EAT, ME

By cecilwang

13.4M 895K 76K

This work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia (Undang - Undang Hak Cipta Repub... More

SYNOPSIS
SATU
DUA
TIGA
EMPAT
LIMA
DUA PULUH DELAPAN
DUA PULUH SEMBILAN
TIGA PULUH
TIGA PULUH SATU
TIGA PULUH DUA
TIGA PULUH TIGA
TIGA PULUH EMPAT
TIGA PULUH LIMA
TIGA PULUH ENAM
TIGA PULUH TUJUH
TIGA PULUH DELAPAN
TIGA PULUH SEMBILAN
EMPAT PULUH
EMPAT PULUH SATU
EMPAT PULUH DUA
EMPAT PULUH TIGA
EMPAT PULUH EMPAT
EMPAT PULUH LIMA
EMPAT PULUH ENAM
EMPAT PULUH TUJUH
EMPAT PULUH DELAPAN
EMPAT PULUH SEMBILAN
LIMA PULUH
LIMA PULUH SATU
LIMA PULUH DUA
LIMA PULUH TIGA
LIMA PULUH LIMA
LIMA PULUH ENAM
LIMA PULUH TUJUH
LIMA PULUH DELAPAN
LIMA PULUH SEMBILAN
ENAM PULUH
ENAM PULUH SATU
ENAM PULUH DUA
ENAM PULUH TIGA
ENAM PULUH EMPAT
ENAM PULUH LIMA
ENAM PULUH ENAM
ENAM PULUH TUJUH
ENAM PULUH DELAPAN
ENAM PULUH SEMBILAN
TUJUH PULUH
TUJUH PULUH SATU
TUJUH PULUH DUA
TUJUH PULUH TIGA
TUJUH PULUH EMPAT
TUJUH PULUH LIMA
TUJUH PULUH ENAM
SENTIMENTAL REASONS (Kendranata Alle Tjahrir)
TUJUH PULUH TUJUH
TUJUH PULUH DELAPAN
TUJUH PULUH SEMBILAN
EPILOG

LIMA PULUH EMPAT

181K 15K 1.5K
By cecilwang

"Daddy! Daddy! Daddy!" Pertama kali Warren mendengar suara Max dan pintu kamarnya yang terus dipukul – pukul oleh tangan kecil Max, ia pikir ia sedang bermimpi.

"Daddy!" kali ini Max memekik dan terus memukul – mukul pintu kamar Warren dan kali ini Warren membuka matanya dan menyadari kalau hari sudah siang.

"Sial, jam berapa ini?" Warren mencoba untuk bangun dari tempat tidurnya namun ia menyadari tubuh lain yang tertidur disampingnya. Jacqueline. Mereka... Kemarin malam...

"Daddy! Daddy! Daddy!" Max kembali memukul – mukul pintu kamar Warren dan kali ini Jacqueline terbangun karenanya.

"Apa itu Max?" tanya Jacqueline dengan suara kantuknya. Sial, wanita itu sangat menggiurkan dengan keadaan telanjangnya dan suaranya yang parau, membangkitkan gairah Warren kembali dan mengingatkannya kepada apa yang telah ia perbuat kepada mantan sekretarisnya itu.

"Sepertinya begitu," Warren sudah berdiri dari tempat tidurnya dan begitu pula dengan Jacqueline.

"Aku... Aku tidak punya baju. Apa aku harus memakai gaun aku kemarin?" tanya Jacqueline dengan begitu polosnya.

Warren yang menatap tubuh telanjang Jacqueline dihadapannya, lalu menyipitkan matanya karena menyadari sesuatu yang belum ia sadari semalam...

Lebam. Seluruh tubuh Jacqueline dipenuhi oleh lebam – lebam.

"Daddy!" Max terus memukul – mukul pintu kamar Warren namun Warren tidak memedulikannya.

"Jack, apa aku yang melakukannya?"

"Oh, ini?" Jacqueline menyadari apa yang sedang Warren katakana dan lihat, dan dengan suara begitu santai seakan – akan lebam – lebam ditubuhnya bukan masalah besar, Jacqueline menjawab, "Bukan. Tenang saja."

"Adian?" tanya Warren dengan amarahnya yang memuncak.

"Tidak penting bukan? Max ada di luar sekarang," Jacqueline mencari disekitar kamar apa yang bisa ia kenakan, namun ia tidak menemukan apapun selain gaunnya yang sudah dirobek oleh Warren dilantai.

Warren yang masih marah tidak memedulikan Jacqueline yang sibuk mencari sesuatu untuk dipakai, dengan amarahnya ia kembali berkata, "Jack, jawab pertanyaan aku, apa yang dilakukan Adian? Kenapa kamu tidak mengatakan ini kemarin malam?"

"Kemarin malam? Kemarin malam... um... sebelum kita melakukannya di kamar mandi, semuanya tertutupi make-up. Tenang saja, kamu tidak akan melihatnya lagi. Apa aku harus memakai make-up... ketika kita melakukannya lagi?"

"Jacqueline!" Warren meneriakkan namanya dan Jacqueline berhenti sejenak untuk menatap pria itu yang sedang marah.

Jacqueline menatap tubuh telanjang Warren yang sekarang berdiri dihadapannya dan kembali Jacqueline teringat dengan apa yang dilakukan pria itu kemarin malam. Sial Jack! Wajah Jacqueline memerah sehingga ia mengalihkan mukanya dan mencari pakaian apa yang bisa ia kenakan. Jacqueline menemukan kemeja Warren yang berada di sofa lalu ia mengambilnya dan dengan cepat berkata kepada Warren, "Aku akan memakainya."

Ketika Jacqueline memakainya ia menyadari beberapa kancing kemeja Warren terlepas dan Jacqueline mengerutkan dahinya ketika menyadari hal itu, "Um, kemeja kamu kok..."

"Kamu ayang melepaskannya kemarin Jack."

"Oh... ok..." kembali wajah Jacqueline memerah dan ia mencoba untuk mengalihkan tatapan Warren darinya. Jacqueline merapihkan rambutnya dan melipat lengan kemeja Warren yang kebesaran.

"Aku akan keluar sekarang. Terimakasih, untuk semalam."

Ketika Jacqueline membuka pintu kamar Warren, ia disambut oleh tatapan marah Max kepadanya dan rasa terkejut anak berumur empat tahun tersebut, "Jackie, kenapa kamu ada di kamar Daddy?"

"Aku dan Daddy baru saja berbicara."

Max mengerutkan dahinya dan menatap Jacqueline dengan tidak percaya, "Tidak mungkin."

"Max, aku lapar, kamu lapar atau tidak?" tanya Jacqueline mengalihkan pembicaraan.

"Lapar. Tapi Jackie, apa yang kamu lakukan di kamar Daddy sepagi ini?"

Jacqueline tidak menjawab pertanyaan Max dan hanya menggendong anak berumur empat tahun itu turun kebawah.

*

Ketika Warren sudah turun dengan pakaian lengkap – kemeja berwarna putih dengan jas berwarna biru tua dan celana serupa, ia bertekad untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaannya yang belum dijawab Jacqueline.

Jacqueline yang sedang memakan sarapannya dengan Max sama sekali tidak memerhatikannya dan ketika Warren duduk di tempat duduknya, wanita itu masih saja tidak menatapnya dan tetap bermain dengan Max.

"Max, Daddy perlu berbicara dengan Jacqueline. Bisa kamu bermain dengan Rara sekarang?"

Max mengerutkan dahinya dan berkata, "Bukannya Daddy sudah berbicara dengan Jackie di kamar hari ini?"

"Max, please," Warren kali ini meminta dengan tegas dan Max mengikuti. Rara menjemput Max dan Max menggenggam tangan pelayannya dengan terpaksa.

Jacqueline mendesah dan berkata, "Apa lagi?"

Warren berdiri dan melemparkan koran paginya ke atas meja, "Kita sebaiknya berbicara di kantor aku Jacqueline."

Warren berjalan dan memasukkan kedua tangannya ke dalam sakunya, mau tidak mau Jacqueline mengikuti Warren. Ketika Warren menutup pintu kantornya, Jacqueline tahu kalau amarah pria itu belum selesai.

"Kamu sepertinya ingin terlambat ya ke kantor?" tanya Jacqueline.

"Kamu sepertinya ingin membuat aku marah setiap hari?" tanya Warren dengan kesal.

"Tidak juga," jawab Jacqueline dengan datar.

"Jacqueline, aku serius," balas Warren.

"Aku juga."

"Kalau begitu, jelaskan kepada aku Jack, apa yang terjadi dengan dirimu?"

Jacqueline menghembuskan napasnya dan berkata, "Nothing. Sejak kapan kamu juga peduli?"

"Sejak semalam sialan!"

"Tenang saja, bukan kamu yang melakukannya," balas Jacqueline dengan dingin dan datar.

Warren lalu memerintahkan Jacqueline untuk kearahnya, "Sini."

"Hmmm?"

Warren menyandarkan bokongnya ke meja kerjanya dan Jacqueline berjalan mendekati Warren. Ketika Warren sudah dapat meraih tubuh Jacqueline, ia membuat Jacqueline memekik karena Warren dengan lincah memutar tubuh Jacqueline dan menaikkan tubuh wanita itu di meja kerjanya. Warren mengangkat pinggang Jacqueline dan menempelkannya ke tubuh kerasnya yang sudah sangat bergairah untuk wanita itu, lalu dengan suara dalamnya Warren berkata, "Jack, aku ingin kamu ke dokter pagi ini okay?"

"Untuk pil?" tanya Jacqueline.

"Bukan sialan, untuk tubuh kamu yang lebam – lebam. Kamu mengerti?" tanya Warren.

"Kalau aku tidak mau?" tantang Warren.

"Aku sendiri yang akan menyeret dokternya ke sini Jacqueline, jangan macam – macam dengan aku. Kamu mengerti?"

"Orang akan mengira kamu peduli."

"Aku peduli kepada kamu? Tidak Jack. Jangan salah artikan ini sebagai aku yang peduli."

"Jadi ini apa? Kita ini apa?" tantang Jacqueline.

"Aku yang menginginkan investasi tiga puluh dua miliarku untuk menjadi sesuatu."

"Kamu membeli tubuh aku, bukan berarti kamu memilikinya."

"Oh ya? Tapi aku suami kamu."

"Suami? Aku tidak ingin suami aku seperti kamu dan bertingkah laku seperti kamu."

"Maksud kamu apa?" tanya Warren kembali.

"Aku menginginkan seorang laki – laki yang mencintai aku, seluruh diri aku, sampai hal terkecil dari diri aku, dan ketika aku menemukannya, aku akan memanggilnya suami aku. Seperti diri kamu yang menganggap aku investasi, aku tidak bisa menganggap kamu sebagai suami aku."

Lalu Jacqueline melemparkan kata – kata terakhirnya yang membuat Warren tercengang dan terperangah, "Jangan pernah kamu menganggap diri kamu suami aku, mengerti?" 

Continue Reading

You'll Also Like

158K 20.1K 43
❛❛Calum tidak pernah mengangkat panggilan Dhea. Hingga akhirnya, pada panggilan ke-42 di tanggal 16 Juni, Dhea bisa mendengar suara lain selain opera...
193K 5.8K 20
SEBELUM BACA FOLLOW DULU YA! Kisah tentang kamu yang menjadi salah satu girl grup di SM ENTERTAINMENT. 🏅 RANK : #1 in sm [230921 - 131221] #2 in kpo...
2.1M 17.6K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
3.1M 173K 38
Siapa yang tak mengenal Gideon Leviero. Pengusaha sukses dengan beribu pencapaiannya. Jangan ditanyakan berapa jumlah kekayaannya. Nyatanya banyak pe...