EMPAT PULUH DELAPAN

143K 13.5K 887
                                    

"Selamat Ivana, acara yang sukses malam hari ini," Catherine mengatakannya dengan anggun kepada tuan rumah acara hari ini. Ivana Sastrawidjaja tersenyum dengan hangat membalas Catherine dengan senyuman di bibirnya.

"Apa kamu datang sendiri malam hari ini sayang?" tanya Ivana kepada Catherine.

"Tidak, aku bersama dengan Warren. Sepertinya dia sedang mengambil minum untuk kita berdua Ivana," balas Catherine kepada Ivana.

"Ah, kamu dan Warren sudah berbaikan?" tanya Ivana dengan penasaran.

Catherine selalu menyukai Ivana walaupun dirinya tidak begitu mengenalnya, pertama kali ia dikenalkan adalah ketika Tavella Tjahrir, istri Marshall dan juga kakak Warren, mengenalkannya dan ketika Ivana dengan hangat menyambutnya, sampai sekarang Catherine merasa sangat bangga karena dapat mengenal sosok terkenal seperti Ivana.

Ivana Sastrawidjaja adalah sosok yang Catherine sangat hormati dan Catherine selalu mendambakan hidup seperti Ivana. Ivana menduduki kelas sosial tertinggi di Jakarta dan semua orang ingin bertemu dengannya hanya untuk mendiskusikan suatu hal, ataupun hanya menginginkan waktu wanita itu untuk satu menit. Baginya Ivana adalah cerminan dirinya ketika ia tua nanti.

Catherine menatap Ivana dan kali ini ia bertanya lagi untuk mendapatkan perhatiannya, "Emilio Pucci?" tanya Catherine dan Ivana seketika mengerti dengan apa yang Catherine tanyakan.

"Kamu tahu? Emilio adalah teman baikku dan untuk hari ini ia khusus membuatkan gaun ini untukku. Mata yang pintar Catherine. Tidak heran kamu dan Warren begitu cocok. Tidak membawa Max hari ini?"

Catherine tidak tahu bagaimana caranya Ivana sampai mengingat nama anaknya dan untuk beberapa saat lamanya, Catherine tidak dapat menjawab pertanyaan itu karena ia sendiri tidak tahu dimana anaknya sekarang. Oh Tuhan, ibu macam apa aku?

"Max ada di rumah," jawab Catherine dan ia pun berbohong kepada Ivana.

Ivana kembali tersenyum hangat dan berkata, "Kapan – kapan ajak Max ya Catherine, because Maureen anak Tavella selalu saja dibawa kemana – mana, dan sudah seharusnya Max juga."

"Baiklah," jawab Catherine yang mencoba untuk tersenyum kepada Ivana.

Warren yang baru saja kembali ke sisinya dengan membawa dua gelas anggur putih memeluk Ivana, lalu mencium kedua pipi wanita itu dan menyambut Ivana dengan berkata, "Hi, apa kabar Ivana?"

"Warren Oetama Tjahrir, kenapa janggut kamu begitu kasar?" Ivana menggerutu karena janggut Warren yang kasar mengenai pipinya.

Warren tersenyum dan berkata, "Bukannya pria seharusnya seperti itu?"

"Warren aku akan memberitahu ibu kamu dan aku akan memastikan kamu akan dimarahi. Kamu sangat beruntung aku bukan nenek kamu," Ivana berpura – pura kesal namun tatapannnya sama sekali tidak menandakan bahwa dirinya marah.

Ivana menggeleng – gelengkan kepalanya, lalu meneruskan, "Aku tidak tahu kalian berdua akhirnya berbaikan, apa kalian akan menikah lagi?"

"Belum tahu," jawab Warren.

"Tentu saja," adalah balasan Catherine.

Ivana yang melihat kejanggalan atas jawaban itu menyipitkan matanya dan bertanya lagi, "Apa kalian serius dengan hubungan ini?"

"..."

"..."

"Pernikahan, hubungan, dan cinta, tidak selalu sama. Ketiganya berbeda dalam setiap aspek. Pernikahan adalah langkah pertama karena ketika kalian yakin, hubungan itu terbentuk. Hubungan karena terbiasa, itu bukan cinta. Kalian mengerti?"

*

"Jadi aku akan memegangmu seperti ini J," Alle memegang pinggangnya yang terbuka dengan posesif dan sisi tubuh pria itu sekarang menyentuh sisi tubuhnya.

"Eh..." dengan canggung Jacqueline berusaha mencerna apa yang mereka lakukan sekarang.

"Gaun merah, punggung terbuka, dada terbuka, sangat cantik," Alle memujinya sekali lagi. "Sangat cantik hingga dapat membuat Warren marah tentunya," gumam Alle.

"Gaun ini Alle, sangat terbuka. Aku hampir telanjang bila dilihat orang," Jacqueline mencoba menutupi tubuhnya namun tidak ada yang dapat menutupi gaun merah tersebut. Dari atas hingga ujung kaki, gaun merah itu tercipta untuk menunjukkan semua lekuk tubuhnya dan Alle sangat bangga karena ia telah memilih gaun itu untuknya.

"Kamu siap?"

"Bagaimana kalau kita pulang sekarang?"

"Sayang sekali J, aku tidak ingin pulang sekarang. Kalau kamu ingin membuat Warren marah, aku ingin membuat istriku senang. Jadi, ayo?"

Jacqueline menelan lidahnya dan dengan canggung berjalan disamping Alle.

"Ketika kamu masuk dan semua orang memandangimu J dan kamu kehilangan kepercayaan diri kamu. Tatap aku. Karena aku berada disini disamping kamu. Okay?"

"Okay." 

EAT, METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang