.

Suaminya. Ingatkan Celin untuk menekankan kata kata itu setiap kali dia mengucapkannya. Seharusnya dia bahagia, memang Celin sangat bahagia karena bisa menikah dengan Vano apalagi dia memakai gaun terindah rancangan desainer terkenal dari prancis.

Tapi sepertinya suasana hatinya tidak sebaik itu. Celin masih ingat jelas, 4 hari yang lalu Vano bilang bahwa pernikahan mereka akan diadakan satu minggu kemudian. Sontak keputusan mendadak itu membuat perdebatan di antara mereka yang sialnya selalu bisa dimenangkan dengan mudah oleh Vano. Celin sudah menyerah dan mau tak mau mengikuti keinginan lelaki itu.

Tapi apa yang dia dapati sekarang? Dia seperti orang bodoh di acara pernikahannya sendiri. Vano tidak menepati janjinya, bahkan pernikahan mereka lebih cepat 3 hari dari kesepakatan.

Tadi pagi Martha tiba tiba menekan bel apartemen pada jam 3 dini hari, membuat Celin membuka pintu dengan penampilan yang berantakan karena baru bangun dari tidurnya. Tiba tiba saja wanita yang sekarang sudah menjadi mertuanya itu membawanya ke salon dan mendandaninya bak seorang putri kerajaan. Dia yang masih dalam keadaan bingung dengan dahi berkerut tidak membuat Martha mau untuk menceritakan kejadian sebenarnya.

Sampai akhirnya Celin harus membelakkan matanya tak percaya saat Martha mengantarkannya ke gedung yang sudah berisi banyak keluarga dan kerabat serta teman teman dari pihak Vano maupun pihaknya. Meskipun dari pihak Celin hanya ada teman teman kantor dan Sally, tapi itu tak membuat dia berhenti dari rasa terkejutnya.

Dan disana dia melihat Vano yang sangat tampan dengan balutan jas mahalnya yang serasi dengan gaunnya. Celin baru menyadari bahwa ini adalah acara pernikahannya. Dia, si pengantin wanita, menjadi orang terakhir yang tahu mengenai acara sepenting ini.

Alhasil selama mereke -Celin dan Vano- di atas pelaminan, Celin selalu mengacuhkan Vano. Membuang muka dari lelaki itu dan tidak mau berbicara satu katapun. Dia masih kesal dengan pernikahan dadakan ini.

Sebenarnya Celin juga ingin menghargai usaha Vano, dekorasi pernikahannya sangat mirip dengan dekorasi yang dipilih Celin saat pertunangannya dulu. Walaupun ruangannya lebih luas dan membutuhkan lebih banyak pernak pernik tapi tidak mengubah apapun yang pernah Celin pilih, dan itu sukses membuat Celin terkesikap terharu.

"Masih marah padaku?" Ini sudah jam malam, dimana pesta sudah menempati posisi puncak keramaian. Para undangan lebih banyak yang datang, bahkan ada sebagian orang yang tidak dikenal Celin yang juga ikut menyalaminya, mungkin itu rekan bisnis Vano.

Celin tidak melihat paman bibinya, dan seharusnya dia juga tidak bisa mengharapkan mereka. Selain mereka baru saja masuk ke penjara, Celin juga tidak tahu harus bersikap apa jika nantinya kembali dipertemukan dengan dua orang itu.

Perusahaan milik paman bibinya yang sedang mengalami kekosongan kekuasaan juga menjadi krisis sendiri bagi para karyawan. Satu satunya orang yang harusnya berhak menerima kekuasaan penuh atas perusahaan adalah Celin, mengingat dulu ibunya yang memegang saham tertinggi. Tapi tidak, Celin tidak mau, dia lebih memilih menyerahkan perusahaan itu ke tangan Sally, entah bagaiaman wanita itu akan mengurusnya nanti.

"Kamu tidak menjawab pertanyaanku 30 kali, mengabaikan aku, mengacuhkan aku dan mendiamkan aku. Tidak merasa lelah?" Celin mendengus kasar dan membuang mukanya. Vano terkekeh tapi tidak berlangsung lama, karena sepertinya lelaki itu juga lelah hanya dianggap patung berdiri seharian oleh Celin.

Vano menuntun Celin duduk saat melihat tidak ada lagi yang ingin memberi ucapan selamat kepada mereka. Tangan kirinya masih tetap setia di pinggang wanita itu dari tadi.

"Sayang, maafkan aku." Celin berusaha mengabaikan perkataan Vano yang sedang merajuk. Dia beradu dengan otaknya, apa sebelum ini Vano juga pernah memanggilnya sayang? Sepertinya pernah saat dia sedang sakit, atau itu hanya salah satu efek dari rasa pusingnya saat itu.

"Kamu benar benar mengacuhkan ku ya." Vano menolehkan kepala Celin dengan paksa, tangan kanannya sudah berada di rahang wanita itu dan menahan agar Celin tetap melihatnya. Kini Vano benar benar mengagumi wanita di depannya yang telah menjadi miliknya, selamanya.

Vano mengamati wajah Celin yang hanya tertutup polesan make up tipis, tidak perlu terlalu tebal karena dia sekarang sudah merasa melihat malaikat yang sedang balik menatapnya dengan tajam, tidak ada keramahan.

Tiba tiba Vano tergoda untuk merasakan bibir yang sekarang telah terpoles dengan warna peach yang sukses membuat bibir itu terlihat basah dan sexy. Vano mendekatkan wajahnya dengan perlahan, menutup jarak antara mereka dan mendekatkan bibirnya, tapi kemudian gerakannya terhenti karena tangan Celin menahan dada Vano, membuat laki laki itu memandang Celin dengan raut wajah tidak suka.

"Er ... Van, mereka semua melihat ke arah kita." Vano baru menyadari wajah Celin sudah berubah menjadi memerah, campuran antara malu dan canggung. Lelaki itu mengalihkan pandangannya dan bertemu dengan banyak pasang mata yang sedang menatap mereka dengan tatapan jail.

"Kau sudah tidak tahan lagi ya kak." Vino dari balik kursi roda berteriak sangat keras, membuat para undangan ikut tertawa.

Vano menggeleng gelengkan kepalanya dan terkekeh, dia kembali menoleh kepada Celin yang menunduk.

"Karena mereka sudah melihat, kenapa tidak kita lakukan saja." Vano mengangkat kepala Celin dan langsung menyambar bibir wanita itu. Kelakuan Vano mendapat sorakan yang memenuhi telinganya, tidak jarang juga ada yang terkekeh dan tidak percaya dengan apa yang dilakukan Vano.

"Dasar."

"Wow ...."

"Mataku sakit."

"Benar benar."

"Sepertinya ada yang membutuhkan kamar."

"Adakah yang bisa menutup mata anak anak kecil di sini?"

Masih banyak lagi rentetan kata kata yang diucapkan para tamu yang sedang disuguhkan dengan aksi cumbuan Vano dan Celin. Tapi tetap saja mereka mengatakannya dengan kekehan dalam nada bercanda.

"Mommy ... Daddy ...." Vano menyudahi ciumannya yang masih dirasa sangat singkat itu. Dia mengusap pelan bibir Celin yang lipsticknya sudah tidak berbentuk lagi. Lelaki itu kemudian melihat Ruppert menaiki pelaminan dan menuju ke mereka.

Sepertinya anaknya memang jago menganggu acara romansa di antara orang tuanya.

Ruppert yang juga tampan dengan setelan jasnya tiba tiba duduk berada di tengah tengah Vano dan Celin. Membuat batas untuk mereka berdua.

"Kenapa Ruppert di sini?" Celin memandang geli Vano yang menatap tidak percaya anaknya yang dengan terang terangan ingin memisahlan dirinya dengan Celin walaupun masih tidak sampai satu meter.

"Om Vino menyuruhku duduk di sini sampai pesta berakhir, dia berkata bahwa Daddy tidak perlu terburu buru." Kata kata lantang Ruppert yang ternyata dapat di dengar semua orang lagi lagi membuat keriuhan. Gelak tawa muncul lagi, dan kali ini Vano menatap Vino yang juga sedang menatapnya dengan mengerling jail.

Sialan adiknya.

Bahkan para tamu dilupakan kenapa Ruppert memanggil Vano dan Celin dengan sebutan Daddy dan Mommy. Mungkin pada akhir acara saat akal mereka kembali, mereka akan berasumsi bahwa Ruppert adalah hasil hubungan gelap antara dia dengan Vano, lalu akan muncul lagi gosip dan wartawan yang memburu mereka.

Tapi itu bukan masalah besar, yang terpenting sekarang dia harus bersenang senang di hari pernikahannya. Pernikahan yang tidak pernah direncankan dan diketahuinya.

Bukankah ini pernikahan yang sedikit unik?

***

"Kamu benar benar menghukumku ya?" Celin merasa ada tangan yang melingkar tepat diperutnya, membuat seluruh tubuhnya menegang.

Resepsi sudah dilaksanakan, pesta berjalan dengan lancar dan para tamu undangan juga sudah kembali pulang. Celin sedang membersihkan make up nya dengan kapas saat tiba tiba Vano sudah berada tepat di belakangnya dengan suara berat yang terdengar serak.

Celin tidak bodoh, dia tahu apa maksud lelaki itu. Ini malam pertama mereka, tapi entah kenapa Celin malah merasa tegang dan terus mengeluarkan keringat dingin.

"Kamu memang pantas mendapatkannya." Celin kembali menekuni aktivitasnya, menempelkan kapas di kulitnya dan menyeka kotoran dari sana. Sebenarnya wajahnya sudah bersih dari beberapa menit yang lalu tapi Celin hanya ingin melalukannya untuk mengalihkan pikirannya.

"Kalau begitu bagaimana jika aku juga menghukummu malam ini?" Vano bergumam sambil menciumi lehernya, membuat Celin menahan geli.

"Sepertinya tidak begitu, aku yang akan tetap menghukummu." Celin mendekatkan mulutnya ke arah telinga Vano dan berbisik. "Aku sedang datang bulan." Ucapan singkat itu berimbas pada tubuh Vano yang tiba tiba terpaku di tempatnya dan menghentikan cumbuannya. Tapi hanya sedetik.

"Alasan cukup bagus, tapi aku tahu kamu bohong. Aku sudah memperhitungkan masa suburmu dan aku tahu dengan pasti bahwa sekarang kamu tidak sedang datang bulan. Karena seminggu yang lalu, kamu sudah mengalaminya." Celin terkejut mendengar penuturan Vano. Laki laki itu bahkan tahu jadwal datang bulannya? Dia benar benar laki laki gila.

"Kalau begitu permisi, aku ingin mandi." Celin menarik dirinya dan berdiri. Berjalan menuju kamar mandi dan tidak menghiraukan Vano yang menaikkan alisnya.

Tiba tiba saja tubuhnya direngkuh dari belakang lagi, membuat Celin menahan nafasnya.

"Akan kubantu membuka gaun yang akan membuatmu repot ini." Dengan cepat Vano melayangkan tangannya untuk membuka reselting gaun pengantin Celin dan langsung menampakkan punggung putih wanita itu dari leher sampai pinggangnya.

"Van aku bisa melakukan ...." Sudah cukup dia terkejut karena Vano yang tiba tiba membuka gaunnya, sekarang dia harus dikejutkan lagi saat Vano tiba tiba menciumnya, membasahi mulutnya dan mencoba membelit lidahnya.

Reaksi Celin? Jangan bertanya lagi, bukankah dia pernah bilang dia tidak akan bisa menolak pesona lelaki itu.

Tangan Vano yang bebas segera menyusup ke celah gaun yang terbuka dan memeluk pinggang Celin yang langsung bersentuhan dengan kulitnya.

Celin menegang dan Vano tahu itu. Vano memperlambat ciumannya, menarik bibirnya dan segera memberikan kecupan lembut didahi wanita itu. Lalu dengan sigap Vano mengangkat tubuh Celin dan membaringkannya di atas ranjang king size berwarna hitam. Sedangkan dirinya sendiri memposisikan tepat berada di atas wanita itu.

Vano bisa melihat di sana, tepat dimata Celin yang memancarkan keraguan dan ketakutan. Kemudian laki laki itu mendekatkan wajahnya, kali ini hanya sekedar untuk menempelkan dahi mereka yang membuat otomatis hidung mereka juga bersinggungan.

"Kamu percaya padaku kan sayang?"

"Hmm." Celin hanya menanggapi dengan gumaman samar. Vano menutup matanya, merasakan hembusan nafas Celin yang sangat dekat dengannya.

"Satu yang harus kamu tahu, aku sangat mencintaimu. Menyakitimu adalah hal terakhir yang terpikirkan olehku. Jadi ...." ucapan Vano terpotong saat Celin mengalungkan tangannya ke leher lelekai itu dan menciumnya dengan singkat.

"Aku tahu apa yang ingin kamu katakan. Berhenti bicara dan lakukan saja." Vano terkekeh, setelah itu tanpa ragu dia mulai menjamah tubuh Celin, memberikan perlakuan yang halus dan hati hati seakan tubuh di depannya adalah berlian yang tak ternilai harganya. Dan Vano memuja itu, memuja segala hal yang dilihatnya, memuja setiap lekuk tubuh Celin, dan juga memuja cara wanita itu memanggil namanya yang bercampur dengan desahan di antara mereka.

Dan malam itu, Vano memberikan pengalaman kepada Celin yang tidak akan pernah dilupakannya.

Sepasang insan beradu dalam satu selimut, dengan keringat yang bercucuran dan ungkapan cinta yang tak terhitung berapa jumlahnya, beradu menjadi satu dibawah saksi bulan yang benderang.

***

Continue Reading

You'll Also Like

210K 10.8K 38
Kaleo Davian Tirtayasa (30 tahun) CEO Tirtayasa Corp, Mempunyai seorang Sekretaris Cantik dan juga kompeten Aurora Gladyssa Reanita(26 tahun). Gladys...
8.4M 177K 39
Aku tidak pernah memikirkan tentang pernikahan karena aku baru saja memasuki tahap awal kuliah. tetapi perkataan orang tuaku ini membuatku mau tidak...
1.5M 81.2K 58
[Cold Devil Series] #3 dalam chiklit, sabtu, 7 & 17 April 2018 [CERITA MASIH LENGKAP DAN DI HAPUS SEBAGIAN BESOK] "Bos ih! Kalo saya ntar bilang sorr...
3.2M 33.1K 30
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...