TUJUH PULUH TIGA

181K 16.3K 1.8K
                                    

"Kenapa uangnya tidak pernah dicairkan, kami tidak tahu Pak Warren," jawab Gautama Fartah, salah satu pengacara Warren yang terlihat takut ketika Warren menatapnya dengan marah.

"Untuk apa saya membayar kalian semua kalau kalian tidak tahu kemana uang saya?" tanya Warren, mendominasi seluruh ruangan dan semua orang yang berada di dalamnya.

"Pak Warren, kita telah memberikan uang itu kepada Bu Jacqueline, dan kita hanya memastikan bahwa Bu Jacqueline menandatangani suarat kontrak yang Pak Warren..."

Sebelum Gautama dapat menyelesaikan kata – katanya Warren memotong kata – kata pria yang sudah menjejaki dunia hukum selama dua puluh tahun dengan berkata, "Pak Gautama, kalau anda tidak bisa memastikan hal sekecil ini, saya dengan akan mudahnya mencari pengacara lain."

Gautama yang terlihat panik berserta partner – partner seniornya yang berada di ruangan bersamanya berkata, "Pak Warren, apa yang bisa saya lakukan untuk memperbaiki hal ini?"

"Saya ingin kalian memastikan satu hal, bisa?" Warren lalu memberikan perintahnya kepada Gautama dan ketika ia mengakhirinya, ia berkata dengan nada tegas, "Tidak ada kesalahan lagi, dan rubah isi kontrak pernikahan saya dengan Bu Jacqueline."

*

"Ouch!" Jacqueline melepaskan salah satu perbannya di dagunya dan melihat kalau lukanya sudah kering. Sekarang ia dapat melihat wajahnya sendiri di hadapan kaca dan Jacqueline meringis ketika menyentuh salah satu lebam di matanya yang belum juga sembuh.

Jacqueline memutar keran air dihadapannya dan ia menunduk hingga semua rambutnya terjatuh. Rambutnya ia basahi dengan perlahan – lahan dan Jacqueline mengambil shampoo untuk mengeramasnya. Jacqueline meringis kembali ketika ia merasakan rasa sakit di perutnya dikarenakan posisi tubuhnya sekarang, namun ia menahan rasa sakit tersebut karena bila tidak, ia tidak mungkin selesai mengeramas rambutnya.

Sudah dua hari semenjak pembicaraannya dengan Warren yang berakhir dengan pria itu yang kembali meninggalkannya. Sekarang Jacqueline berpikir kalau setelah kejadian kemarin, Warren tidak akan mungkin mau kembali menemuinya, dan pikirannya mengatakan kalau dirinya akan baik – baik saja, sementara hatinya berkata lain. Sehingga Jacqueline memutuskan sesuatu harus dilakukan - Jacqueline mengeramas rambutnya sendiri adalah satu – satunya hal yang ia kira mampu membuatnya melupakapan pria itu dan apa yang telah ia katakan kepada Warren.

Jacqueline terus membasahi rambutnya dibawah air yang keluar dari keran kamar mandi yang ia nyalakan, tangannya yang masih terpasang infus sekarang basah dan seluruh wajahnya terkena air tanpa disengaja. Jacqueline menyukainya, setidaknya ia dapat mengalihkan perhatiannya sejenak.

Aku kangen Max, pikirannya kembali kepada satu – satunya hal yang tidak ingin Jacqueline ingat.

"Aghhhh!" Jacqueline kembali meringis dan harus berhenti membasahi rambutnya karena perutnya terasa begitu sakit dengan posisinya yang menunduk sekarang. Jacqueline berdiri dan meluruskan badannya, membuat seluruh gaun rumah sakitnya basah karena rambutnya, sementara tangannya ia letakkan di perutnya untuk meredakan rasa sakit yang tidak kunjung berhenti.

"Bodoh," gumam dirinya sendiri. Ia meringis kembali ketika ia masih bisa merasakan rasa sakit di perutnya dan akhirnya Jacqueline berhenti mencoba menyelesaikan apa yang ia rencanakan pada awalnya. Jacqueline masih bisa merasakan rasa sakit itu dan akhirnya ia mengambil handuk terdekat untuk mengeringkan wajahnya yang masih banyak sabun dan busa.

"Sial," gumamnya lagi.

Ia terkejut ketika seseorang membuka pintu kamar mandi dengan begitu keras dan dengan cepat memanggilnya, "Apa yang sebenarnya kamu sedang lakukan?"

EAT, METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang