DUA PULUH SEMBILAN

174K 13.2K 567
                                    

Jacqueline menatap Warren dengan bingung, lalu ia menatap keseliling ruangan hanya untuk memastikan dirinya tidak berada di kamar yang salah. Biru, kamarnya berwarna biru dan ia berada di kamar yang benar.

"Umm... saya yakin ini bukan kamar Bapak..."

Warren yang terlihat kesal menyipitkan matanya dan berkata, "Rumah ini milik saya, semua kamar di rumah ini punya saya, jadi ini kamar saya juga Jack. Kalau saya mau tidur di kamar ini, maka saya akan tidur di kamar ini," kata Warren kepadanya dengan kasar.

Sudah tiga minggu Jacqueline tidak mendengarkan suara Warren yang marah – marah, dan sudah tiga minggu Jacqueline tidak menatap bosnya. Warren terlihat lebih kurus dan janggut di wajahnya terlihat begitu gelap dan kasar, belum pernah Jacqueline melihat atasannya seperti ini. Bagi Jacqueline sekarang Warren terlihat begitu berantakan dan pria itu juga terlihat sangat lelah. Mata hitamnya yang selalu menatapnya dengan kesal sekarang tidak terbaca, seakan – akan pria itu telah kehilangan sesuatu...

Atau seseorang...

Jacqueline tahu kalau ia sekarang memicu kemarahan Warren, tidak ada gunanya bagi mereka berdua, sehingga dengan tenang dan datar ia berkata, "Fine aku akan pindah kamar."

Thank God, Warren sepertinya tidak lagi menanyakan siapa Adian...

"In fact, aku tidak ingin kamu berada di rumah ini Jack, aku ingin kamu keluar," jawab Warren. Pria itu memasukkan tangannya ke dalam saku celananya dan Jacqueline mengerutkan dahinya karenanya. Warren masih memakai kemeja dan celana jins, yang menandakan bahwa pria itu baru saja pulang, lalu ia menyadari ketika Warren tangannya dengan cepat, Jacqueline tahu bahwa jari manis pria itu sudah tidak memakai cincin pernikahannya.

"Apa anda sudah menemukan Bu Catherine? Dilihat dari kebodohan anda yang salah memasuki kamar anda sendiri, anda tidak menemukannya," balas Jacqueline mengalihkan kata – kata Warren yang tidak masuk akal karena mengusirnya pada malam buta dari rumah pria itu.

"Jangan pernah kamu sebutkan namanya lagi. Tidak di depanku. Tidak di depan Max," ada nada sedih di dalam kata – kata Warren ketika pria itu mengatakan hal tersebut yang membuat Jacqueline semakin penasaran dengan apa yang terjadi dengan Catherine. Biasanya ia tidak peduli dengan urusan orang lain, namun entah mengapa, kali ini, ia sangat ingin mendengar kebenarannya dari semua hal ini.

"Kalau begitu anda sudah bercerai?" tanya Jacqueline yang hanya berusaha untuk bersikap logis.

"Apa itu urusan kamu?" tanya Warren dengan tajam.

"Menjadi urusan saya karena saya dikira sebagai Bu Catherine," balas Jacqueline.

"Menjadi urusan saya kalau kamu dikira menjadi..." Warren tidak menyebutkan nama Catherine yang membuat Jacqueline mengerutkan dahinya karena ia merasa bingung dengan sikap Warren.

"Dengar Jack, kamu membuat saya berada di dalam posisi ini, menurut kamu saya menginginkannya?"

Jacqueline lalu bertanya kembali kepada Warren, "Kalau begitu, apa sekarang anda sudah bercerai?" lalu Jacqueline menambahkan sebelum Warren membalasnya dengan amarahnya, "Kalau anda sudah bercerai, menemukan tunangan anda, ataupun setidaknya bertemu dengannya, saya harus tahu, karena dengan begitu saya bisa membantu anda..."

"Membantu?" tanya Warren dengan sarkastik. "Yang kamu lakukan Jack adalah menyulitkan saya."

"Bagian mana dari semua ini yang menyulitkan anda?"

"Kamu yang menikah dengan saya menyulitkan hidup saya!"

"Bu Catherine yang menikah dengan anda, bukan saya," Jacqueline tahu bila ia menyebutkan nama Catherine sekali lagi Warren akan marah dan memang betul sekarang amarah pria itu benar – benar terlihat.

"Cukup! Cukup menyebutkan namanya didepan saya. She's dead, dia..." Warren kembali tidak menyelesaikan kata – katanya namun Jacqueline tahu apa yang Warren ingin katakan.

"Maafkan saya..."

"Jangan katakan kepada siapapun Jack, saya tidak ingin ada orang yang mengetahuinya termasuk Max. Kamu mengerti?" tanya Warren kepadanya.

Jacqueline dengan datar berkata, "Saya bukan orang yang seperti itu Pak Warren."

"Baiklah," Warren lalu menghela napasnya sebelum ia kembali berbicara, "Masalah saya dan kamu. Kita harus menyelesaikannya."

"Um... kalau..." Jacqueline berpikir kalau Catherine sudah tiada, seharusnya Warren menjadi pria yang bebas dan tidak perlu melakukan apapun lagi dengan dirinya, namun sepertinya ia salah.

"Jack, saya tidak ingin mengatakan kepada semua orang kalau tunangan saya, cinta pertama saya, wanita satu – satunya yang ingin saya nikahi sudah tiada," kata – kata Warren membuatnya tidak bisa bernapas dan Jacqueline tidak bisa menatap mata Warren yang sekarang menatapnya kembali.

"Kamu dan saya, kita menikah. Surat pernikahan saya dan... tidak sah, dan bila saya merubahnya dengan nama kamu, akan sangat mudah. Saya mengenal beberapa orang," jelas Warren yang tidak bisa Jacqueline cerna sama sekali.

Menikah?

Menikah dengan pria yang baru saja kehilangan istrinya?

Apa Warren sudah gila?

"Pak Warren, saya tidak ingin menikah dengan anda, terlebih lagi ketika anda sedang kehilangan seperti ini," jelas Jacqueline.

"Siapa bilang saya akan menikah dengan kamu untuk selamanya Jack? Saya tidak ingin menghabiskan waktu sedikitpun dengan kamu, tidak akan pernah hal itu terjadi," jawab Warren dengan tegas dan tajam.

Jacqueline lalu tertawa dengan sinis, "Kalau begitu, jangan nikahi saya Pak Warren. As simple as that."

"Dengar, masalah ini akan terus berlanjut dan tidak ada jalan keluarnya. Kita menikah, lalu aku akan urus proses perceraiannya dengan sah dipengadilan. Nama kamu dan nama saya. Tidak ada lagi nama... yang kamu pakai."

"Lalu apa yang saya dapatkan?" tanya Jacqueline karena ia merasa tidak ada satupun dari hal ini yang menguntungkannya.

"Saya yang tidak menyeret kamu ke kantor polisi, itu yang saya lakukan karena kebaikan hati saya. Mengerti?"

"Mungkin ini adalah lamaran nikah terburuk di seluruh dunia ini," gumam Jacqueline.

"Trust me Jack, satu – satunya wanita yang tidak akan pernah mendapatkan lamaran saya yang sesungguhnya adalah kamu. Kamu adalah wanita terakhir – in fact, coret itu – kalaupun hanya kamu satu – satunya wanita di dunia ini, saya tidak akan pernah melamar kamu. Sekarang, pergi dari rumah saya Jack."

Brengsek, pikir Jacqueline. Aku juga tidak ingin mendapatkan lamarannya. Tidak akan pernah. Walaupun Warren adalah satu – satunya pria di dunia ini. 

EAT, METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang