LIMA PULUH ENAM

176K 13.7K 830
                                    

"HAHAHAHA," Alle terus tertawa dan tidak berhenti ketika mendengarkan cerita Jacqueline yang begitu polos, "Sebentar – sebentar jadi kamu ngapain?"

"Nggak ngapa – ngapain, kan aku cuman ngomong gitu doang..."

"Ke kakak aku! Warren Oetama Tjahrir! Kamu ngomong kalau kamu tidak memakai..."

"Ssst..." Jacqueline menutup mulut Alle yang berbicara terlalu keras sehingga beberapa mata sedang menatap ke arah mereka sekarang.

"Dengar ya Jacqueline, kalau kamu memancing singa yang lapar, sudah pasti akhirnya kamu digigit. Bukan salah aku ya kalau kamu akhirnya berakhir di kamar Warren."

"Memang bukan, tapi Alle..." Jacqueline lalu menceritakan kejadian kemarin malam dan ketika Warren dengan brengseknya meninggalkannya sendiri dalam keadaan setengah telanjang di kamar pria itu.

"Terus orangnya kemana? Pergi aja gitu?" tanya Alle dengan bingung.

"Iya, kesel kan?"

"Siapa juga yang mancing kemarahan dia? Jacqueline, kakak aku itu pemarah, kamu pancing kemarahan dia, sudah pasti kemarahannya menang dibandingkan gairahnya sendiri."

"Katanya dia hampir mati Alle."

"HAHAHAHAHA, apa?" Alle kembali tertawa ketika mendengar kata – kata Jacqueline. "Mati karena bergairah atau marah – marah?"

"Karena dua – duanya."

Lalu Alle menatap Jacqueline dengan serius, "Kamu mau membuktikannya?"

"Apa Alle?"

"Membuat Warren mati karena gairah dan kemarahannya sendiri?"

*

Aneh.

Aneh adalah kata pertama yang keluar dari pikiran Jacqueline ketika ia memasuki lift dan menekan lantai teratas gedung yang sudah diingatnya di luar kepala. Untuk pertama kalinya setelah ia menjadi istri Warren, ia kembali ke kantor dan kali ini bukan sebagai sekretaris pria itu, namun sebagai istri pria itu.

Ketika Jacqueline keluar dari lift, beberapa orang menatapnya sebelum mereka memasuki lift yang akan turun kembali ke lantai dasar. Jacqueline merapihkan gaun hitam yang dipilihkan Alle untuknya dan menarik napasnya dalam – dalam.

"Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya sekretaris Warren yang baru.

Untuk sesaat Jacqueline mengerutkan dahinya dan berpikir apa Warren juga sering memarahi sekretaris barunya. Lalu Jacqueline menatap sekretaris Warren dengan segenap keberaniannya dan bertanya, "Apa Warren ada diruangannya?"

"Apa anda sudah membuat janji?"

"Aku istrinya," wow Jack, kata itu keluar begitu saja, munafik, pikirnya kepada dirinya sendiri.

"Oh... Bu, Pak Warren sedang meeting dengan shareholder, mungkin Ibu ingin menunggu diruangan Bapak?"

"Okay."

Jacqueline pun menunggu diruangan Warren. Ia menjatuhkan tas lengannya di sofa terdekat dan berjalan menuju jendela, lalu menatap gedung – gedung tinggi dihadapannya.

Tidak tahu berapa lama Jacqueline menatap gedung – gedung tersebut sampai – sampai ia tidak menyadari Warren yang sudah memasuki ruangan. "Apa yang kamu lakukan disini Jack?" tanya Warren membuat Jacqueline terperanjat dari tempatnya.

EAT, METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang